Aku mulai mengalihkan perhatianku pada peralatan seks bondage yang kutumpuk di empat sudut. Aku ambil sebatang lilin putih besar dan segera kunyalakan.
Vany melotot ketakutan melihatku menggengam erat lilin altar yang menyala ini. Bahunya turun naik karena nafas yang tak beraturan. Aku berjalan mengitarinya.
Setelah cukup terbakar dan ada genangan cairan lilin, aku meneteskannya di tubuh Vany...
Aaakkkkhhhh...! teriak Vany pilu. Pasti sangat pedih dan panas. Cairan lilin panas itu membekas di bahu, dada dan paha kirinya, lalu mengeras putih. Ia kembali menangis.
Lagi kuteteskan cairan lilin di dadanya, kali ini tepat di putingnya. Lalu kena perut dan sedikit di vaginanya.
Vany menangis sejadi-jadinya.
Hehng... Enak, kan?... Sampe keluar gitu... kataku mengejek cewe ini dengan segala fetish anehnya.
Ia malu sekali. Itu karena walau ia kesakitan dan menangis, cairan vaginanya malah menetes keluar. Lumayan banyak karena melembabkan kain yang didudukinya. Mukanya yang berkulit putih jadi memerah.
He.. he... Kau mungkin bisa orgasme kalau kubakar, ya? ancamku.
Jangan!... Jangan...! mohonnya ketakutan.
Lilin itu kulempar di atas kepalanya dan membentur jendela dan padam. Beralih keperalatan berikutnya.
Penjepit baju!
Aku tidak menghitung berapa jumlahnya karena ini kusambar dari jemuran di rumah. Mungkin nanti mereka kecarian...
Pandangan takut juga terbayang di wajah merah Vany saat kuacungkan sebuah penjepit baju itu.
Kupermainkan benda itu di depan matanya, berputar-putar dan akhirnya menjepit telinga kirinya. Ia meringis pelan. Belum seberapa.
Lalu sebuah lagi menjepit telinga kanannya.
Sebuah lagi kedekatkan kehidungnya... Vany memicingkan mata.
Aakkkkhhh! ia mengaduh kaget.
Ia mengira penjepit yang kuarahkan ke hidung itu yang akan menjepit, ia tidak melihat tangan kiriku.
Jari tengahku melesak masuk ke liang vaginanya, mengorek-ngorek hingga ia mendesah.
Saat ia akan lebih menikmatinya, penjepit di tangan kananku langsung kujepitkan di klitorisnya...
Klitorisnya langsung gepeng dan memerah bersamaan dengan jeritan lirihnya.
Jari tengahku langsung kucabut. Kupandangi cairan yang menempel lalu kucicipi dengan ujung lidahku.
Enak juga... Terasa asin... Kamu kebanyakan makan micin, ya? bentakku. Seluruh jari tengahku yang terbungkus sarung tangan kulit kukulum.
Selanjutnya dua buah penjepit baju kejepitkan di putingnya. Ia tetap meringis. Kulitnya yang putih sangat kontras dengan memerahnya kulit bagian dadanya yang kujepit.
Apa kau melihat kehebatanku menggunakan benda ini? bentakku mengacungkan cambuk. Ia melongo tak mengerti.
OK... Kita lihat percobaannya... Kuambil lilin yang kulempar ke jendela tadi lalu kujejalkan di batang besi pengikat Vany.
Aku akan mencambuk lilin ini... dan pasti kena! sesumbarku.
Aku bersiap-siap dan mengambil ancang-ancang dengan cambuk siap disabetkan.
SPAK!
Meleset... Aku menyumpah-nyumpah.
Pasti kau bergerak, ya?? aku menuduh Vany.
Tidak... aku tidak bergerak, kok... takutnya.
OK... Kita ulangi sekali lagi... Awas kalau kau bergerak.. Aku kembali bersiap-siap.
SPAK!
Meleset lagi...
Kau bergerak lagi!
SPAK! SPAK!
Dua kali cambukan mampir di kedua bahunya. Membuat dua luka bilur merah.
Vany menjerit kesakitan.
Tek...
Kau beruntung... lilinnya sudah jatuh... Berarti tadi aku sudah berhasil... gumamku bangga.
Sepertinya Vany lega kalau sudah berakhir.
Kita akan mulai yang sesungguhnya... Vany kembali risau mendengarnya.
Eit... tadi kukatakan itu tadi percobaan... Kau ingat, kan? seruku mengingatkannya. Ia mengangguk lemas.
Yang sesungguhnya adalah aku akan mencambuk dua penjepit di dadamu ini... Kau mau benda ini lepas, kan? terangku.
Jangan... jangan... Biar saja disitu... mohonnya.
Apa! Jadi kau meremehkan kemampuanku! bentakku marah sekali. Aku mengangkat cambuk itu.
Tidak... tidak... Tapi biar saja benda itu di situ... mohonnya lagi minta ampun. Takut kena cambuk tentu saja.
Hm... Kau senang, ya... kalau pentilmu ini dijepit... Aku bawa tang... Kau mau coba? ancamku.
Vany bergidik ngeri membayangkan puting susunya yang sedang dijepit penjepit baju akan dijepit dengan tang.
Tidak... Jangan!... Jangan!... serunya menolak lirih.
Makanya... lebih baik kau bersiap saja menerima atraksiku dengan cambuk ini... Bersiaplah! seruku mengambil sikap bersiap lagi dengan cambuk.
Vany memalingkan kepalanya kekiri dan mata terpejam. Menahan nafas.
SWAASSHH!
Cambuknya berkelebat cepat dan menyambar dua penjepit baju di puting Vany hingga lepas.
Aghh... keluh Vany.
Sebuah bilur tipis panjang terbentuk melintangi dadanya, kena puting. Pasti perih sekali.
Kau lihat... Aku berhasil, kan? seruku lagi. Ia tidak bisa protes. Kalau ada nada protes, pasti akan kuhajar lagi.
Dari getaran gemetar tubuhnya, aku baru ingat kalau ada sebuah penjepit lagi di tubuhnya.
... Dan kita mencapai puncak atraksi... Penjepit ini! tunjukku pada penjepit baju yang sedang menjepit klitorisnya.
Wajah Vany berubah menjadi tegang kembali. Ia pasti membayangkan kalau vaginanya kena cambuk. Sakit sekali. Peluh menetes deras dari dahinya.
Karena sekarang posisi Vany duduk, aku perlu mengatur posisi baru untuk atraksi ini. Aku hanya menambah dua utas tali baru di kedua kakinya lalu diikatkan di sisi ruangan.
Bagus... posisi ini pasti cocok... gumamku.
Sekarang Vany mengangkang menggantung. Batang besi yang mengikat tangan dan bahunya tidak terganggu. Tubuhnya menggantung ke depan dan paha dan betisnya yang terikat bersamaan menghadap ke atas. Aku bisa melihat dengan jelas penjepit baju di kemaluannya dari bukaan kakinya.
Bersiaplah... seruku mengambil posisi lagi.
Vany memejamkan matanya dan menahan nafas...
SPAK!
Dengan ayunan vertikal yang tidak terlalu cepat, cambukku berkelebat dan melepaskan penjepit baju itu dari klitoris Vany.
Akh! jerit Vany tertahan.
Walau tidak terlihat jelas, sudut mataku bisa menangkap kedutan pada permukaan vagina Vany, klitoris merah yang membengkak...
CUUSSHH!
Vany mengejangkan seluruh otot tubuhnya yang tergantung, menikmati orgasme akibat siksaan ini.
Tubuhnya berkelojotan dan bergetar keras. Hebat sekali.
Kenapa kau tadi... Kesurupan, ya! bentakku.
Vany terisak-isak saat menjawab semua bentakanku. Cairan vagina masih meleleh membasahi kain kuning di bawahnya.
Kenapa ini? Kau kencing, ya! Jorok sekali kau ini! bentakku lagi. Aku mengendusi selangkangannya. Tercium bau yang segar sekali. Aku suka sekali bau vagina yang seperti ini.
Egh... erang Vany saat ujung lidahku menyentuh pinggiran vaginanya.
Berikutnya adalah hal brutal yang kulakukan. Aku menggigiti daging-daging berlendir dikangkangan paha Vany. Terutama klitorisnya yang bengkak panjang.
Karena geram dengan vaginanya yang terasa enak, aku juga menjejalkan pegangan cambukku. Vany berteriak-teriak keenakan saat kumaju-mundurkan cambuk yang berdiameter 3 senti meter itu. Cukup besar.
Aku melihat kedutan itu lagi... Dengan cepat, gagang cambuk itu kucabut.
CUUUSSSHH...
Aku menampung semburan cairan orgasme Vany dengan membuka mulutku. Jarang-jarang aku menemukan wanita yang bisa nembak seperti ini. Kalau kuingat, baru si Vany ini yang bisa melakukannya...
Saat kulihat bagaimana wajah Vany sekarang dari bukaan pahanya, ia terlihat tersenyum lebar...
SPAKK!
Siapa yang nyuruh kamu tersenyum! cambukku mampir lagi di paha kirinya. Tubuhnya tersentak kaget.
Kau kira ini semua untuk menyenangkanmu, ya! Kau akan terus menangis dan kesakitan sampai tengah malam... Tanpa henti... seruku dengan nada tinggi.
Kembali aku menyalakan lilin yang kucambuk tadi dan kujejalkan ke lubang vaginanya. Ia pasti bisa merasakan panas di antara kakinya saat masih tergantung begini.
Ini penyiksaan tahap kedua...
Aku mengambil beberapa alat baru. Jarum peniti! Ada beberapa buah.
Vany mendelikkan matanya yang sipit melihatku mengacung-acungkan benda runcing itu.
Ja... jangan... Jangan pakai benda itu... melasnya.
Diam! Kau tak ada hak untuk menolak... Apa kau mau kucambuk, heh! bentakku.
Vany hanya bisa memandangiku dengan pandangan nanar saat aku berada di sisi kirinya.
Sebentar kuremas-remas dada kirinya juga mempermainkan putingnya yang mengacung keras. Putingnya yang berwarna coklat gelap dengan areola kecil itu sudah lumayan keras terangsang.
Dari bagian atas, aku menusuk-nusuk ujung runcing peniti pertama ke puting dada kirinya.
Vany meringis dan memalingkan wajahnya ke kanan. Sambil ia menahan nafas, aku tetap mempermainkan jarum itu. Kadang aku menjilati putingnya lalu menusuk-nusuk lagi.
Saat ia mengira hanya itu saja yang aku lakukan... JUSS!
AAKKHH! jerit Vany menahan sakit. Jarum peniti itu menembus pentilnya. Darah mengalir sedikit dari tembusan jarum itu. Aku mengancingkannya dan melihat Vany menangis tersedu-sedu.
Apa yang kau tangisi..! Jarum ini bersih... Ini satu lagi! Vany kembali memejamkan matanya erat-erat saat aku menempelkan ujung jarum lain di puting dada kanannya. JUSS!
Lengkap sudah. Kedua puting payudara gemuk Vany sudah berhiaskan dua jarum peniti yang dikancingkan.
Aku tertawa-tawa di antara tangis pilu Vany.
Tahap dua ini belum berakhir.
Aku kembali mengambil peralatan tahap dua. Berupa benang dan dua buah pir. Tangkai buah pir sudah diikat benang.
Melihat itu saja, Vany sudah kembali gemetar saat aku mendekatinya dan mulai mengikat pir berikat benang itu di jarum peniti yang kutindikkan di puting Vany.
Saat keduanya masih belum selesai, buahnya masih keletakkan di atas perutnya dan saat sudah selesai dengan santai keduanya kujatuhkan.
Akh! jeritnya tertahan menahan sakit perih akibat gaya gravitasi yang dihasilkan berat pir yang kugantung di putingnya. Benang itu menimbulkan tekanan di dadanya hingga membentuk belahan di sisi sampingnya.
Bagaimana... Enak, kan? Kalau tetekmu dibegitukan... nanti bisa tambah panjang kaya orang primitif... Ha...ha...ha... ejekku. Muka Vany bertambah merah karena malu dan tangis.
Aku tertawa-tawa berkeliling mengitarinya.
Kita akan teruskan... tetapi kita perlu perubahan posisi... kataku dan melepaskan tambatan tali pada kedua kakinya di dinding.
Agar lilin divaginanya tidak padam, aku memutar tubuhnya kearah atas dengan tetap kaki mengangkang.
Kini Vany tergantung menelungkup. Dadanya yang digantungi buah pir pasti akan terasa lebih sakit. Lilin yang menjejali liang vaginanya juga masih menyala.
Ternyata kau memang jorok sekali, ya! bentakku.
Ia berusaha melihatku yang berdiri di sampingnya. Ke... kenapa...? tanyanya.
Kenapa... Kenapa... Lubang pantatmu ini memangnya bersih, hah? bentakku. Jari tengah tangan kiriku kutusukkan ke anusnya. Masuk semua... Ternyata memang sudah longgar...
Ia diam saja dan meringis saat lubang anusnya kuaduk-aduk hingga lilin di vaginanya juga ikut bergoyang.
Ada nafas lega ketika jari tanganku keluar dari anusnya. Tapi hanya sebentar karena...
Ini... rasakan sendiri... betapa joroknya lubang pantatmu! aku menjejalkan jariku yang tadi masuk ke anusnya ke mulutnya. Pasti bau kotoran di anusnya tadi menempel di sarung tangan kulit ini.
Vany gelagapan merasakan kotorannya sendiri juga baunya yang menusuk. Bau tahi...
Awas kalau muntah! Akan kupaksa kau makan muntahanmu! Ingat itu! bentakku mengingatkannya.
Vany menahan nafasnya, sementara jariku masih dikulumnya. Ludah sudah menetes dari sudut bibirnya. Jariku terus kugosok-gosokkan di mulutnya. Sekalian membersihkan sarung tangan kulitku yang pasti berbau tahi.
Bagus... Kau bisa membersihkan sendiri kotoranmu... Kau harus sering-sering membersihkannya... Akan kuberi contoh bagaimana cara membersihkannya... aku kembali beranjak mengambil peralatan tahap kedua.
Sebuah alat suntik besar tanpa jarum dengan isi air sabun. (Wah... Jepang sekali...)
Rasakan ini! seruku dan membenamkan ujung alat suntik ke mulut anusnya. Ia mendesah, entah enak atau sakit.
Setengah isi air sabun dalam alat suntik ini kuinjeksikan ke anusnya. Pasti pantatnya terasa penuh. Masih ada setengah lagi...
Lilin yang masih menyala di vaginanya kucabut lalu ku letakkan di punggungnya, tetap menyala.
Sisa air sabun di alat suntik, kuinjeksikan ke liang vaginanya. Vany menggelinjang-gelinjang keenakan menerima cairan itu di uterusnya.
Kedua liangnya yang memang sudah longgar itu, meneteskan kembali air sabun itu. Dari vaginanya yang paling deras karena posisinya memang menurun sedang dari anusnya sudah berhenti. Kain kuning di bawahnya jadi basah.
Sesekali Vany mengaduh karena lelehan lilin panas mengenai kulit punggungnya.
Sudah mengerti, kan... Sekarang pantat dan pepekmu sudah bersih... Begitu cara membersihkannya... Sekarang alat suntikku sudah kosong... aku kembali menjejalkan ujung alat suntik itu di lubang anusnya. Sisa air sabun yang tersisa, kuhisap kembali. Lumayan banyak... Ada sekitar ¼ nya terisi kembali.
Karena iseng, dari vaginanya juga kuhisap kembali. Yang ada malah lendir vaginanya... Nafas Vany juga terengah-engah saat kulakukan itu. Aku jadi ingin melakukannya lagi.
Aku mengosongkan isi alat suntik dengan menyemprotkannya ke sekujur bongkahan pantat montoknya. Lalu kembali kuhisap liang vaginanya dengan alat suntik.
Ada desahan lirih lagi dari Vany merasakan lendir vaginanya tersedot. Lagi kulakukan itu, malah sampai berkali-kali. Tapi liang ini tidak akan pernah kering.
Eh... Tunggu sebentar... Aku mo kencing... seruku menghentikan aksiku. Kancing velcro yang membungkus penisku kubuka menimbulkan suara seperti kertas robek.
Dari sudut mataku, aku melihat Vany memperhatikan bagaimana aku mengeluarkan penisku yang belum menegang penuh itu.
Aku kencing di lantai, tepat di hadapannya. Sedikit saja yang keluar... Kuhentikan.
Apa yang kau lihat! Belum pernah liat orang kencing, ya! bentakku.
Berikutnya aku malah mengarahkan semprotan air kencingku ke mukanya. Kali ini kesemburkan sekuat-kuatnya.
Herannya, si Vany malah membuka mulutnya dan menelan semua air seni hangatku tanpa sungkan-sungkan. Sudah horny sekali dia?
Kencing yang masih banyak ini kembali kutahan dan aku berpindah ke belakang tubuhnya. Vany sedikit kecewa karena ia masih belum puas menikmati air kencingku.
Kembali aku menyemburkan kencingku dan kali ini kuarahkan ke selangkangannya. Lubang pantat dan vaginanya berkedut-kedut menerima curahan air deras itu.
Aaahh... aahhh... uuhhh... desah Vany nikmat sekali. Air kencingku menetes banyak sekali dan terciprat kesekitar gantungan Vany ini.
Enak, kan... Kau mau yang lebih enak lagi?... Lebih besar? Lebih panjang? Lebih kasar?... kataku sambil kembali menyimpan penisku dalam kantungnya.
Aku ke tumpukan tahap tiga. Ini sebagian adalah koleksi milik Putri berupa dildo dan ABK.
Sebuah kantong plastik hitam besar kubawa mendekatinya dan kukeluarkan sebuah kontol karet hitam yang panjangnya 30 sentimeter. Vany meneguk ludah...
Dengan sembarangan, asal masuk, kukuak bibir vaginanya dan penis karet itu kujejalkan hingga tidak bisa masuk lagi. Vany hanya bisa melenguh panjang. Sisa penis karet hitam menjuntai diluar bibir vaginanya.
Sebuah penis karet lainnya kukeluarkan, berwarna merah dan sepanjang 30 sentimeter juga. Penis karet ini kujejalkan di anusnya.
Tubuh Vany bergetar merasakan dua penis karet di kedua liangnya. Karena sudah lengkap begitu, aku mulai dengan aksiku. Kedua penis karet itu kukocokkan bergantian. Saat yang di lubang anus ditarik, yang di vagina didorong. Begitu sebaliknya.
Aaahhhh...aaahhh... aauuuhhh... ssssttt... ooohhh... mmmhhh...aaaahhhh...uuuhhhh... begitu rintihan Vany setiap kali batang penis karet itu bergerak cepat memberikan kenikmatan yang tiada tara di kedua liangnya.
Digantung begini, ia masih berusaha menggelinjangkan tubuhnya, mengencangkan otot-otot tubuhnya, menikmati berbagai sensasi seks di kedua lubangnya yang penuh terisi.
Ruangan apartemen yang belum selesai ini penuh dengan suara-suara erangan dan lenguhan nikmat Vany. Bau cairan vaginanya bercampur dengan bau pesing kencingku tadi.
Aku masih dengan tanpa henti dan lelah mengocokkan kedua penis karet itu di anus dan vagina Vany. Cairan vaginanya mengucur deras tanpa henti dan membekas di kain kuning pengalas lantai.
PLOOFF! Kedua penis karet berwarna hitam dan merah itu kucabut tiba-tiba dari anus dan vaginanya. Vany merengek minta dimasukkan kembali.
Aku mengambil benda lain dari kantong plastik. Sebuah timun dan terong ungu.
Vany kembali meneguk ludahnya melihat aku memegang kedua buah yang besar itu. Kedua buah itu hampir sama diameternya, yaitu 4 sentimeter.
Pertama sekali aku membasahi ujung timun dengan cairan vagina Vany yang masih menggenang di mulut kemaluannya. Ujungnya yang bulat kugesek-gesekkan demi meratakan cairan bening itu sebagai pemulus jalan masuknya.
Lalu kutarik keatas agar bukaan anusnya juga ikut basah karena timun itu akan masuk kesana. Sekujur pantatnya juga ikut basah baik cairan vagina maupun peluh.
Dan.. BLESS... Timun sepanjang 15 senti dan berdiameter 4 senti itu amblas ke anusnya.
Aaaaaaa... keluh Vany merasakan setengah timun itu bercokol di lubang anusnya.
Kuputar-putar buah yang masih segar itu sehingga Vany menggelinjang kesetanan dan suaranya melengking tinggi. Tak masalah. Biar saja ia berteriak sesukanya.
Sekarang giliran terong ungu.
Ujung terong yang bulat juga kupukul-pukulkan ringan ke bukaan vaginanya yang mengembang. Untaian cairan juga melekat di ujungnya memberi pelumas nantinya.
Diperlakukan begitu, mulut vaginanya membuka seakan menyambut terong yang besar itu agar segera masuk. Dagingnya yang lembab berdenyut menanti tak sabar lagi. Berdenyut kencang malah seperti membukakan diri.
Dengan tapak tangan, aku mendorong menjejalkan berputar terong ungu masuk ke liang vagina Vany...
AAUUUuuuugggghhhhhh! lenguhnya antara sakit dan nikmat. Sebagian bibir vaginanya ikut terjepit masuk liangnya sendiri.
Sungguh pemandangan yang sangat fantastis dan mengerikan. Dua benda yang begitu besarnya bisa masuk dan bercokol di dua lubang yang kutahu biasanya sempit. Entah sudah berapa kali Vany melakukan hal begini sendiri dan sudah dengan benda apa saja.
Vany bernafas dengan cepat terlihat dari tarikan buah pir yang digantung di payudaranya. Keringat bercucuran begitu juga cairan vaginanya menetes di kain kuning.
Heh... Sepertinya kau sudah biasa, ya... memasukkan benda-benda besar seperti ini ke dalam pepek dan pantatmu... tanyaku dekat wajahnya dengan menjambak rambutnya.
Ia tidak menjawab karena sibuk bernafas dengan megap-megap.
HOP!
Aku menjejalkan penis karet berwarna hitam yang tadi kupakai ke mulutnya. Biar dia tambah megap tidak bisa bernafas sekalian.
Vany kelimpungan karena mulutnya tersumbat penis karet dan ia hanya bisa bernafas dari hidung. Aku tetap memegangi dildo itu agar tidak dimuntahkannya keluar dari jalan nafasnya.
Tubuhnya yang tergantung telungkup itu bergoyang-goyang. Pantatnya mengacung-acung tinggi untuk merendahkan kepalanya.
Penyiksaan yang sangat disukai para penggemar bondage. Menyiksa jalan nafas untuk menyakiti seluruh tubuh.
Mmmppph... mmmppphhh... gumamnya karena mulutnya dijejali penis karet yang keras ini. FLOH!
Mukanya kembali merah saat aku melepaskan dildo itu dari mulutnya sehingga ia bisa bernafas lega.
Rasain kau! ejekku dan berjalan ke belakangnya. Aku bermaksud bermain dengan timun dan terong di pantat dan vaginanya.
Wah... Pantat dan pepekmu ini ternyata sangat kuat sekali, ya... kagetku. Itu karena saat kutarik sedikit, ternyata bekas katupannya sudah membekas menekan kulit timun dan terong.
Terutama terong yang mempunyai kulit relatif lebih lunak dari timun. Ini pasti terjadi saat aku menyumbat mulutnya hingga ia refleks menekan semua otot tubuhnya dan dalam hal ini otot anus dan vaginanya.
Bagaimana kalau penisku yang dijepitnya di sana...? Pasti akan hebat sekali jadinya.
Vany menundukkan kepalanya berusaha menenangkan diri juga karena malu dan lelah.
Karena kau sudah berani merusak milikku... Kau akan mendapat hukuman lagi... Ini! aku menekankan kembali kedua buah itu sekuat-kuatnya ke dalam liang anus dan vaginanya.
AAAKKKKHHHH!... AAAAKKKKKHHHHH! teriaknya memilukan hati. Tanpa ampun aku mendorong timun dan terong itu dengan sekuat-kuatnya. Sampai tidak bisa masuk lagi. Mungkin sudah mentok sekali.
Timun hanya menyisakan pangkalnya sepajang 3 sentimeter dan terong yang lebih panjang menyisakan 4 sentimeter belum termasuk tangkainya.
Di dalam sana, kedua buah ini pasti saling berdesakan menekan daging dan otot rectumnya. Rasakan itu!
Terpikirku, bagaimana mengeluarkan timun dari pantatnya, kalau terong masih ada pegangan tangkainya. Tetapi timun sulit karena pangkalnya yang bulat dan kulitnya yang licin pasti menyulitkan genggaman. Dibiarkan saja...
Vany masih menangis tersedu-sedu di sana merasakan sakit siksaanku pada pantat dan vaginanya. Kedua lubang itu sudah sangat merah dan bengkak. Isakannya membuat tubuhnya bergetar.
Oooh... keluhnya pendek saat aku membalik lagi posisinya hingga ia berbaring tergantung. Tali di kedua kakinya kembali kuikatkan ke dinding.
Heh... Bagaimana rasanya... Enak, kan? ejekku. Ia hanya memalingkan kepalanya.
Tangkai terong ungu itu kutarik. Keras sekali, pasti rahimnya mengatupkan buah ini.
Bergerak sedikit. Kembali kutarik dengan kuat agar banyak bergerak. Tertarik 10 senti... Terasa seret walaupun banjir begini.
Kembali kumasukkan kembali semampunya tidak terlalu kuat. Karena terlalu besar mungkin.
Vany menyeringai perih saat aku masih dengan perlahan mengeluar-masukkan terong ungu itu di vaginanya yang bengkak.
Bagaimana... Sudah terasa enak...? Apa kau tau... Kontolku juga sebesar ini... Ini masih belum seberapa dibanding dengan kontolku... Kontolku bisa nembak... Pokoknya lebih enaklah... Kau mau? bujukku.
Ia diam saja.
JAWAB! bentakku tiba-tiba. Berbeda sekali dengan pertanyaanku tadi. Vany terkaget sampai otot vaginanya mengatup erat terong hingga tidak bisa bergerak lagi.
Kau jawab pertanyaanku... Atau kau tidak puas dengan ukuran sebesar ini... Aku punya pemukul baseball... Apa kau mau coba, heh?! ancamku. Sebenarnya nggak ada, ding...
Jangan... Jangan... aku tidak mau pemukul baseball... tolaknya dengan tubuh menggigil. Pantas saja kalau dia ketakutan setengah mati seperti itu. Pemukul baseball itu kan keras sekali juga panjang. Apalagi kalau yang terbuat dari besi. (Ada dua bahan, kayu dan metal)
Lalu... apa jawabanmu? Apa kau mau mencoba kontolku atau tidak? Pilihannya adalah kontolku atau pemukul baseball! Pilih salah satu! bentakku lagi.
Kontol... kontol saja... jawabnya cepat.
Nah... begitu, dong... Kau rupanya suka kontol juga, kan... ejekku dan mencabut terong ungu itu dengan sekali tarik saja.
Kulit terong ungu itu sudah semakin berkilat oleh lendir vagina Vany dan pada beberapa bagian ada lecet karena katupan kuat otot vaginanya.
Aku kembali membuka kancing velcro pembungkus penisku. Ia melompat begitu saja setengah ereksi. Kulihat ekspresi liar di wajah Vany melihat penisku sekali lagi. Pertama kali ia melihatnya saat aku mengencingi tubuhnya tadi.
Kau lihat ini, kan... Ini belum tegang... Tunggu sebentar... aku mengocok perlahan penisku agar menegang.
Timun itu biar di pantatmu saja, ya... Susah mengambilnya... kataku meraba-raba pahanya sebagai perangsang diriku sendiri.
Batang penisku mulai memerah tanpa urat-urat vena dan berangsur mencapai ukuran ereksi maksimalnya.
Jari-jari tanganku juga menggelitik klitorisnya. Lalu melesak masuk dan mengorek-ngorek sejenak menunggu penuhnya ereksiku.
Vany mengerang-erang keenakan kupermainkan liang vaginanya. Suaranya mendesis-desis seperti ular yang mencari makan.
Lihat ini... Sudah tegang! Lihat! seruku mengacungkannya di depan liang vaginanya yang menganga.
Ia meneguk ludahnya lagi, mungkin membayangkan kalau sebentar lagi aku akan memasukkan penisku yang sepanjang 20 senti ini ke liangnya yang sudah kujejali terong ungu tadi.
Pertama sekali, aku menyentuhkan ujungnya ke bukaan liangnya yang basah. Lalu kugosok-gosokkan ke segala permukaannya hingga kepala penisku jadi belepotan lendir vaginanya.
Vany menahan nafasnya. Ini pasti penis asli pertama yang pernah menyentuhnya selama hidupnya bermain seks sendiri.
Setelah puas bermain-main di sekitar bagian luar vaginanya, aku menarik rambut-rambut halus di permukaan atas vaginanya sehingga lebih menganga. Pasti perih, karena dengan begitu liangnya lebih jelas terbuka.
Kepala penisku sudah terbenam seluruhnya. Longgar. Lalu mulai menyempit saat kulit batang penisku bergesekan dengan dinding liangnya yang bergerinjal.
Masuk seluruhnya... Terasa hangat dan basah.
Vany memejamkan matanya erat-erat menikmati besar batang penisku yang masuk.
Enak juga rasanya. Apalagi saat Vany berusaha untuk mencengkram erat penisku dengan otot dinding vaginanya. Kuat dan menggigit. Berkat cairan vaginanya aku bisa menarik dan gerinjal dindingnya memberikan sensasi geli yang melambungkan.
Oohhhh... desah Vany saat setengah penisku kutarik. Lalu segera kudorong masuk lagi. Mengulangi kenikmatan itu.
Semuanya kulakukan dengan sangat perlahan agar aku dan Vany dapat merasakan proses nikmat itu berulang-ulang dengan rasa yang sama.
FLOF!
Aku melepas seluruh penisku dari liangnya. Aku menggesek-gesekkan batangnya di bibir luar vagina Vany. Batangku berkilauan karena lendir yang menempel di sekujur permukaan sampai kepalanya yang merah. Aku menunggu reaksinya...
Masukkan... masukkan lagi... mohonnya berbisik dengan suara parau. Sudah kena rupanya.
Ini merupakan bagian dari penyiksaan. Siksaan kenikmatan Saat ia sudah menikmati sekali seks yang kulakukan tadi, aku menghentikannya dan otomatis ia menginginkannya diteruskan lagi. Tapi aku tidak memberikannya.
Penisku yang basah kubersihkan dengan menggosokkannya di pahanya hingga kering dari semua cairan lengket itu. Kemudian kusimpan lagi ke dalam kantong berkancing velcro. Masih menggembung besar karena sebenarnya aku juga masih mau. Tetapi hari masih sore... Masih banyak waktu.
Ia terus memohon agar aku memasukkan penisku lagi dengan suara paraunya. Begini kalau ia sudah sangat terangsang rupanya. Pintu lubang senggamanya juga berdenyut-denyut meminta kembali dimasuki penisku.
Apa... Mau apa! Mau dikentot lagi, hah! bentakku menjawab rengekannya.
SPAK!
Aku menampar vaginanya yang terbuka dengan tapak tanganku.
Oooohhhh... kagetnya.
CUUUUSSSSSHHHHHH!
Semburan kencang kembali terpancar kuat dari liang itu dan mendarat di kain kuning.
Wah... Vany sudah horny sekali, jadi dengan sekali tamparan begitu saja, ia sudah mencapai orgasmenya lagi.
Mukanya merah, lehernya merah, dadanya merah, pusarnya merah, dan vaginanya merah. Kontras sekali dengan kulit putih amoinya.
Mmp... Aku membenamkan mukaku di vagina gemuknya. Mulutku mengulum bibir tebalnya dan hidungku mengais-ais klitorisnya. Mukaku jadi belepotan cairan gurih-asin itu lagi.
Hhhmmm... aku bangkit dan menyeka mukaku dari cairan itu.
Vany memandangi dengan wajah sendu tak puas. Ingin terus dan lagi. Tapi aku yang memegang kuasa disini. Aku mau menyiksa lagi...
Dengan sebuah mancis, yang tadinya kugunakan untuk menyalakan lilin altar, menyala di tanganku.
Aku akan membakar jembutmu! seruku dengan suara yang diseram-seramkan.
Ja... jangan... Jangan dibakar... Sakit... mohonnya menghiba.
Bagaimana kau tau sakit... Pasti kau sudah pernah membakarnya, ya? Kalau begitu tidak apa-apa, kan... aku mendekatkan nyala api mancis ke permukaan vaginanya yang berambut halus.
Vany meronta-ronta ingin mengelakkan api itu. Aku menenangkannya dengan menusukkan jariku dan mengorek liangnya. Vany menggeliat keenakan.
BRUUR... Rambut halus di permukaan vaginanya terbakar seluruhnya. Menimbulkan bau khas bila rambut atau kulit terbakar. Ada beberapa helai yang tidak habis dan malah jadi keriting.
Buru-buru aku mengambil beberapa alat. Krim pencukur dan alat cukurnya. Permukaan vagina yang gemuk itu kuolesi krim pencukur lalu dengan perlahan kucukur dari bawah ke atas.
Semua rambut vaginanya habis licin tercukur...
Nah... Kalau begini, kan terlihat bersih... kataku mematut hasil kerjaku. Kalau begini... kau terlihat cantik... Tapi kau masih terlalu gemuk... Lemakmu terlalu banyak menumpuk... gumamku.
Di sini... aku menggamit lengannya yang gemuk bergelambir. Pinggulnya, perutnya, pantat, paha serta betisnya.
Kalau ini selesai... aku mau lihat... apa kau masih tetap gemuk atau kurusan... Kalau kau masih gemuk juga seperti ini... aku akan kembali lagi... aku akan memotong lemak-lemakmu ini... Ingat itu! Camkan baik-baik! ancamku.
Vany mengangguk-angguk mengerti.
Mudah-mudahan ancamanku ini mengena di hatinya dan ia akan berusaha untuk kurus. Sedikit langsing setidaknya.
Aku akan selalu mengawasi dan mengikuti perkembanganmu tanpa kau tau siapa aku sebenarnya... tambahku.
Bahkan tak akan berguna kalau kau melapor pada polisi... mereka tidak akan percaya padamu karena aku pun punya bukti kalau kau sering melakukan ini sendiri... Kau akan dianggap gila dan terlalu berkhayal yang bukan-bukan... sambungku.
Kita sampai pada tahap keempat... Ini yang paling hebat... karena kau akan diperkosa oleh berbagai mahluk aneh... Tapi kau tak akan melihatnya... karena matamu akan ditutup!
Aku lalu memakaikan sebuah kain hitam sebagai penutup matanya.
Mahluk aneh yang kumaksudkan adalah beberapa core milikku yang berpotensi untuk melakukan seks. Mereka adalah XOXAM, ARIES dan TAURUS dalam bentuk CREATURE FORM-nya.
XOXAM dengan bentuk SUB-HUMAN-nya sekarang. ARIES dan TAURUS dengan bentuk mahluk monster mereka. Kalau dalam bentuk SUB-HUMAN FORM tentu tidak berguna buat Vany. Kalau untukku pasti berguna. (Eh... Iya juga... Aku belum pernah main dengan bentuk manusia ZODIAC CORE ini... Apa rasanya, ya?)
Aku memakai mereka sebagai ganti penggunaan binatang dalam video fantasi bestiality milik Vany.
Suara dengusan nafas ARIES dan TAURUS dalam CREATURE FORM memenuhi ruangan ini. Suara-suara gaduh mereka sudah mirip suara binatang buas. Hanya XOXAM yang tak bersuara.
Vany ketakutan dan menggigil hebat mendengarnya. Untung saja ia tidak bisa melihat. Ini pertama kalinya aku mengeluarkan ARIES dan TAURUS dalam bentuk CREATURE FORM.
Mungkin ia teringat pada serangan menghebohkan iblis ata monster beberapa bulan lalu. Perbuatan anak buah si keparat LUCIFER itu.
Mereka semua dengan patuh menuruti apa yang kuperintahkan. Berdiri mengelilingi Vany.
Giliran pertama yaitu XOXAM.
XOXAM... Kentot dia sepuasmu! perintahku.
Black core itu mengangguk dan memulai aksinya.
Dari selangkangannya yang rata, menyembul batang penisnya. (Ini pertama kalinya aku melihat core pertamaku ini menunjukkan penisnya) Panjang dan besarnya lebih sedikit dari milikku. Tetapi tidak ada buah zakarnya.
Siapa... siapa itu soksam? Siapa dia? tanya Vany mencari jawaban dengan mata tertutup.
XOXAM memegangi pinggul Vany dan mengarahkan ujung penisnya tepat di belahan bibir vaginanya.
Dengan dorongan pasti, seluruh batang penisnya amblas habis.
Oooohhh... Vany sangat menikmati rojokan keras itu di rahimnya.
Dengan mulai perlahan, XOXAM mulai memompakan penisnya keluar masuk vagina Vany dengan pasti. Suara kecipak cairan vaginanya sangat terdengar jelas saat perut XOXAM membentur bibir vagina tebal Vany.
Uuugghhh... Aaahhhh... Ooohh... Oohhhhh... begitu terus keluhnya saat penis besar XOXAM menghajar dalam ke liang rahimnya.
Ada sekitar 15 menit XOXAM terus menerus tanpa henti melakukannya. Walaupun Vany berteriak-teriak minta ampun untuk berhenti atau karena ia habis orgasme, XOXAM tidak memberikan waktu jeda karena tidak ada perintah dariku.
Biasanya core dasarku, black core ini, fungsinya dalam seks adalah untuk memulihkan tenaga pemiliknya dan juga mendekatkan hubungan pemilik dan core sendiri. Tetapi karena aku dan XOXAM sama-sama lelaki, aku tidak bisa melakukannya seperti yang sering dilakukan Putri dengan XOTA dan Dewi dengan XOLA-nya. Juga kembar lima dengan core mereka masing-masing.
Sebagai gantinya aku bisa melakukannya dengan VOXA, white core, core kedua milikku. Itupun belum pernah kulakukan. Tapi menurut cerita saudara-saudaraku, VOXA pernah keluar sendiri untuk berhubungan seks denganku saat aku tidak sadar untuk menyembuhkanku, kemunculan pertamanya.
XOXAM... cukup... Hentikan... perintahku padanya. Segera ia berhenti memompakan penisnya. Ia lalu mencabut penisnya begitu saja tanpa perasaan.
Liang banjir milik Vany masih terbuka dan perlahan menutup. Vany menarik nafas lega panjang-panjang.
Hei... Ini belum selesai... Masih ada monster lain... Jangan senang dulu... sergahku.
ARIES... sekarang giliranmu! Kentot dia sesukamu! perintahku.
Monster bertanduk itu lalu mengeluarkan penis panjangnya dari rimbunan bulu-bulu di selangkangannya. Panjang sekali, ada sekitar 30 sentimeter. Batangnya mengacung tegang.
Kekuatan ARIES adalah kecepatannya, jadi aku sendiri tidak bisa melihat dengan jelas dan pasti bagaimana ia memulainya karena aku hanya melihat tubuh Vany terguncang-gucang karena dipompa ARIES dengan penis panjangnya.
Teriakan-teriakan Vany juga tidak bisa terdengar jelas.
Kasihan sekali, ia bisa mati kalau diperkosa seperti itu.
ARIES... Cukup! perintahku. Padahal baru satu menit.
Serta merta ia berhenti memompakan penisnya.
Posisinya ternyata biasa saja, sama seperti XOXAM tadi. Ia memegangi pinggul Vany dan penis tertancap dalam. Perut Vany agak menggembung karena desakan penis panjang yang memasuki rahimnya. Penis ARIES juga agak tertekuk di pangkalnya.
Saat ia sudah mencabut penisnya, ada limpahan cairan vagina Vany. Banyak sekali seperti keluar dari pipa saja dan menggenang di kain kuning.
Nafas Vany sudah payah sekali, ia bernafas lebih seperti megap karena kekurangan oksigen.
Ayo... bernafaslah sepuasmu... Ini ada yang lebih dahsyat lagi... Kau pasti akan suka yang satu ini... kataku.
Sudah... sudah... Aku mohon hentikan... Aku sudah tidak kuat lagi... Badanku sudah sakit semua... Anuku sudah sangat perih.. sakit... ibanya meminta belas kasihanku.
Enak saja hentikan... Kau pikir ini bisa berakhir seperti itu saja... Aku belum puas, kok! TAURUS... Sekarang bagianmu! Kentot dia! Sampai kau puas! perintahku.
Monster dengan tubuh raksasa setinggi lebih dari 2 meter itu mengeluarkan penisnya yang juga berukuran raksasa. Lebih besar dan panjang dari terong ungu tadi.
Tubuh Vany kaku saat TAURUS memegangi pinggulnya dengan tangannya yang besar. Kepala penisnya menempel dan berusaha menembus liangnya yang kurang besar untuk TAURUS.
Aaaahhhh... Jangan! Jangan! Vany berusah untuk mengelakkan pinggulnya agar benda asing itu tidak memasuki dirinya.
Mendapat perlawanan begitu, TAURUS menggeram dan memaksakan penis sepanjang 40 sentimeter dan diameter 5 sentimeter itu merangsek masuk.
OOOOOOooooouugggggggghhhhhhhhhhhhhhh! teriak pilu Vany menerima penis raksasa itu di liangnya yang secara normal longgar.
Tubuhnya pasti terasa terkoyak-koyak dijejali benda yang sebegitu besarnya. Penyiksaan yang sempurna!
Tanpa ampun, TAURUS menarik penis raksasanya dan dengan enteng memasukkannya lagi. BROF! BROF! Ada suara angin yang berat berhembus saat ZODIAC CORE keduaku ini memompakan penis yang luar biasa besar itu.
Vany tak mampu lagi bersuara. Mungkin ia hanya berharap bisa bernafas untuk tarikan nafas kehidupan terakhirnya.
Gawat! Ia bisa mati!
Ia tidak akan mati... Core didalam dirinya sedang melawan serangan itu... tiba-tiba XOXAM menjawab ketakutanku.
Core di dalam dirinya?... CANCER! gumamku.
FWAAAARRR!
Tubuh raksasa TAURUS sampai terdorong mundur dan penisnya tercabut.
XOXAM, ARIES dan TAURUS menunjukkan sikap siaga, siap bertarung.
Di depan Vany yang tergantung, muncul seorang wanita bersenjatakan penjepit tajam di kedua tangannya. Bisa kupastikan kalau ini adalah SUB-HUMAN FORM CANCER.
Cancer
Tapi kenapa ia keluar sendiri tanpa kupanggil.
Ia sedang melindungi pemiliknya... gadis itu.. kata XOXAM.
Hmm... begitu rupanya... Baiklah... Aku sudah mengerti. Kalian semua... Kembalilah! perintahku. Aku menyimpan ketiga core milikku kembali.
Dan untuk kau... Kau akan menjadi milikku! seruku pada SUB-HUMAN FORM CANCER.
Mengenang kembali kala kami berdua saja di dalam kamarku yang kecil. Berdua saja dengan Carrie...
KREEKK!
Baju kulit hitam ini robek di sana-sini karena mengembangnya ototku. Penambahan massa tubuh dari bentuk CHARM-ku.
Topengku terlepas. Bahuku terbuka, juga perut dan paha. Jadi aku hanya memakai baju kulit minim yang masih membalut sedikit bagian tubuhku.
Ini semua adalah percobaanku... Apakah SUB-HUMAN FORM ZODIAC CORE CANCER yang notabene adalah wanita ini bisa terpengaruh pesona CHARM-ku.
Sepertinya berhasil karena CANCER tidak lagi menunjukkan sikap siap tempur. Bahkan ia menarik penjepit tajamnya dan berdiri santai dan rileks.
Vany yang masih menggantung pingsan di belakangnya tetap terkulai tak berdaya.
CANCER mendekatiku dengan langkah yang gemulai, langkah wanita yang sedang birahi. Pengaruh CHARM.
Bagus! Ternyata aku bisa juga menaklukkan bahkan core wanita. Asal ia lawan jenisku, akan terpengaruh. Sepanjang ini belum ada yang gagal dari pengaruh pesona CHARM.
CANCER mengalungkan tangannya di leherku hingga dadanya yang besar menekan dadaku. Ia juga menekankan pinggangnya pada gembungan kantung velcro tempat persembunyian batang kemaluanku. Terasa bentuknya...
Aku berusaha membukakan helm penutup kepalanya. Ia membiarkan saja aku melakukannya bahkan membantu dengan agak mendongakkan kepalanya.
Dengan mudah aku melepaskan helm itu. Wajahnya lumayan cantik dan bibir tebal seksinya. Matanya yang membedakannya dengan manusia biasa, seperti mata core pada umumnya dan mata bentuk VIOLENCE kami, tanpa kornea.
Heeehhhmmmpp... geramnya dan menekankan bibirnya padaku. Kusambut...
Aku dan core itu berciuman bibir. Saling pagut dan hisap. Tangannya mengusap-usap punggungku. Selangkangannya juga menekan gembungan selangkanganku.
Kedua bongkah pantatnya kuremas-remas dan ia membalas meremas rambutku. Lalu berpindah meremas kedua dadanya. Besar sekali hingga tangan CHARM-ku saja tidak bisa penuh menggenggamnya.
Ia lebih agresif dengan merogoh kantung velcro, tempat persembunyian penisku.
Sebentar saja ia sudah menggenggam batangku yang sudah menegang maksimal.
Celana panjang ketatnya sudah melorot dari tadi. Tapi aku tidak menemukan pakaian dalamnya. (Mungkin ia tidak pernah pakai CD, ya?)
Ia langsung saja mengangkat sebelah kakinya dan mengarahkan penisku ke vaginanya.
Dengan posisi begini, aku tidak bisa melihat bagian bawah yang indah itu. Hanya kepala penisku terasa menyentuh daging empuk lalu basah berlubang hangat.
Dan kenikmatan yang tiada tara menyusul setelah itu. Batang penis CHARM-ku masuk sepenuhnya.
SUB-HUMAN CANCER mengaitkan kakinya ke pantatku lalu aku mulai memompakan pantatku. Perlahan saja.
Aaaahhhh... Ooooohhh... CANCER melenguh tiap gerakan yang kubuat. Punggungnya melengkung.
Dengan punggung melengkung begitu, kusisihkan penutup dadanya. Sebelah kuhisap putingnya dan sebelah lagi kuremas.
Aku tidak bosan-bosannya menghisap dada core yang besar ini sementara penisku juga terus kugenjotkan ke liangnya pendek-pendek.
Lalu kudorong tubuhnya tanpa melepaskan penis atau dadanya, berbaring di lantai. Kedua kakinya kupegang lalu terus digenjot tanpa henti lagi.
Kala aku tidak perlu lagi memegangi kedua kakinya, aku kembali meremasi kedua payudaranya dengan gemas. Bergantian juga kuhisap dan jilat putingnya. Kadang juga kugigit. Kedua kakinya kini di bahuku.
Saat bercinta dengan core begini, saat aku dalam keadaan CHARM, aku bisa mengimbangi energi core istimewa ini.
Apa jadinya kalau aku dalam bentuk manusia biasa? Apa aku bisa mengimbanginya, ya? Nanti akan kucoba...
SUB-HUMAN FORM CANCER bersemangat sekali menerima setiap rojokan penisku. Ia menyambut tiap goyangan dengan remasan kuat di liangnya.
Ia lalu mendorongku hingga gantian aku yang berbaring. Ia kini menduduki penisku yang masih terbenam dalam di liangnya.
Lalu dengan penuh energi ia mengocokkan penisku dengan menaik-turunkan badannya.
Dadanya berguncang-guncang hingga aku kembali tergoda untuk meremasinya.
Dengan hentakan kuat ia menekankan selangkangannya padaku agar semua batang penisku dapat memenuhi liangnya yang menggila. Kadang ia memutar-mutar pinggulnya... Enak sekali.
Kami berdua terus begitu hingga malam semakin larut. Terus memacu nafsu. Sama-sama bersemangat untuk mendapatkan kenikmatan tertinggi. Seakan haus akan seks yang terhebat.
Tiap sudut ruangan apartemen kosong ini sudah menjadi tempat kami bergumul.
Berbagai cara dan gaya yang kuingat sudah kulakukan juga berbagai variasi. Sepertinya kami tidak puas-puas juga. Yang ada hanyalah pencapaian kenikmatan yang tiada henti.
Sekilas aku melihat HP-ku yang sedang dalam keadaan screen saver berbentuk jam... 23.38 WIB!
Sialan... Aku sampai lupa waktu. Tinggal beberapa menit saja kesempatanku mengambil ZODIAC CORE ini.
Aku kembali ke posisi paling konvensional; gaya missonary. Aku menindih CANCER, kakinya mengangkang. Dengan dorongan pendek-pendek...
Aku berkonsentrasi untuk melakukan langkah akhir, TRIGGENCE!
Mengingat masa bersama Carrie saat ia menyemangati aku saat latihan band dengan teman-temanku...
Kutekankan perutku sekuat-kuatnya ke selangkangan SUB-HUMAN FORM CANCER hingga bibir vaginanya gepeng!
CRRRRRROOOOOOOOOOOOOTTTTTTTTTTT!
Oooohhh... hhooohhhhh... keluhku.
Sperma TRIGGENCE yang banyak itu menyembur kencang dan memenuhi liang vagina CANCER.
Saat aku masih menikmati sensasi rasa nikmat itu...
Tubuh core itu mengabur. Aku bahkan bisa melihat penisku yang masih berada di dalam vaginanya yang menjadi transparan.
Juga sperma...ku... Cairan kental itu bergerak menyebar keseluruh penjuru tubuh CANCER.
Buru-buru aku mencabut penis CHARM-ku dan menyaksikan kejadian berikutnya.
Sperma itu menyelimuti tubuh CANCER yang bergelung memeluk kakinya.
Hilang!
Dari Vany, tepatnya dari liang vaginanya, melesat seberkas sinar terang yang terbang berputar-putar. Lalu berhenti di depanku.
Terasa hangat dan kuat INITIATE FORM CANCER ini. Berbentuk seperti capit kepiting berwarna ungu dengan simbol CANCER di dalamnya.
ZODIAC CORE keempat milikku! Sudah kudapatkan.
Bentuk SUB-HUMAN FORM CANCER yang sudah kugauli tadi kembali terlihat di pikiranku lalu CREATURE FORM yang seperti kepiting bercapit tunggal di punggung berukuran besar.
Pengalaman menjadi pemerkosa brutal... Sebenarnya tidak memperkosa karena sebenarnya si Vany inipun suka dibeginikan. Katakanlah berpura-pura menjadi pemerkosa brutal.
Sudah jam 12.12. Vany masih tergantung pingsan..
Aku harus membangunkannya lalu membebaskannya.
Sebelumnya aku harus memakai topengku kembali. Aku tidak mau jadi dikenalinya. Walau baju kulit ini sudah koyak-koyak karena bentuk CHARM tadi, tapi kegelapan malam cukup menyamarkanku dan kini aku sudah kembali ke bentuk normalku.
SPAK!
Bangun! teriakku. Aku mencambuk pahanya agar ia sadar dari pingsannya.
Ia terkaget bangun dan menyadari kalau ia sudah tidak terikat lagi. Ia beringsut menuju sudut ruangan dan menutupi tubuhnya dengan kain alas kuning itu.
Kau sudah kulepaskan... Ingat! Aku akan selalu mengawasimu... Kalau kau masih gemuk seperti ini... aku akan menyiksamu yang lebih keras lagi... Ingat itu! bentakku.
Ia mengangguk-angguk mengerti terus meringkuk di sudut ruangan dengan kain penutup kuning.
Aku pergi berlalu begitu saja...
Kalau ia mau mencari pakaiannya... ada di ruangan sebelah. Aku meletakkan semua barang-barangnya beserta tas miliknya begitu saja di lantai. Kalau ia mau mencari pasti ketemu.
Mobilnya ada kuparkir di bawah.