Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 62
(my mom's first love)

------------------------------

maxres13.jpg

Hati Kyoko Kaede berdebar-debar.

Dia sedang berada di dalam kereta, menuju ke sebuah daerah elit di Tokyo. Siang itu, dia meminta izin pada ibunya untuk pergi ke Ginza. Jantungnya berdegup kencang, seperti mau copot. Hari itu, pacarnya, Hiroshi Tanabe, sedang interview di sebuah restoran prancis terkemuka di sana. Berbekal pengetahuannya sebagai anak chef ternama, Ryuunosuke Tanabe dan lulusan Senmon Gakkou yang mentereng, dia sedang mengadu nasib di sana.

Dalam hati, Kyoko berharap semuanya baik-baik saja, karena dia ingin sekali bisa bersama dengan pacarnya di Tokyo. Dia kangen masa-masa kuliahnya, di mana setiap harinya dia selalu bersama dengan Hiroshi, berdua ke mana-mana.

Walaupun dia sekarang punya kesibukan tetap, tak sesantai waktu kuliah dulu, tentu saja, sekota dengan Hiroshi akan mudah menekan rasa rindu kepada pacarnya itu.

Harusnya, sebentar lagi interviewnya selesai. Dia berjanji untuk makan siang bersama dengan Hiroshi. Dia sudah tidak sabar ingin melihat muka pacarnya. Dia sudah tidak sabar untuk menggandeng pacarnya. Dan dia sudah tidak sabar untuk berduaan, setidaknya di hari itu.

Sejak Hiroshi jauh darinya, dia merasa tak tenang. Bukan, bukan karena dia takut Hiroshi melupakan dirinya. Tapi karena rasa rindu yang tak tertahankan. Hiroshi bukan pacar pertama Kyoko, tapi pengalaman menjalin hubungan dengan Hiroshi benar-benar manis. Baru kali ini ada pria yang selalu menemani Kyoko, membimbingnya, melindunginya, sampai mengajarinya masak.

Tiap pagi kini Kyoko secara rutin memasak untuk sarapan anggota keluarganya. Dan kini sudah tidak ada lagi acara masakan gagal atau tak enak. Semua itu karena Tanabe. Semua itu karena buah kesabarannya, mengubah Kyoko yang tidak bisa memasak jadi jagoan seperti sekarang.

Dan kereta sudah sampai stasiun Ginza. Kyoko menarik napas pelan, sambil menunggu pintu terbuka. Di musim panas pertama setelah dia lulus dari Senmon Gakkou, dia berjalan beriringan di tengah lautan manusia, membelah stasiun Ginza, untuk kemudian keluar dari platform, naik ke jalan raya dari stasiun bawah tanah, dan mencari-cari wajah Hiroshi Tanabe di tengah keramaian.

Itu dia. Wajah tenang pria berusia 20 tahun itu ada di sana. Kyoko dengan tak sabar berjalan, dan langsung menggamit lengan Hiroshi dengan gerakan yang manja.

“Bagaimana?” tanpa menyapa dan tanpa menanyakan kabar, Kyoko langsung ingin tahu hasil dari interview Hiroshi.
“Ya…. Lancar, tidak ada kendala apapun, dan mereka juga bersikap wajar selama interview” senyum Hiroshi.

“Kamu tadi dites?”
“Sedikit”
“Masak apa?”

“Tidak memasak menu… Hanya menyiapkan bahan-bahan dasar saja……” Hiroshi tampak lelah. Tekanan mental selama interview, dan juga perjalanan di pagi buta dari Ibaraki sudah memakan energinya.

“Ah, mudah-mudahan hasilnya baik ya” senyum Kyoko, dengan perasaan excited. Excited karena bertemu dengan Hiroshi lagi setelah sekian lama, dan juga karena dia menggantungkan harapannya soal Hiroshi pada interview tadi.

“Sejujurnya………”
“Kenapa?”

Omongan Hiroshi tampak menghentikan Kyoko yang segera menarik pacarnya entah ke mana untuk berjalan, entah mencari makan atau apa. Pokoknya Kyoko senang, karena Hiroshi ada di hadapannya.

“Entahlah, aku khawatir….”
“Karena?”
“Chef pemilik restorannya kenal baik dengan Oyaji…” Hiroshi nyengir kuda.
“Eh?”

“Iya, aku khawatir pada dua hal…”
“Apa itu?”

“Pertama, mungkin saja dia nanti menerimaku karena dia tidak enak pada ayahku…..” Hiroshi menarik napas, membiarkan Kyoko menarik tubuhnya dalam langkah-langkah kecil. “Kedua….. aku tidak diterima karena ayahku… Mungkin untuk mereka aneh, anaknya chef Tanabe Ryuunosuke, tidak langsung bekerja di bawah ayahnya, lalu kemudian mewarisi restorannya”

“Tapi kan kamu sekarang sedang magang di…”
“Aku tidak bilang… Kalau aku bilang, aku akan ditolak mentah-mentah pasti” potong Hiroshi.
“Hm…”

Kyoko tahu bahwa Hiroshi ingin meneruskan usaha ayahnya, tapi kita semua sudah tahu bahwa sang ayah melarang Hiroshi untuk menjadi pewaris. Sang ayah ingin usahanya mati begitu saja ketika dia pensiun nanti. Dia ingin Hiroshi merintis karirnya sendiri, jika ia ingin menjadi chef yang jempolan. Dan sekarang, karena dia masih mencari pekerjaan, maka sang ayah merasa tak ada salahnya kalau untuk sementara, Hiroshi magang di tempat ayahnya.

Tapi jangan bayangkan pekerjaan chef. Pekerjaan Hiroshi selama di restoran ayahnya hanya bertindak sebagai waiter, kasir, atau hanya bersih-bersih saja. Itulah Ryuunosuke Tanabe. Ketika dia mengajak anaknya untuk magang di restorannya, tetap saja dia ingin Hiroshi untuk jauh-jauh dari pekerjaan dapur.

Menurut ayah Hiroshi, binatang pemburu tidak akan jadi ganas kalau diberi makan terus oleh orang tuanya.

“Kalau begitu…” Kyoko memotong lamunan Hiroshi. Hiroshi agak kaget, dan dia langsung menatap ke arah Kyoko.
“Ya?”
“Bagaimana kalau kita sekarang makan siang di tempat biasa?”
“Di tempat makan murah dekat kampus kita dulu?” tawa Hiroshi ringan, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya dari kesulitannya mencari kerja.

“Iya… Setelah itu, terserah kamu….. Kan kamu bilang, kamu pulang besok pagi ke Ibaraki kan?”
“Iya” jawab Hiroshi pelan, sambil menggenggam tangan Kyoko erat erat. Kalau bisa, besok dia tidak ingin pulang ke Ibaraki dulu.

------------------------------

110.jpg

Napas yang berat beradu dalam apartemen yang sekarang kosong itu. Hiroshi hanya menempatinya kalau ia sedang berada di Tokyo, di hari liburnya dari magang di tempat ayahnya, atau ketika dia sedang memenuhi panggilan interview.

Kyoko dan Hiroshi bergumul di atas kasur yang jarang ditiduri manusia itu. Dalam kegelapan kamar sore itu, mereka berpelukan tanpa busana, saling mencium dengan penuh perasaan kangen.

Mereka sedang bercinta.

Kyoko ada di atas tubuh Hiroshi dan Hiroshi memeluk pinggangnya dengan lembut. Mereka saling berpelukan seperti itu, dan tubuh mereka bergerak perlahan, saling berusaha untuk memadu cinta mereka di waktu mereka yang terbatas.

Kyoko tidak mungkin menginap di sana. Tentu ibunya butuh bantuan untuk menutup café. Kyoko diizinkan untuk libur hari ini sampai malam, bukan berarti dia tidak punya kewajiban ketika pulang nanti.

“Ah…. Hiroshi..” Kyoko mengerang pelan, mengeluarkan suara-suara yang terdengar nyaman di telinga Hiroshi. Hiroshi tidak membalas suara itu, dia hanya mencium leher Kyoko dengan lembut, menjelajah ke pipinya, dan kadang-kadang mencium aroma lembut dari rambut Kyoko yang agak basah karena keringat di tengkuknya.

“Nnn… Nhh!” Kyoko mengejang pelan, sambil kemudian terkulai di atas tubuh Hiroshi. Mereka berdua berpelukan dalam diam untuk sesaat, karena salah satu episode mereka bermesraan baru saja selesai. Sudah lama Kyoko tidak merasakan kehangatan badan Hiroshi, dan begitu juga sebaliknya.

Mereka masih berpelukan, walau badan mereka tidak bersatu lagi. Mereka diam, diam seribu bahasa.

Hiroshi tersenyum kecil, beringsut pelan, menjauh dari Kyoko. Dia bangkit, dan berjalan pelan ke arah kamar mandi, untuk sekedar membersihkan dirinya dan melepas pengaman yang membatasi antara dirinya dan Kyoko. Tak lama kemudian, dia kembali dan menemukan Kyoko sedang berguling, terkulai di atas kasur, sambil mencium bau badan Hiroshi yang tertinggal di kasur.

“Kyoko” bisik Hiroshi sambil membelai rambut pacarnya.
“Nn?”
“Sebentar lagi kamu pasti pulang ya?”
“Iya….. Tadi ketika kamu ke kamar mandi, handphoneku berbunyi. Sepertinya ada mail masuk. Mungkin itu dari Okasan, menanyakan kapan aku pulang” balas Kyoko.

“Hehe, pasti repot ya, jadi pegawainya ibu sendiri”
“Iya… Kadang dia lupa, kapan harus jadi bos, dan kapan harus jadi ibu” senyum Kyoko tipis. Dia tidak ingin pulang sebegini cepatnya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia memiliki kewajiban.

“Ngomong-ngomong….”
“Ya?”
“Aku ada pemikiran…”
“Apa itu?”

“Nanti, kalau aku sudah tinggal di Tokyo lagi, mungkin tidak ya, kita bisa tinggal bareng?”

“Eh?”

“Kenapa kaget begitu?” tawa Hiroshi.

“Ano.. Itu…. Ano… Nanti… Okasan… dan ini kan di Omotesando…. Jarak dengan Café… Ano….” Kyoko tampak gugup, menjawab ajakan Hiroshi untuk tinggal bareng.
“Kan bisa saja, nanti ketika aku pindah, aku mencari tempat untuk disewa di Mitaka. Lagipula, kupikir ibumu tak akan berkeberatan… Kamu kan sudah dewasa… Nanti kita minta izin bersama, sudah ada beberapa pasangan dari teman kuliah kita dulu yang tinggal bareng kan sekarang?”

“Tapi… Mereka kan orang luar kota, jadi…..” walaupun Kyoko sangat ingin untuk melakukannya dengan Hiroshi, tapi dia tidak bisa bilang iya. Kepala dan hatinya ingin mengatakan kalau dia ingin tinggal bersama dengan Hiroshi, tapi mulutnya tampaknya mencari-cari alasan terus menerus.

“Ah maaf… Sepertinya aku terlalu cepat mengajakmu tinggal bareng ya” senyum Hiroshi. Dia tampaknya bisa membaca raut wajah Kyoko yang tampak tak nyaman dengan ide itu. Tak nyaman, bukan karena dia tak ingin. Tapi antara mulut dan keinginannya tidak sinkron.

Ada yang menghalanginya. Entah apa. Tapi rasanya, dia belum bisa menjawab pertanyaan dari Hiroshi tersebut.

Dua tahun berpacaran, selama ini Hiroshi selalu memulai duluan. Kyoko tidak pernah memulai duluan. Dan sepertinya, langkah Hiroshi dan Kyoko ke jenjang selanjutnya, agak tersendat. Tapi Hiroshi berusaha untuk tidak memikirkannya. Dia memutuskan untuk menghentikan ajakannya dalam hati, memberi ruang bagi Kyoko untuk menikmati dirinya sendiri.

Hiroshi lantas mengacak-ngacak rambut Kyoko dengan lembut, dan dia mencium kening Kyoko. Mereka berdua diam, tidak bersuara apa-apa.

Dan Kyoko menyesal, kenapa dia tidak menjawab.

Yang bisa dia lakukan hanyalah berharap, ketika Hiroshi mengajaknya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, dia akan menjawab yang sesuai dengan kata hatinya.

==================
==================


haruko10.jpg

Ini dia. Mitaka. Aku ngeliat suasana kota di tengah malam ini dengan antusias. Cuaca kelihatannya dingin banget. Di luar sepi, lampu-lampu jalanan dengan temaram menghiasi jalan salah satu kota terbersih di dunia ini.

Di trotoar, aku ngeliat ada sebuah tabung besar setinggi manusia yang berjalan pelan-pelan. Di badannya ada lambang kepolisian Jepang. Mereka ternyata udah pake robot buat patroli “siskamling”.

“Lucu ya, Haruko”
“Iya Ma” kocak amat sih kita berdua. Robot tabung gitu dibilang lucu.

“Kata Ni-San, robot-robot itu yang pertama kali kasih sinyal ke pemadam kebakaran, dan mereka juga bisa ngambil barang jatuh dan menolong orang mabuk” bisik Okasan ke telingaku dengan lembut. Mukanya keliatan antusias. Dia kayaknya kangen sekali dengan Mitaka. Aku senyum, sambil ngerasain jalanan yang lembut banget ini. Aspalnya gak kayak aspal di Indonesia.

Papa dan Kyou Ji-San lagi ngobrol. Pamanku itu lagi nyetir sambil menghisap rokok elektrik yang baunya kayak parfum itu. Dia udah gak boleh ngerokok lagi, kata Okasan. Dia sempet masuk rumah sakit karena jantungnya kena. Sejak saat itu, dia dilarang sama dokter untuk gak ngerokok lagi. Bahkan ibu anaknya ngancem kalau dia masih ngerokok, dia gak bakal boleh ketemu sama anaknya lagi.

Jadi dia mengalah, demi kebaikan semua orang. Terutama kebaikan dirinya sendiri juga sih, soalnya ngerokok kan gak baik. Dan dia switch ke rokok elektrik.

Dan mobil yang disetirin sama Kyou Ji-San akhirnya nyampe juga ke tempat parkir. Tempat parkir umum yang berbayar, dan aku agak-agak kaget juga pas liat harga sewa parkirnya yang lumayan. Tapi karena ini mobil minjem dan besok pagi dibalikin ke yang punya, jadi dia gak harus bayar parkir yang mahal itu tiap hari.

Setelah dia parkir, kita semua turun dari mobil dan bahu membahu nurunin koper kita, kecuali Okasan. Dengan sadar atau gak sadar, dia berdiri di trotoar, ngeliat ke sana ke mari, sambil narik napas panjang banget di tengah udara tengah malem yang dingin ini.

Dia pasti kangen banget sama Mitaka. Dan kalau bukan karena Papa, dia pasti gak akan pergi dari Mitaka sejengkalpun. Tatapan matanya ngeliat bangunan-bangunan lama dan baru keliatan begitu bahagianya. Udara Jepang yang akhirnya dia hirup lagi setelah sekian lama ninggalin negara ini, kayaknya jadi sumber kebahagiannya malam ini.

“Ma… Ayo…”

“Sst… Biarin dulu” Papa mendadak megang tanganku dan narik aku dari Okasan. Papa senyum, sambil ngeliat Okasan yang tampak begitu amazed dengan Mitaka detik ini. Aku gak tau, apakah sejak ditinggal oleh Okasan, Mitaka banyak perubahan. Terakhir kali dia ke Jepang itu sepuluh tahunan yang lalu. Waktu itu aku masih kecil. Gak inget apa-apa soal Jepang. Aku cuma inget sensasi hangat musim semi dan suasana tidur di kamar Okasan bertiga tumpuk-tumpukan sama Papa.

Aku senyum ngeliat reaksi Okasan yang keliatan bahagia malam ini. Aku yang pengen ke Jepang, Papa yang ngabulin, dan Okasan yang bahagia. Jadi semua punya bagiannya sendiri-sendiri, hehe.

“Kyoko”
“Ah.. Hai?” Okasan balik badan, karena dipanggil sama kakaknya, yang nenteng koper punya Okasan.
“Ikuzo…” dia mulai jalan sambil senyum seneng, karena ngeliat adiknya yang keliatan bahagia.

“Ahaha… Chotto ne..” Okasan ngehampirin kami yang mulai jalan ke arah rumah keluarganya. Rumah keluarga Kaede. Tanpa disuruh Okasan langsung meluk tangan Papa. Mereka berdua jalan bergandengan di tengah malam ini, beriringan bareng aku dan Kyou Ji-San.

800-mi10.jpg

Gak sampai lama, sebuah café muncul di hadapan kami. Kaede coffee and sweets. Café milik keluarga Kaede. Sekarang Kyou Ji-San yang megang sepenuhnya. Dia hire beberapa karyawan muda untuk ngebantuin dia. Dan katanya, dia sekarang lebih sering ada di café daripada manggung. Maklum juga sih, dia udah berumur dan dia gak terkenal-terkenal amat katanya sebagai musisi Jazz. Dia lebih banyak ngiringin orang daripada jadi artis utama.

Kyou Ji-San merogoh ke sakunya, ngambil kunci untuk ngebuka pintu rumah yang terletak persis di sebelah café itu. Rumah dua lantai yang lucu dan mungil. Kayaknya gak ada perubahan di bentuk rumahnya sedari dulu. Kami lantas masuk, dan Okasan menyerukan kata-kata yang mungkin pengen banget dia sebutin sejak sepuluh tahun yang lalu.

“Tadaima!” serunya dengan ceria.
“Okaeri” sambung Kyou Ji-San yang sedang ngelepas sepatunya.

Dan aku ngerasa hangat. Di rumah ini. Di rumah Okasan tumbuh besar, sama kakaknya, serta ibu dan bapaknya yang sayangnya sudah pergi duluan dan gak sempet lihat anaknya berkeluarga dengan bahagia. Dalam hati, aku pengen banget ketemu sama kakek nenekku yang dari Okasan. Cuma sayang gak bisa. Jadi mungkin nanti aku cuma bisa lihat fotonya aja.

Tapi itu bisa nanti. Nanti banget. Yang penting, aku udah sampe Jepang. Dan Okasan yang sedari tadi di perjalanan keliatan kalem dan cool, di sini mendadak seperti anak-anak. Dia tampak nyaman sekali ada di rumah ini. Bahasa tubuhnya keliatan begitu luwes, seakan-akan rasa capek dari perjalanan panjang Jakarta – Tokyo itu gak kerasa.

https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif
Itulah Okasan. Ibuku. Kyoko Kaede. Perempuan terbaik di dunia. Perempuan termanis di dunia. Dan malam ini, sampai dua minggu lagi, aku akan tidur di rumah penuh kenangan ini. Detik ini, aku bahagia karena bisa jadi anak dari Kyoko Kaede.

Sekali lagi, perempuan terbaik di dunia.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 62

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Arya / Achmad Ariadi Gunawan (48) Sang Ayah, Suami dari Kyoko
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya

- Kyoushiro Kaede / Kyou-Ji San (52) Kakak laki-laki Kyoko

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (20)
- Hiroshi Tanabe (20), pacarnya Kyoko, teman di Senmon Gakkou

Glossary :

Ikuzo : Let's Go
Chotto Ne : Sebentar
Tadaima : Aku pulang
Okaeri / Okaerinasai : Selamat pulang
Otosan/Oyaji : Ayah
Okasan : Ibu
Ojisan : Paman
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Dia pasti kangen banget sama Mitaka. Dan kalau bukan karena Papa, dia pasti gak akan pergi dari Mitaka sejengkalpun. Tatapan matanya ngeliat bangunan-bangunan lama dan baru keliatan begitu bahagianya. Udara Jepang yang akhirnya dia hirup lagi setelah sekian lama ninggalin negara ini, kayaknya jadi sumber kebahagiannya malam ini.

Kyoko-san, natsukashii ne?
Sepuluh tahun gak pulang, Bang Toyib pun kalah kyknya..hehe

As always, penuturan yang smooth dari Om RB... arigatou... :ampun:
 
Nggak kebayang kan orang model Kyoko nahan kangen kampung halaman....

Thanks update nya om
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Mo komeng apa ya?

Twist2 nya om RB smooth & jalan cerita nya susah ditebak. Apalagi clue nya kadang2 ngejebak. Jadi yah nikmatin aja lah sampe episode terakhir & berharap episode berikutnya memberikan angin segar buat hubungan Kyoko & Hiroshi.

Gak lupa ane ucapin makasih atas apdet2an yg luar biasa nya om :beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd