Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 70
(my mom's first love)
------------------------------

haruko10.jpg

Ketiduran.

Iya, aku ketiduran. Tapi untungnya hari ini aku emang gak ada agenda apa-apa. Aku celingukan di kamar ini. Kamar ini dulunya kamarnya Okasan waktu muda. Kamarnya lucu, imut, dengan segala macam kesederhanaan khas Kyoko Kaede yang dipertahanin sama Kyou Ji-San setelah dia Okasan pergi ke Indonesia.

untitl10.jpg

Aku ngeregangin badan. Aku liat jam tanganku yang tergeletak di meja kecil di deket bed. Ah, masih jam 11 pagi. Belom laper, pula. Tadi udah sarapan soalnya, makan masakan Okasan yang luar biasa enak banget itu. Sekarang, Papa dan Okasan kayaknya lagi jalan-jalan berdua cari oleh-oleh buat orang-orang di Jakarta. Sementara aku bilang mau di rumah aja, istirahat.

Karena emang capek banget kemaren. Aku habis ngedate sama Yuuya yang berakhir dengan satu tonjokan di hidungnya. dan itu gara-gara dua-duanya salah. Aku kayaknya terlalu ngasih harapan sama dia, dan dia juga terlalu berharap sama aku. Jadi deh dia mau nyium. Jadi deh aku tonjok.

Dan sekarang aku haus. Jadi aku turun ke bawah aja, ngambil air di dapur. Atau ada minuman lucu yang seger di kulkas gak ya? Atau ke minimarket? Gapapa sok jadi anak Jepang lagi kali ya? Ah, yang penting ke bawah dulu deh.

Aku bangkit, dan ngeganti celana pendekku dengan celana jeans. Aku juga pake T-Shirt yang berkerah V-Neck dan tangannya pendek banget ini. Kalo aku mau keluar rumah, mesti ditambah sweater sama coat yang tebel karena ini musim dingin.

Setelah ganti celana, aku buka pintu kamar dan turun ke bawah. Aku ngeliat ke arah kamarnya Kyou Ji-San. Dulu sebelum Okasan pindah ke Jakarta, dia tidur di kamar utama, tapi setelah Okasan pindah, dia balik ke lantai atas lagi dan kamar utama dia jadiin recording studio rumahan, dimana Papa dan Okasan tidur disana. Mereka tidur pake futon berdua, dan Papa emang seneng tidur disitu katanya. Maklumin lah ya, musisi.

Aku udah sampe ke lantai bawah, dan ngeliat Pamanku, Kyoushiro Kaede, lagi menghisap rokok elektroniknya di ruangan tengah. Di ruangan itu ada TV layar lebar dan ada rak-rak yang isinya buku-buku dan banyak album fotonya juga.

“Konnichiwa, Kyou Ji-San”
“Ah, Konnichiwa, Haruko-Chan” dia senyum pas ngeliat aku muncul. Kerut-kerut di wajahnya menandakan kalau umurnya udah masuk usia 50an, tapi anaknya dia masih SD. Baru mau masuk SMP tahun ajaran depan. Kyotaro namanya. Semalem dia ada disini dan kita makan malam bareng.

“Where’s Kyotaro?” tanyaku bingung, karena anak itu kok gak ada lagi. Tadi pagi dia masih ada, sarapan bareng.

“With his mom” senyum Kyou Ji-San dan aku cuma ngangguk-ngangguk aja. Aku duduk di sofa, di seberang dia, dan bingung mau ngapain. Jadi males ngambil minum gini, karena aku udah terlanjur duduk di sofa. Mau ngapain coba sekarang, haha. Mana handphoneku ketinggalan di atas.

Terus aku celingukan, haha. Kyou Ji-San kayaknya lagi santai. Dia pasti habis ngobrol café, dan ngebiarin café dijalanin sama dua orang pegawainya. Mereka masih muda-muda. Diliat dari umurnya sih kayak anak kuliahan gitu kali ya.

Eh, apa itu? Aku bangkit dari sofa dan mendekat ke sebuah rak buku. Di depan tumpukan album foto, ada beberapa foto yang dibingkai bagus disana.

Ada foto Okasan, waktu masih muda, bertiga sama Kana Ba-San dan Marie Ba-San. Ada juga foto nikahan Papa dan Okasan di Jakarta. Cantik banget sumpah Okasan. Gaunnya bener-bener cantik dan dia keliatan serasi banget sama Papa.

Dan ada juga foto aku, Papa dan Okasan. Aku masih bocah banget. Masih balita. Papa dan Okasan pakai kimono tradisional Jepang yang untuk kawinan. Iya, mereka sempet nikah ala Jepang waktu umurku lima tahun. Lucu banget.

“If you want to see your mom photo… Just pick one of the album…. You will see her younger photo” tawa Kyou Ji-San dengan bahasa Inggrisnya yang acak acakan itu.
“Ah.. Oke” jawabku sambil senyum.

Mm… Coba mana, kita tarik satu photo album. Ada tahunnya disana. Semua diatur per lima tahun. Entah siapa yang ngatur. Mungkin almarhum nenekku kali ya, soalnya kuperhatiin, gak ada yang diatas tahun 2012. Nenekku, Miyoshi Kaede, meninggal karena jantung pada tahun segitu. Coba kulihat, Okasan lahir tahun 1985, jadi pas dia seumurku itu, pas taun 2001.

Nah, ini aja dulu, liat Okasan ABG, aku ngambil album yang judulnya tahun 2001 – 2005. Aku tarik albumnya dan aku bawa ke sofa, aku buka pelan-pelan. Sementara pamanku, Kyou Ji-San lagi asik baca handphonenya sambil ngisep rokok elektrik.

Oke. Kita liat satu satu.

Aku ngebuka halaman pertama dan langsung ketawa. Okasan culun banget. Dan baru kali ini aku liat dia rambutnya panjang. Gak cocok banget sumpah. Gak cocok sama sekali. Mukanya kan kotak, terus rambutnya panjang ikal gitu. Gak lucu banget hahahaha. Tapi geli sih, liat dia pakai pakaian seragam SMA. Aku buka terus album foto itu, halaman perhalaman.

Banyak foto jalan-jalan keluarga, entah kemana aku ga tau. Dan bapaknya Okasan masih ada. Tapi aku agak nelen ludah juga pas foto beliau gak ada. Pasti itu ketika dia udah wafat. Dan emang ada beberapa foto prosesi pemakaman yang ditaro disana juga, walau gak ada satupun wajah keluarga Kaede disana.

Aku skip lagi, ah, ini foto graduation SMA nya Okasan kali ya? Rambutnya udah pendek, dan udah lucu dandanannya. Dia emang feminin banget vibe nya dari dulu. Pantes aja kalau aku dandan feminin cocok, soalnya anaknya, vibenya mirip kali?

Nah, ini foto dia udah masuk kuliah kali ya? Di Senmon Gakkou.

Tunggu.

Siapa cowok ini? Kenapa dia ada di beberapa halaman terus menerus? Dan kenapa di beberapa foto mereka selalu deket berdirinya? Cowok ini badannya tegap, tinggi, dan air mukanya lembut. Dari postur dan tampangnya, bentuknya kayak anak-anak basket di sekolahku. Rambutnya pendek, rapih, dan dandanannya gak neko-neko.

Eh? Foto terakhir di album itu adalah foto kelulusan Okasan dari Senmon Gakkou. Dan mereka foto berdua. Cowok itu megang bahunya Okasan sambil liatin tanda kelulusan di tangannya, dan Okasan senyum girang banget, sambil ngasih tanda V.

Siapa ini?

“Hahaha” Kyou Ji-San rupanya udah berdiri sambil ngeliatin aku yang mukanya curious banget itu.
“Ah?”
“Okasan don’t want to take that picture from the album” dia nerangin foto-foto itu, yang kayaknya harus tetep ada disana. For some reason, nenekku merasa foto-foto itu semua penting.

“Emm… This guy…. Who is he?”
“Tanabe Hiroshi”

Kyou Ji-San senyum dengan penuh arti dan dia lanjut duduk di kursinya tadi, sambil natap aku dengan tatapan yang penuh cerita.

“Is this guy…..”
“Do you want to know about him?”
“Eemmmm… Of course?”

Mungkin ini bisa ngasih tau aku, soal sejarah masa lalu Okasan. Dan aku deg-degan, penasaran, gimana nasibnya orang ini, dan apakah dia yang ngajarin Okasan masak?

“Hahaha, Tanabe… It’s been a long time….” lanjut Ojisan-Ku ini.

Dan aku, siap ngedengerin dongeng sekarang.

==================
==================


mitaka10.jpg

Dari hari ke hari, perasaan Kyoko makin berbunga-bunga. Dia menjalani les bahasa Perancisnya dengan bahagia. Lama kelamaan, perasaan ingin bersama Hiroshi kemanapun lelaki itu membawanya pergi, memenuhi hati Kyoko.

Berbeda dengan Kyoko beberapa bulan lalu yang ragu ketika diajak oleh Hiroshi pergi dari Jepang, untuk tinggal bersamanya selama setahun di Montpellier, Perancis, tempat dimana Hiroshi menuntut ilmu, melanjutkan karirnya sebagai chef french cuisine. Ya, memang beberapa bulan lagi, Hiroshi akan pulang ke Jepang, tapi sudah ada beberapa tawaran untuk magang atau bekerja di Perancis sana.

Kemungkinan besar, Hiroshi akan mengambil tawaran tersebut. Dan Kyoko, sudah ingin untuk ikut Hiroshi kemanapun dia mengajaknya.

Perempuan muda itu sedang dalam perjalanan menuju tempat les Bahasa Perancis. Dia ada di dalam bis, siap-siap untuk turun di Stasiun Mitaka. Tempat lesnya dekat dengan stasiun, dan perasaannya makin hari makin ringan, makin bebas.

Kalau dia jadi tinggal di Perancis, apa yang akan dia lakukan disana dengan Hiroshi? Bagaimana mendidik anak disana? Bagaimana nanti kalau anak mereka tidak bisa Bahasa Jepang? Kapan mereka akan kembali ke Jepang? Tentunya semua pertanyaan itu berputar-putar dalam kepala Kyoko.

Semua bayangan bahagianya menjadi makin nyata, jika dia menjalani ritual tiap malamnya, yakni melihat email harian dari Hiroshi. Semua foto-foto yang terlihat menyenangkan, semua kegiatan Hiroshi yang kelihatannya asyik, dan semua cerita-cerita lucu Hiroshi, membuat dirinya makin membulatkan tekad.

Kyoko akan memberanikan diri untuk meninggalkan Jepang, apabila Hiroshi mengajaknya. Dia benar-benar sudah membulatkan tekadnya dan benar-benar ingin pergi bersama Hiroshi.

Semua orang mengatakan itu. Ibunya, Kakaknya, bahkan Marie pun menyuruhnya untuk meninggalkan Mitaka. Tidak terbayang, apabila itu terjadi, dia akan tinggal di luar negeri untuk pertama kalinya. Kyoko pun tersenyum, karena bis sudah berhenti di stasiun Mitaka. Dia lantas turun, dan berjalan dengan riang, ke arah sebuah gedung kecil, tempat dimana Les Bahasa Perancis itu diadakan.

Dengan langkahnya yang ringan dan menyenangkan, Kyoko pun sampai di depan tempat lesnya, dan dia siap untuk belajar lagi, menjadikan dirinya lebih berani lagi untuk menantang zona nyamannya, yakni dengan cara meninggalkan Mitaka, mengikuti lelaki yang ia cintai.

------------------------------

Semuanya bergerak. Kana sudah dekat dengan Abe-Sensei, dan katanya, dia sedang bersiap-siap untuk membuka usaha bakerynya sendiri.

Marie dan Yusuke sedang menabung berdua untuk mimpi Marie. Sepertinya, mereka juga akan menikah tak lama lagi.

Di sisi yang lain, teman masa kecil Hiroshi, Mi-Chan, akan segera pindah ke Tokyo, tinggal bareng bersama pacarnya yang kerja di Tokyo.

Semuanya maju. Semuanya sedang merajut masa depannya masing-masing. Dan demi masa depan yang sama juga, Kyoko berniat untuk mengikuti Hiroshi. Dia baru saja selesai menjalani les bahasa Perancis. Dia sedang dalam perjalanan pulang. Dia baru saja turun di halte bis yang dekat rumahnya. Dia menarik nafas sejenak, sebelum kembali berjalan ke arah rumahnya, dan bekerja sesuai dengan shiftnya di café milik keluarganya, Kaede Coffee and Sweets.

Dia juga tidak sabar melihat tingkah manja kucing kecil yang tampaknya baru lahir itu. Kodama namanya. Lucu sekali. Mukanya begitu polos, dan seperti kebanyakan kucing Jepang lainnya, ketika dewasa, muka polos itu akan berubah menjadi judes. Apalagi kalau sudah dipelihara keluarga seperti Kodama ini. Pasti makin judes dan seenaknya.

Kyoko duduk sejenak di halte, membuka handphonenya. Ada beberapa mail masuk. Dari Kana, Marie, dan isinya rata-rata ngobrol ngalor ngidul tentang kegiatan mereka sehari-hari. Tapi mail dari Kana sedang lucu-lucunya. Dia tidak henti-hentinya menceritakan soal tingkah Aoi Abe yang baru saja masuk SD. Menggemaskan sekali tampaknya.

Nanti kalau Kyoko dan Hiroshi sudah punya anak, pasti lucu sekali tingkahnya. Lugu seperti ibunya, dan penyayang seperti bapaknya. Kadang Kyoko iri dengan Kana. Belum menikah, tapi rasanya sudah memilki anak. Anaknya lucu dan menggemaskan lagi, seperti Aoi.

Tapi belum ada email dari Hiroshi. Tumben, biasanya sudah ada jam segini. Jam berapapun Hiroshi mengirimkan email ke Kyoko, Kyoko selalu membacanya sebelum tidur. Secara tidak langsung, itu membuat tidur Kyoko menjadi lebih nyenyak dan malamnya terasa lebih nyaman. Itulah kunci optimisme Kyoko setiap hari. Seberat apapun dan sesulit apapun harinya, selalu ada Hiroshi.

Sekarang, walau Hiroshi sedang menuntut ilmu nun jauh di Perancis sana, tetap saja, email Hiroshi setiap harinya, membuat perasaan Kyoko menjadi nyaman.

Setelah selesai memeriksa isi mail nya, Kyoko memasukkan handphonenya ke tas, dan dia berjalan dengan ringannya.

“Wonder in your world!! Sparkle in my heart!!” ringtone Kyoko menggelegar.

Handphone Docomo 504i nya berbunyi. Dia lihat namanya. Rumah?

“Moshi-moshi?” Kyoko bingung karena rumah menelpon.
“Kyoko, kamu ada di mana?” suara Miyoshi Kaede terdengar di ujung telpon.

“Aku sedang jalan ke rumah, sebentar lagi sampai, ada apa?”
“Kamu sudah turun di halte dekat rumah?”
“Iya, Okasan”
“Oke, cepat jalan ke sini ya…”

“Baik” kemudian, telpon berhenti tanpa aba-aba. Kyoko mengernyitkan dahinya. Dia memasukkan handphone ke dalam tasnya kembali. Tasnya sudah cukup berat dengan text book bahasa perancis yang tebal itu. Dia berjalan agak tergesa ke arah rumahnya.

800-mi10.jpg

Nah, itu dia. Muka depan café, dan disebelahnya, ada pintu masuk ke rumah keluarga Kaede. Tanpa banyak berpikir lagi, Kyoko masuk ke dalam rumah.

“Tadaima” sapa Kyoko dengan nada yang masih ceria.

“Okasan, Kyoko sudah datang….” Kyou-Kun dan sang ibu sedang berdiri di ruang tengah, Miyoshi Kaede sedang menelpon lewat telpon rumah. Kyoko celingukan, karena mereka berdua tidak menjawab salam pulang dari Kyoko.

“Ano..” Kyoko melepas sepatunya dan berjalan ke arah kakak dan ibunya.

“Kyoko…” Sang ibu kemudian menutup gagang telpon dengan tangannya, agar suaranya tidak masuk, mengganggu siapapun yang bicara di ujung sana.

“Ah, ada apa?” dia melihat tatapan kakak dan ibunya, yang berbeda detik ini. Tatapan mereka berdua tampak berat, dan atmosfer di ruangan itu benar-benar berbeda. Kyoko bingung, dan mendadak, jantungnya berdegup kencang.

“Kyoko, ini Nyonya Tanabe” lanjut sang ibu. “Lebih baik kamu bicara langsung…..” Sang ibu kemudian berbicara kembali dengan Junko Tanabe lewat telpon. “Tanabe-San, Kyoko sudah pulang sekarang…. Selanjutnya saya serahkan ke Kyoko”

Miyoshi Kaede memberikan gagang telpon ke Kyoko, dan Kyoko, dengan gerakan lambat dan ragu, menerimanya. Dia kemudian menaruh gagang telpon itu di wajahnya, bersiap untuk bicara dengan Junko Tanabe, ibunya Hiroshi.

“Moshi-moshi…. Obasan? Ada apa?”
“Kyoko-Chan……” suara Junko Tanabe terdengar berat dan bergetar.
“Ya Obasan?”

“Hiroshi….. Sudah tidak bersama kita lagi………”
“Maksudnya?”
“Hiroshi… Hiroshi sudah tidak ada…..” suara berat itu berubah menjadi tangis.

“Obasan… Obasan bicara apa?” Keringat dingin Kyoko mengalir. Rasa dingin merayap dari bawah kaki sampai ke punggungnya. Dia menatap muka ibunya yang menunjukkan ekspresi sedih. Mata Miyoshi Kaede berkaca-kaca, dan Kyou-Kun tampak begitu terpukul.

“Hiroshi sudah tidak ada, Kyoko-Chan, dia….”

Prak.

Gagang Telpon itu jatuh dari tangan Kyoko. Mata Kyoko kosong. Dia menatap ke arah depan dengan ekspresi yang nihil. Kepalanya terasa sangat berat. Matanya berputar ke atas dan kemudian…

“Kyoko!!” sang kakak berteriak saat sang adik jatuh lunglai di depan matanya. Di saat itu, air mata Miyoshi Kaede tumpah, melihat anaknya terjatuh.

Karena Hiroshi, Sudah tidak bersama kita lagi.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 70

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Yuuya (18) teman sekolahnya Sayaka Kamiya, anak dari Marie Taniguchi

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (23)
- Kyoushiro Kaede (27) kakaknya Kyoko
- Miyoshi Kaede (53) ibunya Kyoko

Glossary :

Tadaima : Aku Pulang
Konnichiwa : Selamat Siang
Okasan : Ibu
Ojisan : Paman / Om
Obasan : Bibi / Tante
Onisan / Nii-San : Kakak Laki-laki
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Anjriit ini mah lebih sadis dari bayangan, aku mikirnya si Hiroshi kepincut cewe sono, gataunya langsung di cut modyar nyesek sih bacanya :bata:
 
Bimabet
Oooooo seperti itu. .........
Penantian setelah banyak episode akhirnya terjawab sudah.........
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd