Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG R & R : Rintih di antara Kabut

TIGA

<<>>


Bentuk dataran tinggi pulau Walijo mirip puncak gunung super besar dengan ujung berbentuk tumpul karena terpotong. Di ujung yang tumpul itu terdapat cekungan berupa kawah. Kawah itu subur dan hijau penuh pepohonan serta memiliki dua danau, yaitu danau Yangga dan Ningga. Kalau diumpamakan sebuah mangkok, posisi danau Yingga dan Nangga terletak di dasar mangkok. Lereng penuh pepohonan yang mengelilingi danau adalah sisi miring mangkok. Posisinya lebih tinggi dari kedua danau. Posisi danau yang seperti itu membuat area sekitar danau lebih cepat gelap dibandingkan area lain di pulau itu.

Saat ini, matahari sudah tidak menampakkan sinar di area sekitar danau. Masih tersisa seberkas cahaya di langit, berwarna kemerahan dan terlihat indah, namun cahaya itu tidak lagi bisa menerangi tempat perkemahan.

Lima tenda yang berderet di pinggir danau. Masing-masing tenda berjarak lima meter. Salah satu tenda yang terletak di tengah-tengah memancarkan cahaya cukup terang. Tenda itu berbentuk bulat dan berwarna merah. Cahaya yang berasal dari dalam tenda membuat warna tenda berubah menjadi orange. Sumber cahaya itu berasal dari sebuah handphone yang digenggam jari tangan gemuk milik lelaki bernama Arya.

Arya duduk setengah membungkuk. Dia bersama Kevin di dalam tenda bulat merah itu. Bola mata Arya ikut bergerak ke arah Kevin yang bergerak sibuk mencari sesuatu. Kevin, lelaki berkulit putih, kepala plontos, mata sipit dan tulang pipi menonjol itu, membuka resleting salah tas yang berada di antara barang perbekalan lainnya. Arya mengarahkan senter handphone, berusaha membantu Kevin.

“Kenapa Lo nyalain senter? Pake aja kepalamu! Pasti jadi terang benderang. Hahahaa.”

Kevin tertawa, dia tidak pernah bosan mengolok-olok Arya karena kepala setengah botak yang dimiliki lelaki bernama Arya itu. Dia sering menyebut Arya sebagai Hakim Roda Emas, seorang tokoh antagonis di film Pendekar Rajawali (Yo Ko). Hal itu bukan tanpa alasan, Kepala setengah botak Arya sudah dimiliki ketika dia berumur 20 tahun. Sekarang di usia 30 tahun, botak tersebut sudah melewati garis tengah kepalanya. Bentuk tubuh Arya juga tambun. Hanya saja, wajahnya yang gemuk tidak dihiasi brewok seperti Hakim Roda Emas.

“Halah! Lo juga botak, kan?! Sesama jenis gak usah saling menghina!!”

“Gue botak buatan, Lo botak alami. Jelas beda lah! Rambut gue bisa tumbuh, elo kagak! Hahahha.”

Arya mendengus jengkel, dia mengarahkan cahaya lampu ke wajah Kevin. Kevin sontak menyipitkan mata karena silau.

Tidak berapa lama, wajah Kevin terlihat lega ketika tangan yang berada di dalam kantong tas berhasil meraih benda yang dia cari.

“Ini kan yang lo mau?” Kevin menunjukan sebuah botol kecil berisi beberapa butir obat. Arya langsung merebut botol itu dari tangan Kevin.

“Ampuh gak obat ini?”

“Iya lah, tapi gue kaga pernah pake gituan. Wajah tampan gue udah cukup buat taklukin wanita.” Kevin tertawa bangga.

“Halah! Kalo lo kagak tajir. Cewe juga pada males ama lo.”

“Tajir atau kagak, itu bukan masalah dalam deketin cewe. Buktinya, lo punya banyak duit tapi kagak pernah punya cewe!”

Arya tersenyum masam. Dia memang mempunyai masalah dengan cara mendekati wanita. Wanita yang menjadi target selalu gagal di dapatkannya. Dia bukan orang yang buruk dalam berkomunikasi, buktinya dia adalah sales marketing terbaik, tetapi kalau urusan wanita, dia kalah jauh dibandingkan Kevin.

“Cara pake obat ini gimana?”

“Elo tenang aja. Nanti biar gue yang atur!”

<<>>​

Pekat malam di sekitar danau terpecah oleh nyala api unggun yang terletak di dekat tenda paling Timur. Nyala api yang berasal dari ranting kayu dan daun kering yang sengaja di susun rapi tersebut hampir tidak pernah diam, kadang bergerak ke utara, selatan atau meliuk-liuk cepat, tergantung dari arah angin meniup.

Empat wanita duduk mengelilingi api unggun itu dengan formasi membentuk segi empat. Semua memakai celanan panjang dan jaket tebal.

“Ughhh hrrrrrrrggghht! Dingit banget! Lama-lama gue bisa beku!”

Viana berteriak sambil menggigil. Bibirnya bergetar karena kedinginan, bahunya sengaja diangkat supaya menempel dengan kepala. Gadis yang memakai sweater rajut berwarna abu-abu itu kemudian menekuk kedua lutut merapat ke dada. Kaos kaki tebal, celana panjang longgar, serta topi yang menutupi rambut hingga telinga Viana tidak mampu mengalahkan hawa dingin yang merasuk menembus kulit sampai ke tulang. Bahkan, nyala api yang berjarak sekitar satu meter di depannya tidak berarti apa-apa.

Bola mata bulat dan bening Yuri melirik Viana yang duduk tidak jauh darinya. Gadis berhidung mancung dan berambut pendek sebahu ini mengenakan pakaian yang hampir sama dengan Viana. Sweater rajut warna abu yang dibeli bersama Viana, celana panjang jeans, kaos kaki, dan sebuah selendang warna putih yang melilit di leher yang jenjang.

Yuri juga kedinginan. Tangannya terjulur lurus ke arah api. Telapak tangannya terasa tebal dan kebas sedari tadi. Dia ingin menyerap hawa panas dari jarak sedekat mungkin. Ketika jarak api dan telapak tangan sudah begitu dekat, hawa panas seolah menjalar dari sana dan menyebar ke seluruh tubuhnya, rasa dingin perlahan berkurang.

“Iya, dingin banget ya,” Sinta ikut berkomentar. Wanita berumur 32 tahun yang sudah memiliki dua anak itu duduk diantara Viana dan Yuri. Kulit wajahnya yang putih terlihat berkilau karena terpaan cahaya api, matanya membulat indah, bibir bawahnya tebal dan seksi. Dia mengenakan gaun terusan selutut tetapi di dalamnya ada celana panjang ketat dan tipis yang membungkus lekukan kakinya yang ramping.

Emelyn yang duduk paling dekat dengan tenda tidak begitu banyak berbicara. Bayangan tubuhnya terlihat bergerak-gerak di permukaan dinding tenda karena kobaran api yang tidak pernah diam. Wanita keturunan china berumur 28 tahun itu sudah sering pergi ke luar negeri. Dia sudah terbiasa dengan salju sehingga baginya dingin udara itu tidaklah terlalu ekstrim. Gaya berpakaianya juga terkesan santai. Baju dan celana panjang longga serta shawl tebal melilit di leher.

<><>​

Dua lelaki keluar dari tenda dan berjalan ke arah para wanita. Satu gemuk dan satu tinggi kurus. Dia adalah Arya dan Kevin. Arya kemudian duduk di dekat Emmelyn dan Kevin masih tetap berdiri menatap kegelapan yang menyelimuti sekeliling mereka.

Arya adalah orang yang paling kuat terhadap dingin. Dia mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek. Gumpalan lemat di perut dan bagian tubuh lainnya sangat membantu memberi kehangatan pada tubuh lelaki itu.

“Vin! Cewek lu minta diangetin tuh! “ teriak Arya melihat Viana mengigil.

Kevin tersenyum mendegar kata-kata Arya. Lelaki plontos itu duduk di samping Viana, kemudian memeluk pinggang gadis itu. Viana langsung menyandarkan kepala di bahu Kevin.

“Gimana? Lebih anget kan, Beb?” ujar Kevin.

“Iya dong Beb, ” sahut Viana, jarinya meremas jari tangan Kevin.

Cuuuuup, Sebuah kecupan singkat dari Kevin mendarat di pipi Viana. Mereka kemudian tertawa gembira dan saling pandang dengan mesra.

”Mau jalan-jalan, Beb? ” bisik Kevin, “ nyari keringet biar lebih anget,” lanjutnya. Viana mengangguk setuju. Mereka kemudian berdiri berbarengan.

“Kami jalan-jalan dulu ya,” ujar Viana sambil tersenyum simpul. Wajahnya yang cantik bersemu merah ketika Kevin menempelkan bibir di kening gadis itu.

“Hati-hati! Bahaya kalau malam-malam kelayapan di sini,” ujar Arya.

“Tenang aja Pak Arya. Pasti aman kok, kan ada bebeb Kevin. Hihihi. ” Viana begitu gembira, dia merangkul Kevin lebih erat.

“Waduuh!! Itu bisa makin bahaya. Kevin lebih ganas dari penunggu hutan ini! “

Kevin dan Viana tidak merespon lagi. Mereka berlalu, berjalan ke arah kegelapan.

<<>>

ZZZZZzzzzhhhh GrrOOkkkk

Suara dengkuran terdengan dari dalam tenda yang terletak di ujung Barat. Tenda itu posisinya paling jauh dari apai unggun. Tenda yang berbentuk berbentuk prisma segitiga itu berwarna biru.

Zrrrgggtttttt Hsssshhhh GrrrrOOokkkk

Dengkuran itu berasal dari seorang lelaki berkulit hitam berambut keriting. Dia juga mengenakan pakaian serba hitam sehingga terlihat begitu samar di tenda yang tanpa penerangan tersebut. Suara dengkuran yang putus-nyambung dengan volume suara tinggi dan tempo tidak jelas itu membuat Ryan membuka mata.

Ryan mengerutkan kening tidak senang. Dia terbangun dari tidur karena benar-benar merasa terganggu, kesadaran belum sepenuhnya kembali ke tubuhnya. Dia menarik nafas panjang, melirik ke arah sumber suara dengkuran, hanya gelap saja yang dilihatnya. Dia kemudian menggerakan kepala menatap keluar dan menyadari kalau di luar sudah gelap. Dia tidur jam setengah enam.

Ryan bangkit dan duduk sambil mengucek mata, kemudian mengambil handphone. Sudah jam 7 malam ternyata, Ryan berkata dalam hati. Hawa dingin yang menusuk membuat Ryan menggigil. Dengan cepat lelaki itu mengambil jaket dan mengenakannya. Dia kemudian keluar dari tenda.

Ryan tersenyum lega ketika melihat kobaran api uggun cukup besar tidak jauh dari tenda. Dia lah yang mengumpulkan ranting dan daun kering sebelum tidur. Dia juga yang pertama kali menyalakan api itu.

Mandi apa enggak? Dingin! Ryan dilema. Tubuhnya merasa kedinginan tetapi tidak nyaman karena lengket bekas keringat ketika dia bekerja keras membangun tenda.

<<>>​

Bulan setengah lingkaran mulai terlihat di langit malam. Cahayanya memantul di permukaan air danau yang tenang.

Kevin dan Viana duduk di dekat sebuah pohon besar cukup jauh dari tenda. Kapala Viana bersandar di bahu Kevin. Sementara itu, tangan Kevin memeluk pinggang Viana dengan erat. Seberkas cahaya memancar dari layar handphone yang digenggam Viana. Suara tawa dan obrolan mereka terdengar lirih tersapu angin malam yang terkadang berhembus lembut.

Viana memasukan handphone ke saku jaket sehingga sumber cahaya satu-satunya di tempat itu hilang. Kegelapan yang menyelimuti mereka membuat indera yang lain lebih peka. Mereka bertatapan mesra. Hembusan nafas mereka hangat dan lembut.

Wajah mereka mendekat dan kemudian bibir mereka bertaut. Lidah mereka saling belit menyebarkan kelembutan dan kehangatan yang penuh gairah. Tangan mereka bergerak liar saling meraba dan mencari kehangatan.

Desahan sesekali terdengar seiring tubuh mereka yang semakin merapat. Ciuman mereka semakin liar. Panas gairah yang keluar dari tubuh mereka mengalahkan dingin udara malam itu. Setiap jengkal kulit mereka semakin peka dan mudah terbakar.

Tidak beberapa lama, Viana sudah duduk mengangkang di atas kaki Kevin yang berselojor.

“Ahhh, Beb!”

Viana mendesah lembut sambil menggelinjang saat Kevin membenamkan bibir di leher gadis itu. Bokong Viana bergerak menekan dan memberi gesekan di atas paha Kevin. Kevin jengah dan bergairah merasakan bokong Viana yang kenyal. Tangan Kevin menyingkap ujung bawah baju Viana. Kemudian tangan lelaki itu menelusup masuk.

“Hsssh Beb! Dingin!”

Viana menggelinjang ketika tangan Kevin yang dingin menyentuh kulit sekitar perut gadis itu. Kemudian tangan lelaki itu bergerak semakin ke atas. Mencari pengait bra Viana dan kemudian melepaskan. Payudara jumbo Viana terlepas dari kungkungan bra tetapi masih terbungkus baju.

Nafas Kevin menderu ketika telapak tangannya menyentuh bongkahan payudara Viana yang berukuran besar. Payudara itu begitu kenyal, lembut dan hangat di tangan Kevin. Dengan pelan Kevin meremas payudara Viana. Merasakan kelembutan yang membangkitkan gairah. Viana menggelinjang sambil mendesah.

Viana memejamkan mata menahan nikmat ketika kedua tangan Kevin yang dingin meremas dan membelai payudaranya. Puting payudara mengeras karena Kevin begitu lihai memainkan jari tangan. Menekan, memutar, dan mencubit puting payudara Viana.

“Ooooouucchhh, Beb!”

Viana mendekap Kevin semakin erat. Nafas mereka menderu seiring gairah yang semakin bangkit. Kevin menyingkap baju Viana ke atas. Payudara berukuran jumbo dengan areola cukup lebar berwarna merah terlihat samar di kegelapan malam.

Kevin tidak tahan. Dia membenamkan kepala di payudara Viana. Bibirnya mengecup lembut, kemudian lidahnya menjulur dan memberikan sentuhan yang membuat Viana hampir kehilangan kendali. Gadis itu mengigit bibir dan mengeluarkan desahan tertahan sambil menggerakan pinggul. Sel-sel saraf di payudaranya berekasi hebat merasakan sentuhan bibir hangat dan lembut Kevin. Tarikan nafas gadis itu berat.

Kevin senang. Dia sangat menyukai Viana yang terserang oleh gairah yang menggebu-gebu. Gadis itu seperti mulai kehilangan kendali. Hawa dingin membuat gairahnya semakin mudah terbakar. Sentuhan yang diberikan Kevin begitu hangat dan memabukan.

Kevin mulai memainkan jari di pingiran elastis celana panjang yang dikenakan oleh gadis itu. Viana bergerak menyesuaikan. Memudahkan tangan Kevin bergerak membelai paha yang mulus kemudian beralih ke bokong Viana yang kenyal. Viana menikmati gerakan tangan Kevin yang meremas bokongnya. Dia mendesah dan menyebut nama Kevin beberapa kali.

Meskipun tidak melihat ekspresi wajah Viana, tetapi Kevin tahu kalau Viana sangat bergairah dari apa yang ditunjukan tubuhnya. Dia mendorong gadis itu sedikit kebelakang. Jemari tangan Kevin membelai lembut perut Viana, kemudian bergerak semakin kebawah dan menelusup mencari vagina gadis itu.

“Beb! Hmmmph.”

Viana mendesah ketika merasakan jemari Kevin bergerak di gundukan vagina. Viana semakin mengangkang. Jari tangan Kevin perlahan bermain di belahan vaginanya. Dia merasakan dengan jelas jemari lelaki itu bergerak naik turun mengusap permukaan vaginanya yang mulai becek.

“Ahhh.... nikmat bangeett Beb! Terus Beb!”

Viana menceracau ketika jari Kevin memainkan klitorisnya. Sedotan bibir Kevin di payudara Viana semakin liar sehingga Viana semakin hilang kendali karena serangan getar-getar nikmat. Viana menggerakan pinggulnya, dia ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Jari Kevin mulai masuk ke dalam lubang vagina Viana. Mengubek dengan cepat. Viana bergerak semakin tidak terkendali, wajahnya mengernyit menahan nikmat, dia mengerang.

Viana hampir tidak dapat menahan serangan kenikmatan. Dia menahan kepala Kevin. Mendorong kepala plontos itu menjauh dari payudaranya. Tanganya mendorong dagu Kevin ke atas, sehingga lelaki itu mendongak. Viana menciumi bibir Kevin dengan rakus. Kevin semakin gencar memainkan jarinya. Masuk ke lubang vagina Viana dan mengubek-ubek dengan cepat.

Tubuh Viana menghentak-hentak di atas tubuh Kevin. Pinggulnya bergerak dengan cepat. Bokongnya semakin memberikan tekanan di paha Kevin.

“Aaaahhhh... hmmmppp!”

Tubuh Viana menghentak kuat. Dia mendekap Kevin dengan erat setelah melepaskan ciuman. Nafasnya tersengal. Viana orgasme.

Kevin tersenyum dan semakin intens memainkan jarinya di vagina Viana yang becek, tetapi Viana tidak bereaksi. Dia mendekap Kevin dengan erat.

“Aku capek, Beb, “ ujar Viana, Kevin tidak peduli. Dia kembali mencium payudara Viana. Viana tidak terlalu merespon.

“Aku pengen pipis. Anterin ke kamar mandi bentar ya!”

Kata-kata Viana membuat Kevin kecewa berat.

“Entar dulu Beb, tanggung nih!” ujar Kevin.

“Tapi aku enggak tahan banget, Beb.” Viana ngotot.

“Kencing di sana aja, gelap dan enggak ada siapa-siapa juga.” Kevin menunjuk sembarangan.

“Enggak ah! Jorok!” Viana menolak.

Kevin menyerah dan terpaksa mengantar Viana ke kamar mandi yang lumayan jauh dari tempat itu. Kevin hendak ikut masuk ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya tetapi dia mengurungkan niat karena melihat ada orang di POS jaga tidak jauh dari kamar mandi. Perawakan orang itu tidak terlihat jelas karena lampu tidak menyala terang.

Viana keluar dari kamar mandi kemudian menghampiri Kevin.

“Kita kumpul ama temen-temen lagi, yuk!” ujar Viana.

“Aku masih kangen, Beb. Masih ingin berduaan, “ jawab Kevin. Bibirnya langsung menyosor ke leher Viana. Gadis itu menghindar.

“Aku enggak enak ama yang lain. ” jawab Viana. “Masa kita jalan-jalan jauh ke sini, cuma buat mesra-mesraan aja.”

Mata sayu penuh nafsu milik Kevin memandang tajam ke arah viana. Lelaki itu kecewa tetapi berusaha tidak menunjukkan.

“Ok! “ jawab Kevin kemudian, “kalo gitu aku mau tidur.”

“Loh, kok gitu, Beb?”

“Capek!”

“Oh, ya udah, istirahat saja duluan.”

“OK!”

Kevin ke tenda. Dia berharap Viana menyusul, tetapi itu tidak pernah terjadi. Kevin sebenarnya sangat kecewa dengan keputusan Viana karena nafsu lelaki itu sedang menggebu-gebu tetapi tidak dapat tersalurkan.

<<>>​

Ryan diundang oleh Arya untuk berkumpul dengan yang lain di dekat api unggun. Arya perlu seseorang yang diperintah untuk mengerjakan sesuatu. Tujuanya adalah untuk membantu mereka membuat jagung bakar.

Jagung yang sudah terkupas kulitnya, ditusuk dengan kayu di bagian bawahnya kemudian diletakkan di dekat bara api. Warna jagung perlahan berubah semakin semakin coklat karena panas dan mulai mengeluarkan aroma wangi menggugah selera. Ryan berapa kali membolak-balikan jagung tersebut supaya matang dengan merata. Hanya Ryan lah yang bekerja, yang lain sepertinya hanya sibuk menunggu hasil sambil bermain Hp.

“Kasi gue yang itu!” kata Arya sambil menunjuk sebuah jagung yang terlihat cukup matang. Ryan mengambil dan menyerahkan jagung tersebut kepada Arya.

“Hati-hati Pak, masih panas,” kata Ryan.

“Ya,” sahut Arya sambil memegang gagang penusuk jagung. Arya meniup supaya lebih dingin, kemudian mulai menggigit.

“Bu Emelyn dan Bu Sinta mau?” kata Ryan.

“Saya minta satu, Yan,” sahut Emelyn.

“Bu Sinta?”

“Saya enggak. Enggak suka makan jagung bakar, sering nyangkut di gigi,” sahut Sinta.

Selain membuat jagung bakar, Ryan juga membakar ubi. Dia menimbun ubi di dalam bara dan abu beberapa saat. Setelah dirasa cukup matang, Ryan mengambil ubi yang tertimbun bara. Ubi kemudian diletakkan di atas pembungkus makanan ringan. Kulit ubi berwarna hitam dan mengeluarkan asap dan aroma sedap. Setelah ubi tidak terlalu panas, Ryan kemudian membelah menjadi dua.

“Ada yang mau?”

“Kagak, apaan itu item gosong gitu. Kayak kaga ada makanan lain aja, Hahaha,”

“Enak kok, Pak,” sahut Ryan.

“Kalo gue mah, mending makan pizza!”

“ Tapi kan tidak ada pizza di sini, Pak Arya,” Yuri menyahut. Gadis ini memang paling benci dengan cara Arya berbicara.

“Stock roti gue juga masih banyak di tenda!” sahut Arya lagi.

“Pantes body kamu bagus, Ar! Hihihi,” sahut Emelyn. Terdengar tawa dari yang lain, Arya hanya tersenyum masam.

Tiba-tiba Viana dengan wajah ceria muncul. Dia langsung duduk di samping Ryan dan ikut mencomot ubi dan memasukkan kedalam mulutnya.

“Hmm, enak!” ujarnya.

“Kevin mana?” tanya Arya. Semua mata sekarang menatap ke wajah Viana. Menunggu jawaban gadis itu.

“Tidur di tenda,”jawab Viana santai.

“Habis crooot langsung lemes! Hahahahaha...” Arya tertawa senang. “Kamu kenapa kaga ikut tidur ?” tanya Arya lagi.

“Males, belum ngantuk.”

Tiba-tiba terdengar dering Hp Sinta. Perempuan itu melihat ke layar handphone. Wajahnya langsung sumringah. Dia melirik penuh Arti ke arah Viana, sebuah senyum tertahan terlihat di wajahnya.

<<>>​

Jam sepuluh malam, Arya kabur dari kelompok api unggun dan berkunjung ke tenda Kevin.

“Kenapa harus sekarang, Vin? Besok kan bisa?!” Arya belum siap ketika Kevin mengajak untuk mencoba obat perangsang. Lelaki putih plontos itu tadi mengirimkan pesan kepada Arya.

“Jangan buang-buang waktu. Kalo sekarang gagal, bisa dicoba besok dengan rencana lebih matang.”

“Caranya gimana? Kalau gue yang ngasi minuman berisi obat ke Emelyn, belum tentu dia mau,” ujar Arya dengan wajah bingung.

Kevin menunjukan senyum angkuh. “Gue ada ide. Gue suruh Via bikin minuman. Gue campur obat itu ke semua minuman. Pas Via bawa, Ente juga ikut minum biar mereka kaga curiga,” jawab Kevin.

“Bahaya gak kalo gue ikut minum? Entar malah gue yang ngaceng atau terangsang duluan,” Arya mengusap kepala botak miliknya karena khawatir. “Via dikasi tau? Takutnya dia kaga setuju.”

“Kagaklah goblooog!! Pacar gue itu Oon. Bisa kacau! ”

<<>>​

Api unggun sudah hampir padam. Sinta, Emelyn dan Viana masih berada di sana. Arya keluar dari tenda. Dia berjalan mendekat ke kumpulan wanita.

“Via, kamu dipanggil Bebeb-mu!” Arya berteriak memberitahu Viana. Viana kemudian bangkit dan menuju tenda tempat Kevin. Tenda Kevin letaknya di tengah-tengah. Viana melewati dua tenda sebelum mencapai tenda itu, yaitu tenda berwarna biru muda punya Sinta dan Emelyn dan yang berwarna kuning jatah Viana dan Yuri.

Viana sampai dan mereka berbicara sebentar. Viana cukup lega ketika melihat Kevin sudah tidak menunjukan wajah uring-uringan lagi. Kevin dengan mudah membujuk Viana untuk membuat jeruk panas. Mereka membawa kompor portable dan juga termos air panas. Kevin juga ikut membantu sambil bercanda dengan Viana. Hal itu memudahkan rencana Kevin untuk mencampur minuman itu dengan obat yang mereka dia bawa. Viana sama sekali tidak menyadarinya.

Pasangan itu kemudian membawa lima gelas berisi minuman berwarna orange ke tempat teman mereka berkumpul. Mereka kemudian ikut duduk sambil menawarkan minuman.

Arya meminta kode dari Kevin dengan menaikkan alis. Kevin mengancungkan kedua jempol menandakan semuanya berjalan lancar. Arya bersorak dalam hati. Dia yang paling pertama mengambil minuman.

“Dingin-dingin minum jeruk panas emang mantul! ” Arya meneguk minum itu pelan. “Sluuuupp, Ahhhhh”. Dari ekspresi wajah yang ditunjukan, dia memang menikmati minuman itu. Arya ingat pesan Kevin kalau hanya minum sedikit tidak akan berbahaya.

“Om Arya ini! Kalo makanan dan minuman pasti dibilang mantul! Hihihi, ” Viana juga ikut minum.

“Elo juga mantul Via. Sayang bukan pacar gue. Hahahaha.” Arya tertawa sambil melirik Kevin. Kevin tidak begitu merespon. “Gue serius Vin!” Arya ngakak, dia tahu Kevin tidak akan marah. Viana juga tidak begitu peduli gurauan Arya.

“Elo kagak minum, Em? Kasian Via udah susah-susah bikin, ” kata Arya sambil mengambil segelas minuman dan menyodorkan ke arah Emelyn. Emelyn langsung mengambil minuman dan meneguknya. Dia tidak curiga sama sekali.

Dug dug dug

Jantung Arya memukul dada ketika melihat adegan itu. “Uhm, enak. Ini jeruk asli ya? Kamu dapat dari mana kamu?”

“Saya bawa Bu.”

“Ooh,” sahut Emelyn. Dia mencengkeram gelas kaca yang panas itu dengan kedua telapak tangan sampai telapak tangannya ikut terasa begitu hangat.

“Si Yuri kemana?” tanya Arya. Sebenarnya lelaki itu tidak begitu fokus dengan pertanyaannya. Dia ingin melewati detik-detik yang mendebarkan dengan obrolan. Dia tidak sabar menunggu kelanjutanya. Dia tidak sabar menanti apa yang akan terjadi terhadap Emelyn.

“Dia bilang mau tidur,” sahut Viana.

“Ya elah! Jam segini udah tidur,” sahut Arya. “ Elo mau nemenin gue tidur gak, Em?” Lelaki itu melirik nakal ke arah Emelyn.

“Enak aja!” Alis Emelyn langsung mengkerut. Dia tidak begitu suka candaan Arya.

Di tengah obrolan tengah malam itu, Sinta menjadi pendiam. Dia memainkan handphone sesekali tersenyum. Senyum tertahan. Dia menutup bibir dengan telapak tangan beberapa kali agar tawanya tidak terdengar teman yang lain.

Tiga puluh menit berlalu. Emelyn hampir menghabiskan minuman, begitu juga Viana, sedangkan Arya hanya minum seteguk. Gelas masih terisi penuh.

Arya melihat Emelyn mulai menguap beberapa kali, mengucek-ngucek mata dan memegang kening. Dia tahu obat yang dicampurkan Kevin ke minuman memang bereaksi. Viana mengalami hal yang sama dengan Emelyn.

“Ar, anterin gue kencing!” Teriak Kevin sambil memberi kode. Arya mengikuti.

Setelah berada cukup jauh dari kumpulan wanita itu, Kevin menaikkan satu tangan dan Arya mengikuti.

Pllaaaakkk

Mereka mengadu telapak tangan sambil tertawa.

“Sekarang gimana?” bisik Arya.

“Viana biar gue yang atasin. Lo fokus ke target aja,” ujar Kevin.

Arya mengacungkan jempol tanda setuju. Dia sudah tidak sabar untuk mengagahi Emelyn. Dia beberapa kali mengelus kemaluanya yang sudah menegang.

“Ayo balik ke tenda mereka. Kita liat reaksi mereka.”

Arya dan Kevin mendekat dan menengok tenda Emelyn. Emelyn ternyata sudah rebahan di dalam tenda tetapi belum tertidur. Dia masih beberapa kali membuka mata karena merasa sesuatu yang tidak nyaman di tubuhnya.

“Kita balik ke tenda kita dulu. Ada yang pengen gue kasi ke elo, ” ujar Kevin. Kevin berjalan cepat sambil menyeret Arya ke tenda merah bulat milik mereka. Setelah mereka berada di dalam tenda, mereka berbicara setengah berbisik.

“Ente mau obat kuat?” Kevin mengeluarkan botol kecil lagi. Dia menyerahkan sebutir kepada Arya.

“Gue kagak butuh!”

“Yakin? Gue khawatir pas nafsu Emelyn udah gede, malah elo yang lemes. Malu-maluin aja. Hahaha.”

Arya jadi ragu. Dia akhirnya mengambil obat tersebut.

“Minum sekarang. Lima belas menit udah bereaksi. Dijamin Mantulll dan Jossss!”

Arya menurut dan menelan obat itu.

“Sekarang ente tunggu di sini. Gue akan bujuk Em supaya ke sini,” ujar Kevin, kemudian dia keluar dari tenda.

Arya duduk. Dia tidak sabar menunggu cukup lama, sesekali mendongak ke tenda Emelyn. Kevin memberi kode untuk bersabar.

<<>>​

Dua pasang mata berbinar-binar menatap tubuh Emelyn yang tidur telentang di dalam tenda. Wanita cantik itu sudah kehilangan kesadaran. Matanya terpejam. Bibirnya yang tipis berwarna merah begitu menggoda.

Kedua orang itu kemudian saling pandang dan tersenyum penuh arti.

<<>>​

Malam semakin larut. Dengkuran Torus sudah tidak lagi terdengar di dalam tenda berbentuk prisma itu. Lelaki itu sudah bangun dan Sapta berada di sebelahnya. Sapta mengambil sebuah minuman beralkohol dari dalam tas, kemudian menunjukan benda itu kepada Torus.

“Wah! Kereeeen! Ternyata sudah siap peralatan tempur yaa!” ujar Torus.

“Hahaha. Ini aja yang gue punya, dikasi tamu Ausie minggu lalu,” jawab Sapta. “Lumayan buat angetin badan kita.”

“Kagak apa-apa nih kalau ketahuan bos?” Torus terlihat ragu.

“Ealah, peduli amat ama mereka. Bagi aja kalau mereka mau, Hahaha!” jawab Sapta enteng. “ Lagian ini kan bukan jam kerja, jadi kita bebas!” lanjut Sapta sambil membuka penutup botol.

Aroma khas alkohol langsung menyebar ke udara dan tercium hidung mereka. Mereka menuangkan ke dalam gelas kecil dan meningmati seteguk demi seteguk. Hawa hangat membanjiri kerongkongan mereka dengan cepat. Tubuh mereka mulai panas, hawa dingin di luar tubuh mereka menjadi tidak begitu terasa.

“Anak lo kemana?” tanya Torus. “Ajakin gabung aja.”

“Si Ryan?” tanya Sapta.

“Iya, Elo kan ayahnya. Hahaha, ” jawab Torus.

Sapta melongok keluar tenda. Dia melihat Ryan yang sedang berkumpul dengan temannya yang lain. Kemudian bola mata Sapta tajam menatap Torus. “Sekarang gue ‘iparnya’, heheheh. ” Sapta terkekeh penuh arti. Raut wajah Torus berubah, dia terdiam mencoba mencerna arti kata Sapta.

“Dia lagi sama bos. Biarin aja!” jawab Sapta. “Dia juga kagak begitu suka minum-minum.”

“Oh! Tidak bejat kaya elo berarti, Hahahaha.”

Sapta hanya menyeringai masam mendengar kata-kata Torus. Dia tahu kalau temannya itu mulai kehilangan kesadaran karena semakin lama kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin ngaco. Setelah beberapa tegukan lagi, akhirnya Torus merasa kepalanya mulai pusing. Dia merebahkan badan dan mulai tertidur telentang.

“Ohhhh! Andai ada wanita nemenin gue sekarang!” Torus berkata sambil mengelus-elus selangkangan. Alkohol dan hawa dingin membuat nafsunya bangkit. Sapta hanya melirik.

“Oh! Ah Ah Ah... Nikmat sekali!” Torus menggerak-gerakan pinggang ke atas. Seolah-olah dia bercinta dengan seorang wanita dalam posisi WOT. Sapta tetap diam.

“Eh Sap! Elo kalo disuruh milih mereka, elo pilih siapa diajak bercinta?” Torus menunjuk ke arah para wanita berkumpul. Anjiiing!! Keluar lagi mimpi busuk ini dari lelaki buluk ini! Sapta membatin.

“Kalau gue pilih Yuri. Ugghhh! Kayaknya toketnya kenceng dan pas di tangan gue. Lehernya juga mulus banget. Vaginanya pasti tipis dan mantap! Ah! Gue jadi semakin nafsu nih! ” Kemaluan Torus benar-benar bediri di balik celana. “ Emelyn juga enak! Wajah dingin gitu pasti jadi hot kalau diajak ngentot!” Torus melanjutkan ocehan. “ Bokong Via juga mantap bangat, Sinta Juga! Uh Ah Uh!”

Lagi dan lagi Sapta muak mendengar ocehan itu. “Mereka gak bakal ada yang mau ama kita! Level kita dengan mereka beda jauh, Tor. “

“Kita perkosa aja mereka! Hahahaha. “

Perkataan Torus membuat Sapta nyengir. Dia tahu Torus sudah kehilangan akal sehat. “Emang elo berani, Tor?”

“Gue punya rencana. Lo liat aja!”

Sapta terdiam sambil menyedot udara malam yang segar. Dia mengabaikan ucapan Torus yang belum tentu kebenarannya. Dia menuangkan minuman ke gelas, kemudian memberikan kepada Torus, dia bosan mendengar Torus mengoceh.

Torus duduk dan meneguk minuman pemberian Sapta. Sebuah senyum tersungging di bibirnya. Dia minum beberapa gelas lagi sampai dia tidak kuat dan akhirnya tidur.

Sapta menggeleng-gelengkan kepala melihat temannya sudah tepar duluan. Dia kemudian keluar dari tenda dan sempat melirik ke arah Ryan dan yang lainnya. Sapta enggan bergabung dengan mereka, apalagi setelah pertengkaran dengan Emelyn.

Sapta duduk di lapangan rumput cukup jauh dari tenda. Dia kemudian menyalakan sebatang rokok. Kenikmatan semakin berlipat seiring asap yang memenuhi paru-parunya. Sapta memejamkan mata, dia merasakan dunia begitu indah. Dia menyeringai ketika teringat perkataan Torus tentang memerkosa para wanita. Berbagai imajinasi berkecamuk dalam pikiranya. Imajinasi yang tidak pernah diungkapkan kepada siapapun.

Tiba-tiba Sapta mendengar suara orang berbisik. Dia kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia melihat dua orang berjalan mengendap-endap ke arah mobil mereka di parkir.

“Siapa mereka? Ngapain? Pencuri? ”

Sapta mematikan rokok. Rasa penasaran membuat Sapta otomatis bergerak ke arah mobil tersebut. Dua orang itu tidak terlihat jelas olehnya karena jarak mereka sekitar tiga puluh meter dan di sana sangat gelap. Sapta mengerutkan kening dan terus memperhatikan. Dia melihat salah seorang mencoba membuka mobil yang satunya, tetapi pintunya tidak bisa dibuka. Mereka berpindah ke mobil lain. Mereka berhasil membukanya.

Jantung Sapta mendadak berdegup keras dan darahnya berdesir. Sapta melangkah ke arah mobil. Dia berjalan pelan dan berusaha agar tidak terdengar. Kegelapan malam itu cukup menyembunyikan dari pengelihatan orang. Dia mengambil hp di saku celana. Sebuah senyum aneh tersungging di bibirnya.

Bersambung.





 
Terakhir diubah:
baca dulu :baca:
Makasih updetanya suhu @BambumuDaungu ceritanya asik untuk ditunggu lanjutanya.. 🍺
Makasih buat updatenya @BambumuDaungu ...
Siiip... Terima kasih dah mampir
pak sapta itu ayah atau abang iparnya ryan ya bos....
Eh! Belum saya jelaskan toh. nanti dah diceritakan. Tidak ada hubungan darah sebenarnya.
up up up up
;)
 
Seingatku Sapta sama rian memang ga punya hubungan darah, tapi masih ada hubunga keluarga. Nah di update diatas sapta bilang sambil ketawa kalo rian udah jadi adik iparnya karena si sapta pernah enak" sama kakaknya rian ya walaupun ada sedikit unsur paksaan dari sapta sih
 
Seingatku Sapta sama rian memang ga punya hubungan darah, tapi masih ada hubunga keluarga. Nah di update diatas sapta bilang sambil ketawa kalo rian udah jadi adik iparnya karena si sapta pernah enak" sama kakaknya rian ya walaupun ada sedikit unsur paksaan dari sapta sih

oh iya, yang versi lama seperti itu. Mungkin nanti bisa dijadikan flasback atau cerita diubah dikit.
Masih berusaha bikin agar cepat masuk ke inti cerita.
Ijin baca hu :baca:
Siaap,
silahkan suhu
 
oh iya, yang versi lama seperti itu. Mungkin nanti bisa dijadikan flasback atau cerita diubah dikit.
Masih berusaha bikin agar cepat masuk ke inti cerita.

Siaap,
silahkan suhu
Kalo misal tujuan/alur cerita udah ada, aku saranin mending jadi flasback aja, kasian loh kalo kamu nulis sampe rubah" alur cerita segala macem.

Tapi tujuanku sih tetep satu, nunggu emelyn di apa"in. Karakter perempuan yg cuek+datar ke laki" itu sesutau, apalagi kalo ada unsur penolakan dari dia sampai akhirnya dia menikmatinya hingga menimbulkan pergolakan batin :pandaketawa: :pandaketawa:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd