Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG R & R : Rintih di antara Kabut

Bimabet
Masih menerka nerka bakalan gimana nih jalannya cerita, apakah akan ada bencana? Lanjut up suhu jangan lama lama semoga
 
DUA

<<>>
Sinar matahari menembus celah di antara rimbun pepohonan, membentuk titik cahaya di atas jalan beraspal yang menanjak dan berliku. Jalan selebar lima meter itu membelah hutan yang dipenuhi pepohonan besar. Dua mobil Innova berwarna hitam melintas di atasnya.

Kedua mobil itu berisi orang yang akan berlibur di danau Yingga. Mobil pertama dikemudikan oleh Ryan dan penumpangnya adalah Arya ,Sinta , dan Emelyn. Mobil kedua dikemudikan Sapta dengan penumpang Kevin, Viana, Yuri, dan Torus.

Mereka bergerak ke arah yang sama dengan tempat tujuan sama, tetapi sesuatu yang memotivasi berbeda. Arya yang merupakan seorang sales marketing di Lobeli adalah penggagas acara menginap itu. Dia memanfaatkan kekalutan di hati Emelyn. Emelyn tentu saja setuju karena ingin mendinginkan otak yang sedang kacau dan panas gara-gara kejadian dengan Sapta. Wanita lain bernama Sinta yang merupakan seorang accounting tentu saja menerima dengan senang hati ketika jam kerja diganti dengan jam jalan-jalan.

Sementara itu, Sapta, Torus, dan Ryan ikut karena menurut kepada perintah bos. Mereka tidak memiliki ambisi apapun ke sana kecuali mencari gaji bulanan. Sapta sebenarnya hampir tidak ikut, Emelyn sangat menentang kehadiran lelaki itu. Hanya saja, Arya meyakinkan Emelyn kalau mereka butuh seorang sopir dan seorang yang tenaganya bisa dimanfaatkan.

Seorang lelaki berkulit putih dan berkepala plontos adalah satu-satunya orang yang bukan staff Lobeli Dia bernama Kevin, pacar dari perempuan bernama Viana yang merupakan admin Lobeli. Viana juga berhasil mengajak gadis super polos di Lobeli yang bernama Yuri. Mereka seumuran dan berteman akrab.

Setelah tiga jam lebih, mereka akhirnya sampai di sebuah lapangan berbentuk kotak berukuran sekitar seribu meter persegi dan diapit lereng yang curam. Lapangan itu adalah tempat istirahat yang sangat bagus. Ada gazebo dan kursi kayu sebagai tempat duduk. Ada juga toilet umum di pojok, meskipun terlihat agak tua karena cat mengelupas, tetapi cukup bersih di dalamnya.

Pemandangan dari lapangan itu sungguh menakjubkan. Di atas kepala terlihat langit berwarna biru dihiasi gumpalan awan putih keabu-abuan. Tidak jauh dari situ, ada dua danau dengan air yang tenang. Danau tersebut dikelilingi oleh pepohonan. Terlihat juga beberapa gunung yang menjulang indah sebagai latar belakang.

“Musim kering kali ini lama. Harusnya udah turun hujan kan, Pakde?” Ryan berbicara dengan Sapta yang biasa dia panggil Pakde.

“Iya, cuaca sudah gila. Bumi kita tidak seramah dulu.”

Sapta menyepak debu tebal di bawah kakinya. Debu itu membumbung ke udara dan menyebar. Menempel pada daun yang agak layu. Beberapa daun menguning karena kekurangan air. Batangnya agak kering dan kecokelatan karena tidak kuat menahan panas.

“Kamu kangen rumah?” tanya Sapta.

“Iya, Mbak Dian katanya sekarang ada di rumah. Saya pengen mampir, tapi tidak yakin apakah dapat ijin dari bos kita.”

..



>>​

“Aaahhhhhhhhh..”

Terdengar lengkingan kegembiraan dari bibir Viana, seorang gadis cantik berumur 22 tahun, ber-body semok, berkulit putih dan memiliki ukuran payudara jumbo. Dia meregangkan tubuh yang kaku karena kelamaan duduk.

“Riii.. selfie yuk!”

Dia mengajak Yuri, seorang gadis tinggi langsing, memiliki pinggul indah, dan berambut pendek untuk mengambil foto selfie. Mereka berjalan ke pinggir lapangan yang memiliki pagar terbuat dari bambu yang dianyam. Yuri melirik ke arah lereng di bawah kakinya, dia bergidik, lereng itu begitu terjal dan dipenuhi semak belukar. Dia membayangkan kengerian yang terjadi seandainya dirinya terjatuh ke sana, sudah pasti akan hilang entah kemana. Hanya saja pemandangan danau yang indah menutupi keseraman lereng itu. Orang pasti akan lebih fokus kepada keindahan danau ketimbang lereng tersebut.

“Yuk kita foto-foto di sana!” ujar Viana sambil menarik tangan Yuri untuk duduk di atas gazebo. Mereka kemudian berlari kecil dan melintas di depan Ryan yang bengong memandang danau.

“Mas Ryan, tolong foto-in dong!”

Viana berteriak ke arah Ryan. Ryan mengangguk setuju. Mereka seumuran dan sudah saling kenal, tetapi tidak begitu akrab. Ryan membantu mengambil beberapa foto Yuri dan Viana. Sepertinya, Viana tidak pernah merasa bosan untuk difoto. Dia merubah pose beberapa kali, sampai akhirnya Yuri kelelahan dan mengatakan “Stop”.

“Mbak Viana dipanggil pacarnya.”

Ryan menunjuk ke arah Kevin yang melambaikan tangan ke arah mereka. Viana yang hendak mengambil foto menghentikan kegiatan. Dia berlari ke arah lelaki itu dan memeluknya dengan mesra. Mereka kemudian selfie berdua.

>>​

Di ujung lapangan terdapat sebuah jalan menurun melalui lereng. Jalan selebar lima meter itu sengaja dibuat berkelok sehingga tidak terlalu terjal. Aspalnya hanya selebar tiga meter dan beberapa sudah mengelupas, menyisakan beberapa lubang kecil. Mereka melewati jalan tersebut agar sampai ke tujuan utama mereka, yaitu danau Yingga.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai di kawasan danau Yingga. Kemahiran Sapta dan Ryan mengemudikan mobil membuat mereka tidak menemui hambatan. Mereka memarkirkan kendaraan di sebuah lapangan tanah berkerikil. Parkir tersebut muat untuk lebih dari sepuluh mobil.

Di dekat parkir terdapat sebuah bangunan setinggi tiga meter, tanpa dinding dan beratap seng. Enam buah tiang dari bahan kayu sebagai penyangga bangunan tersebut. Ukurannya sekitar dua puluh meter persegi. Lantainya terbuat dari semen dengan tekstur agak kasar. Terlihat tanah yang sudah mengering menempel di sana. Itu adalah tempat beristirahat orang waktu hujan. Di dekat bangunan tersebut terdapat pos penjaga bersebelahan dengan toilet berukuran agak kecil.

Bangunan dan tempat parkir hanya sebagian kecil dari dataran di tempat ini. Terdapat lapangan luas dengan rumput yang tidak rata. Semak, rumput pendek dan tanah gundul menjadi satu kesatuan. Lapangan itu biasanya digunakan orang untuk mendirikan tenda. Beberapa pohon besar juga terlihat berdiri di tengah lapangan.

Hal yang paling menakjubkan adalah hamparan air danau yang tenang dan memukau. Danau ini sangat berbeda dengan laut, airnya hanya berriak kecil, tidak seperti laut yang selalu gelisah mengeluarkan gelombang.

“Fyuuuuuhhhh! Seger banget! Gue pasti betah kalau lama di sini! “

Viana berdiri, membentangkan tangan sambil menghirup udara dalam-dalam. Di belakangnya berdiri Kevin yang memeluk pinggang gadis itu dengan erat. Beberapa kali lelaki itu menghujamkan ciuman mesra di kening Viana. Viana hanya tertawa. Kevin mengecup leher gadis itu dengan gemas. Mereka kemudian duduk di atas rumput.

“Woi! Duduk aja lo. Bantuin gue pindahin barang! “

Arya berteriak. Dia adalah teman baik Kevin. Dia risih melihat kemesraan mereka.

<<>>​

Mereka berencana membangun tenda karena di tempat itu sama sekali belum ada penginapan. Itulah ketimpangan yang sangat terlihat jelas antara dataran rendah dan dataran tinggi pulau Walijo. Dataran rendah dekat pantai, pembangunan hotel hampir terjadi setiap saat. Sementara dataran tinggi, pembangunan sangat jarang. Jalan beraspal menuju daerah itu baru selesai dibangun 3 tahun lalu.

Meskipun matahari bersinar terik, udara tetap saja terasa dingin. Untung saja, kesibukan mereka memindahkan alat-alat perlengkapan dari mobil ke lapangan rumput membuat mereka berkeringat dan tubuh lebih hangat. Perlengkapan yang mereka bawa cukup banyak. Tenda, perlengkapan tidur, kompor, dan makanan.

Tugas mendirikan tenda diserahkan kepada Torus, Ryan, dan Sapta. Mereka bekerja cukup keras. Maklum saja, mereka adalah kelas bawah di perusahaan mereka. Arya lebih banyak berbicara dengan para wanita. Kevin malah bersantai sambil memainkan handphone.

Satu jam kemudian, lima buah tenda berdiri. Jaraknya sekitar tiga puluh meter dari pinggir danau. Ukuran, bentuk, dan warna tenda juga berbeda-beda. Tiga berukuran besar, berwarna merah, kuning, hijau, satu berukuran sedang berwarna biru muda, dan satu berukuran kecil berwarna biru tua.

Mereka mendapat jatah tenda sesuai kelompok. Kemudian mereka sibuk mengatur barang masing-masing di dalam tenda. Wajah mereka terlihat puas ketika sudah selesai menata barang.

“Enak ya di sini, sepi dan sejuk.”

Emelyn berucap sambil meneguk air mineral dari dalam botol plastik. Dia duduk di samping tenda biru muda berbentuk bulat yang baru saja mereka dirikan.

“Iya Bu,” Yuri yang berada di sebelah Emelyn menyahut. Gadis berambut pendek itu membersihkan kuku kelingking yang kotor karena kemasukan tanah. Keringat membasahi dahi dan lehernya yang jenjang.

“Apa gue bilang! Seru kan? Dijamin elo gak bakal nyesel!” Arya berucap gembira. Dia rebah di rumput sambil menikmati snack di bawah pohon yang rindang. Hembusan angin yang lembut membuat rasa kantuk mudah sekali datang.

“Tapi kalau tinggal di sini, kayaknya serba susah ya. Nyari rumah aja susah, apalagi yang lain,” ujar Yuri sambil menatap sekeliling. Tidak terlalu banyak rumah yang mereka lihat sepanjang perjalanan tadi. “Saya enggak bisa bayangin. Gimana ya kalau mereka sakit? Rumah sakit kan jauh. “ ujar Yuri dengan raut wajah bingung.

“Mungkin pake dukun!” sahut Arya seenaknya. “Si Ryan kan rumahnya di deket sini, tanya aja ama dia.”

Arya kemudian bangkit dan memanggil Ryan yang sedang berbicara dengan Sapta. Ryan kemudian mendekat dengan nafas terengah. Terlihat jelas rasa lelah di tubuhnya yang basah oleh keringat.

“Ada apa Pak Arya?”

“Kampung lo deket sini kan?” Arya diam sejenak dan menoleh ke arah Yuri. “Si Yuri penasaran. Lo waktu dilahirin pake dukun beranak atau keluar sendiri?!”

“Hehehe. Saya enggak tau, Pak,” ujar Ryan. Dia menganggap pertanyaan Arya itu lucu. Hanya saja, raut wajah Yuri terlihat berbeda. Dia merasa kurang nyaman mendengar nada bicara dan pemilihan kata Arya.

“Saya sebenarnya juga tidak lahir di daerah ini,” lanjut Ryan.

“Oh ya? Tapi rumah elo sekarang deket sini kan? Di Rimba ini?“

“Tidak terlalu dekat, Pak. Rumah saya deket danau yang satu lagi.”

“Oh! Lebih ke dalam rimba lagi, dong! Pantes kamu dekil mirip orang utan. Hahahhaha,” Arya tertawa terbahak-bahak.

Ryan ikut tertawa dan mengangguk membenarkan. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dan marah. Hanya saja, Yuri merasa tidak enak karena pertanyaan yang dia ajukan, membuat Arya mengolok-olok Ryan. Gadis yang memiliki bola mata bulat, bening, dan indah itu mengumpat dalam hati. Pak Arya kali yang mirip orang utan!! Udah jelek, menghina orang pula!

Bentuk tubuh Arya yang tambun, kepala setengah botak alami di bagian depan, dan bibir yang cukup tebal memang mirip orang utan. Sementara itu, bentuk tubuh Ryan cukup bagus, tinggi dan berotot.

“Kamu bisa nangkep ikan gak, Ryan? Kalau tinggal dekat sini pasti bisa, iya kan?” ujar Yuri mengalihkan topik pembicaraan. Gadis itu masih sebal dengan cara bicara Arya.

“Enggak terlalu mahir, tapi waktu kecil sering mancing.”

Ryan menjawab sambil menatap Yuri. Suara gadis itu begitu halus. Mereka sangat jarang berbicara langsung. Yuri adalah satu-satunya staff Lobeli yang jarang menyuruh Ryan melakukan sesuatu yang bersifat pribadi. Apalagi Ryan baru bekerja tiga bulan lebih di Lobeli.

“Mungkin besok kalo ada waktu bisa dicoba mancing ya, Yan,” sahut Yuri sambil tersenyum manis. Ryan membalas senyum itu.

“Iya. Saya pamit mau istirahat sebentar,” ujar Ryan. Lelaki itu kembali berkumpul dengan Sapta dan Torus.

Viana dan Yuri kemudian memutuskan untuk berkeliling tempat itu. Hanya tinggal Emelyn dan Arya yang duduk dekat tenda.

“Lo masih ribut ama si Sapta?” tanya Arya kepada Emelyn.

“Yappp, kenapa?” Emelyn menjawab cuek.

“Hahaha, pantes aja dia selalu menjauh dari lo!”

“Lah?! Enggak ada alasan dia buat deket-deket ama aku juga, kan?”

“Siapa tau dia mau ngegodain lo, Em.”

“Kayak kamu?”

“Kalau gue bukan godain, tapi jagain elo!”

“Hah! Jagain? Emang aku mau kabur?”

“Jaga keselamatan lo, itu maksud gue.”

“Ooooh!”

>>​

Matahari hampir terbenam. Viana dan Yuri duduk di atas rumput, menikmati indahnya langit jingga sore hari. Hawa dingin yang semakin menusuk tulang membuat mereka mengenakan pakaian yang sangat tebal.

Tempat yang baru membawa warna berbeda pada memori mereka. Mereka bercerita dengan lepas dan riang. Di tengah keseruan pembicaraan mereka, seorang lelaki mengendarai sepeda motor mendekat kemudian berhenti di dekat mereka. Lelaki itu memakai baju seperti baju hansip, berwarna hijau kusam. Dia adalah penjaga hutan sekaligus penduduk di kawasan danau tersebut.

“Waah, kalian aneh. Minggu ini kan ada festival pantai. Kenapa malah menginap di sini?” ucap lelaki setengah baya berkulit coklat itu sok akrab.

“Pengen cari suasana beda, Pak, “ jawab Viana, “mumpung libur. Jadi mau refresh dulu.”

“Ooh begitu.” Bola mata lelaki bergerak, mengamati Yuri dan Viana silih berganti. Pandangan matanya sering terhenti di payudara Viana yang berukuran besar dan menyembul menantang dari balik baju yang dikenakan. “Berapa orang yang nginep sama kalian?” Lelaki itu melanjutkan pertanyaan.

“Lima laki, empat perempuan, Pak.”

“Jangan ngelakuin yang aneh-aneh ya. Kalo sama pacar, kadang sering tidak tahan karena hawa dingin.”

“Maksud bapak?”

“Di tempat ini ada banyak pantangan. Jangan berbuat tak senonoh,” raut wajah lelaki itu serius, “jangan lupa sembahyang minta perlindungan. Dan kalau perlu bantuan, saya ada di sana.” Bapak itu menunjuk sebuah bangunan kecil di dekat parkir. Itu adalah mini office-nya.

“Dan rumah saya ada di sana.” Lelaki itu menunjuk sebuah rumah kayu yang cukup jauh. Terletak di lereng dan hampir tidak terlihat karena tertutup batang pohon besar yang menjulang tinggi.

“Iya, Pak. Bapak tinggal sendiri di sini? Tidak ada penduduk lain? ”

“Saya tinggal sama istri. Ada juga penduduk lain, tapi cukup jauh dari sini.”

“Waaah, sepi ya,” Viana setengah menggumam. “ Kalau tempat belanja paling dekat dimana ya, pak?”

“Di warung dekat lapangan di atas sana.” Lengan lelaki itu sedikit terangkat ke atas. Telunjuknya menunjuk ke arah lapangan tempat rombongan Viana tadi berhenti dan berfoto Selfie. “ Itu saja yang paling dekat. Kalau di sekitar sini, hanya ada beberapa rumah tetapi tidak ada yang berjualan.”

“Hmmmm. Jauh juga ya, Pak,” ujar Yuri sambil memainkan bibir yang tipis kemerahan.

“Iya dik, biasanya kalau ada anak kota yang nginep di sini, mereka biasa bawa bekal yang banyak,” ucap bapak itu lagi. “Memangnya kalian mau beli apa?”

“Beli camilan. Dingin gini, pengennya ngunyah aja! Hihi,” ujar Viana sambil tertawa.

“Saya punya ubi. Kalau kalian mau, nanti saya kasih,” ujar bapak itu. “Lumayan untuk sekedar ganjal perut.”

“Ehh! Enggak usah Pak,” sahut Yuri. Dia merasa malu karena Viana begitu bersemangat berbicara mengenai makanan. Viana memang suka ngemil, berbeda dengan Yuri yang jarang makan.

“Enggak usah sungkan. Saya ambilkan ya, dik. ”

Belum sempat kedua wanita itu menjawab. Lelaki itu sudah pergi menuju rumahnya. Tidak beberapa lama, dia kembali dan membawa dua kantung kresek. Satu kantung berisi ubi dan satu lagi berisi jagung.

“Berapa harganya Pak?” ujar Yuri sambil mengambil uang hendak membayar, tetapi lelaki itu menolak dengan halus. Yuri merasa tidak enak dan hendak memaksa, tetapi dengan cepat Viana mengucapkan terima kasih, sehingga Yuri menyerah dan mengurungkan niat. Bapak itu kemudian berpamitan.

“Duh! Kamu ini main ambil aja, Vi! Aku ngerasa enggak enak sama bapak tadi,” Yuri bersungut-sungut.

“Mumpung dikasi gratis. Hehehe.” Viana malah tertawa senang. “Lagipula, enggak bagus nolak pemberian orang.”

“Terus, ubi sama jagung itu mau diapain?”

“Entahlah, minta tolong si Ryan yang urus.”

>>​

Matahari sudah tidak terlihat dari sana tetapi gelap belum sepenuhnya menutupi area itu. Terlihat senja yang indah di kejauhan. Seorang lelaki melepas topi kemudian menyedot rokok sambil duduk santai di atas tempat duduk yang terbuat dari anyaman bambu. Dia menatap ke kejauhan. Ke arah hamparan danau.

Dia terbengong cukup lama. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Matanya berkedip beberapa kali, kemudian menyedot rokok kembali, sedotan terakhir sebelum puntung rokok itu dilempar ke atas rumput tidak jauh dari tempat duduk. Dia kemudian menelpon seseorang.

“Ceweknya mantap semua!” Dia menghentikan ucapan sejenak. “Aku kasi mereka sedikit makanan. Untuk salam perkenalan. Hehehe.”

“........” terdengar jawaban dari orang yang di telpon.

“Kapan kamu ke sini?”

“.......”

“Hmmmm, jangan sekarang. Besok aja!”

“.........”

“Persiapkan semua perlengkapan dan jangan ada yang lupa. Sesuai rencana, Ok?”

“........”

“Kamu percaya temenmu, kan? Dia beneran mau bantu? Jangan sampe dia malah nyusahin kita. Hehehe.”

“..........”

“Aku udah enggak sabar untuk bersenang-senang!”

>>​

Bersambung.
 
Bagus sih alur ceritanya dan kyk e yg ini alur ceritanya agak beda sama yg dulu. cman mungkin agak kurang spesifik tentang menjelaska ciri" para tokoh kyk misal: warna kulit, bentuk hidung, cara berpakaian dll.

Mungkin kedepannya ts bisa lebih detail dalam menjelaskan tentang ciri" tokohnya dan yg paling penting sih pakaian yg di kenakan tokoh"nya agar pembaca bisa lebih jelas dalam membayangkan/berimajinasi tentang kejadian yg berlangsung :semangat:
 
Belum ada ikeh-ikeh.nya
Masih belajar bikin adegan ikeh ikeh dulu, Suhu.
amboii:hore: deskripsi nya mantab dan detail macam merhatiin lukisan​
Makasi Om udah mampir.
pesta pak hansip, dapet cewek seger
:klove:
masih nebak2 arah ceritanya, tapi sepertinya akan terjadi sesuatu pada cewe2nya :)
Iyaa... kasian cantik cantik diangurin.
kliatannya mo ada gangbang
Hehehe
Bagus sih alur ceritanya dan kyk e yg ini alur ceritanya agak beda sama yg dulu. cman mungkin agak kurang spesifik tentang menjelaska ciri" para tokoh kyk misal: warna kulit, bentuk hidung, cara berpakaian dll.

Mungkin kedepannya ts bisa lebih detail dalam menjelaskan tentang ciri" tokohnya dan yg paling penting sih pakaian yg di kenakan tokoh"nya agar pembaca bisa lebih jelas dalam membayangkan/berimajinasi tentang kejadian yg berlangsung :semangat:

Terima kasih banyak masukanya suhu.
:ampun::ampun:
Saya masih belajar ketik mengetik,

Kedepannya saya coba perjelas lagi.

:beer:
Mudah mudahan bisa masuk dalam imajinasi pembaca.
 
Wuah. Pembukaannya asyik neh.

Coba cek update nya dulu aah.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd