Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 69
(my mom's first love)
------------------------------

haruko10.jpg

“Haruko…”
“Yes?”

BUK!

“Ah… Itta….”

Yuuya mendadak megangin hidungnya. Aku melongo. Tinjuku secara otomatis meluncur ke hidung Yuuya pas tadi bibirnya mau mendarat di bibirku. Dan aku masih melongo, ngeliat cowok ini mengaduh kesakitan akibat bogem mentah punyanya Haruko Aya Rahmania.

4bc9c010.jpg

Dia megangin hidungnya sambil menengadah, mungkin dia takut mimisan, jadinya dia nengok ke atas. Sementara aku masih melongo. aku gak nyangka dia bakal berusaha nyium aku, dan aku gak nyangka kalau tinjuku menghentikan niatnya untuk mencium bibirku.

Kami berdua diam. Mukanya Yuuya merah, di tengah udara dingin ini. Bukan, bukan karena tanganku yang nonjok idungnya secara otomatis. Tapi dia pasti merah karena malu. Karena mukaku juga rasanya panas. Malu banget, sial. First kiss ku hampir dicolong sama cowok yang aku baru kenal disini.

Aku nelen ludah, sambil ngeliat Yuuya yang malu-malu natap aku sambil megangin idungnya.

“Ah, Emm…. Gue… Eh, I’m Sorry…. I was…” aku minta maaf karena udah nonjok Yuuya.
“Ah… No.. Ano… Ah… A.. I’m sorry… I don’t know what I was thinking….” Dia tampak malu banget, karena udah berusaha nyium aku.

Mungkin dia ngebaca sinyal-sinyal yang salah dari aku. Aku yang berusaha bersahabat sama dia, dia sangkain suka juga sama dia. Eh. Dia suka sama aku? Ya iya lah bego. Kalo gak suka ngapain ngajak jalan bedua. ****** amat sih kamu, Haruko. Dan aku kayaknya terlalu gampang bilang iya, sehingga dia membaca gerakan dan sinyal yang salah dari aku.

Jadi, kita berdua sama-sama tengsin abis sekarang. Duduk berdua di balik tembok toko, gak keliatan sama siapa-siapa. Aku habis nonjok dia. Dia lagi malu. Sakitnya gak seberapa pasti. Tapi malunya, pasti auzubilah banget. Dan dia pasti sedang berusaha untuk biasa-biasa aja, dan berusaha untuk ngebayar kesalahannya.

“Sorry… Haruko… I was… I… Ah…. Sorry…” Yuuya mendadak duduk bersimpuh dan dia nunduk-nunduk ke aku. “I thought… I thought… No… I am wrong… Sorry Haruko…”

“No.. No…. You was reading the wrong signal from me…. I’m the one who should say I’m sorry… Because I punch you…”

Duh, ngomong apa gue. Ngomong apa itu you was reading the wrong signal from me. Udah mana pasti salah grammarnya, kenapa aku mesti ngomong gitu juga ke dia.

“Get up… I’m sorry, Yuuya” Aku berdiri dan berusaha agar Yuuya berhenti membungkuk – bungkuk gitu terus ke aku, kayak Samurai yang berbuat salah sama tuannya.

“No, I’m sorry”

“Come on, get up…..” aku mulai panik, karena cowok ini gak bangun-bangun dari pose minta maafnya. Kalo diliat orang pasti disangkain couple berantem. Dan aku gak mau kita berdua diliat kayak gitu. Udah mana jaket jeansnya warnanya mirip, udah mana aku disini keliatan kayak anak Jepang banget, udah mana kita jalan-jalan seharian dan having fun bareng, udah mana dia berusaha nyium aku, udah mana aku tonjok dia. Duh, hari ini apa-apaan sih.

“Eh?” handphoneku bergetar lagi. Aku ngeliat nomernya secara otomatis. Okasan. Dengan panik aku langsung ngangkat telponnya.

“Halo” aku nyapa Okasan di telpon.
“Haruko… Ada di mana?”
“Anu.. Aku ada di……. Em… Koenji?” aku sendiri udah lupa nama tempatnya, mudah-mudahan gak salah sebut.

“Kapan pulang Haruko? Di Koenji sedang apa? Jangan pulang kemalaman”
“Nah itu… Aku abis… Nonton musik disini? Anu terus…… Aku…..”
“Pulang jam berapa? Mau makan malam sama temannya atau di rumah Mama?” tanya Okasan lagi.

“Nnn… Itu… Ya, pokoknya apa… Gimana…”
“Kenapa, Haruko?”
“Engg… Iya, bentar lagi aku pulang, tungguin ya Ma….”
“Makan di jalan atau makan di sini?” tanya Okasan lagi. “Kyotaro ada di rumah, kan belum bertemu kamu sama dia”

“Engg.. Iya, makan di rumah Mama aja….”
“Oke, ditunggu ya, Haruko.. Hati-hati di Jalan. Kalau bingung pulangnya, naik taksi saja, nanti telpon Mama, Mama yang bilang arahnya kemana ke supirnya”

“I… Iya”
“Oke, sampai ketemu ya, Bye”
“Bye Ma…”

Glek. Iya, aku harus pulang.

“Eh, Yuuya, get up…. I… Have to go home right now?” aku masih awkward sama posisi dia yang masih membungkuk kayak gitu.

“I will take you to Mitaka… I’m sorry” dia masih nunduk.

“Engg.. Oke… But get up first, please?”

------------------------------

Aku dan Yuuya jalan di jalan yang menuju ke rumahnya Okasan dan Ojisan. Jalan kami berdua kaku. Kami diam sepanjang jalan. Tanganku masuk ke saku. Entah kenapa aku bego banget. Dari pertama mau aja ditarik-tarik tangannya sama dia. Apalagi pas tadi, pas kita berdua lari dari orang marah gak jelas itu, kita keliatan kayak lari gandengan.

Mana kita photo box bareng. Dan lain-lainnya. Itu semua bikin dia jadi salah baca sinyalku. Aku padahal cuman berusaha akrab aja sama dia. Aku gak mikir macem-macem. Dengan tololnya aku malah nganggap dia kayak semacam Jonathan yang kalo ketemu akrab dan cenderung deket, tanpa ada perasaan apa-apa.

Tapi dia malah kayaknya kesengsem sama aku. Beberapa kali tadi di kereta dan bis mata kita ketemu dan kita berdua langsung buang muka. Kita berdua sama-sama malu.

800-mi10.jpg

“Emm.. This is my mom’s house….” bisikku pelan dengan suara super malu-malu.
“Oke..” jawabnya dengan malu-malu juga.
“Oke, bye, Yuuya… Take care”
“Okay”

Aku narik napas panjang. Yuuya diem. Aku lantas buka gerbang rumah Okasan, dan mulai melangkah masuk dengan berat.

“Ano… Haruko?” mendadak Yuuya manggil aku.
“Yes?”
“Can we….. Still be friend?” dia nanya dengan muka gak enak. Setengah nyengir, setengah cemberut, dan sepenuhnya awkward.

“Emm… Yes..”

“Once again… Sorry, sorry so much” Yuuya langsung membungkuk di depanku.
“Okay.. I’m sorry too….” balasku sambil nelen ludah. Dan gak pake lama, dengan gerakan super lambat macam siput, aku nutup intu gerbang, dan merayap dengan bodohnya ke dalam rumah. Pas aku buka pintunya dan badanku udah setengah masuk rumah, aku melambai ke arah Yuuya. “Bye”

Dan aku ngeliat Yuuya yang masih membungkuk ke arah rumah. Well… Gimana ya? Ah udah.. aku masuk rumah aja hiks.

Maaf ya Yuuya, nanti kapan-kapan kita perbaikin hal-hal yang gak enak tadi. Sorry udah ngasih mixed signals. Sekali lagi, aku minta maaf.

==================
==================


ad10.jpg

“Tadaima…”
“Okaeri… Kyoko…” sang kakak, Kyoushiro Kaede, sedang merokok di ruang makan. Dia tampak kelelahan. Kyoko pun tampak kelelahan, tapi air mukanya terlihat sangat cerah.

Dia baru saja pulang dari les bahasa Perancis. Ya, Kyoko les bahasa asing, untuk mempersiapkan dirinya. Entah bersiap untuk apa. Tapi dia ingin mempersiapkan diri, ketika Hiroshi pulang beberapa bulan lagi, dia ingin sudah bisa sedikit bahasa Perancis. Katakanlah, jika nanti Hiroshi mengajaknya menikah lagi dan membawanya ke Perancis, dia sudah punya modal.

“Okasan di café ya?”
“Iya” jawab sang kakak, sambil membaca koran kemarin, dengan asap mengepul dari mulutnya.
“Nii-San keliatannya kelelahan”

“Iya, aku habis pulang, habis latihan….. Senewen, karena lagu-lagu yang sedang kupelajari untuk manggung nanti sulit sekali” keluh sang kakak.

“Haha, salah sendiri kenapa memilih menjadi musisi jazz” ledek Kyoko.
“Sial….”

Kyoko mengambil gelas dan dia mengisinya dengan air putih. Dia lantas duduk, menarik nafas.

“Sebentar lagi shiftku mulai… Haha….”
“Capek ya, mengurus café keluarga kita?” tanya sang Kakak.
“Iya, tapi aku senang melakukannya. Dari kecil kan aku ingin bantu Otosan dan Okasan….”

“Aku jadi ingat betapa bingungnya Okasan waktu kamu mau masuk ke Senmon Gakkou…. Dipikirnya, kenapa anak yang masuk rangking terus-terusan ini tidak kuliah di tempat yang bagus saja, malah ingin jadi tukang kopi” tawa sang Kakak.

“Yah, aku tidak bisa dipisahkan dari tempat sebelah” balas Kyoko, merujuk ke café keluarganya.
“Sampai-sampai diajak ke Perancis tidak mau”
“Kan…”
“Iya, mikirnya telat, baru sekarang les bahasanya… Coba dari dulu, mungkin bisa ikut dia tanpa berpikir panjang”

“Mana bisa belajar Perancis dalam waktu tiga bulan”
“Setidaknya kamu harus merencanakan masa depan berdua dengan pacar kamu, biar tahu mau dibawa kemana hidupnya… Biar kalau ada rencana-rencana besar, kalian tidak panik seperti kemarin waktu dia diterima course di Perancis sana” Sang kakak membakar sebatang rokok lagi.

“Ah, terserah aku dong… Kan yang penting sekarang aku sudah les” Kyoko menjulurkan lidahnya.
“Lalu hasilnya mana kalau kamu sudah les?”

“Nanti saja mengobrol bahasa Perancisnya dengan Hiroshi”
“Tidak mau denganku? Aku juga bisa bahasa Perancis…. Croissant, café… Ano.. Apalagi ya?”
“Bicara apa sih… Aku siap-siap dulu, Lawakan Nii-San tidak lucu”

“Sana, bantu Okasan….” sang Kakak hanya tertawa sambil menghisap rokoknya dan kembali fokus ke bacaannya yang menarik itu, koran edisi kemarin.

“Nii-San bantu juga dong”
“Aku kan habis latihan, besok aku akan bantu”
“Ah, bicara terus…. Ya sudah, sampai makan malam”

“Sampai makan malam”
“Huh”

------------------------------

untitl10.jpg

Malam itu, Kyoko sudah mandi, sudah bersih, sudah mengenakan baju tidur, dan siap untuk berguling-guling sebelum tidur di atas kasur kamarnya. Sekarang dia sedang membuka email baru dari Hiroshi di laptopnya. Laptop yang ia beli, secondhand di Akihabara, yang selama ini selalu dia gunakan untuk berkomunikasi dengan Hiroshi.

Dia membuka dan membacanya dengan seksama. Dia melihat foto Hiroshi berpakaian chef, di dalam dapur yang terlihat modern dan keren. Dia kagum pada foto masakan yang baru saja Hiroshi buat, dan dia emailkan fotonya ke Kyoko.

Perlahan, dia membaca semua kalimat yang Hiroshi tuliskan.

“Kyoko, sudah hampir setengah tahun aku disini, dan rasanya makin lama makin kangen dengan kamu. Kalau aku tidak mempelajari masak memasak disini, aku pasti akan stress, karena rasanya setiap hari pasti ingin membongkar tabungan dan membeli tiket untuk terbang ke Jepang.

Aku harap, Ibu dan Kakakmu baik-baik saja dan sehat selalu. Tolong kabari apapun tentang mereka, karena biasanya, kalau aku ke rumahmu, aku selalu melihat mereka dan sikap hangat mereka yang selalu kurindukan.

Mitsugi dan Taniguchi juga, sebenarnya aku kangen pada mereka. Aku kangen pada mereka yang selalu ribut berdua. Aku kangen gaya Mitsugi yang sok dewasa, dan cerewetnya Taniguchi. Aku juga ingin tahu kabar mereka dengan pasangan mereka masing-masing. Dan kalau bisa, aku ingin dikirimi manga karyanya Kamiya-San, walau sepertinya aku tidak cocok membaca manga untuk perempuan.

Oh iya, minggu depan aku akan ke ladang zaitun. Kami akan mengatakan testing olive oil. Percaya tak percaya, yang namanya olive oil pun disini ada cara mengetesnya sendiri. Mirip-mirip dengan wine tasting. Kita sudah tahu memang banyak jenis olive oil dan kegunaannya masing-masing, ini kali pertamaku ke ladangnya. Sepertinya akan menarik.

Dan satu lagi. Aku sudah muak dengan keju. Disini yang namanya keju berlimpah dan macamnya banyak sekali. Saking bosannya dengan keju, aku tidak pernah memakan keju lagi kalau ada acara wine tasting atau sebagainya. Biarlah wine itu pahit, ya pahit saja, tidak usah diimbangi oleh asinnya keju yang membosankan itu.

Oh iya, Mi-Chan sebentar lagi lulus kuliah dan dia berencana untuk bekerja di Tokyo, karena pacarnya akan pindah kerja ke Tokyo. Sepertinya mereka akan menikah dalam waktu dekat. Mudah-mudahan mereka menikah ketika aku ada di Jepang.

Dan aku tidak tahu harus menulis apa lagi. Intinya, aku ingin meracau, menceritakan apapun yang ada di dalam kepalaku kepadamu, Kyoko.

Sudah dulu ya, aku bingung soalnya, kata-kata seperti habis di tanganku, tapi sejujurnya, aku tidak ingin berhenti untuk menulis email ini.

Salam.
Tanabe Hiroshi”

Kyoko tertawa setelah membaca email yang terlihat acak kadut seperti itu. Terasa sekali, di susunan katanya yang amburadul dan tidak jelas, bahwa Hiroshi mengetiknya dengan penuh emosi. Ada perasaan tak tertahankan yang menyebabkan hatinya gundah. Dan karena dia gundah, maka kata-kata dan kalimatnya dalam email amburadul dan tak jelas intinya.

Terlihat sekali, kalau Hiroshi Tanabe benar-benar kangen dan rindu pada Kyoko Kaede.

Sambil tersenyum, Kyoko menekan tombol untuk membalas email itu. Dia ingin sekali bicara banyak juga, tapi dia memiliki rahasia. Soal les bahasa Perancisnya, dia memang merahasiakannya dari Hiroshi. Dia ingin ketika nanti Hiroshi pulang, Hiroshi akan kaget karena Kyoko sudah bisa sedikit-sedikit bahasa Perancis. Lagipula, Kyoko sepertinya akan ikut, kemana saja Hiroshi mengajaknya.

Nasihat dari Marie dan Ibunya benar-benar membuatnya sadar. Kalau orang yang saling mencintai tidak bisa hidup jauh-jauh. Beda kota saja sudah stress, apalagi beda negara. Oleh karena itu, jika Hiroshi mengajak Kyoko lagi untuk pergi kemanapun, dia akan mengiyakan. Dan dia sebenarnya berdoa dalam hati agar sang kakak, Kyoushiro Kaede, mengurangi intensitas manggungnya agar sang ibu dapat terbantu di dapur café, andaikata suatu hari Kyoko meninggalkan Mitaka.

Dan dalam tarikan nafas yang terdengar bahagia, Kyoko pun mulai mengetik email balasan.

“Hai Hiroshi,

Aku juga sangat rindu kepadamu. Foto-fotomu disana memang sangat menghibur, tapi pasti lebih menyenangkan lagi kalau aku bisa bertemu denganmu langsung, sekarang juga, haha.

Okasan dan Nii-San baik-baik saja, mereka juga rindu kepadamu. Mereka kadang suka meledekku, kalau Hiroshi akan jatuh cinta pada perempuan Perancis yang cantik-cantik itu, dan meninggalkanku. Tapi sepertinay itu tidak mungkin, ya kan?

Marie dan Kana baik-baik saja. Iya, nanti akan aku carikan manganya Kamiya-San untuk kukirimkan kepadamu. Tapi tentu lebih baik lagi kalau kamu pulang sekarang dan membelinya langsung. Hahaha, maaf, aku bercanda dan asal bicara, saking kangennya kepada kamu.

Kana dan Abe Sensei sepertinya makin dekat. Kana menceritakan kalau Abe Sensei mengajaknya untuk bertemu keluarganya, makan malam bersama dan lain sebagainya. Dan dia menceritakan kepadaku, betapa baik dan lembutnya kedua orang tua Abe Sensei padanya. Ini pasti pertanda baik. Apalagi Aoi katanya suka bermain dengan Kana.

Haha, kok bisa bosan dengan Keju? Aku jadi penasaran seperti apa Keju-keju yang kamu ceritakan itu.

Oh iya, ada hal yang menarik kemarin. Aku menemukan kucing kecil, sepertinya baru lahir. Dia tampak linglung. Pola bulunya bagus dan aku jadi gemas padanya. Aku menemukan kucing itu di halte dekat rumahku. Karena dia tampaknya sendirian, aku bawa dia pulang ke rumah, dan kuberi makanan seadanya. Setelah tinggal semalam di rumah, aku membawanya keluar kembali, berharap dia bisa hidup mandiri di luar rumah. Ternyata dia tidak mau pergi.

Okasan jadi kasihan padanya dan akhirnya, kucing itu kami putuskan untuk pelihara. Kuberi nama Kodama, sepertinya nama yang cocok dengan dirinya. Nanti kalau kamu pulang ke Jepang, jangan lupa juga bawa oleh-oleh untuk Kodama ya?

Salam sayang,

Kyoko.”

Kyoko menarik nafasnya, menutup laptopnya dan dia beringsut menuju kasur. Dia lantas menutup mata, dan membayangkan Hiroshi.

Ya, Long Distance Relationship memang menyakitkan. Tapi, jika kita tetap saling sayang, maka penantian yang terasa lama itu, lama-lama akan berubah menjadi harapan.

Dan sekarang, Kyoko sepertinya sudah siap untuk menjadi bagian dari hidup Hiroshi sepenuhnya. Ketika Hiroshi pulang nanti, Kyoko akan membiarkan Hiroshi membawanya pergi kemanapun. Karena dia akan jadi istri yang berbakti pada suaminya.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
CAST PART 69

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Yuuya (18) teman sekolahnya Sayaka Kamiya, anak dari Marie Taniguchi

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (23)
- Kyoushiro Kaede (27) kakaknya Kyoko

Glossary :

Tadaima : Aku Pulang
Okaeri : Selamat Pulang
Itai / Itta : Sakit
Okasan : Ibu
Ojisan : Paman / Om
Onisan / Nii-San : Kakak Laki-laki
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Yah gak jadi first kiss, sepertinya haruko udah kena pelet rendra, wkkwkkwkk. Bercanda
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd