Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Bimabet
Apakah max berhasil triggrence dengan pablo? Apakah misi velinda berhasil? Apakah satria memporakporandakan fireday production seperti misi2 sebelumnya?? Mari kita saksipun kelanjutan ceritanya...
 
--------​
Kupilih memakai sebuah kaus berwarna cerah dan celana boxer melewati lutut setelah mandi dan merawat rambutku sedikit. Lalu secepatnya aku turun ke lantai dasar dan langsung ke pantai.
Ternyata di pantai tepat di belakang Estate Paradiso Errare ini cukup luas. Jarak dari bangunan ke pantai terdekat sekitar 200 meteran. Pantai bersih berpasir putih itu sekitar seluas 1 km panjangnya. Di kanan-kiri pantai tertutup dinding karang yang terjal setinggi 15 m sehingga pantai ini jadi terisolasi dari pantai lainnya di pulau Christmas ini. Pantai pribadi yang sempurna!
Di sebelah kiri bangunan Estate yang banyak ditumbuhi pohon kelapa tinggi, sudah banyak orang berkumpul bergerombol mendengar arahan seorang sutradara. Mereka mendengarkan dengan seksama apa yang dimauinya dalam pengambilan gambar kali ini.
Gerombolan orang-orang ini bercampur baur laki-laki dan perempuan dan juga berbagai ras dan warna kulit. Semuanya memakai kostum pantai. Tentu saja bikini mendominasi pakaian para perempuannya. Para pria cukup bertelanjang dada dan celana boxer.
Dari suara sang sutradara aku bisa tahu kalau dia adalah seorang wanita. Ia khusus memakai megaphone agar suaranya dapat terdengar semua talent peserta shooting kali ini. Kalau kuhitung kasar ada sekitar 20 pasang pria-wanita yang mengerumuninya.
Apa keenam perempuan audisi semalam itu ada di antara mereka, ya? Miskaa, Phoebe, Sarah, Kelly, Loise dan Tyra.
Dengan kemampuan zoom kacamata buatan Hellen ini, aku memeriksa satu-persatu perempuan-perempuan itu. Benar saja. Aku bisa melihat mereka ada di sana. Mendengarkan instruksi sang sutradara dengan seksama. Sepertinya mereka sudah cukup segar walaupun hanya tidur sebentar saja,
Aku terus memperhatikan mereka sambil duduk di sebuah bangku taman tidak jauh dari pantai tempat mereka melakukan shooting ini. Keteduhan pohon kelapa dan kamboja menghalangi sinar matahari. Yang kurang hanya minuman ringan dan kudapan saja.
Iseng-iseng kuperiksa panjang gelombang CORE milik mereka semua. Semuanya dalam kriteria biasa yaitu dalam kisaran 500-an Hz saja. Kecuali sang sutradara wanita itu yang mencapai 1293 Hz.
Hmm…? 1239 Hz, ya? Cukup tinggi juga. Tapi masih belum masuk kriteria CORE istimewa standar.
Standar? Siapa yang menentukan standar itu? Aku sendiri, kan? Aku berani-beraninya menentukan batas terendah CORE istimewa pada angka 1500 Hz keatas. Di bawahnya tidak termasuk.
Seperti juga saat dengan Angel atau Mei Ren-Hwa alias Dellayani yang juga memiliki CORE istimewa di bawah 1500 Hz (1378 Hz tepatnya), tetapi kemampuan khususnya cukup hebat dengan tidak bisa mati kecuali ditembak di antara matanya dan yang kedua adalah STONE PUNCH yang luar biasa kuat itu.
Apa aku harus merubah standar CORE istimewaku menjadi di bawah 1500 Hz. 1000 Hz mungkin… Boleh saja… Kan aku sendiri yang menentukan standar itu untukku. Kalau kurubah semauku juga tidak apa-apa.
Kalau sekarang kubuat batas terendah CORE istimewa pada 1000 Hz, Coremeter-ku mungkin akan menemukan lebih banyak orang-orang dengan CORE istimewa itu. Pada saat itu terdeteksi, aku bisa jaga-jaga dan lebih waspada.
Trus… Wacana yang juga harus kuketahui, apakah nilai panjang gelombang CORE seseorang itu bisa meningkat atau menurun? Seiring dengan perkembangan atau kemunduran mental atau keadaan orang tersebut. Apakah mungkin itu terjadi? Aku belum pernah menemukan contoh atau buktinya. Padaku sendiri yang memiliki dua CORE yang masing-masing berpanjang gelombang 2500 Hz, belum pernah sekalipun angkanya berubah; naik atau turun.
Tapi ini belum sebuah ketentuan yang harga mati. Perlu pengetahuan dan penelitian juga. Masih banyak yang belum kuketahui tentang CORE. Masih misteri.
--------​
Sutradara perempuan dengan CORE istimewa sepanjang 1293 Hz itu ternyata sudah cukup berumur. Ia berumur sekitar 30-an akhir dan 40-an awal. Walau ia menjaga kebugaran tubuh dan kekencangan kulit tubuhnya, tetapi garis-garis kedewasaan sepuhnya tidak bisa hilang. Pasti ia melakukan perawatan tubuh yang cukup mahal untuk menjaga penampilannya tetap prima seperti itu.
Ia memakai bra bikini dan celana pendek plus sebuah scarf yang dipakainya untuk melindungi kepalanya dari sengatan sinar matahari dan kacamata hitam. Dengan megaphone ia menginstruksikan para talent dalam shooting massal ini.
Shooting ini cenderung pada tema olahraga pantai. Voli pantai, tarik tambang, limbo dan lain-lain. Jadi ke 20 pasang pria-wanita itu melakukan kompetisi olahraga pantai dan tentu saja lebih ditekankan sisi pornografinya…
Voli pantai dengan 5 peserta tiap timnya. Tim yang kalah harus melepaskan pakaian mereka kenakan sampai habis. Mengingat begitu banyak tim yang bermain, tak terasa semua orang sudah telanjang bulat di pantai ini dengan disiangi terik matahari yang tanpa ampun membakar kulit mereka.
Cukup asik juga melihat kedua puluh wanita muda itu bugil total berlompatan memukul dan mengejar bola voli. Sepertinya semua perempuan ini adalah talent baru seperti keenam kenalanku semalam. Lain halnya dengan para pria-nya yang merupakan pemain bokep professional.
Kenapa kukatakan professional? Karena mereka sama sekali tidak ngaceng melihat tubuh-tubuh bugil wanita di sekitarnya. Penis-penis mereka hanya menggantung wajar dan bergoyang-goyang alami. Masa di kondisi seperti itu tidak terangsang sama sekali?
Lalu permainan tarik tambang. Hanya ada dua tim yang bermain. Masing-masing sisi sepuluh orang. Mereka saling tarik dan ulur untuk memenangkan pertandingan adu kekuatan dan strategi ini. Dilakukan dua kali dengan berpindah sisi agar adil.
Tim yang kalah biasanya akan terjungkang jatuh. Di sanalah kamera-kamera akan merekam adegan seru itu untuk mendapatkan gambar syur atau tepat kala tubuh-tubuh bugil itu di atas pasir.
Lalu limbo. Musik reggae dipasang agak kuat untuk memeriahkan suasana pantai semakin asik. Tali bekas lomba tarik tambang dibentangkan sebagai alat limbo ini. Berganti-ganti para peserta melewatinya dengan merebahkan tubuh ke belakang.
Di sini baru beberapa pria tidak bisa lagi menahan dirinya dan mulai ngaceng. Tentu saja. Gundukan kemaluan para kaum hawa akan menjadi semakin dominan di acara ini. Berbagai bentuk vagina akan menjadi tontonan mudah dan dipampangkan dengan sengaja atau tidak.
Apalagi saat tali semakin direndahkan maka semakin rendahlah posisi tubuh untuk melewati tali limbo ini. Maka semakin jelaslah kemaluan-kemaluan indah itu terlihat.
Tawa dan teriakan geli, histeris bercampur baur di pantai ini. Panasnya matahari sudah tidak begitu mereka perdulikan lagi karena intensitas permainan malah semakin memanaskan libido.
Aku tersenyum-senyum melihat ulah seorang pria yang menunggu di depan tali limbo dengan lidah terjulur. Menyambut seorang wanita incarannya melewati tali itu. Ia dengan mudah menyusupkan lidahnya ke belahan vagina wanita itu. Sang wanita yang sedang semangat melewati tali tak ayal jatuh karena merasa geli luar biasa di kemaluannya.
Berikutnya malah lebih liar. Seorang pria lain mengacungkan penisnya yang sudah menegang untuk menyambut lubang vagina yang sudah terkangkang karena merebahkan tubuhnya untuk melewati tali limbo. Tepat kena tetapi masih tidak bisa masuk karena masih cukup sempit dan kurang basah.
Kembali tawa dan teriakan membahana di pantai. Semuanya terekam dengan baik dan jelas. Ada sekitar tujuh orang cameraman yang beroperasi di shooting kali ini. Lima orang bergerak berkeliling mencari bidikan dan dua dengan kamera tetap ber-tripod.
Seterusnya adalah seks bebas. Ke-20 pasang pria-wanita itu lalu melakukan seks di pantai. Kebanyakan memakai handuk sebagai alas pergumulan mereka. Ada juga yang bersandar pada pohon kelapa yang tumbuh di sekitarnya untuk keteduhan.
Disinilah keuntungan memakai pemain bokep pria profesional karena seks akan berlangsung relatif panjang karena mereka bisa mengatur kapan mereka akan mengakhiri seks mereka dengan ejakulasi.
Karena semua bintang perempuan pada shooting kali ini adalah pemain baru, mereka adalah bintang sebenarnya. Dan mereka mengeluarkan semua kemampuan terbaik mereka untuk menarik perhatian para produser dan sutradara agar dapat dipakai lagi pada shooting berikutnya atau bahkan mendapatkan kontrak yang berharga.
--------​
“Okay… It’s a wrap, boys and girls… We’ll take another shoot tonight on 7 pm on this same spot… We’ll do another beach party shoot… I hope you all can make it…. I think you’ll have your cheque from my assistant over there… Free lunch on Fireday Productions’ courtesy at the café… Thank you…” (OK. Selesai semuanya. Kita akan syuting lagi nanti malam jam 7 di tempat yang sama. Kita akan melakukan syuting pesta pantai lagi. Semoga kalian semua bisa ikut. Cek honor bisa kalian terima dari asistenku sebelah sana. Makan siang gratis dari Fireday Productions di cafe. Terimakasih) seru sang sutradara wanita itu lewat megaphone-nya.
Mereka semua bertepuk tangan dan bubar.
Para peserta shooting itu melewatiku untuk masuk ke dalam lobby dan menuju café. Keenam perempuan muda kenalanku semalam mendekat setelah melihatku duduk di bangku taman teduh ini.
“Congrats, girls… I saw everything from the start till the end… They’re great…” (Selamat, cin... Aku liat semuanya dari awal sampai akhir. Keren, deh) kataku berdiri menyambut mereka. Peserta lainnya tak menghiraukan kami dan terus masuk lobby.
“You’re watched our shooting? I didn’t realize it was you sitting here all the time…” (Kau menonton syuting kami? Aku gak nyadar itu kau yang duduk disini dari tadi) kata Phoebe sumringah.
“Any way… Thanks for the room you lend us last night… It’s really is the sweetest thing I’d ever had in my life… Sure!” (BTW. Makasih atas kamar yang kau pinjamkan ke kami tadi malam. Itu hal termanis yang pernah kualami di hidupku. Suer!) kata Sarah berbinar-binar melihatku kembali dengan logat Britishnya yang sulit kumengerti.
Lalu berbagi komentar dari yang lainnya. Dari Miskaa, Kelly, Loise dan Tyra. Mereka sudah seperti gadis muda biasanya kembali. Ceria dan enerjik.
Sutradara wanita itu melewati kami beserta tim produksinya untuk masuk Estate. Ia berbicara pada asistennya dan beberapa cameraman-nya.

Juanita Sanchez-Pablo
“You’re the new boy… Max, right?” (Kau anak baru itu. Max, kan?) cetus wanita itu berhenti di depan kami setelah beberapa saat melihat kumpul-kumpul ini.
“Yes, mam… I’m Max…” (Ya, mam. Aku Max) jawabku singkat. Rupanya kabar keberadaanku sudah diketahui sutradara lain di Fireday Productions.
Ia mendekat dan memperhatikanku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sesekali ia harus merenggangkan kaca mata hitamnya untuk melihatku lebih jelas. Sambil ber-dehem-dehem. Seperti sedang memilih pakaian di etalase toko.
Akhirnya ia melepaskan kaca mata hitamnya sama sekali dan menggantungnya di kait bra-nya lalu menjamah wajahku. Membalik-balik untuk melihat kedua sisinya dengan jelas lalu mematut-matut tubuhku untuk lebih jelas.
“Can you take off your shirt for me, young boy?” (Dapatkah kau membuka bajumu untukku, anak muda?) pintanya mengejutkan.
“What is it for, mam?” (Untuk apa, mam?) tanyaku. Sebenarnya aku tidak keberatan.
“I want to see your upper body… That’s all… Can you?” (Aku ingin melihat tubuh bagian atasmu. Itu saja. Bisakah?) pintanya lagi.
“All right…” (Baiklah) jawabku dan dengan cepat meloloskan kaus ini dengan mudah. Kubentangkan tanganku tidak lebar agar ia bisa melihat seluruh tubuh atletis Max.
“My… What a sweet body you got he..” (Wah. Tubuhmu bagus seka..)
“You bet he is…” (Tentu saja) puji wanita itu tapi terpotong karena datang seorang pria lain. Dia Paulo Pablo bersama Esteban.
“Much better and younger than your old Mikael and Jose, right? I found him first…” (Jauh lebih baik dan lebih muda daripada Mikael dan Jose-mu, kan?) kata Pablo dengan bangga.
“You found him yet you give him a temporary contract? What a waste, Paulo!” (Kau menemukannya tapi hanya kau ikat kontrak sementara? Mubazir banget, Paulo!) sergah wanita itu pada Pablo.
“That’s why it’s called temporary contract, my sweet Juanita… I’ll soon revise his contract as soon his introductory images flown in the web and fished some attentions from our precious Unisex segment…” (Karena itu namanya kontrak sementara, Juanita manisku. Aku akan segera merevisi kontraknya begitu imej perkenalannya beredar di internet dan mendapat perhatian dari pasar segmen Unisex kita yang berharga) jelas Pablo.
“Unisex? You want him in the Unisex too?” (Unisex? Kau mau dia di Unisex juga? kaget wanita bernama Juanita itu.
“Why the shock, my sweet lady? After Velinda… why not Max? You’re worried about your own investment to those Latinos boys… Asian is ass kicking too you know?” (Kenapa kaget, manisku? Setelah Velinda, kenapa tidak Max? Kau khawatirkan investasimu sendiri pada cowok-cowok Latin itu. Orang Asia juga cukup keren, tau?) kata Pablo.
“You… Wait for my future project! You’ll see…” (Kau... Tunggu saja proyek mendatangku! Nanti kau liat) kata Juanita terlihat sangat kesal pada Pablo. Ia pergi mencak-mencak dengan asistennya memasuki Estate. Bahkan persaingan antar sutradara dan produser sangat kental disini. Padahal sama-sama di satu perusahaan.
“Always the same manner… Max, my boy… How’re you doin’ today? Nice sleep?” (Selalu prilaku yang sama. Max, temanku. Apa kabarmu hari ini? Tidurmu nyenyak?) tanyanya padaku.
“Enough sleep actually… I’ve watched these girls shooting down the beach on Mrs. Juanita direction a while ago…” (Cukup tidur sebenarnya. Aku hanya sedang nonton syuting nona-nona ini di pantai atas arahan nyonya Juanita) jelasku tentang kegiatanku hari ini.
“Ah… These girls… Aren’t they the same girls I audited last night along with you?” (Ah. Nona-nona ini. Bukannya yang sama dengan tadi malam diaudisi bareng kamu?) ingatnya.
“Right, Mr. Pablo… They are the same girls from last night… Apparently they were taken by Mrs. Sanchez along with another girls for a Tropical Beach War shoot a moment ago… The next one will be tonight on the same spot… On the beach over there…” (Benar, Mr. Pablo. Mereka nona-nona yang sama dengan yang tadi malam. Sepertinya mereka diambil nyonya Sanchez bersama gadis lainnya untuk syuting Tropical Beach War sebentar tadi. Yang berikutnya akan nanti malam di tempat yang sama. Di pantai di sebelah sana) jelas Esteban panjang lebar.
“Okay… Good for her… She took whoever I dumped… Esteban…” (OK. Bagus untuknya. Dia ambil siapapun yang kubuang. Esteban..) katanya tak berperasaan. “Told Max of his schedule…” (Jelaskan pada Max jadwalnya)
“Max… You are scheduled for an indoor photo shoot at 3 pm on Studio 23 on third floor… Report yourself ten minutes in advance… Do you understand?” (Max, kau dijadwalkan untuk pemotretan indoor jam 3 sore di Studio 23 di lantai 3. Lapor 10 menit sebelumnya. Mengerti?) kata Esteban tentang acaraku hari ini.
“I understand… 3 pm on Studio 23… Third floor… Got it…” (Mengerti. Jam 3 di Studio 23, lantai 3. Paham) jawabku mengerti.
“We gotta run, boy… I have a really tight schedule today… See you on 3… Ciao!” (Kami harus bergegas. Aku ada jadwal ketat hari ini. Sampai jumpa jam 3. Ciao!) kata Pablo lalu pergi diikuti Esteban yang dari tadi menatapku dengan selera.
“Do you know that Mrs. Juanita Sanchez is Pablo’s wife?” (Apa kau tau kalau nyonya Juanita itu istri Mr. Pablo?) tanya Loise.
“What?” (Apa?) kagetku.
--------​
Wah… Ternyata kedua suami istri itu nyemplung di kolam yang sama. Sama-sama sutradara dan produser top class Fireday Productions. Sama-sama punya CORE istimewa. Gimana mereka di ranjang, ya? He… he… he…
Pasti mereka sudah melewati fase saling mencemburui satu sama lain. Pablo jelas-jelas menikmati setiap talent yang dibawahinya seperti saat pesta seks di St. Luccia. Juanita juga terang-terangan memelihara Mikael Studrod dan Jose Gunn yang terkenal di Unisex.
Di bidang ini mereka hanya memandang sesuatunya lebih pada sisi bisnis semata. Tidak di sisi sensualitas belaka…
--------​
Di café yang tidak jauh dari lobby, aku menemukan Velinda dan yang lainnya. Aku minta diri berpisah dari keenam gadis muda itu setelah berpesan kalau mereka boleh memakai kamarku lagi kalau perlu.
“… and who do we got here?” (…liat siapa yang datang?) kata Blacksweet Cherry hampir membelalak melihatku menghampiri mereka semua di meja makan café ini.
“Ga usah bahasa Inggris-Inggrisan, mbak… Sama-sama dari Indonesia…” kataku mengambil sebuah kursi dari meja lain yang tidak dipakai.
“Orang Indonesia, toh…” kata Cherry.
“Kami gak pernah liat kamu sebelumnya… Orang baru, ya?” tanya Monique.
“Ya… Baru tadi malam audisi… Masih kontrak sementara sebulan…Oh ya… Namaku Max…” jelasku singkat.
“Max… Langsung dikontrak? Audisi sama siapa?” kagum Belladona. Ia terlihat tidak begitu percaya tapinya.
“Sama Pablo… Aku dikenalkan pada Pablo oleh Satria… Kalian semua pasti sudah kenal…” kataku.
“Satria?… Kenalannya Satria rupanya…” gumam Cecillia.
“Oh?… Anak itu…” ingat Rosa.
“Yang di pesawat waktu itu, ya?” kata Belladona mengingatnya. Ia manggut-mangut. Mungkin teringat permainanku di pesawat waktu itu.
“Terus… dimana Satria sekarang? Apa masih di hotel di Flying Cove?” tanya Velinda. Ia berusaha berbaur dengan ketidak mengertian rekan-rekannya yang lain.
“Heh?” Belladona, Monique dan Rosa yang tidak tahu kalau aku ada di atas St. Luccia. Ia kaget kalau Satria ada di pulau Christmas ini juga.
“Satria ikut naik St. Luccia juga… Pablo yang ngajak… Bahkan dia ikut party asik malam itu… Dia sampe menang dua kali games loh…” kata Cecillia. “Ya, kan, Cher?”
“Iya… Itu tuh… korbannya… Velinda sempat jadi hadiah menangnya Satria, kok…” tambah Cherry.
“Huh… Aku pengen maen bareng dia lagi… Anaknya asik… Apa dia bakalan benar-benar masuk Fireday Productions tahun depan, ya?” kata Monique mengaku tanpa sadar bahwa Satria ada di sini. Velinda tersenyum tipis penuh arti.
“Kata Pablo… elo akan masuk genre apa?” tanya Cherry penasaran.
“Kemana aja boleh, kok… Tapi yang kuingat katanya ke Unisex atau semacamnya… Sebagai seniorku di sini… apa yang bisa kalian sarankan? Sesama orang Indonesia…” kataku.
“Unisex? Apa gak salah? Apa Pablo mau menyaingkanmu dengan Mikael atau Jose… Elo yang gak ada pengalaman sama sekali…” kata Belladona sinis.
“Hmm… Aku tidak tau… Aku ikut aja apa yang direncanakan Pablo…” kataku.
“Pasti Pablo punya pemikiran sendiri… Kalian liat aja… sekali audisi langsung dikontrak… Berapa orang yang pernah punya prestasi begitu… Velinda aja yang fenomenal gak langsung dikontrak, kok… Freelance dulu beberapa bulan… Luntang lantung di Jakarta menunggu panggilan…” kata Cherry.
“Emang apa kelebihanmu… sampai bisa langsung dikontrak? Apa anumu panjang dan besar banget sampe Pablo terkesan? Ato elo gak perlu pake obat maennya?” tanya Rosa juga penasaran.
“Ha… ha… ha… Gak segitunya kali… Orangnya cuma segede ini… Paling banter cuma 20 cm-an…” kata Monique menimpali tebakan temannya.
“Ada beberapa keahlian yang kuandalkan untuk masuk ke Fireday Productions ini… Tapi yang paling tidak bisa ditiru siapapun adalah… aku bisa mengatur ukuran kejantananku ini sesuka hati… Bisa panjang… pendek… besar… kecil…” umbarku.
“Hah? Benaran?” kaget mereka semua termasuk Velinda juga ikut. Mereka merapat padaku.
“Benar… Tadi malam kupraktekkan dan Pablo langsung mengontrakku… Apa perlu kutunjukkan copy kontraknya?” kataku.
“Coba tunjukkan sama kami… Jangan-jangan cuma nambah 1-2 senti aja…” penasaran Rosa.
“Ya-ya… Bener… bener… Coba liat…” desak Cherry.
“Apa gak pa-pa di sini? Di café ini?” raguku.
“A-lah… Disini semua orang pemain pilem bokep… Gak pa-pa… Tunjukin aja kalau memang betul… Apa kau takut ketauan boong?” tantang Rosalinda.
“Baiklah… Tetapi sebentar aja, ya? Jam 3 sore nanti aku ada pemotretan pertama di lantai 3…” kataku lalu menarik bagian atas celana boxer ini dan mengeluarkan penisku yang masih terbujur lunglai.
“Yah… paling dari kecil gini terus membesar… Itu biasa!” kata Belladona mencibir.
“Ini belum ngaceng, neng… Belum diitung…Ros… tolong bantu ngacengin…” kata Cherry penasaran tapi masih bersabar.
Yang membuatku cepat tegang adalah melihat ekspresi wajah Velinda yang senyum-senyum melihat tingkahku. Ia merapat bersama yang lain. Pura-pura antusias juga melihat bukti ucapan sesumbarku.
Dengan bantuan tangan Rosa yang paling dekat denganku, akhirnya kemaluanku sudah menegang dengan keras. Ia hanya sekedar memompanya perlahan.
“OK… Ini sekarang ukurannya sekitar 18 cm, kan?” kataku.
“Ya… dan diameter 4 cm… Coba kau buat sepanjang 25 cm dan diameter 6 cm…” kata Belladona tetap sinis. Ia bahkan menyentuh batangku untuk memastikan kalau aku sudah tegang maksimal.
“Liatin yang betul…” kataku dan mengerahkan ADJUSTABILITY lagi pada penisku kembali seperti tadi malam.
SYUUUTTT! GREENG…
“Eh! Iya… Semakin panjang dan gemuk…” seru Rosa kaget melihat perkembangan instan penisku. Ia bahkan menyentuhnya kembali untuk memastikannya.
Belladona, Cherry, Monique dan Cecillia menganga melihat keajaiban itu. Rosa tertawa-tawa dan Velinda diam saja dan tersenyum kecil.
Cherry bahkan memintaku menunjukkan ukuran 30 cm dan diameter 8 cm. Sudah seperti monster. Ceciliia bilang seperti anu kuda.
Mereka bergantian mengocok penis monster itu dengan takjub karena tangan-tangan mereka tidak bisa menggenggamnya penuh. Bahkan ada yang membayangkan bagaimana kalau benda tumpul itu singgah ke kemaluan mereka.
--------​
Jam 2.35 aku permisi pada mereka berenam karena harus segera bersiap pada debut pemotretanku jam 3 nanti. Mereka semua berjanji untuk mengunjungiku nanti malam kalau ada waktu. Aku sanggupi saja.
Aku harus mandi supaya terlihat segar dan wangi. Lorong-lorong kamar di lantai 2 ini sepi begini. Hanya aku yang ada disini begitu aku naik dari tangga utama.
“Gila aja kau pakai cara begitu, Max…” ternyata Velinda menyusulku dan memepetku sehingga kami berjalan beriringan di lorong sepi ini.
“Aku harus pakai cara yang tidak biasa untuk menarik perhatian Pablo… Waktuku terbatas… Ini demi tujuan kita berdua, kan?” kataku beralasan.
“Aku paham…Ingat pada perjanjian kita berdua… Ambil mistik Pablo itu dan kuberikan CORE milikku padamu…” kata Velinda lalu memisahkan diri begitu kami melewati persimpangan.
Ia lalu menghilang di kejauhan sana. Ia sudah paham sekali seluk beluk tempat ini jadi ia tahu harus dimana mencegatku.
--------​
Setelah mandi dan menyegarkan diri, aku segera melapor di Studio 23 di lantai 3 pada seorang asisten di sana. Ia segera mengenaliku dan membawaku ke ruang rias.
Kami melewati beberapa studio di lorong ini. Rata-rata semua sedang dipergunakan untuk pengambilan gambar. Tentu saja semuanya berbau pornografi.
Lampu-lampu blitz dan panasnya lampu spotlight harus dijalani semua bintang di bidang entertainment ini. Kamera dan kru sibuk di sana-sini.
Di ruang rias sudah banyak artis-artis lain yang juga sedang dirias. Banyak meja dan kaca serta orang-orang yang hilir mudik sibuk melaksanakan pekerjaannya.
Asisten tadi menyerahkanku pada seorang perias yang sedang merias seorang wanita. Katanya wanita itu yang akan menjadi lawan mainku di debut pemotretanku ini. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Sasya.
Mereka bergerak dengan sangat cepat. Mereka menyuruhku mengganti dengan pakaian yang telah mereka siapkan. Di depan mereka aku berlagak cuek dan berganti pakaian. Mereka sama sekali tidak melirik. Profesional…
Tepat jam 3 sore kami sudah sampai kembali di Studio 23. Pablo dan Esteban sudah ada di sana. Pablo sedang membaca sebuah script dan diterangkan Esteban tentang kronologisnya.
“Ah… My boy, Max… Right on time… You’ve met Sasya… my talented star from Ukraine… This is your first shoot in professional line… Do exactly as I told… and this should be run like a breeze… Sasya will help you through and through... All right… Esteban… tell them the scenario…” (Ah. Temanku, Max. Tepat waktu. Kau sudah bertemu Sasya. Bintang berbakatku dari Ukraina. Ini syuting perdanamu di barisan profesional. Lakukan persis apa yang kusuruh dan semuanya akan berjalan lancar. Sasya juga akan menolongmu luar dalam. Baiklah, Esteban, beritahu mereka skenarionya) kata Pablo lalu tenggelam lagi di map tebalnya.
“Okay… Listen to me… We’ll take about 90 minutes… But the editing team will have to press it to just 30 minutes… The scenario is… Max as a young executive lover and Sasya is his married secret love… Meet once a week in a remote hotel downtown on lunch break… And every time they meet… this compassionate love making is occurred really damn hot… The rest is up to you both… Some added touch are allowed…Improvisation…” (OK. Dengarkan aku. Ini akan berlangsung selama 90 menit. Tapi tim editing akan ngepres sampe hanya 30 menit saja. Skenarionya adalah, Max yang seorang eksekutif muda dan Sasya adalah selingkuhannya yang sudah menikah. Bertemu sekali seminggu di hotel kecil di pinggiran kota saat istirahat makan siang. Dan tiap kali bertemu, percintaan penuh gairah ini terjadi. Sisanya terserah kalian berdua. Sentuhan tambahan diperbolehkan. Improvisasi) jelas Esteban.
Ini menjelaskan kenapa aku diberi kostum pakaian kantor berupa baju kemeja putih lengan panjang dan dasi, celana pantaloons hitam dan sepatu kulit hitam. Dandanan tipis dengan sisiran rambut rapi dan klimis.
“Camera roll… and Action!” (Kamera merekam dan Action!)
--------​
Kubuka pintu kamar hotel kelas bintang 2 ini setelah mendengar jawaban mempersilahkan masuk dari dalam. Suara kekasih gelapku, Sasya.
“Max…” serunya begitu aku masuk dan menutup pintu kembali dan menguncinya rapat-rapat. Sasya berdiri dari tempat tidur dimana ia telah menungguku dengan sabar sambil melakukan sesuatu di HP-nya.
“Oh, I miss you so…” (Oh, aku sangat merindukanmu) katanya merangkul erat tubuhku.
“I miss you too… Much to bear…” (Aku juga merindukanmu. Gak sabar untuk ketemu) kataku juga memeluk erat tubuhnya. Kami berpelukan beberapa saat lalu berlanjut pada ciuman penuh kasih sayang. Ciuman yang hanya dilakukan sepasang kekasih untuk menumpahkan kerinduan setelah sekian waktu tak bersua.
“How’s your family doing?” (Bagaimana kabar keluargamu?) tanyaku setelah bibir kami berpisah.
“It’s okay… The same old things… He keeps doing his boring chores on and on… Make love with me once a week… Dinner on late Friday night… Stroll on the park on Saturday morning… Always like that… Predictable and bored…” (Biasa aja. Seperti biasa. Dia terus melakukan kebiasaannya itu dan itu lagi. Bercinta denganku sekali seminggu. Makan malam kemalaman di Jumat malam. Jalan-jalan di taman Sabtu pagi. Selalu seperti itu. Biasa dan membosankan) katanya.
“So… why you wanna hang around with me? I do those stuffs too…” (Jadi kenapa kau mau bersamaku? Aku juga melakukan kegiatan-kegiatan itu) kataku.
“My husband never ask for a lunch break fuck… I’m on high tense in midday before my period… Only you know that… He never practice those complicated position while make love… He hate them… I always dream of doing those positions…” (Suamiku gak pernah ngajak ngentot saat jam makan siang. Aku selalu sange di tengah hari sebelum masa menstruasiku. Hanya kau yang tau itu. Dia gak pernah mau mencoba gaya-gaya rumit saat bercinta. Dia benci banget itu. Aku selalu membayangkan melakukan itu semua) kata Sasya.
“No way… How come your spouse didn’t get aroused seeing this foxy… sexy body of yours and not exploring it a whole…” (Gak mungkin. Kenapa pasanganmu itu tidak konak ngeliatin tubuh seksimu ini dan tidak mengeksplorasinya?) kataku sambil merengkuh tubuh sexy-nya tepat pada bagian pinggang. Aku sudah rapat kembali.
“This is what I love from you… You always know how to make me like a real woman… Do me now!” (Ini kusuka darimu. Kau selalu tau bagaimana membuatku seperti wanita yang sesungguhnya. Lakukan sekarang, entot aku!) kata Sasya sudah bernafsu. Sasya selalu dalam keadaan tegangan tinggi beberapa hari sebelum masa haid-nya.
Di saat ini, aku memaksimalkan pemakaian kepribadian Max yang mampu membangkitkan sisi liar setiap wanita untuk lebih mengekspresikan dirinya untuk mereguk kenikmatan seksual setinggi-tingginya. Tidak ada rasa sungkan atau menahan diri yang berimplikasi pada tertahannya aliran kenikmatan yang bisa dicapai dalam hubungan seks yang menggebu-gebu.
Tokoh Sasya menjadi sangat liar dan bersemangat. Lenguhan keenakannya memenuhi kamar ini. Ia menjerit-jerit puas kala kuberikan semua kemampuanku untuk memberikan kenikmatan seksual.
Tubuhnya meliuk-liuk liar kala ia kupacu dalam berbagai posisi dan gaya. Ia sangat suka dieksploitasi di berbagai posisi sulit. Ia tanpa ragu mengikuti apapun yang kuarahkan atau kuberikan.
Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat. Aku sudah dua kali menyemburkan cairan cintaku begitu juga dengan Sasya yang juga dua kali mendapatkan orgasme-nya.
“I will leave him for you… It’s that okay?” (Aku akan meninggalkannya untuk bersamamu. Boleh, kan?) kata Sasya terakhir kali sebelum Pablo berteriak CUT!
--------​
“It’s a wrap!” (Selesai!) kata Pablo bertepuk tangan lalu diikuti kru-kru yang lain. Kami berdua juga bertepuk tangan. Pablo dan Esteban mendekati kami yang masih berada di atas ranjang.
“What can you say, Sasya… How’s my new star?” (Bagaimana, Sasya? Bagaimana bintang baruku?) tanya Pablo.
“Excellent… No flaw… He can draw my inner beast to leap out… I almost can’t believe my self that I’m so turn on like never before… Is he really a beginner?” (Luar biasa. Tanpa cacat. Ia bisa menarik sisi liarku untuk melompat keluar. Aku hampir tidak percaya kalau begitu terangsang begitu. Apa dia benar-benar pemula?) tanya Sasya balik.
“He just signed his contract last night… How’s that dick growing stuff? Isn’t amazing?” (Dia baru menanda tangani kontrak tadi malam. Bagaimana dengan kontolnya yang bisa tumbuh membesar itu?) kata Pablo.
“The best… It’s like a miracle… He just know how to make me cum my self… It’s a gifted talent…” (Hebat. Itu seperti mukjizat. Dia tau persis bagaimana membuatku sampe. Itu bakat yang sangat hebat) kata Sasya.
“Well… It make me think of something… Esteban… reschedule some shoots… Move tomorrow shoot number 4 to number 1… Cancel the guy and put Max instead…” (Begitu, ya. Itu membuatku mendapat ide. Esteban, jadwal ulang jadwal syuting kita. Pindahkan syuting no. 4 ke no. 1. Batalkan bintang cowoknya dan gantikan ke Max) instruksi Pablo. “Inform the studio and the casts…” (Beritau studio dan para pemainnya)
“But the scenario?” (Tapi skenarionya?) khawatir Esteban tentang semua persiapan yang sudah selesai.
“That’s what I’m saying reschedule…” (Karena itu kubilang jadwal ulang) kata Pablo dengan nada agak tinggi. “This is gonna be great… Double Unisex!” (Ini akan keren. Unisex dobel!)
“You mean Max is supposed to play Unisex too? Not just her?” (Maksudmu Max akan main Unisex juga? Bukan hanya dia?) kaget Esteban tentang rencana Pablo.
“That’s my first intention, right… He’s my new trump card… Along with Velinda Shaw… I got a complete set of Unisex stars couple… Max and Velinda… Velinda’s fame will help jacking up Max debut in this genre… This is the best idea! Ha… haa… haa…” (Itu niat awalku, kan? Dia kartu as baruku. Bersama dengan Velinda Shaw. Aku punya pasangan lengkap Unisex. Max dan Velinda. Ketenaran Velinda akan membantu mendongkrak debut Max di genre ini) kata Pablo bersemangat sekali.
Esteban terdiam mendengarnya. Begitu juga kami berdua. Sasya masih sibuk membersihkan selangkangannya yang berlepotan cairan sperma.
Pria asisten pribadi Pablo itu menjelaskan padaku kalau shooting genre Unisex Velinda itu sedianya akan berlangsung jam 2 siang di sebuah tempat di Barat pulau Christmas ini. Shooting di dua lokasi yang bernama Martin Point dan sebuah air terjun. Karena dipindahkan pada jadwal nomor satu, jadi lokasi scenario juga berubah.
Jadwal nomor satu bertempat di pantai di depan estate pada jam 8 pagi esok. Bintangnya sedianya memang hanya dua orang saja. Aku dan Velinda. YES!

========
QUEST#10
========​

Malam itu, aku kembali menyaksikan bagian kedua shooting Tropical Beach War di pantai yang sama. Beberapa buah obor tiki dipancangkan di pasir pantai untuk menerangi shooting malam hari. Tentu saja dengan tambahan ekstra standar perekaman video.
Acaranya berupa pembakaran api unggun dan lain-lainnya. Seperti music, makan serta minum dan juga obrolan ringan. Ujung-ujungnya memang berlanjut pada pesta seks seperti yang terjadi tadi pagi kembali.
--------​
“Have you checked out your personal profile on the net?” (Kau sudah melihat profil pribadimu di internet?) tanya Esteban saat aku berpapasan dengannya di tangga menuju lantai dasar.
“Not yet… Why?” (Belum. Kenapa?) kataku.
“It’s a new record!… We got 2800 visitors in just one hour… And it keeps counting… We only have a few of your shoots… some from your audition and some from your debut with Sasya this afternoon… Thousand of members have already downloaded them from server… and they craved for more…” (Ini rekor baru! Kita dapat 2800 pengunjung hanya dalam satu jam. Dan terus bertambah. Kita hanya punya beberapa fotomu, beberapa dari audisi dan beberapa lagi dari debut bersama Sasya sore tadi. Ribuan member sudah mengunduh-nya dari server dan mereka minta lagi) jelas Esteban menggebu-gebu.
“And… so? It’s good, right?” (Dan, lalu? Itu bagus, kan?) kataku.
“It’s super awesome, goddamit! Noone ever scored something like this before… You’re a phenomenal… A new star is born on the top list of news on FTV…” (Itu super luar biasa, cak! Belum pernah ada yang mencapai seperti ini sebelumnya. Kau sangat fenomenal. Bintang baru terlahir di berita top list FTV) jelas Esteban lagi.
“Most of my dear viewer is girl, right?” (Kebanyakan penontonku cewek, kan?) kataku.
“Fifty-fifty… Pretty boys love you too… You can’t choose your market… It based on statistic mostly… The management will drive you to some segment where it is profitable… It’s written on the contract…” (50-50. Cowo juga suka kamu. Kau belum bisa memilih pasarmu. Itu terganting statistik nantinya. Manajemen akan mendorongmu ke segmen yang paling menguntungkan. Itu tertulis di kontrak) jelas Esteban.
“Okay… No big deal… Are we rescheduling again?” (OK. Gak masalah. Apa ada penjadwalan ulang lagi?) tanyaku tentang shooting besok pagi dengan Velinda.
“It’s still on… Maybe we will keep it for a moment before publish it… until you’re aired on V-Intimate with Velinda Shaw too…” (Masih tetap jadwal awal. Mungkin belum akan diberitahukan secara umum sebelum ditayangkan, sampai kau muncul di V-Intimate bersama Velinda juga) tambahnya.
“V-Intimate? I see… It’s okay with me… The schedule?” (V-Intimate? Paham. Aku gak ada masalah. Jadwalnya?) tanyaku kembali.
“The shoot on beach come first up to 8 am… and proceed with Velinda’s show with you as the guest star after lunch break at 2 pm on the suite room number 12 on the fourth floor… Get it all?” (Syuting di pantai yang pertama kali jam 10 pagi dan berlanjut dengan show Velinda sebagai bintang tamunya setelah istirahat makan siang jam 2 di kamar suite di lantai 4. Ingat semua?)kata Esteban membacakan update acaraku.
Aku mengangguk saja… Cukup padat untuk satu hari itu.
--------​
Di kamarku yang juga ada TV kabel itu aku memeriksa yang tadi diceritakan Esteban tentang statusku sekarang.
Ternyata benar. Pada Flash News FTV ada berita tentang kemunculan bintang baru yang berasal dari cabang Asia Pasifik yang bernama cukup singkat, Max.
Beberapa fotoku dijadikan capture clip di layar juga beberapa adegan film-ku menghiasi layar kaca saat mereka mengulas tentang debut yang fenomenal ini.
Juga ada beberapa komentar dari para pen-download yang meninggalkan pesan. Pesan mengelu-elukan Max. Menantikan karya terbarunya.
Aku akan sangat sibuk beberapa hari ke depan ini…
--------​
Malam itu aku bahkan kedatangan teman-teman dari Indonesia itu lagi. Belladona, Cherry, Monique, Cecillia, Rosa dan tak ketinggalan Velinda.
Mereka juga sudah mendengar berita itu dan memberi selamat padaku. Katanya mereka bangga kalau teman senegaranya punya prestasi seperti ini.
Lalu ujung-ujungnya mereka malah nagih jatah. Pengen ngerasain perbedaan bisa diaturnya ukuran kejantananku ini. Fiuh.
Saat mereka akan pergi dari kamarku, keenam gadis muda kenalan audisiku itu datang untuk beristirahat setelah lelah shooting di pantai malam ini. Aku kembali keluar dari kamar itu dan pergi ke kamar lain.
--------​
“Rencanamu sepertinya berjalan lancar… Setelah shooting besok… nama Max akan sangat berkibar di Fireday Productions… Apa ini yang kau mau?” kata Velinda saat aku datang ke kamarnya lagi tengah malam untuk tidur. Kami berdua sedang duduk di pantry dan menikmati secangkir kopi.
“Tentu… Dengan format dua bintang Unisex di bawah Pablo… kita akan sering bekerja sama… Dengan begitu urusan kita bisa lebih mudah… Mungkin saja saat aku mengambil ZODIAC CORE milikmu adalah saat shooting juga…” kataku.
“Aku tidak begitu perduli… Yang penting aku segera bisa keluar…” kata Velinda sambil menghirup kopi manisnya.
“Katakanlah kita berhasil… Kau tidak memperpanjang kontrakmu… Tetapi mereka pasti tetap akan mengejarmu… mendesakmu untuk menanda tangani kontrak baru… Bagi para fans-mu itu tidak akan ada bedanya… Kau tetaplah Velinda Shaw… Bukan Safriani… Wong Semarang yang biasa-biasa saja…” kataku terus terang saja.
“Aku tau… Mereka ini memang mafia… Mereka akan tetap memerasku sampai ke ampas-ampasnya… Sampai kering dan tak berharga lagi… Untukmu… itu mudah… Kau tinggal kembali berubah menjadi Satria dan menghilanglah jejak Max… Tapi aku tidak bisa begitu…” katanya.
“Tetapi aku tetap harus melakukannya…” kata Velinda.
“Demi…?” lanjutku.
“Demi?” tanyanya balik dan memandangku tepat di mataku.
“Benar… Tidak ada gunanya menyembunyikannya darimu… Demi seorang keponakanku… Umurnya sudah 12 tahun… Dia tinggal di kampungku… dengan kakeknya… Dia anak kakakku, Suriani... yang bekerja sebagai TKW di Libya… Kami hanya dua bersaudara… Ia seorang janda karena suaminya meninggal karena kecelakaan lalu lintas… Setengah tahun lalu ia menghilang dari tempatnya bekerja dan dicurigai sudah tewas karena konflik di negara itu… Sampai sekarang nasibnya tidak diketahui… Demi Surti… aku harus pulang ke kampung dan menggantikan peran ibunya…” jelas Velinda tentang motif dasarnya.
“Demi keponakanmu…” ulangku. Demi keponakannya yang kini yatim piatu ia harus melakukan ini semua.
“Walau semua orang tau kalau kau bekas bintang bokep ternama? Mendapat banyak ejekan dan makian dari banyak orang… Apa kau sanggup menjalaninya…” kataku.
“Aku tidak harus tetap tinggal di kampungku… Aku akan membawa Surti pergi dari kampung sejauh-jauhnya… Ke Semarang atau Jogja… Dengan tabunganku… aku akan memulai usaha…” katanya tentang rencana masa depannya.
“Kenapa harus dengan Surti? Apa dia tidak lebih baik bersama kakeknya? Dari pada harus ikut denganmu?” tanyaku. Agak ketus tapi kenyataan.
“Bapakku sudah tua… Umurnya mungkin sudah tidak lama lagi… Apalagi ibuku sudah tidak ada… Ini jalan yang terbaik…” jawabnya.
“OK… Apapun alasanmu dan tujuanmu… itu urusanmu sendiri… Kalau aku hanya bisa membantu… Bantuanku 100%... Kau boleh yakin kata-kataku ini… Nanti kau bisa lihat sendiri…” kataku.
Velinda memandangiku tak berkedip. Entah apa yang dipikirkannya dan aku tidak mau memakai SHADOW MIND. Pikiran orang adalah misteri yang menyenangkan kadang kala.
“Apa maksudmu bantuan 100%? Jadi mengambil mistis Pablo itu belum apa-apa?” kata Velinda.
“Bukan itu saja yang kubisa… Tapi aku tidak akan mengatakannya sekarang… Kalau waktunya tiba… akan kukatakan… Jadi Velinda tenang-tenang saja dan bersikaplah wajar seperti biasa…” kataku. Velinda memandangiku seperti berharap juga memiliki SHADOW MIND untuk mengetahui jalan pikiranku saat ini. Apa yang kurencanakan…
 
Terakhir diubah:
--------​
Saat aku turun ke pantai pagi itu, sudah terlihat beberapa kesibukan di sana. Beberapa kru sedang mempersiapkan shooting pagi ini. Beberapa buah kamera, penataan cahaya dan suara sedang disiapkan di beberapa tempat. Orang-orang hilir mudik melakukan pekerjaannya.
Velinda sedang dirias di satu sudut oleh tim make-up dan juga mencoba kostum yang akan dipakainya. Rambut panjangnya ditata sedikit bergelombang pada bagian ujungnya. Riasannya tidak dibuat menor alias tipis dan memakai warna natural dan cenderung gelap untuk memberi toning warna eksotis di cuaca tropis yang hangat ini. Gaunnya bernuansa eksotis berbahan lembut two pieces berwarna coklat muda. Atasannya backless untuk menonjolkan kemolekan kulit punggungnya yang halus. Bawahannya berbahan sama berbentuk rok yang longgar dengan belahan di kaki kirinya memanjang sampai pangkal paha.
Aku juga dirias di sampingnya. Sedikit dilaburi foundation lalu bedak tipis untuk mencerahkan kulit wajahku. Rambutku juga ditata dengan merapikan sedikit rambut yang gondrong ini. Sedikit dipotong pada beberapa bagian lalu ditambah semprotan spray lalu dikeringkan dengan hair dryer. Kostumku berupa pakaian sporty berupa jas berbahan lembut berwarna abu-abu pupus, dipadankan dengan kaus tanpa lengan berwarna kuning lembut. Lalu celana panjang yang berwarna senada dengan atasannya.
Saat masih dirias, aku melihat Pablo datang bersama Esteban. Pablo masih menghirup kopi dari cup plastiknya sambil mendengarkan penjelasan asistennya.

“All right guys!... We gotta do this quick… The weather forecast told us that a storm is coming at midday from the East… At least we should wrap it at 10… We are grateful for the cooperation in advance… Let’s do this…” (Perhatian semua! Kita harus melakukan ini secepatnya. Prakiraan cuaca memberitahu kita kalau ada badai tengah hari nanti dari Timur. Setidaknya kita harus selesai jam 10. Kita sangat berterimakasih atas kerjasamanya. Mari kerjakan) kata Pablo memberi pengarahan singkat tentang shooting kali ini.
Memang angin terasa lebih kencang pagi ini. Awan pun sedikit mendung dan di kejauhan di sebelah timur langit terlihat gelap. Akan ada badai yang menuju kemari.
Esteban lalu mengumpulkan kami berdua dan menjelaskan scenario pengambilan gambar kali ini. Ada tiga bagian di shooting pagi ini. Karena dua orang bintang Unisex yang dikolaborasikan kali ini, makanya akan ada dua scene khusus yang mengekspos dan mengeksplorasi kedua bintang tersebut.
Bagian pertama akan fokus pada Velinda. Bagian kedua akan fokus padaku dan bagian ketiga adalah gabungan kami berdua yang berada pada satu scene dimana kami akan beradu acting.
Pada bagian Velinda akan relatif mudah karena pengalaman dan jam terbangnya yang sudah tinggi. Mereka akan lebih melonggarkan waktu pada bagianku karena kurangnya pengalaman dan juga pengetahuanku yang masih rendah tentang acting di depan kamera. Jadi selama scene Velinda aku akan dibimbing khusus oleh seorang ahli penata gaya dan memperhatikan contoh yang diperagakan Velinda saat shooting.
Bagian scene Velinda segera dimulai. Semua kamera baik foto dan rekam, fokus padanya. Saat ia berjalan menuruni bukit pasir di sebelah kanan Estate yang hanya ditumbuhi pohon nyiur menjulang tinggi dan rumput-rumput tinggi. Bermain-main dengan tanaman liar yang tumbuh di sekelilingnya. Memetik bunga bakung yang tumbuh liar di atas pasir lalu memperhatikan beberapa ekor burung yang sedang bercengkrama.
Lalu Velinda bermain-main di pantai tanpa alas kaki. Awalnya ia hanya memandangi lautan yang luas membentang sejauh mata memandang. Menikmati angin yang berhembus agak kencang ini sampai rambut dan pakaiannya berkibaran. Menatap langit dengan warna biru cerah dengan awan bergumpal yang berarak cepat. Deru ombak yang berkejaran dengan ombak yang pertama kali tiba di pantai.
Sampai kakinya basah oleh sapaan air asin, yang menjamah kakinya dan meninggalkan butir-butir pasir. Berikutnya Velinda sudah berlari-lari kecil di sepanjang pantai bermain ombak. Bila ombak mundur ia mengejarnya dan ombak mengejarnya kembali, ia berlari menjauh. Tubuh dan pakaiannya sudah basah kuyup oleh air asin lautan yang nakal menggodanya. Velinda sampai terpancing untuk bergelut dalam airnya yang berkejaran tiada henti.
Canda keduanya berlangsung beberapa lama sampai ia menemukan sebuah cangkang kerang besar yang tergolek lemah karena didorong oleh deburan ombak ke pantai. Segera Velinda meninggalkan ombak dan beralih pada kerang.
Diperhatikannya benda itu dan coba didengarkannya suara yang bergema di dalam cangkang. Katanya suara lautan bisa terdengar jelas…
Scene pertama bagian Velinda sudah selesai. Prosesnya memakan waktu tidak lebih dari satu jam. Sekarang giliranku…
--------​
Shooting dipindahkan pada bagian kedua. Tempatnya sedikit agak jauh dari shooting scene pertama agar terasa perbedaan lokasi tempatnya.
Lokasinya di atas tebing sebelah kiri Estate. Tepatnya di tepi jalan kecil yang berada di depan Estate Paradiso Errare. Jalan ini sehari-harinya sunyi dari lalu lalang lalu lintas penduduk pulau.
Shooting-ku memakai property sebuah mobil sport Bentley Convertible berwarna hitam. Entah mobil siapa yang dipakai untuk shooting ini tapi kayaknya masih kalah mahal dengan mobilku di rumah.
Kamera mulai merekam saat aku mendekat menelusuri jalanan sunyi lalu berhenti. Berhenti untuk memperhatikan pantai yang ada di bawah tebing. Beberapa lama aku duduk saja di jok mobil dan memperhatikan segarnya pemandangan alam.
Kubuka kaca mata hitamku dan kutinggalkan mobilku terparkir di kanan jalan. Berkacak pinggang dan merasakan angin berhembus kencang sampai mengibarkan rambut dan jas-ku. Udara terasa sangat segar dan manis. Apalagi hutan di belakangku menjadi dinding penangkap angin dan memainkan melodi alam yang syahdu berkat gesekan dedaunan, suara serangga dan suara alam liar.
Beberapa lama aku berdiri menikmati angin, ada desakan untuk menikmatinya lebih banyak. Sebuah celah bebatuan memberiku ide untuk menuruni tebing yang tidak begitu curam ini.
Bebatuan besar yang membentuk tebing ini lumayan curam untuk disusuri tetapi keinginan untuk sampai ke pantai indah di bawah sana melebihi segalanya. Kubuka jas-ku agar aku dapat bergerak bebas tanpa halangan.
Langkah-langkahku semakin turun dan turun hingga berhasil sampai ke bebatuan dasar yang langsung mendapatkan deburan ombak. Ombak cukup besar menghantam batuan karang keras yang dahulunya jauh lebih besar lagi ukurannya. Tetapi karena gerusan ombak beratus tahun lamanya tak sanggup menahan kekuatan air.
Jas kusangkutkan pada sebuah batang kayu yang terselip di bebatuan dan aku mendekati ombak yang menghempas karang. Dari kejauhan saja, percikan air seukuran debu sudah terasa menyegarkan. Seperti memasuki hutan berkabut yang bersuara bertalu-talu ombak memecah karang.
Kupejamkan mata menikmati. Puluhan pecahan ombak disertai hembusan angin kencang menerpaku. Aku menikmatinya. Seperti sebuah elusan sayang seorang kekasih agar kau tidur terlena dengan suara nyanyian merdu, Siren…
--------​
Scene kedua selesai.
Shooting kedua ini lumayan mudah bagiku karena sama sekali tidak ada dialog yang dilakukan. Shooting pertamaku bersama Sasya kemarin, aku harus menghapalkan beberapa baris dialog walau improvisasi tidak dilarang.
Scene bagianku memakan waktu lebih lama dari milik Velinda karena ada aktifitas fisik yang dilakukan. Totalnya 85 menit.
Kedua scene kami nantinya akan di-edit oleh bagian editing dan digabung dengan scene ketiga sehingga mencapai total durasi 90 menit. Film ini sedianya akan dikemas dalam satu paket DVD yang akan dijual online di website resmi Fireday Productions.
Scene ketiga atau terakhir dilakukan indoor di dalam studio yang berada di Estate lantai 3. Tepatnya Studio 2. Studio ini cukup besar dan lebar dengan peralatan lengkap. Tempat ini sudah disulap seperti suasana pantai dengan pasir putih persis seperti yang ada di luar, beberapa pohon hias, rerumputan dan bunga-bunga plus tentu saja air laut. Backdrop-nya dibuat hanya berwarna putih untuk mengesankan ruang yang luas dengan pencahayaan yang dibuat terang agar batas benda terlihat lebih kabur.
Di tengah air laut berdiri sebuah gazebo kecil dari kayu setinggi 4 meter. Dari pasir pantai ada sebuah jalur jalan untuk menuju ke bangunan itu. Bangunan itu dirambati berbagai tanaman berdaun kecil dengan bunga-bunga berwarna biru dan kuning.
Velinda disuruh naik ke atas gazebo membawa kerang besar itu bersamanya. Menyambung akhir scene pertama dimana ia sedang mendengarkan suara dari dalam cangkang rumah moluska Nautilus itu.
Efek fogging lalu dihembuskan sampai sekeliling studio ditutupi kabut tipis untuk mendapatkan efek ethereal…
--------​
Velinda yang sedang iseng ingin mendengarkan suara laut dari kerang besar yang ditemukannya di pantai, tiba-tiba memasuki dunia lain yang terisolir. Sebuah pulau pasir kecil entah dimana. Dikelilingi kabut misterius yang tidak bertepi.
“Where am I?” (Dimana aku?) kagetnya mendapati dirinya berdiri di atas sebuah gazebo di atas pasir dan laut. Tanaman merambat menutupi hampir keseluruhan kayu-kayu pembentuk gazebo itu. Tanaman merambat itu tumbuh dari dalam pasir.
“What is this place?… I was supposed to be on the beach… This is a different place…” (Tempat apa ini? Aku seharusnya ada di pantai. Ini tempat yang berbeda) katanya kebingungan, Ia masih memegangi kerang besar itu di tangannya. Velinda turun dari gazebo dan melihat berkeliling. Di tepi tangga terakhir yang langsung bersentuhan dengan pasir, ia berhenti.
“Deep blue sea is surrounded me… This sandy path is so unknown yet intriguing… Where shall it lead?” (Lautan luas di sekelilingku. Jalur berpasir sangat asing tapi membingungkan. Kemana arahnya?) campuran bingung dan penasaran memenuhi pikiran Velinda.
Dalam bingung karena terperangkap di tempat asing ini, Velinda nekad mencoba jalan pasir satu-satunya yang ujungnya menghilang di kabut. Hanya kerang besar itu sebagai pegangannya ia menembus gumpalan kabut.
Semakin dalam ia melangkah, semakin tebal ia mendapati kabut putih itu menghalangi pandangan. Ia bahkan tidak bisa melihat apa-apa selain warna putih melulu.
“Ah… There’s light over there… At last…” (Ah. Ada sinar di sana. Akhirnya) girang Velinda melihat sinar di depannya. Dipercepatnya langkahnya untuk menyongsong cahaya itu.
“No… This is the same place as before…” (Tidak. Ini tempat yang seperti tadi) keluh Velinda saat sudah berhasil keluar dari kungkungan kabut itu. Tetapi ia melihat gazebo itu kembali. Gazebo yang sama seperti yang baru ditinggalkannya beberapa menit yang lalu.
“Was I encircling the same path… I was really sure that I walked straight ahead… No turning…” (Apakah aku hanya berputar-putar di jalan yang sama. Aku yakin sekali berjalan lurus ke depan. Gak ada berbeloknya) bingung kembali melanda Velinda yang kehabisan akal. Dicobanya kembali berbalik arah memasuki kabut tetapi ia selalu kembali ke tempat ber-gazebo itu.
“What’s going on with me? Why should I end up in a place like this?” (Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku harus berada di tempat ini?) katanya menyesali nasib. “It’s all started when I found this shell on the beach…” (Ini semua bermula saat aku menemukan kerang ini di pantai)
“Is this shell that caused all this to happen?” (Apakah karena kerang ini yang menyebabkan ini semua terjadi?) pikirnya. Lalu dicobanya untuk mengulang mencoba mendengarkan kembali suara lautan dari kerang besar itu.
Suara udara yang terperangkap di dalam cangkang kerang besar itu menggaungkan suara angin seperti seharusnya.
“What is that? Some voice told me to do something…” (Apa itu? Ada suara yang menyuruhku melakukan sesuatu) kaget Velinda mendengar gaung suara di dalam cangkang itu.
“… to blow this shell?” (…untuk meniup kerang ini?) kembali ia kaget mendengar apa yang dipahaminya dari kerang besar itu. Harus ditiup?
--------​
Scene beralih padaku. Scene 3 bagian kedua.
“Who’s pushing me?” (Siapa yang mendorongku?) kataku bangkit dari air laut yang dingin. Badanku basah kuyup karena tercebur ke air laut. Susah payah aku merapat ke gundukan pasir yang terlihat di depanku.
“Aw… Bugger… This is great… Just great… I’m soaking wet… I need to get back to town to change…” (Aw, sial. Ini bagus sekali. Sangat bagus. Aku basah kuyup. Aku harus kembali ke kota untuk salin) kataku duduk di gundukan pasir dan membuka sepatuku yang basah.
“Where’s the cliff?” (Dimana tebingnya?) kataku heran setengah mati. Tempat ini sangat berbeda. Kalau kuingat-ingat, di depanku tadi adalah lautan dengan ombak besar yang menghantam karang. Kalau aku jatuh, aku seharusnya mendarat di batu-batu karang itu lalu terdorong ombak ke permukaan kasar… Aku tidak berani membayangkannya.
“How can I end up in this place… I can’t see any cliff or the beach… Just this sand dune and weird fog that surrounded like a circle…” (Gimana aku bisa sampai di tempat ini. Aku tidak liat tebing di pantai tadi. Hanya gundukan pasir dan kabut aneh yang mengelilingiku) kataku berpikir. “And this tiny coconut tree…” (Dan pohon kelapa kecil ini)
Satu-satunya benda hidup di sini adalah pohon kelapa kecil yang tumbuh diatas gundukan pasir. Gundukan pasir ini seperti sebuah jalan yang dimulai dari pohon kelapa itu dan menuju gumpalan kabut berkeliling.
“Maybe I will find something beyond the fog…” (Mungkin aku akan menemukan sesuatu di balik kabut) kataku bangkit. Semua pakaianku basah dan kutenteng sepatuku yang juga basah dan berpasir. Kutelusuri jalan pasir ini sampai aku memasuki kabut yang semakin menebal.
“This fog is too thick to see through… I can not see anything but the whiteness…” (Kabut ini terlalu tebal untuk ditembus. aku gak bisa liat apapun kecuali warna putih) kataku terus berjalan. Terus dan terus sampai aku yakin melihat cahaya di depan sana. Kupercepat langkah…
“Damn… This is the same exact place as before… That lonely tiny coconut tree at the tip of the sandy path… Was I walking in circle? What is this place? Where am I?” (Sial. Ini tempat yang sama dengan yang tadi. Hanya pohon kelapa kecil di ujung jalan berpasir. Apa aku berjalan berputar? Tempat apa ini? Dimana aku?) kataku mulai frustasi.
Kutempuh jalan pasir itu dan kali ini berlari. Aku berlari secepat-cepatnya menembus kabut tebal itu dan kembali keluar di depan pohon kelapa kecil itu.
“No… I am stuck in this weird place… What should I do, then?” (Tidak. Aku terperangkap di tempat aneh ini. Apa yang kulakukan sekarang?) kataku bingung.

NNNGGGUUUUUUUUNNNGGG………

Terdengar suara seperti terompet yang ditiup di kejauhan. Suaranya menggema sangat kuat dan menggetarkan udara di sekelilingku. Lalu disusul suara angin yang menderu dari kejauhan. Berhembus dengan cepat dan meninggalkan jejak yang sangat membuatku senang.
Kabut terkuak dan menunjukkan jalan yang dari tadi tertutup. Kini jalan pasir itu terlihat panjang dan berliku. Tetapi terlihat jauh dan menjanjikan.
Tanpa pikir panjang aku berlari menelusurinya. Takut kalau kabut akan kembali menutup jalan itu. Aku berlari sekencang-kencangnya. Menelusuri jalan pasir yang berliku.
“Eh? There’s someone over there…” (Eh? Ada orang di sana) kataku melihat sesosok tubuh di depanku yang juga berlari ke arahku. Dari postur tubuhnya, aku sangat yakin kalau sosok itu wanita.
“Hah… hah… hah… What… what are you doing here?” (Apa-apa yang kau lakukan di sini?) tanyanya.
“Don’t ask yet… We gotta keep running… The fog is closing in…” (Jangan tanya dulu. Kita harus terus berlari. Kabutnya menutup lagi) tunjukku pada kabut di belakangku. Gumpalan kabut mulai bersatu kembali dan menutup jalan pasir yang sudah kulalui. Jejak-jejak kakiku sudah tertutup gumpalan kabut putih itu.
Aku menyuruhnya lari terlebih dahulu karena jalur jalan pasir ini hanya bisa dilalui satu orang saja. Aku berlari di belakangnya sambil memberinya semangat untuk terus berlari walau kutahu kalau ia sudah lelah.
Di luar dugaanku, kabut ternyata bergerak lebih cepat dari kami. Sudah semakin dekat…
Dari pada tersesat di tempat ini sendiri, aku menyambar wanita di depanku dan menggendongnya di punggungku dan terus berlari. Berlari dan berlari terus…
Sebagian tubuh kami sudah tertutup kabut tetapi aku sudah bisa melihat ujung jalan pasir ini dan sebuah bangunan di depan sana. Pasti dari sana wanita ini berasal.
Keluar dari kabut itu, kuperlambat lariku dan berbalik arah. Memperhatikan tingkah kabut yang menutup kembali jalan. Pindah dari satu lingkaran kabut di sana dengan pohon kelapa kecil dan masuk ke lingkaran kabut lain dengan sebuah gazebo.
Setidaknya aku punya seorang teman di sini…
--------​
Wanita di gendonganku itu kuturunkan. Selama aku lari menghindari kabut tadi, ia memeluk leherku erat-erat dan kepalanya dibenamkan di pundakku. Ia memegang sebuah kerang besar di tangan kirinya.
“Weird place, isn’t it?” (Tempat yang aneh, ya?) kataku begitu ia sudah berdiri tegak di hadapanku.
“How can we get out of this place? Where are we?” (Bagaimana kita keluar dari tempat ini? Dimana kita?) tanya wanita itu.
“I don’t have a clue… I thought you knew something but I guess we’re in the same confusion…” (Aku juga gak tau. Kukira kau tau sesuatu tapi sepertinya kita sama-sama bingung) kataku.
“But… at least…” (Tapi setidaknya...) katanya terpotong.
“At least we are not alone… yeah… You’re right…” (Setidaknya kita tidak sendiri—ya. Kau benar) kataku. “By the way… My name is Max…” (Omong-omong namaku Max) kataku memperkenalkan diri. Tanganku kusongsongkan ke arahkan.
“Velinda…” jawabnya dan kami berjabat tangan.
“You seem so worry… What is it?” (Kau sepertinya mengkhawatirkan sesuatu. Apa itu?) kataku setelah menilik raut wajahnya.
“How can we survive in this place? Do we have to live here forever?” (Bagaimana kita bisa bertahan di tempat ini? Apakah kita harus tinggal di sini selamanya?) gelisahnya.
“I can catch some fish in the sea for our food… and that building as our shelter… The rest is up to our destiny…” (Aku bisa menangkap ikan di laut untuk makanan kita dan bangunan itu sebagai tempat tinggal. Sisanya kita serahkan pada nasib) jawabku. Velinda masih memegang kerang besar itu dan menimang-nimangnya.
“What are you doing with that shell?” (Apa yang kau lakukan dengan kerang itu?) kataku.
“I think… this is the stuff that brought me here… Suddenly I was here when I tried to listen to the sound in it…” (Kupikir, inilah benda yang membawaku kemari. Tiba-tiba aku sudah ada disini saat kucoba mendengar suara di dalamnya) jelasnya.
“Really? I heard a horn blown so hard before that fog path was open… Did you the one that blew it?” (Benarkah? Aku mendengar suara terompet ditiup kuat sebelum jalan kabut itu terbuka. Kau yang meniupnya?) tanyaku. Aku ingat kalau kerang seperti itu bisa ditiup seperti terompet.
“Yes…” (Ya) jawabnya bersemangat. “I heard a voice inside this shell… Told me to blow it like a horn… And then that path was opened… And then… I…” (Aku mendengar suara di dalam kerang ini. Menyuruhku meniupnya seperti terompet. Dan jalan itu terbuka. Lalu aku...) jelasnya.
“You found me… You found me… and I found you… This situation is especially prepared for us… You’re meant for me…” (Kau menemukanku. Kau menemukanku dan aku menemukanmu. Situasi ini memang ditujukan untuk kita. Kita dimaksudkan untuk bertemu) kataku tiba-tiba tersadar.
“Meant for you?…” (Untukmu?) ulangnya.
“Yeah… You’re moved here when you heard that shell and at the same moment… I moved to the other part too… When you blew the shell… a path opened and we met… We were meant to meet each other here… in this weird place…” (Ya. Kau berpindah kemari saat mendengar kerang itu dan pada saat yang sama juga aku pindah ke bagian lain. Saat kau meniup kerang itu, sebuah jalan terbuka dan kita bertemu. Kita memang ditakdirkan bertemu satu sama lain di sini, di tempat aneh ini) jelasku tentang teori yang memang terdengar aneh dan gila.
 
--------​
Berikutnya adalah bagian ketiga Scene 3 ini.
Kami berdua berdiri di tengah gazebo kayu ini. Berdiri berhadap-hadapan. Satu persatu pakaian yang kami kenakan jatuh ke lantai kayu sampai kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat. Tanpa halangan apapun.
Velinda menyilangkan sebelah tangan di dadanya dan selangkangannya. Kusingkirkan kedua tangan itu sampai terkulai kembali di sisi tubuhnya. Kuangkat dagunya agar mata kami dapat saling tatap.
“You gotta have confidence… We should do this…” (Kau harus percaya diri. Kita harus melakukan ini) kataku menatap wajahnya.
“I know… Be gentle with me…” (Aku tau. Pelan-pelan aja) mintanya lalu memejamkan matanya.
Yang pertama kali kulakukan adalah mengecup keningnya. Kukecup perlahan sekujur keningnya lalu turun sedikit ke alis mata. Kedua alis mata tipisnya kukecup dan berlanjut ke kelopak matanya yang terpejam. Nafas Velinda terasa berat.
Batang hidungnya kini jadi sasaran kecupanku lalu kedua pipinya kemudian dagunya menjalar ke rahangnya. Bibirnya adalah puncak cumbuanku pada daerah muka. Bibir kami beradu dan saling pagut. Bergantian kami mengulum bibir masing-masing. Juga saling hisap lidah. Lidahnya menyapu-nyapu lidahku dan menyeruak masuk dan mengaduk mulutku.
Tubuh kami sudah rapat berpelukan dengan tangan Velinda merangkul leherku dengan erat saat kami terus berciuman dan memadu kasih lewat mulut. Dadanya rapat menekan dadaku yang sudah telanjang seperti juga dirinya.
Setelah bibir kami berpisah, aku lanjut menciumi pipinya dan bergeser hingga mencapai telinga kirinya. Sekarang aku mengulum telinganya dan lidahku bermain dan mengorek bagian dalam telinganya.
Velinda bergidik geli dan tubuhnya menggeliat. Apalagi kedua tanganku di punggungnya mengelus-elus leher dan baris tulang belakangnya. Ia mengeluh geli dan tubuhnya bergetar.
Lalu cumbuanku beralih pada lehernya. Kujilat-jilat kulit lehernya apalagi pada bagian kuduknya yang pasti lebih sensitif. Karena tubuhku sedikit membungkuk untuk melakukan ini, tubuh kami agak merenggang. Tinggi tubuh Velinda hanya 160 cm dan tingginya itu hanya sebatas telingaku saja.
Di posisi ini, aku bisa menjangkau dadanya. Kuremas lembut dadanya dengan tangan kanan sementara tangan kiriku masih mengelus punggungnya.
Velinda masih melenguh-lenguh keenakan sampai kulit tubuhnya meremang karena kegelian leher dan cuping telinganya kupermainkan bergantian dengan lidah,
Lepas dari lehernya, aku turun semakin turun dan menjilati kulit dadanya. Velinda sampai harus melengkungkan punggungnya karena nikmat yang dirasakannya. Sementara mulutku sama sekali belum menyentuh payudaranya.
Kuarahkan Velinda agar berbaring perlahan-lahan ke lantai kayu. Pakaian kami semua kukumpulkan untuk menjadi alas kepalanya saat berbaring. Kini Velinda berbaring di lantai kayu gazebo dengan manisnya.
Payudaranya kini jadi sasaran permainan mulutku. Aku bersimpuh di sisi kirinya, meremas dada kanannya dan lidahku di kulit dada kirinya. Lidahku berputar-putar di dada kirinya. Berputar-putar dari bagian luar ke arah puting. Tidak sempat menyentuh aerolanya, kembali kuputar kembali ke arah luar. Begitu terus.
Sampai-sampai Velinda penasaran karena kenakalanku bermain-main dengan dadanya. Ia sampai menggerakkan badannya agar lidahku bisa menyentuh putingnya segera.
Tiba-tiba kucaplok putingnya dan kupilin dengan lidah. Dada kanannya juga begitu, dengan jari tentunya. Velinda melengkungkan punggungnya tanda keenakan dan ia mendesis seperti ular.
Bibir dan lidahku bergantian mempermainkan putingnya. Tubuh Velinda bergerak-gerak liar apalagi putingnya yang kanan juga kupermainkan dengan jari. Gerakannya sinkron, mirip dengan perlakuan mulutku.
Kembali lidahku menyisir kulit tubuhnya. Selesai dengan dadanya, aku beralih ke perutnya. Lidahku berputar-putar ke sekujur perutnya yang rata dan berkulit halus. Dari iga turun terus ke abdomen dan berhenti di pusar-nya. Lidahku menari-nari di sekitar pusarnya dan sesekali masuk. Velinda menggeliat-geliat geli karenanya.
Turun kembali, melewati pangkal paha terus ke pahanya yang padat dan lembut. Konsentrasi jilatanku awalnya di bagian luar lalu menuju bagian dalam yang lebih sensitif. Kemaluannya sama sekali kuabaikan…
Lidah dan bibirku menyisiri tiap jengkal kulit paha kanan dan kirinya. Meninggalkan jejak liur di tiap kelembutan kulitnya yang halus. Seperti jejak bekicot di atas permukaan tanah, berkilauan terkena sinar matahari.
Terus turun sampai tiba di lututnya. Velinda menggelinjang geli saat aku menjilati lututnya. Kutekuk lututnya dan kujilati pada bagian belakang lipatannya yang berkulit lebih halus.
Aku berkonsentrasi lebih lama pada bagian tungkai Velinda karena aku sangat menyukai kakinya yang jenjang dan padat. Penuh dengan kekuatan yang dapat menopang tubuh indah di atasnya. Kuat dan indah sekaligus bersamaan.
Betisnya yang padat menjadi fokusku sekarang. Jilatan-jilatan berputar kembali kuperagakan. Kecupan-kecupan ringan juga kutinggalkan di kulitnya yang lembut.
Kubersihkan pasir-pasir yang menempel di sekujur kakinya agar tidak mengotori keindahan ini. Kuciumi kulit bekas pasir yang sudah kubersihkan tadi dengan mesra. Pergelangan kaki, mata kaki, punggung kaki, jari-jemari dan telapak kakinya.
Lalu aku semakin fokus untuk membersihkan semua jari kakinya. Dimulai dari jari kaki kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk dan jempol. Selesai dengan yang kanan beralih yang kiri. Semua kujilat dan kuhisap dengan cara dikulum. Lalu berlanjut pada ruang diantara jari-jari itu.
Velinda menggelinjang-gelinjang seperti cacing kepanasan. Berbalik sana, melengkung sini, menggapai sana, menengadah sini. Ia menjerit-jerit dengan seksinya. Jeritan kepuasan.
Apalagi saat tapak kakinya kemudian kujilat dan kubersihkan. Masih dengan lidah dan mulutku. Ia mengeliat kegelian karenanya.
--------​
Jilatanku kembali naik. Berawal dari terakhir kali kujilat telapak kakinya, mata kaki, betis, lipatan lutut, paha bagian dalam. Tertuju pada satu tempat. Belahan indah yang sudah becek oleh cairan cintanya. Ia mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar segera. Menyambutku dengan suka cita…
“Uuummmpphh… mmpphh…”
Kembali Velinda melengkungkan punggungnya ketika mulutku mencaplok vaginanya yang belum mendapat sentuhan mulutku dari tadi. Mulutku langsung terbenam dan menari-nari dengan lincahnya. Lidahku menyentil-sentil klitoris dan isi labia minora-nya yang sudah licin. Menusuk masuk kedalam liang senggamanya dan mengaduk-aduk di dalam dengan berputar.
Otot tubuh Velinda mengejat dan menegang. Seluruh otot tubuhnya mengejang saat ia menyambut rasa terindah itu. Kelojotan tubuhnya berguncang-guncang masih dengan mulutku di vaginanya.
Lalu ia berbaring lemas dan kaki mengangkang lebar tak berdaya. Kedua tangannya terbentang bagai elang yang jatuh dari langit. Rambutnya acak-acakkan. Nafasnya tersengal…
--------​
“My turn…” (Giliranku) katanya pelan. Lalu perlahan bangkit dari posisinya itu dan mendorong tubuhku agar gantian aku yang berbaring di lantai gazebo ini. Kuturuti maunya dan aku berbaring dengan senyamannya. Ia berada di sisi kananku. Beringsut mendekat…
Yang pertama kali dilakukan Velinda adalah menciumi bibirku dengan lembut. Tangannya tidak diam, menjelajah dan menjamah kulit tubuhku. Jarinya bermain di puting dadaku dan mempermainkannya perlahan. Terasa sangat geli apalagi kala lidahnya bermain dengan lidahku. Mengusap-usap langit-langit mulutku dengan ujung lidahnya. Dihisap-hisapnya lidahku lalu mengulum bibirku atas dan bawah bergantian.
Puas bermain dengan mulutku, ia turun langsung ke dadaku. Meremas-remasnya dengan gemas dan bermain dengan putingku. Dipilin-pilinnya lalu merendahkan kepalanya.
Velinda mengulum puting kecilku bergantian kanan dan kiri lalu tangannya menjangkau jauh dan menangkap penisku yang menegang dari tadi. Dielus-elusnya kepala penisku perlahan. Rasanya sangat enak dengan telapak tangannya yang halus lagi profesional.
Dikocok-kocoknya perlahan hingga batang kemaluanku menegang sangat keras dan mulai memerah karena terangsang habis. Konak tingkat tinggi!
Velinda mengangkat tubuhku hingga aku duduk di atas lantai kayu gazebo ini. Ia memposisikan dirinya di belakangku dan duduk rapat sampai aku bisa merasakan dadanya gepeng di punggungku. Kulit lembut dan dagingnya yang kenyal terasa enak sekali di punggungku.
Velinda tidak melepas tangannya dari penisku. Ia tetap mengocoknya perlahan sambil ia menjilati kudukku. Rasanya sangat nyaman sekali. Nafasnya yang hangat membuat tengkukku merinding geli. Bulu-bulu romaku mendadak meremang.
Apalagi saat ia mengulum telinga kiriku. Lidahnya yang hangat melata liar di dalam cuping telingaku. Ludahnya terasa membasahi bagian dalamku dan dijilati kembali sampai bersih.
Sudah tidak terperi lagi rasa nikmat yang diberikan Velinda padaku. Gesekan kulit kami berdua sudah sangat erotis apalagi permainan lidahnya di leher dan telingaku menambahnya berlipat-lipat plus kocokan lembutnya di penisku…
Spluuurrtt… splluuurrttt… splluuurrtt…
--------​
“Now we are even…” (Sekarang kita seimbang) bisiknya dengan desahan nafas berat. Ternyata Velinda mau menyamakan kedudukan setelah aku telah membuatnya orgasme tadi.
Kubalik tubuhku dan menatapnya. “And I want for more…” (Dan aku menginginkannya lebih)
“My body want more too… as my heart also cries for even more… We’re really meant to meet here…” (Tubuku meminta lebih juga sebagaimana hatiku menjerit minta lebih-lebih lagi) katanya.
Kuraih bagian bokongnya dan kuangkat hingga ia bisa duduk di pangkuanku. Kakinya bertopang di belakang punggungku. Dinaikkannya tubuhnya sedikit dan meraih penisku yang mengacung di belahan pantatnya. Velinda mengarahkan ujung penisku ke belahan vaginanya. Terasa kalau kepala penisku memasuki liang lembut, hangat dan bergerinjal basah….
“Uummhh…” keluh Velinda saat merasakan batang penisku menyumbat penuh liang senggamanya. “You filled me up to the hilt… Oouuhh… It’s so good… Mmm… I’m gonna go crazy like this… Oouusshh… Sooo niceee… Ehhhmmm… ssshhttt…” (Kau mentok sampai ke dalam. Enak banget. Aku bisa gila begini. Enak banget) desahnya saat ia bergerak menaik turunkan tubuhnya perlahan saja. Penisku terpompa dengan sangat maksimal di dalam liang senggamanya.
“Velinda… Ooohh… Ehhmmm… keep pumpin’ it.. Pumpin’…” (Velinda. Terus pompa. Pompa) seruku merasakan nikmat seperti yang juga dirasakannya. Kusambar dada kanannya dan kukenyot putingnya sampai Velinda semakin menggelinjang. Dada kirinya kupilin dengan jari.
“Max… You’re getting bigger in my pussy… It get even good now… Ummm… Ooouuhhh… Aahh!” (Max. Kontolmu semakin besar saja di pepekku. Semakin nikmat) seru Velinda mendekap kepalaku yang masih mempermainkan dadanya.
“I feel it too… My dick is keep getting bigger in your pussy…” (Aku merasakannya juga. Kontolku semakin besar di pepekmu) sahutku merasakan pembesaran kemaluanku di dalam kemaluan Velinda.
“Should I take it out then?” (Haruskah kucabut?) tanyaku.
“Noo… Let it be… Just keep fuckin me… Ooh… Oohh… I’m almost there… Ohh… Ohhh… Ooouuuuhhsss…. Oohh!” (Jangan. Biarin aja. Terus entot aku. Aku hampir sampe) serunya mencegahku. Malah ia orgasme kembali merasakan kenikmatan itu.
Dihentikannya gerakannya naik turun merasakan getaran tubuhnya merasakan nikmat puncak kesenangan hubungan seksual ini. Ia tetap mendekap kepalaku dan menciumi rambutku.
“Mmpphh…” desahnya saat melepaskan penisku dari liang vaginanya dan duduk memperhatikan.
“Sure it’s getting’ bigger…” (Benar tambah gede) kata Velinda melihat perubahan ukuran penisku yang perlahan-lahan semakin membesar.
“No way… It’s used to be 16 centimeter… Now it is at least 20 centimeter…” (Benar. Biasanya hanya 16 cm. Sekarang setidaknya 20 cm) kataku takjub pada perubahan ukuranku.
“It’s still growing… Mpphh…” (Masih terus membesar) kata Velinda yang awalnya hanya menggenggamnya kini mulai mengulumnya. Tak perduli dengan cairan vaginanya yang berlumuran di penisku. Kini sudah bercampur dengan liurnya sendiri.
Kepalanya mengangguk-angguk menelan seluruh penisku. Mulutnya yang hangat dengan tekstur yang lembut apalagi dengan posisi lidahnya terasa sangat enak. Seperti tenggelam dalam satu liang senggama baru.
“It keep growing… At first I can take it a whole deepthroat and then there’s a few centimeter left unswallow…” (Ini terus membesar. Awalnya aku bisa menelannya semua dan sekarang ada beberapa senti lagi yang tak tertelan) kata Velinda berkomentar tentang pembesaran konstan penisku.
“It’s a good 30 centimeter now… Will it fit you, sweetie?” (Sekarang 30 cm. Apakah bisa muat, manis?) tanyaku menggenggam batang penisku sendiri dengan takjub. Ukurannya sudah sangat panjang dan besar. 30 cm totalnya!
“Let’s give it a shot…” (Mari kita cobain) kata Velinda menungging membelakangiku. Tangannya bertopang di depan dan ia menoleh padaku untuk segera mencoba ukuran penisku ini.
“Be gentle… Max… It’s still way too big…” (Pelan-pelan, Max. Ini masih kegedean) kata Velinda begitu kutempelkan kepala penisku di bukaan liang senggamanya yang basah berlendir. Setelah kugesek-gesek, setengah bagian kepalanya sudah terbenam.
“Oohhkk… Be gentle… Push it really slow… It’s sooo big… Ehmm…” (Pelan-pelan. Tekan perlahan. Ini gede banget) keluh Velinda merasakan desakan penis besarku ke dalam liang senggamanya. Membuat bibir vaginanya gepeng karena tertekan ukuran besar penisku.
“Oooaahh…” seru Velinda mendongakkan kepalanya merasakan perih.
“Should I take it out?… It’s hurtin’ you… I can’t do this…” (Kucabut, ya? Sakit, kan? Aku gak bisa terus) kataku menyesal.
“Don’t…” (Jangan) cegahnya memegang tanganku yang memegangi pinggangnya. “I can take it… This shell keep telling me to be with you… I think this shell that cause your engorgement… I can live it… Trust me… Just be gentle…” (Aku bisa. Kerang ini bilang untuk tetap bersamamu. Kurasa kerang ini yang menyebabkan pertumbuhanmu. Aku bisa tahan. Percaya padaku. Hanya saja pelan-pelan) katanya meyakinkanku.
“Are you sure… My dick is way too big for your pussy… Is itt really that shell that make engorge my dick?” (Kau yakin? Kontolku terlalu besar untuk pepekmu. Apakah benar kerang itu memperbesar kontolku?) tanyaku.
“I’m not sure… But I’m certain that I can bear it… Just be gentle, okay?” (Aku gak yakin itu. Tapi aku yakin bisa tahan. Pelan-pelan aja, ya?) ulangnya dan tetap menungging. Kali ini ia menunduk dan menahankan rasa sakit itu.
Penisku terjepit erat di mulut vaginanya. Padahal baru sebatas leher saja yang terbenam di sana. Kedutan mulut liang senggama Velinda terasa bagai deguban jantung.
Kuikuti permintaan Velinda dan kudorong pelan-pelan saja pinggangku ke depan. Karena sedianya liang vagina memang fleksibel, tidak berapa lama, seluruh batang penisku sudah bisa masuk sampai mentok dan menekan mulut rahimnya dan menyisakan jarak sekitar 10 cm lagi dari pangkal pahaku.
“Pump it gently still… Mmmgghh… uuhmm…” (Kocok perlahan lagi) keluhnya memberi instruksi lagi.
Kutarik sedikit saja lalu kudorong lagi dan kuulangi berkali-kali sampai tarikanku jadi lebih panjang dan dorongan sudah menjadi satu kesatuan genjotan yang utuh. Tetapi masih tetap menyisakan pangkal penisku yang tidak bisa masuk seluruhnya.
“Aahh… ahh… aahhh…” desah Velinda merasakan senggama kami yang sudah sangat sempurna. “It’s good… It’s so good… Mmm… oohh…” (Enak banget. Enak banget) desahnya merasakan keenakan.
“Vel… Velinda… I’m gonna cum again… Where should it be?” (Velinda, aku mau ngecrot. Dimana?) tanyaku dimana aku harus menembakkan spermaku. Ini ejakulasiku kedua saat bercinta dengannya.
“Cum in me… Just cum in me… I should have it in my pussy… Hmm… I’m gonna cum too… Oohh… oohh…” (Di dalam. Di dalam saja. Aku harus menampungnya di pepekku. Aku juga mau...) jawabnya. Ternyata kami mungkin bisa orgasme bersamaan.
Sudah terasa gelitik geli di penisku yang akan menyemprotkan lahar cinta kental lagi. Berkedut-kedut dan terasa jepitan vagina Velinda semakin ketat dan panas.
“Here it cooommme…” (Ini dia) seruku dan menekankan pangkal pahaku pada bokong Velinda kuat-kuat. Pantatnya sampai gepeng tertekan perutku. Penisku menyemprotkan spermanya kencang-kencang ke dalam liang cinta Velinda dan memasuki rahimnya dan bercokol di sana. Memenuhi rahimnya…
Spluuurrtt… splluuurrtt… spluuurrttt…
Kami berdua menjerit bersama-sama merasakan kenikmatan surgawi ini. Kami berdua ambruk ke lantai dalam posisi menyamping masih dengan aku memeluk pinggangnya dengan erat.
--------​
“Hey… Look… The fog is gone…” (Hei. Liat. Kabutnya sudah hilang) sadar Velinda melihat sekeliling kami. Kabut sudah hilang.
“A new path is rising… Up… and up to that Light house…” (Jalur baru terbentuk. Terus menuju Mercusuar itu) tunjukku pada jalan pasir baru yang muncul di atas air laut. Jalan yang menuju sebuah Mercusuar di kejauhan.
“We should go there… That’s our future!” (Kita harus kesana. Itu masa depan kita!) sadar Velinda.
“Our future? You and me?” (Masa depan kita? Kau dan aku?) tanyaku.
“Don’t you realize it? We are meant to be together… Together we made that path appear out of nowhere towards that Light House…” (Kau tidak menyadarinya? Kita memang ditakdirkan bersama. Bersama kita membuat jalur itu muncul begitu saja dan menuju Mercusuar itu) jelas Velinda.
“Are you sure…?” (Kau yakin?) tanyaku.
“Very sure…” (Sangat yakin) jawabnya.
Kugandeng tangannya lalu menuruni tangga kayu. Menuruni gazebo kayu yang banyak ditumbuhi tanaman merambat berbunga kecil.
Kami berjalan bergandengan tangan menuju jalan pasir yang bisa dilewati dua orang sekaligus yang berjalan berdampingan. Menuju Mercusuar di kejauhan sana. Bunga-bunga kecil berwarna biru dan kuning itu tumbuh membesar dan mekar semerbak…

“CUT!” seru Pablo mengakhiri scene 3 bagian ketiga yang juga merupakan akhir dari rangkaian shooting pagi hari ini.
“It’s a wrap! Thank you everybody…” (Selesai! Makasih semuanya) kata Pablo lagi dan bertepuk tangan dengan map tebalnya. Yang lain juga ikut bertepuk tangan ditingkahi suitan dan suara senang karena shooting sudah selesai dengan baik.
Kami berdua masih berdiri di depan backdrop dengan lukisan mercuar dan pemandangan langit cerah. Pablo mendekati kami berdua bersama Esteban. Beberapa cameraman yang selesai merekam menjauh untuk mengumpulkan hasil rekaman mereka untuk dapat segera di-edit.
“Your act is astounding, Max… I can’t believe that you’re a beginner… We don’t do any re-take at all the whole scene… Yet this is the hardest part but you rolled it through like pro… Excellent…” (Aktingmu mengesankan, Max. Aku gak percaya kau masih pemula. Kita tidak harus ambil ulang di sepanjang scene. Ini bagian yang tersulit tapi kau melaluinya seperti profesional. Hebat) kata Pablo.
“Thanks to Velinda, mister Pablo… I can’t do this without her help… She’s the real pro here… She made me naturally act like it was a real one…” (Makasihnya pada Velinda, Mr. Pablo. Aku gak akan bisa tanpa bantuannya. Dia yang profesional sebenarnya. Dia membuatku akting biasa seperti beneran) kataku merendah.
“Ahh… Of course… What would I do without her?… She’s been my most favorite star for these last six years… We can only expect the best from her…” (Ah. Tentu saja. Apa yang bisa kulakukan tanpanya? Dia selalu bintang terfavoritku selama 6 tahun ini. Kita hanya dapat yang terbaik darinya) katanya menepuk bahu Velinda dan aku.
Seorang krew memberikan sebuah jubah mandi untuk menutupi tubuh kami yang telanjang sebelum berganti pakaian kembali.
“Don’t forget… Right after luch-break… We’ll take another shoot in Velinda’s show… We will rock Fireday TV on next Wednesday edition…” (Jangan lupa. Setelah istirahat makan siang, Akan ada syuting di acaranya Velinda. Kita akan mengguncang Fireday TV di edisi Rabu nanti) kata Pablo lalu cabut pergi untuk acaranya yang lain pagi ini.
Ini sudah 11:34 waktu setempat.
Velinda sedang berbicara dengan seorang krew rekaman untuk melihat hasil shooting tadi di sebuah layar TV kecil.
“Gimana hasilnya? Bagus, gak?” tanyaku.
“Bagus…” jawab Velinda pendek saja.
“Gimana acting-ku tadi? Lumayan?” tanyaku lagi.
“Lumayan…” jawabnya. Lagi-lagi ia hanya menjawab pendek saja. Lalu sekilas aku melihat caranya melirikku dan gerakan ekor matanya.
“Aku ganti pakaian dulu, ya? Sampai jumpa nanti siang di atas…” kataku lalu berlalu dari Studio 3 itu dan menghilang.
Aku kembali ke kamarku dan menonton TV kembali. Menikmati berbagai acara di berbagai channel FTV yang menawarkan banyak suguhan pornografi yang sangat menggoda. Kira-kira channel-nya apa sampai ke Indonesia, ya?
Velinda pura-pura tidak mempedulikanku saat kusapa setelah shooting barusan. Ini sudah menjadi pribadinya yang tidak mencampur adukkan masalah pekerjaan dan masalah pribadi. Jadi ia sangat merangsang dan dekat saat shooting dengan bintang pria manapun tetapi berubah dingin setelah usai.
Ia hanya terlihat akrab dengan teman-teman sesama wanita saja di lingkungan Fireday Productions dan jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Itupun kebanyakan orang senegaranya saja.

========
QUEST#10
========​

Di luar Estate Paradiso Errare sudah turun hujan dengan lebatnya disertai hembusan angin kencang. Badai itu menyapu dengan kencang pulau Christmas ini. Langit sangat gelap dan petir menyambar silih berganti.
Pohon-pohon kelapa yang tumbuh di tepi pantai meliuk-liuk berusaha bertahan menahan terjangan badai sekuat akarnya yang saling tumpuk merekat erat ke bumi. Ombak di lautan juga berderu-deru deras membanjiri pantai.
Daun-daunan pohon terbang melewati jendela. Beberapa lengket lalu terlepas lagi ditiup angin. Untungnya insulasi semua jendela Estate ini menggunakan kualitas terbaik hingga suara petir dan angin hanya terdengar lamat-lamat saja.
--------​
Wawancaraku di acara V-Intimate: Intimate Disclosure with Velinda Shaw berlangsung lancar. Dalam wawancara yang berlangsung selama satu jam itu, berlangsung di Suite Room nomor 12 di lantai 4, kami hanya berdua saja berbincang dengan akrab.
Velinda menanyakan beberapa informasi pribadiku. Seperti nama, tempat dan tanggal lahir, tinggi dan berat badan, dan lain-lainnya. (Tentu saja semua data itu adalah rekaanku semata)
Beberapa pernyataanku saat audisi beberapa hari lalu juga menjadi pertanyaan Velinda saat itu. Seperti tentang pengaplikasian rasa cinta di dalam hubungan intim. Perbedaan seks dan juga bercinta. Tanggapanku tentang seks bebas dan lain-lain.
Tentu saja yang paling seru adalah pertanyaan tentang kemampuanku untuk mengatur ukuran kemaluanku yang menurut banyak orang sangat luar biasa.
Aku memperagakannya secara langsung sambil tetap duduk di sofa ini. Velinda membawa sebuah pita meteran untuk mengukur panjang perubahan yang kulakukan.
Bertahap aku melakukan perubahan panjang penis di depan pita meteran Velinda. Dari 16 cm,18 cm, 20 cm sampai 30 cm. Velinda menanyakan apa aku bisa melampaui angka 30 cm?
Aku menyanggupinya dan menambah lagi sampai 35 cm… Velinda tidak meminta penambahan lagi karena mungkin itu akan merusak image-ku. Monster dengan penis sepanjang 35 cm lebih. Ia hanya bertepuk tangan dan memuji-muji kehebatanku itu.
Karena aku menyinggungnya tentang shooting kami tadi pagi, Velinda memberi sedikit bocoran tentang video terbaru itu. Double Unisex yang pastinya akan menggemparkan para pecinta film dewasa. Berikut tanggal peluncurannya secara umum beberapa hari ke depan.
Akhir acara disudahi dengan aku menggagahi Velinda kembali. Setelah ia menikmati penis 30 cm-ku (kuperkecil kembali dari 35 cm tadi) di mulutnya, aku memuaskannya kembali di atas sofa di Suite Room ini.
--------​
“Move all your stuff to this room… It’s yours from now on…” (Pindahkan semua barangmu ke kamar ini. Mulai sekarang ini kamarmu) kata seorang krew setelah semua shooting berakhir. Kunci kamar ini diserahkan padaku.
“Wow? Thanks…” (Wow? Makasih) kataku langsung menyambar kunci elektronik itu. Kamar mewah setara kamar hotel mewah ini sekarang menjadi milikku. Velinda yang sudah dikontrak selama 6 tahun saja tidak mendapat fasilitas seperti ini…
“How’d you like your new room? Fancy, heh?” (Kau suka kamar barumu? Nyaman, kan?) tanya Esteban yang melihatku cengengesan sendiri.
“I’m fully grateful… Say my best regard to mister Pablo…” (Aku sangat berterimakasih. Sampaikan salamku pada Mr. Pablo) kataku berterima kasih.
“Only selected indivi…duals are… Hold on?” (Hanya orang pilihan yang... Sebentar?) berhenti pria homo itu melihat seorang pria mendekat.
“So… You’re that Max, right?” (Jadi. Kau si Max itu, kan?) kata orang itu. Nadanya tidak enak. Sepertinya ia marah padaku.

Mikael Studrod
“That’s right… You’re Mikael Studrod… Am I right?” (Benar. Kau Mikael Studrod. Aku tidak salah, kan?) kataku. Ia memang Mikael Studrod. Aku mengenalinya karena saat menjadi Satria di atas kapal pesiar St. Luccia, aku melihatnya di pesta itu.
“Correct… I just wondering… who’s this new guy playing in Unisex and taking my role in the nick of time…? So there he is… Some regular Asian guy with his freakiness…” (Benar. Aku hanya bertanya-tanya siapa orang baru yang bermain di Unisex dan mengambil peranku di saat terakhir? Ini ternyata. Cowo Asia biasa dengan keanehannya) katanya ketus.
“So?” (Jadi?) jawabku dengan nada menantang. Ini kepribadian liar Max yang ku-kurang mengerti. Ini kepribadianku yang tersembunyi dan muncul pada alter-ego-ku yang bernama Max?
Tinggi Mikael dan Max sebanding. Kami berdiri berhadap-hadapan. Dada ketemu dada. Beberapa kilatan lampu flash light pertanda kejadian ini diabadikan beberapa cameraman dan fotografer.
Mukanya sengit sekali memandangku. Tapi aku tidak kalah sengit.
“Feud! Feud! Feud!” (Tarung! Tarung! Tarung!) seru beberapa orang kemudian memanas-manasi suasana yang sudah panas.
“I know what you want to say… But I precede you by challenging you in a full week of fuck… I can beat your record of five days that’ve been held four years in a row… Game?” (Aku tau apa yang akan kau katakan. Tapi aku akan mendahului menantangku di permainan ngentot seminggu itu. Aku bisa mengalahkan rekor lima harimu yang telah kau pertahankan selama 4 tahun berturut-turut. Berani?) tantangku.
“Game!… What if you loose?” (Berani! Gimana kalau kau kalah?) tanya Mikael.
“If you loose… you have to quit your position in this Productions… I do the same… Deal?” (Jika kau yang kalah, kau harus berhenti dari posisimu di Productions ini. Aku lakukan yang sama. Deal?) jawabku cepat.
“Deal… Esteban?… Mark his statement… As usual… this challenge start tomorrow morning at 6:00 AM… The regulations are simple… Fuck all day long… Five hours break each day for sleep, dine and toilet… No drugs taken… The broads will be provided by the Productions… Understood?” (Deal. Esteban? Catat ucapannya. Seperti biasa, tantangan ini dimulai besok pagi jam 6. Peraturannya sederhana. Ngentot sepanjang hari. Istirahat 5 jam perhari untuk tidur makan dan toilet. Gak pake obat. Cewenya akan disiapkan oleh Productions. Mengerti?) katanya masih ketus.
“Understood…” (Mengerti) jawabku enteng.
“We’ll start tomorrow… No backing up tolerated… Just giving up is taken…” (Kita mulai besok. Mundur tidak diterima. Menyerah dibolehkan) katanya lalu balik badan dan pergi dari kamar suite baru-ku ini. Semua ini direkam oleh kamera bekas rekamanku barusan dengan Velinda.
“Are you out of your mind?” (Kau sudah sinting?) sergah Esteban begitu Mikael tidak terlihat lagi.
“Better be me who’s challenging… He’s about to challenge me… I can make it!” (Lebih baik aku yang menantang. Dia hampir menantanku. Aku sanggup, kok!) kataku yakin.
“Do you know how many hours you have to fuck to stay in Fireday, heh? More than 95 hours… you hear? How many people have perished from this challenge… Most people only make it for two days… Not more…” (Kau tau berap jam kau harus ngentot untuk bertahan di Productions, hah? Lebih dari 95 jam, kau dengar? Sudah berapa banyak yang keluar dari tantangan ini? Kebanyakan hanya bertahan selama 2 hari saja. Tidak lebih) kata Esteban.
“Then I do it six days, then… Just bring me those chicks and I’ll fuck ‘em like crazy… for six days…” (Aku akan 6 hari kalau begitu. Bawakan saja cewek-ceweknya dan akan kuentot gila-gilaan, selama 6 hari) jawabku enteng.
 
bua+ upda+e di lis+ upda+e ¢e®bun9 suhu ®yu....

klw belum ad... bua+ lis+ z skalian
..... jdi +w ad upda+e...
 
izin ba¢a ya hu... b+w...ha®i ini ssuai jadwal hu... jam lima-an... +hanks hu...
 
:baca: dulu..
Sepertinya masih berlanjut suhu,:haha: perkiraan nubi sih si max bakalan kalah biar ada alasan buat keluar dari Fireday :ngupil:
 
Max g akan kalah hu...soalnya dy msh harus nggu ampe ultah si velinda tgl 28...n dah janji ma velinda buat ngeluarin dy dr fireday production kan....

Lnjt dah suhu...
 
Bakal ada pertarungan dengan mikael ini, kita liat siapa yang akan jadi juara hihihihi
 
Bimabet
Core double ini ada akibatnya gak yah. Daya tahannya kan belum tau sampai kapan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd