Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

N virusnya gmn tuh suhu?

virus Mother-Cell+ sudah berhasil dilumpuhkan. kalah kuat dengan virus yg dimiliki Satria.
meninggalkan pertanyaan baru. bagaimana mungkin virus bisa menciptakan core istimewa di dalam sebuah cd game?
kenapa AI game bisa bekerjasama dgn antivirus bersinergi menjadi stage boss berlevel curang tinggi tiap stage-nya?
 
Kalo menurut ane sih seperti biasa aja..

Ga perlu dipercepat, malah aneh jadinya

dan juga feel bertarungnya ga dapet :ampun:

nah itu dia. karena ada unsur intrik dari 3 generals of order yg menyusup ke pihak satria untuk memata2i pergerakannya. dan masalah feel pertarungan, akan terlalu membosankan kalau dibuat detil dan bertele2 pertarungan yg benar2 curang dari kedua pihak yg bersiteru. semoga dapat memuaskan tiap pembaca.
 
virus Mother-Cell+ sudah berhasil dilumpuhkan. kalah kuat dengan virus yg dimiliki Satria.
meninggalkan pertanyaan baru. bagaimana mungkin virus bisa menciptakan core istimewa di dalam sebuah cd game?
kenapa AI game bisa bekerjasama dgn antivirus bersinergi menjadi stage boss berlevel curang tinggi tiap stage-nya?

nah itu juga saya gagal paham suhu
 
Selanjutnya di dunia manakah satria akan berpetualang ?

Dan apakah wanita pemegang zodiak scorpio ini kelas milf atau kelas pedo ? (untuk yg terakhir jangan sampe deh bisa kena pasal perlindungan anak ntar si satria)
 
virus Mother-Cell+ sudah berhasil dilumpuhkan. kalah kuat dengan virus yg dimiliki Satria.
meninggalkan pertanyaan baru. bagaimana mungkin virus bisa menciptakan core istimewa di dalam sebuah cd game?
kenapa AI game bisa bekerjasama dgn antivirus bersinergi menjadi stage boss berlevel curang tinggi tiap stage-nya?

Sebenere janggal sih suhu..core kan inti tiap makhluk hidup kan...hla ini kok virus? :bingung:
 
QUEST # 08
SCORPIO

Sehari setelah petualanganku di dunia digital QUEST FOR LOVE, aku sudah merasa segar kembali.
Setelah 10 hari tubuhku hanya terbaring saja di kursi empuk terapi pijat milik papa-nya Hellen, tanpa pergerakan sama sekali, aku sempat merasakan lelah yang luar biasa.
Tapi setelah tidur nyenyak semalaman tanpa gangguan siapapun sudah membayar semuanya.
Mama tidak mau tahu apa yang sudah kukerjakan. Kalau aku tidak sakit aku harus pergi berangkat ke sekolah apapun yang terjadi. Aku nebeng saja di mobil Putri dan sepanjang perjalanan aku tidur lagi. Di kelas juga tidur lagi... Guru di depan kelas, aku melek. Guru keluar, aku molor lagi.
Itu saja kerjaanku satu hari tanggal 21 Oktober itu. Aku harus memanfaatkan 3 hari ini karena mulai tanggal 24 Oktober nanti, akan memulai mencari ZODIAC CORE ke-8, SCORPIO.
Mengenai virus bernama Mother-Cell+ yang dikunci di dalam CD game QUEST FOR LOVE itu ternyata telah hilang.
Aku menduga kalau inti dari virus itu sendiri adalah ZODIAC CORE LIBRA yang telah kuambil. Itu terbukti dengan menjadi putihnya batu hitam tempat tidur putri Bernadette.
Felix sendiri tidak mengerti bagaimana aku bisa menghapus virus berbahaya itu. Ia sudah berulang kali berusaha menghapus virus itu dengan berbagai anti virus ciptaannya sejak 15 tahun lalu.
Kemungkinan virus itu kalah kuat dengan virus yang kumiliki. Walaupun berbeda bentuk, virus di dalam tubuhku yang dulu pernah mengalahkan iblis, bisa menetralisir virus digital sekelas Mother-Cell+ yang katanya sempurna.
Felix tidak akan pernah mau menghancurkan salah satu karya terbaiknya. QUEST FOR LOVE diakuinya sebagai game yang sangat disukainya karena kedalaman cerita dan konflik yang beragam. Ia tetap menyimpannya walau terdapat virus yang tidak dapat dihancurkan tersegel di dalamnya.
Sejak kejadian itu, Felix jadi sering datang ke rumahku atau ke rumah Hellen secara pribadi.
Mungkin akan ada kerjasama antara perusahaannya dengan perusahaan software Oom Ron.
Dan anehnya, kak Sheila juga jadi semakin sering datang... Mungkin ada maunya.
Kabar gembiranya lagi (bagi komunitas tertentu), Hellen dengan izin Felix meng-up load game QUEST FOR LOVE legendaris itu ke internet. Antusias masyarakat underground heboh sekali. Apalagi para pecinta game hentai veteran yang dulu sudah pernah memainkan QUEST FOR WAY OF LOVE-nya.
Walaupun masih dengan inisial FP, banyak sekali e-mail yang masuk ke alamat milik Hellen ( [email protected]) yang khusus diperuntukkan untuk game itu, mengucapkan terima kasih karena telah mencuri CD master game itu.
Padahal yang mencurinya, kan aku...
Felix telah mencabut laporan pencurian di rumah lamanya itu dengan alasan ia lupa di mana meletakkannya.
--------​
Mengenai tulisan yang harus aku baca setiap kali menyentuhkan INITIATE FORM ZODIAC CORE yang baru aku dapatkan di lembaran kosong tembaga tipis, seperti yang juga sebelum-sebelumnya yang membingungkan dan sekaligus memusingkan. Aku tidak begitu perduli.
Kapan aku akan ada waktu untuk memikirkannya?
Tapi bacaannya sebagai berikut :

KANAN DAN KIRI. WALAU TAK PASTI, IA PUN BIMBANG. WALAU LIBRA INGIN BERSAMA SEMUANYA, BARAT TIDAK AKAN PERNAH SAMPAI KE TIMUR, MINYAK TIDAK AKAN BERCAMPUR AIR DAN TONGKAT TAK AKAN BERDAUN.​

Benar, kan?...

Saat sepi begini... aku jadi ingat pengalamanku di dunia digital itu. Bersama Kid, Cera dan Andromeda.
Tak pernah kuduga kalau mereka adalah para Generals of Order terkuat di game itu. Lawan dengan level tertinggi, 99 dan HP 3000000. Fantastis sekali.
Padahal saat bersamaku mereka sangat manis dan menggairahkan kala kugenjot vaginanya.
Teka-teki tentang tahannya Kid dengan cuaca dingin di gua UNDINE telah terpecahkan. Dengan Blue Ring-nya ia bisa tahan tahan panas atau dingin. Blue Ring itu adalah bandana penutup kepalanya.
Juga dimana Andromeda menyembunyikan Green Ring miliknya. Ia bisa memiliki Green Ring setelah ia lengkap mengumpulkan Dragon Head, Dragon Armor dan Dragon Lance. Ketiganya menjadi Green Ring.
Sedang Cera yang tidak menyembunyikan Black Ring dan White Ring yang merupakan kelalaianku sendiri. Ia dengan gampang mengatakan kalau kedua cincin itu dibelinya dengan harga mahal. Sebuah Gold Nugget untuk satu cincin. Dan ia juga mengatakan akan membeli Green Ring dan Blue Ring kalau bertemu penjualnya.
Karena itu aku menganggap kalau keempat Ring itu adalah hal yang biasa di dunia QUEST FOR LOVE bagi yang mampu membelinya. Memang sangat terkecoh.
Felix juga mengatakan kalau ia tidak menyangka kalau alur cerita game ciptaannya itu bisa begitu jauh melenceng dari skenario yang sudah ditentukannya.
AI (Artificial Inteligence, kecerdasan buatan) game ini menyesuaikan diri dengan apa yang dilakukan pemain dengan sangat mengejutkan. Entah bagaimana caranya, AI game memutuskan bekerja sama dengan anti virus untuk membelokkan cerita sedemikian rupa untuk menghadapiku yang langsung terjun ke dalam game secara virtual. Apalagi game ini banyak mempersulit pergerakanku dengan program anti virus yang menyamar menjadi boss stage dengan level gila-gilaan.
Padahal saat game itu dimainkan lagi dengan cara normal (dengan menghadapi monitor komputer, keyboard dan mouse atau juga game pad) alur ceritanya tidak seperti yang kualami. Tepat seperti yang dibuat Felix.
Para teman seperjalananku dari awal kerajaan Kandaaq, yaitu Scout, Red Mage dan Monk tidak akan mati karena tidak muncul boss stage dengan level tinggi seperti yang kuhadapi waktu itu. Hanya boss stage biasa dengan level 15. Yang bisa dihadapi normal kalau level kita juga mencukupi.
Di hutan Mishaa, aku menghadapi boss stage 1, VERHALAD dengan level 85! Padahal kami berempat masih pada level 6.
Juga tidak munculnya pemain pengganti seperti Kid, Cera dan Andromeda.
Tokoh-tokoh itu sama sekali tidak ada dalam game ini dan Felix juga tidak pernah menciptakan tokoh-tokoh itu.
Bagiku itu hanyalah sebuah misteri yang tak perlu dipecahkan. Tidak perlu alasan sama sekali mengapa mereka bisa muncul.
Yang penting bagiku adalah aku sudah mendapatkan apa yang kucari. LIBRA.
Dan berikutnya SCORPIO!

========
QUEST#08
========​

Sisa beberapa hari itu kuhabiskan bersama Linda. Pegawai counter video game yang memperkenalkan serial QUEST FOR FUTURE. Aku sudah berhasil menidurinya di kamarnya sendiri. Padahal saat itu ibunya sedang ada di rumah. Ia mengira kami hanya sedang asyik bermain game. Padahal bermain yang lainnya. Lebih asyik.
Sedang bang Eros selama sepuluh hari menyamar sebagai diriku tak mendapat satupun cewek baru. Awalnya aku heran, tapi kurasa itu bagus juga. Aku tak perlu repot lagi. Alasannya tak mendapat cewek baru karena ia tidak sempat. Karena setelah menyamar menjadi diriku di pagi hari, ia harus langsung kuliah siang harinya karena sedang persiapan ujian semester.
Sampai hari inipun ujiannya masih berlangsung...
Tapi kabar terakhir yang kudengar kalau kak Sheila dan Felix Pratama itu sedang pacaran...
Jadi itu maksudnya sering mengunjungi rumah kami... Ada lobster di balik bakwan jagung ternyata. Entah gimana caranya ada seekor lobster gede bisa masuk ke wajan penggorengan dan bergabung dengan bakwan jagung.
Ya, jelas saja... Siapa yang tidak tertarik dengan kak Sheila yang cantik dan seksi itu. Semoga saja si Felix itu bisa menerima kelebihan kak Sheila dengan semua kekuatannya. Juga kekurangannya. Kak Sheila kemungkinan besar tertarik dengan kecerdasan dan kepribadian Felix. Di samping kekayaan laki-laki itu tentunya.
Waktu itu, aku, Hellen dan Tommy iseng-iseng mencoba Versemeter dengan mencari di mana mereka berdua berada. Lewat data core kak Sheila yang sebesar 3500 Hz itu. Mereka berdua terlacak sedang berada di gedung perusahaan Felix, Brasswood Inc. Di sebuah ruangan mirip kamar. Saling himpit...
Ternyata core milik Felix sendiri termasuk core istimewa. 1892 Hz. Apakah orang-orang jenius seperti dia memang memiliki core yang istimewa juga. Perlu penelitian juga...
--------​
24 Oktober. Hari ini hari yang baru aku harus mencari ZODIAC CORE ke-8. SCORPIO.
Pagi-pagi sekali aku menggedor pintu kamar Hellen karena password-nya tidak berguna. Ia pakai kunci manual sekarang.
Tommy yang membukakan pintu... Anak ini tidur di sini lagi?
Hellen ternyata sedang duduk di depan komputer layar besarnya sambil mengunyah sandwich.
“Kabar bagus, mas... Kita menemukan SCORPIO...” tunjuk Hellen pada layarnya.
“Lihat hologram-nya... Ini seorang cewek dengan posisi core tepat di perut bagian bawah... seperti yang sudah-sudah... Panjang gelombangnya 1772 Hz...” jelas Hellen.
“Dengan satelit agak susah untuk mengambil gambar wajahnya... Tapi itu tidak akan lama karena kita sudah tau posisinya dan mas Satria tinggal melacaknya langsung...” kata Hellen.
Ia meminjam HP Coremeter-ku dan menginput data-data tentang temuan SCORPIO.
“Kenapa, mas? Kok bengong?” tanya Tommy.
“Gak... Mas hanya kaget... Kenapa jadi mudah sekali, ya? Padahal dulu pertama sekali mulai mencari ARIES... mas harus repot-repot keliling kota... keluar masuk mall... mengekori orang-orang... Sampai sempat dikira copet...” kataku mengenang.
“Ya... Harusnya mas berterima kasih sama orang yang meminjamkan core ROSE DROP itu... Tanpa itu... aku tidak akan mendapat ide tentang panjang gelombang... Sampai tercipta Coremeter hingga Versemeter sekarang...” kata Hellen melanjutkan sarapannya.
“Aku belum pernah bertemu dengannya lagi... Entah dimana dia sekarang...” gumamku. Aku teringat Suster Susan.
“Mo kemana, mas?” tanya Hellen melihat aku akan pergi.
“Nyari cewek dengan ZODIAC CORE SCORPIO itu...” jawabku dan berhenti.
“Mas gak sekolah? Nanti dimarahi Tante Tami, loh...” ingatnya.
“O iya... Habis gimana, dong? Bang Eros juga sedang sibuk persiapan ujian semester...” kataku. “Gak bisa minta tolong dia...”
“Ya... mulai nanti siang aja, mas... Sepulang sekolah... Lagi pula cewek itu juga tidak akan kemana-mana...” kata Tommy menunjuk layar Versemeter.
“Sepertinya ia tidur...” sadar Hellen.
“Cewek macam apa yang pagi-pagi begini malah tidur setelah sebelumnya kita lihat tadi berjalan... naik angkot sebentar lalu masuk rumah dan tidur...” kata Tommy.
“Cewek malam... Mereka selalu pulang pagi...” tebak Hellen mengerling ganjen pada cowoknya.
“Belum tentu... bencong juga pulangnya pagi...” kata Tommy menimpali. Mereka tertawa.
“Nelayan juga pulangnya pagi...” kataku memotong candaan mereka.
“Berarti... Dia pekerja... yang pulang pagi... Dia masuk shift malam... Kerja di pabrik!” analisa Hellen mulai serius.
“Ada benarnya juga... Daerahnya itu agak di pinggiran kota... Di sekitar rumahnya ada kawasan industri...” kata Tommy kembali memperhatikan peta kota di mana lokasi target ini ditemukan.
“Sebentar... Sepertinya ini bukan rumahnya... Terlalu banyak orang di bangunan seperti ini... Ini rumah kost...” kata Hellen menampilkan banyaknya manusia yang tinggal di bangunan berlantai dua itu.
Ada sepuluh kamar di lantai bawah dan sepuluh kamar di lantai atas. Kamar berukuran 3x3 meter itu masing-masing berisi 3 orang.
Terlihat banyaknya aktifitas manusia di dalam kamar-kamar lainnya. Tetapi di kamar target pemilik ZODIAC CORE SCORPIO itu, tiga orang perempuan terlihat sedang berbaring di tempat tidur.
Tempat tidurnya bertingkat. Satu orang di atas dan dua orang di bawah. Target salah satunya tidur di bawah.
“Mereka bertiga pasti bekerja satu shift hingga pulang bersama dan langsung tidur bersama...” duga Hellen.
“Kalau begitu... sekitar nanti siang dia akan bangun... Kerja di pabrik itu berat, loh...” kata Tommy.
“Ah... sok tau... Memangnya elo pernah kerja di pabrik?” ejek Hellen pada cowoknya itu.
“Yee... Bukan gitu... Tetanggaku ada yang kerja di pabrik di kawasan industri itu... Seminggu sekali ia rotasi shift kerja... Ada 3 shift di sana... Jam 7 pagi sampai 3 sore... 3 sore sampai 11 malam... 11 malam sampai jam 7 pagi...” jelas Tommy.
“Kalau begitu cewek itu shift malam... pulang jam 7 pagi...” simpulku.
“Pasti begitu...” kata Tommy.
Aku manggut-manggut.
--------​
Walau belum pasti, tapi aku sudah punya gambaran seperti apa pemilik ZODIAC CORE SCORPIO ini.
Di kelas aku lebih banyak melamun memikirkan apa yang harus kulakukan dengan misi pencarianku kali ini.
--------​
“Kenapa, lo... Dari tadi melamun aja...?” senggol Putri kala aku duduk di kantin.
“Eh... kalian... Ngagetin aja...” sadarku karena topangan daguku lepas. Aku hampir jatuh.
“Udah... Gak usah banyak melamun... nanti masuk angin...” kata Putri meletakkan mangkok bakso kosongnya. Bakso kosong tanpa mie dan embel-embelnya. Cuma kuah dan bakso.
“Emang melamun bisa masuk angin?” tanya Dewi heran.
“Enggak sih... Biasanya kemasukan setan... Tapi mana berani setan masuk ke dia... Bisa kualat setannya...” kata Putri nyengir-nyengir kuda.
“Sialan, lo... Memangnya aku ini apa?” kesalku.
“Loh... Rajanya setan aja uda lo KO-in... Mana berani setan kroco dekat-dekat...” jelas Putri.
Aku mesem saja mengingat si Lucifer keparat itu lagi.
“Dah mulai nyari ZODIAC CORE berikutnya? Mulai hari ini, kan?” tanya Dewi setelah menghabiskan teh botolnya.
“Sudah ketemu malah... Pake’ Versemeter buatan Hellen itu...” jelasku.
“Hebat, ya anak itu... Kerjaan Satria jadi makin ringan saja...” puji Putri. Jarang-jarang dia memuji orang.
“Cantik, Satria?” tanya Dewi jadi penasaran.
“Belum tau... Nanti... Setelah pulang sekolah ini aku mo nyatroni rumah kost-nya dulu... Kayaknya cewek ini kerja di sebuah pabrik... Kerjanya pulang pagi... Shift malam...” jelasku.
“Pasti orangnya dekil...” sahut Putri.
“Sok tau, lo...” kata Dewi.
“Mana ada orang cantik yang kerja di pabrik... Kalau cantik dia mending jadi SPG di mall...” kilah Putri.
“... Atau... atau jadi pemain sinetron...” tambahnya.
“Lo... yang merasa cantik... kenapa gak kerja jadi SPG atau main sinetron?...” balas Dewi.
“Laa... untuk apa kerja? Papa banyak duit...” kilah Putri.
Kutinggal mereka berdua. Bikin sakit kuping aja.
--------​
Sebentar... kalau aku menyatroni rumah kost cewek itu memakai mobil Jaguar kinclong seperti ini... Sangat tidak pantas.
Naik angkot? Terlalu jauh...
Hmm...
--------​
Akhirnya aku naik sepeda motor. Ini milik tukang kebun di rumahku. Walau sudah lumayan tua, tapi katanya masih prima untuk nanjak ke puncak.
Aku memilih jalan-jalan sepi yang tidak akan dirazia polisi karena sepeda motor Cup 70 tahun 1976 warna biru langit ini tak ada STNK-nya. Apalagi aku tak punya SIM C. Aku mungkin harus manggil Oom sama ini motor ya?
Enak juga menikmati angin yang menerpa wajah dan tubuh kalau mengendarai sepeda motor. Terasa nyaman.
Sialnya aku harus mendorong mencari tukang tambal ban karena ban belakangnya tertusuk paku. Lumayan juga... sampai berkeringat. Sempat juga terlintas untuk meninggalkan sepeda motor butut ini di pinggir jalan dan menyetop taksi.
Tapi itu sangat tidak bertanggung jawab. Walau tukang kebun itu sudah kuberi uang yang banyak untuk tidak menunggu sepeda motornya kembali karena akan kupakai sampai malam.
Akhirnya ketemu juga tukang tambal ban pinggir jalan. Lelah aku duduk di sana sambil ban sepeda motor itu ditambal.
Jam dua siang aku tiba di daerah tempat cewek targetku itu berada. Tempat ini lumayan ramai oleh lalu lalang kendaraan besar seperti truk, intercooler dan kontainer.
Rumah kost itu sudah ketemu. Di sebuah jalan kecil yang juga ramai. Banyak anak-anak bermain. Juga para ibu-ibu yang bergosip.
Aku berhenti di seberang rumah kost itu dan pura-pura membeli bakso dari gerobak bakso. Eh... ini bukan pura-pura lagi, ding. Aku memang lapar... Belum makan siang...
Targetku bergerak!
Aku dengan sembunyi-sembunyi memperhatikan layar HP Coremeter-ku yang menunjukkan arah pergerakannya. Menuju kemari!
Itu dia...
Wanita yang terlihat segar sehabis mandi. Berumur sekitar 20-an tahun. Tinggi 155 cm dan berat 50-an kg. Kulitnya sawo matang dan berambut panjang sebahu digerai basah. Memakai kaos oblong putih dan celana jeans sebatas betis.
Lumayan ayu...
--------​

Nining
“Udah mandi, Ning? Segar banget...” sapa abang tukang bakso ini yang akrab dengannya.
“Iya, bang... Capek banget... Badannya masih pegel, nih... Tadi malam bahannya banyak... Jadi harus ikut m’bantuin...” jawabnya.
“Kerja di pabrik mana, mbak?” tanyaku memberanikan diri ikut nimbrung pembicaraan.
“Ini, mas... Di pabrik karton...” jawabnya ramah.
“Pabrik karton? Mbuat pilem karton?” tanyaku bego.
“Bukan pilem karton... tapi kotak karton...” abang tukang bakso itu menjelaskan. Si cewek senyum-senyum sendiri dengan manisnya.
“Iya, mas... Pabrik kotak karton... bukan pilem karton...” cewek itu tetap tersenyum. Manis pake banget...
“Oo... Untuk kotak-kotak mi instan itu, kan?” aku mulai paham sekarang.
“Ya... ada juga untuk kotak furnitur... keramik, udang, sarung tangan... Ya... macam-macamlah, mas...” jelasnya. Ia lalu duduk di sampingku. Di bangku kayu milik tukang bakso ini. Ia memesan 2 bungkus bakso dan satu mangkok untuk dimakan sendiri.
Ia kemudian ngobrol lagi dengan tukang bakso itu. Sepertinya penghuni rumah kost itu adalah langganan abang ini.
Harum tubuhnya khas baru mandi. Tercium wangi sampo dan sabun wangi bunga yang segar sekali. Baru kali ini aku bisa langsung kontak dengan target di hari pertama pencarian.
--------​
“Mbak... Kira-kira... di pabrik mbak masih ada lowongan, gak, mbak?” tanyaku nekat.
“Lowongan?... Kalau lowongan lebih baik nanya sama abang ini... Saya aja kemarin dulu masuk lewat abang ini...” jawabnya. Abang tukang bakso itu tersenyum lebar penuh arti.
“Mas mau kerja di pabrik karton?” tanyanya.
“Iya, bang... Bisa, bang?” aku memasang mimik memelas dengan serius. Mudah-mudahan bisa.
“Bisa... Tapi... Abang terang-terangan aja, ya? Si Nining juga tau, nih...” katanya. Nama cewek ini Nining rupanya.
“... Pake duit... Abang harus nyogok personalia-nya... Gimana?” tanyanya. Memang terang sekali.
“Boleh, bang... Berapa?” yakinku.
“Satu juta...” jawabnya pasti.
“Satu juta? Itu nanti kerja bagian apa bang?” tanyaku lagi.
“Bagian harlep...” jawabnya. Harlep: Harian Lepas/Kontrak.
“Harlep gajinya berapa, bang?” tanyaku.
“Sebulan gajinya satu setengah juta lebih...” terangnya.
“Iya, mbak? Memang segitu, ya?” tanyaku melibatkan cewek pemilik ZODIAC CORE SCORPIO ini.
“Ya... sekitar segitu...” jawabnya sebentar menghentikan makan bakso-nya.
“Kalau si Nining ini gajinya lebih besar lagi... Dia sudah karyawan... Pengawas anak borongan...” kata abang tukang bakso itu.
Ia tersenyum saja sambil meniup sendokan mi berkuah yang masih panas.
--------​
“Syarat-syaratnya apa aja, bang?” tanyaku lagi.
“Poto kopi ijazah... poto kopi KTP... pas photo 3x4... 2 lembar... Lamaran... Ya... itu aja... pasti masuk...” kata abang itu.
“Oo...” jawabku. Mudah sekali. Tapi harus pakai uang sogok yang besarnya lumayan juga. Satu juta...
Kalau aku benar-benar mau bekerja di pabrik itu untuk mendekati cewek bernama Nining ini... Gimana dengan sekolahku...? Bang Eros tidak bisa membantuku lagi sekarang-sekarang ini. Bisa-bisa aku disate Mama...
Lagipula masa aku harus mendaftar dengan ijazah SMP-ku? Aku kan belum tamat SMA. KTP juga aku belum punya. Apalagi SIM...
--------​
“Gimana, mas? Mau? Kalau udah gajian... uang yang satu juta itu sudah pasti kembali... Udah banyak yang masuk... Wuiih... Mereka udah pada nyicil sepeda motor baru... Ganti ini...” tunjuknya pada sepeda motor butut itu.
Aku memang tidak berniat sampai selama itu. Paling banter cuma sebulan.
“Bolehlah... nanti kusiapkan semuanya...” kataku memastikan bisnis sampingannya sebagai makelar tenaga kerja.
“Ya... Nanti cari aja abang di sini sore-sore begini... Abang selalu nongkrong di sini... Cari aja bang Samiran... Semua tau abang di sini...” jelasnya dengan senyum lebar.
--------​
“Mm... mbak... Boleh kenalan...?” tawarku pada cewek itu.
“Oh... Ya... saya Nining...” katanya menghentikan makannya dan mengulurkan tangan kanannya.
“Satria...” sambutku.
Tangannya terasa hangat dan kuat. Mungkin karena pengalamannya bekerja di pabrik itu selama ini. Agak kasar sedikit...
“Jadi mau kerja di pabrik karton kami?” katanya yang pasti sudah mendengar pembicaraanku dengan abang tukang bakso bernama Samiran itu.
“Jadi...” jawabku pendek saja.
“Sebelumnya kerja di mana?” tanya Nining. Lebih mirip pertanyaan basa-basi.
“Belum pernah kerja... Ini baru mo mulai kerja...” jawabku.
“Oo... Baru tamat SMA...” simpulnya. Ia agak menarik ingus yang meleleh di hidungnya karena rasa bakso yang pedas.
“Aku masih sekolah... Baru kelas tiga... Tahun depan baru tamat...” jelasku.
“Trus... kok sudah mau kerja?” herannya mengelap hidungnya dengan jari karena meler karena kuah bakso pedas.
“Pengen aja...” jawabku sekenanya.
“M’bantu orang tua?” tebaknya.
“Bisa juga...” setujuku. Gaji satu juta lima ratus ribu mau membantu Papaku... Aku hampir tertawa.
“Bisa juga kok pake ijazah SMP... Ada juga harlep yang masuk pake ijazah SMP... Iya, kan, bang?” tanyanya pada bang Samiran.
“Ada... biasanya anak luar kota... Anak kampung... Banyak yang kost di sana... Rame-rame... Satu kamar bisa lima orang...Pokoknya bisa tidur...” kata bang Samiran menunjuk ke arah jalan sana.
“Rumahmu dimana, Satria?” tanya bang Samiran.
“Di jalan Merak...” jawabku.
“Jalan Merak? Di mana itu? Aku belum pernah dengar...” pikir bang Samiran. “Di kota, ya?”
“Iya, bang... Numpang sama saudara... yang punya sepeda motor ini...” jelasku.
“Saudaramu orang kaya? Jalan Merak itu daerah orang kaya loh...” ingat Nining.
Mati aku...
“Ng... saudaraku itu tukang kebun di rumah orang kaya itu, mbak... Masa’ orang kaya sepeda motornya kaya’ gini...” kilahku.
“Oo... Iya juga...” gumam Nining.

Bahaya juga kalau salah ngomong dengan orang-orang ini. Masa anak konglomerat mau kerja jadi harian lepas (harlep) di pabrik dengan gaji satu juta lima ratus ribu sebulan.
--------​
“Berapa, bang?” tanya Nining pada bang Samiran harga semangkok bakso yang telah dihabiskannya.
“Biasa...” jawab bang Samiran.
Nining menyodorkan uang kertas dua puluh ribuan dan mengambil kantong plastik berisi dua bungkus bakso lainnya. Mungkin untuk teman sekamarnya.
“Mbak... Boleh nanya-nanya lagi?” cobaku.
“Oh... Ayo... ke kamar kost aja... teman-temanku sudah nungguin bakso ini...” ajaknya.
Tampaknya ia tidak sungkan mengajak cowok masuk ke kamarnya. Mungkin peraturan di kost ini tidak terlalu ketat. Terbukti dengan tidak adanya pagar yang melingkupi bangunan ini.
Ternyata memang benar. Banyak terlihat beberapa lelaki sedang duduk-duduk di depan bangunan ini. Beberapa sepeda motor juga diparkir di depan.
Kuparkir sepeda motor butut itu di sekitar yang lainnya...
“Siapa, Ning?” sapa cowok-cowok itu.
“Teman...” jawabnya sambil lalu saja dan masuk ke kamarnya yang berada di lantai bawah itu.
“Permisi, bang?...” kataku menyapa mereka basa-basi. Harus begitu, kan kalau memasuki lingkungan baru yang asing begini. Harus baik-baik menjaga sikap kalau aku akan rutin kemari.
“Ya...” jawab mereka.
“Whei... Kenalin... Ini Satria...” seru Nining pada 2 teman sekamarnya yang sedang ngobrol berbaring di tempat tidur bawah.
Sontak mereka bangun dari tempat tidur dan membereskan pakaian mereka yang berantakan. Sepertinya mereka juga baru selesai mandi.
“Satria...” ulurku.

Sari
“Sari...” kenal yang montok berdada besar itu. Rambutnya sedikit agak ikal. Kulitnya sedikit lebih gelap Nining.

Titik
“Titik...” salam yang bertubuh kecil tetapi cantik dan putih. Rambutnya panjang sepunggung.
“Siapa, Ning?” bisik Sari.
“Dia mau nanya-nanya kerja di Boxindo...” jelas Nining meletakkan bungkusan bakso itu di meja kecil satu-satunya di kamar ini.
“Oo... Mau kerja di Boxindo juga... Udah nanya sama bang Samiran, kan?” tanggap Titik.
“Sebenarnya kerja di Boxindo itu harus tahan-tahan mental... Kalau nggak... bisa-bisa gak tahan trus keluar...” keluhnya.
“Kenapa, mbak?” tanyaku. Memang ini yang harus kuketahui dari pekerjanya langsung.
“Peraturannya suka aneh-aneh... Sering membuat karyawan merasa dirugikan...” keluh Titik curcol.
“Yang paling lama kerja di sana itu Nining... Udah lebih 2 tahun... Dia yang paling tau gimana capeknya kerja di sana...” sambung Sari.
“Alah... Kerja dimana aja... sama... Kita yang cuma karyawan kecil cuma jadi sapi perahan aja...” kata Nining mengeringkan rambutnya yang masih lembab dengan kipas angin kecil di atas meja.
“Masa cuma salah dikit aja... udah langsung maen potong gaji... Gaji cuma berapa... dipotongnya berapa...” sambungnya. Lebih mirip keluhan kedengarannya.
“Salah gimana, mbak?” tanyaku.
“... Kalau di Boxindo... kotak kartonnya tidak boleh kotor... Masa kotor sedikit aja... maen potong gaji mengganti yang kotor itu... Padahal masih bisa dibersihkan... Toh... kastemer-nya juga gak bakalan perhatiin...” jelasnya.
“Oo...” mengertiku. Pelik sekali pekerjaan di sebuah pabrik. Kepentingan pengusaha kadang tidak sesuai bagi karyawan dan terkesan terlalu dipaksakan. Terlalu banyak berharap dari orang-orang yang kadang tidak sesuai melakukannya.
“Apa tidak mau pindah kerja aja... Cari kerja di pabrik lain?” coba tanyaku.
“Mau, sih mau... Tapi sekarang cari kerja agak susah... Harus ada uang sogokannya... Satria tau sendiri, kan?” kata Nining.
“Lagipula kaya’ si Nining... sudah jadi karyawan... Agak berat jadi karyawan... Banyak penilaiannya...” kata Sari.
“Iya... kalau pindah ke tempat lain... Belum tentu bisa jadi karyawan...” tambah Titik.
Jadi Nining ini lumayan bisa diandalkan pekerjaannya. Hingga pimpinan di Boxindo itu mempercayakannya menjadi pengawas borongan walaupun ia baru bekerja 2 tahun.
Siang hingga sore sampai malam... aku tetap berada di kost ketiga cewek pekerja pabrik itu. Nanti malam sekitar jam 22.30 mereka baru berangkat ke tempat kerja mereka kembali.
Sehabis Maghrib, aku membonceng Nining dengan sepeda motor butut itu membeli nasi goreng dan mi goreng untuk makan malam kami berempat.
--------​
“Eh... mbak...? Gak ada yang marah, kan... kalau aku mbonceng, mbak?” pastiku.
“Santai aja... Cowokku gak ada di sini... Dia di luar kota...” katanya dan duduk santai di jok belakang.
“Oh... OK-lah...” jawabku sekenanya.
Ternyata Nining sudah punya pacar di luar kota. Kemungkinan besar berada di kampungnya. Jauh dari orang tua dan masyarakat urban yang lebih mementingkan materi di wilayah ini mendukung hal itu.
Walaupun warga daerah ini kebanyakan adalah masyarakat beretnis Jawa yang masih memegang teguh tradisi timur yang kental, tetapi kebutuhan hidup lebih mendominasi. Warga di sini juga kebanyakan juga adalah para pekerja di berbagai pabrik di kawasan industri yang dekat dengan mereka.
Pergaulan laki-laki dan perempuan adalah hal yang lumrah saja bagi mereka. Pada masyarakat seperti ini, mereka lebih malu mempunyai anak gadis tua yang tak laku atau tak punya pacar dari pada mempunyai anak gadis yang hamil di luar nikah.
Walaupun pada akhirnya menikah, mereka dengan tidak malu-malu merayakannya besar-besaran dan mengundang semua orang walau mereka tahu bakal menjadi bahan gunjingan kalau anaknya menikah karena kecelakaan.
“Kenapa?... Nanya-nanya ada yang marah?” pancing Nining kemudian.
“Ah, enggak... Gak enak aja... Nanti aku dicegat pula di sini... Aku, kan bukan orang sini...” kilahku.
“Gak pa-pa, kok... Tenang aja... Dia kan jauh...” katanya lagi menenangkanku.
Memangnya aku takut kalau dicegat orang? Dicegat setan aja aku sudah pernah...

Di simpang tiga jalan ini agak macet karena ada angkot yang seenaknya menaikkan penumpang.
Dung...
Aku sempat merasakan dada Nining menyenggol punggungku.
“Aa... Sengaja nih...” seru Nining.
“Sori... Remnya agak dalam nginjaknya...” alasanku. Aku memang gak berniat begitu.
“Sengaja aja bilang...” ia kini memindahkan tangannya dari kakinya sendiri dan berpindah ke punggungku untuk menahan tubuhnya bila itu terjadi lagi.
Tapi nada bicaranya tak ada nada marah...
--------​
Di warung itu kami menunggu sebentar setelah memesan.
“Kalau Satria kerja di Boxindo... gimana sekolahmu?” tanya Nining berdiri bersama menunggu disiapkannya pesanan kami.
“Ng... Mungkin nanti aku minta masuk shift 2 atau 3 aja...” kataku. Sreng-sreng! Suara masakan di dalam panci diaduk.
“Kalau shift 2 masih mungkin tapi shift 3... pulangnya jam 7 pagi... sempat sekolah...?” tanya Nining lagi.
“Ya... sempat-sempatin aja...” jawabku seenaknya.
“Gak sayang sama sekolahmu?” katanya.
“... Habis mau gimana lagi? Memang harus begini...” jawabku. Ini memang terasa berat. Aku tidak bisa seenaknya mengatur jadwalku bekerja. Rotasi shift memang sudah aturan umum yang harus dilakukan tiap sistem produksi untuk menjaga kestabilan para pekerjanya.
“Sekolahmu... memangnya dimana?” tanya Nining.
“Di... SMA 105...” jawabku.
“Eh... Ngomong-ngomong... Mbak Nining pasti bintangnya Scorpio, kan?” mengalihkan pertanyaannya tadi.
“Kok tau? Tau dari mana?” penasarannya. Bagus dia memang pemilik ZODIAC CORE SCORPIO.
“Tebakanku tidak pernah meleset... Orang Scorpio memang suka yang langsung-langsung aja... Mbak Nining orangnya gitu, kan?” kataku asal.
“Ah... Enggak, kok...” kilahnya.
“Orang Scorpio itu suka menyembunyikan emosinya...” kata Nining berteori.
“Orang Scorpio itu orang yang setia...” kataku.
“Heh... heh... heh... Kalau Satria... bintangnya apa?” tanya Nining balik.
“Scorpio juga...” jawabku.
“Pantas aja Satria ngomong gitu... Ngomongin diri sendiri rupanya... Tanggal berapa?” kata Nining agak tertawa.
“Tanggal 29 nanti...” jawabku. Kuharap ia mau menyebutkan tanggal lahirnya.
“Oh... Kalau aku tanggal 16 November...” katanya.
16 November! Kuingat tanggal itu dengan cepat.
“Kalau gitu nanti kita gantian traktirannya, ya?” usulnya.
“Aku belum ada uang... Entah udah kerja belon itu nanti... 7 hari lagi...” ingatku.
“Gampang... nanti pake uangku dulu... Nanti kalau udah gajian... Kembalikan, ya?” usulnya. Aku mengangguk saja.
“Trus... uang untuk nyogok itu... Uang dari mana?” selidiknya. Benar juga...
“Belum tau... Nanti aku mau nyoba minjam sama saudara atau teman-temanku...” kataku.
“Yah... Nanti kudoain, ya supaya berhasil... Supaya kita bisa jumpa di sana...” katanya.
“Makasih...” kataku. Supaya kita bisa jumpa di sana...? Apa ia juga memang mengharapkanku bisa kerja di tempatnya.
“Eh... Itu pesanannya udah siap...” sadarnya membuyarkan pikiranku.
--------​
Kembali ke rumah kost itu, kedua temannya, Sari dan Titik sudah menunggu makanan yang kami beli. Katanya mereka sudah lapar.
Memang lebih enak makan begini dari pada di rumahku yang jarang makan malam bersama. Papa dan Mamaku jarang bisa pulang untuk bisa makan malam bersama kami anak-anaknya.
Putri dan Dewi lebih sering tidak makan malam. Apalagi Dewi. Alasannya takut gemuk karena ia sering ngemil.
Kalau makan malam aku lebih sering ditemani pembantu, bu Warni yang bertugas di dapur menyiapkan makanan bagi kami bertiga, Putri, Dewi dan aku. Hanya itu tugasnya.
Makan bersama mereka bertiga, Nining, Sari dan Titik, seru. Karena mereka tak henti-henti berceloteh atau bercanda satu sama lain. Aku juga terikut suasana itu.
“Kalian tau, gak...? Kalau bang Wagiran itu selingkuh dengan mpok Narsih...?” kata Titik.
“Itu udah basi... Tapi sekarang mereka udah enggak... Kalau dulu, iya... Datang ke pabrik sama-sama... pulang sama-sama... Kata mpok Narsih... anak keduanya itu mungkin anak bang Wagiran... Gila, kan?” kata Sari.
Memang gila...
“Yang herannya... istri bang Wagiran atau suami mpok Narsih... masa gak pernah curiga... sudah selama itu selingkuhnya...” kata Nining menimpali.
“Mereka tau... Kalau isti bang Wagiran... paling dia bisa apa... tapi kalau suami mpok Narsih diam aja karena dia juga ada selingkuh dengan cewek lain...” kata Sari. Sepertinya ia penuh dengan info gosip terpanas.
“Suaminya, kan kerja di IATSU... Supervisor di situ... selingkuh sama manager-nya... Manager-nya orang Fillipina... udah kawin tapi suaminya gak ikut ke mari...” kisah Sari.
“Oo...” kata Titik.
“Itu juga udah basi...” kata Nining.
“Mpok Narsih sekarang udah cerai sama suaminya itu... Bekas suaminya itu sekarang tinggal serumah dengan manager Fillipina itu... Nah... Bang Wagiran sekarang pacaran dengan cewek lain... Mpok Narsih sekarang gigit jari gak punya siapa-siapa kecuali 2 anak yang harus ditanggungnya sendiri...” lanjut Nining.
Begitulah sepanjang makan malam. Ada saja yang mereka gosipkan. Gosip-gosip terhangat yang lebih seru dari pada gosipnya para selebritis di layar kaca lewat Infotainment.
--------​
 
Selanjutnya di dunia manakah satria akan berpetualang ?

Dan apakah wanita pemegang zodiak scorpio ini kelas milf atau kelas pedo ? (untuk yg terakhir jangan sampe deh bisa kena pasal perlindungan anak ntar si satria)

nah... udah ketauan kan lanjutannya... bukan milf atau pedo loh
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd