Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 38
(my mom's first love)

------------------------------

hakone10.jpg


Hakone, malam hari. Tepatnya malam ini adalah malam hari pertama di rangkaian liburan tiga hari Kyoko dan teman-temannya.

Jam sudah menunjukkan pukul satu tengah malam. Tapi handphone Hiroshi berbunyi, ada mail masuk di malam musim semi yang tenang itu. Hiroshi yang memang sulit tidur malam itu, merayap ke arah tasnya dan mengeluarkan handphonenya. Dia membukanya perlahan, khawatir gerakannya membangunkan Yusuke Kamiya yang tidur sekamar dengannya.

Ya, memang ada mail. Mail itu dari Kyoko. Sambil tersenyum kecil, dia membacanya.

“Aku tidak bisa tidur….. Apa kita harus keluar untuk mengobrol?” entah kenapa, ada nada-nada sedikit frustrasi dalam pesan tersebut. Hiroshi menatap ke arah pintu geser yang membatasi antara kamarnya dan kamar yang ditempati oleh Kyoko dan teman-temannya. Perlahan, sambil berhati-hati agar dia tidak membuat suara yang mungkin membuat orang-orang terbangun, dia membuka pintu geser itu.

Di kamar sebelah, lewat celah yang kecil, dia melihat wajah Kyoko yang tampak bersinar terang, disinari oleh cahaya dari handphonenya. Sedangkan Kana dan Marie terlihat seperti sedang tidur berpelukan, layaknya kakak adik yang kecapaian sehabis main di luar rumah seharian. Lucu, mereka tampak sangat damai kalau sedang tidur.

“Kyoko” bisik Hiroshi pelan, dan Kyoko menoleh ke arahnya. Kyoko membalas dengan tersenyum. Dia bangkit dari futonnya dan dia merayap ke arah pintu geser itu.

“Aku tidak bisa tidur”
“Sama” balas Hiroshi.
“Aku ingin banyak mengobrol denganmu” rajuk Kyoko.
“Aku juga, mau keluar?”

“Ingin, tapi di luar pasti dingin, menggunakan yukata seperti ini, pasti tidak nyaman”
“Coba ada haori atau hanten yang bisa dipinjam ya”
“Ah, aku ingin sekali mengobrol sampai ketiduran………..” kesal Kyoko.

“Hmmm…..” Hiroshi berpikir. Dia dan Kyoko memang belum pernah menghabiskan malam bersama, tidur bersama, berpelukan sampai pagi. Dan itulah yang ia bayangkan, ketika dia mengajak Kyoko untuk berlibur berdua saja ke Hakone yang gagal kemarin. Bukan sekedar main berdua, bukan sekedar seks, tapi dia ingin menghabiskan malam berdua saja dengan Kyoko.

Kyoko masih menatap ke arah Hiroshi dengan senyum tipisnya yang menggemaskan. Hiroshi sedang memutar otak, entah apa yang ia pikirkan.

“Ano… Bagaimana kalau…. Begini saja…” Hiroshi lantas bangkit dan dia menarik futonnya perlahan ke arah pintu geser. “Kamu juga tarik futon kamu, kita bisa ngobrol lewat celah pintu” senyum sang lelaki. Kyoko mengangguk, dan dia sekarang sedang menarik futonnya ke arah yang sama. Dia berhati-hati agar tidak membangunkan Kana dan Marie.

“Nah, sekarang kita bisa tidur sambil mengobrol…..” senyum Hiroshi yang kemudian berbaring di atas futon, melihat Kyoko lewat celah pintu geser yang ia buka tadi. Lebar celahnya kira-kira setangan orang dewasa.

“Lucu rasanya, seperti tidur bersama, tapi beda ruangan” bisik Kyoko.
“Ngomong-ngomong, kamu senang tidak, hari ini” Hiroshi membuka percakapan.
“Tentu saja”
“Andai kemarin kita jadi ya, berdua saja ke sini”
“Aku masih menyesal soal itu…. Andai bisa aku ubah keputusanku waktu itu” kesal Kyoko, sambil berguling di atas futon.

“Tapi sekarang kan lebih seru harusnya karena ramai”
“Memang….”

Mendadak tangan Hiroshi menyeberang ke kamar sebelah, dan dia mencari tangan Kyoko. Kyoko mengerti apa yang harus ia lakukan, Dia menyambut tangan Hiroshi, dan mereka saling bergandengan sambil tiduran.

“Kita cuma pisah kamar seperti ini saja kok aku kangen ya sama kamu?” tanya Hiroshi retoris. Matanya terlihat sayu. Dia terlihat lelah, tapi susah tidur, mungkin karena excited atau memang susah tidur saja.
“Hehe” Kyoko tertawa, tersipu sambil menatap mata Hiroshi.
“Coba kita bisa seperti ini selamanya”
“Seperti ini bagaimana?”
“Tidur bergandengan?”

Kyoko tidak menjawab. Mukanya memerah, dan dia mendadak merasakan kalau degup jantungnya menjadi kencang. Tidur bergandengan selamanya? Menikah dong namanya, atau tinggal bersama? Dan mereka masih 19 tahun umurnya. Apa-apaan ini? Pernikahan, di dalam kepala Kyoko masih jauh dari pemikirannya.

“Kok diam saja?” bisik Hiroshi yang sedang menutup matanya.
“Ahaha…. Entah, sulit menjawabnya”
“Biar waktu saja yang menjawab…… Pokoknya aku ingin bisa tidur bergandengan denganmu selamanya……”

Kyoko menjawab dengan senyum. Hiroshi juga tersenyum, walau dia tidak melihat Kyoko lewat matanya yang tertutup. Tapi dia bisa merasakan kalau pacarnya tersenyum. Tangannya menggenggam tangan Kyoko dengan erat, seperti tidak ingin melepasnya sama sekali.

Di dalam hati, Hiroshi berharap, waktu berhenti, agar dia tidak harus melepas tangan Kyoko lagi selamanya.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

asdafa10.jpg

“Nyaman ya” Kyoko meminum bir dingin di tangannya. Angin semilir malam itu yang masuk lewat pintu geser, membuai ketiga orang itu. Kana, Kyoko dan Marie baru saja selesai mandi di onsen. Hari kedua benar-benar melelahkan. Mereka berkeliling kota Hakone, mulai dari mencoba telur yang direbus dalam air mendidih pegunungan, lalu melihat-lihat Hakone Open Air Museum, sampai kaki mereka pegal dibuatnya.

Dan berendam di Onsen sebelum mengakhiri malam, merupakan pilihan yang baik. Dan kedua lelaki yang bersama mereka, Hiroshi dan Yusuke, masih ada di onsen, berendam melepas lelah.

“Ngomong-ngomong semalam ada yang lucu sekali tidurnya” potong Marie.
“Haha, lucu memang, sampai bergandegan seperti itu” Kana ikut-ikutan meledek Kyoko.

“Ah…. Biasa saja bukan… Kami cuma mengobrol semalaman dan ingin tidur dengan nyaman” balas Kyoko membela diri.

“Tahu begitu, kita pesan kamarnya tiga saja, Kyoko dengan Hiroshi, Aku dengan Yusuke-Kun, dan Kana sendiri”
“Padahal kan Marie-Chan belum pacaran dengan Yusuke-Kun” Kyoko mencari celah untuk membalas ledekan Marie, sayangnya Kyoko tidak berbakat meledek orang.

“Terus aku sendiri?” kesal Kana.
“Kenapa memang? Kalau hotelnya semurah ini, pesan tiga kamar tentu saja harganya masih masuk akal” balas Marie.

“Tega ya, mentang-mentang Atsushi tidak bisa datang” dengus Kana.
“Hahaha, takut ya, tidur sendiri di sini” ledek Marie.
“Biasa saja, memangnya kenapa dengan tidur sendiri, aku kan biasa tidur sendiri di rumah”
“Yah, hotel ini terlalu murah menurutku, pasti ada yang tidak beres”
“Mulai deh, bicara seperti itu lagi….”
“Kenapa? Kana takut”

“Ano…. Tidak baik bukan bicara seperti itu, lagipula hotel ini kan murah karena dia pemandangan ke luarnya kurang bagus, dan agak jauh dari Danau Ashi, jadi wajar kalau murah” senyum Kyoko yang berjalan ke arah pintu geser dan membukanya lebih lebar lagi. “Lebih baik kita nikmati saja pemandangan yang kurang bagus ini”

Kyoko duduk di selasar luar, yang terhubung langsung dengan taman kecil di belakang, yang ada kolam di sana. Selasar luar itu menghubungkan beberapa kamar lainnya. Kaki Kyoko menggantung di selasar berlantai kayu yang tampak tua itu. Suasana malam begitu tenang, langit begitu cerah, bulan musim semi dan lampu-lampu jalanan memberikan cahaya yang begitu kalem malam ini.

“Sekarang aku mengerti kenapa hotel ini murah” komentar Kana. “Lihat itu” di balik pagar yang membatasi taman dengan area luar hotel, ada sekumpulan pohon besar, atau hutan kecil yang terlihat gelap. Cahaya bulan sepertinya tidak mampu menembus dedaunan rimbun pohon-pohon itu. Kyoko dan Marie mendadak menelan ludahnya, karena pada waktu siang hari, suasana pohon-pohon besar itu membuat suasana teduh. Tapi entah kenapa, ketika malam, suasananya menjadi agak-agak mencekam.

“Ya, pemandangannya kurang bagus ya kalau malam” Kyoko bersuara agar suasana tidak terlalu sepi. Tampaknya terlalu tenang. Karena musim panas belum datang, suara serangga tidak ramai terdengar. Yang terdengar hanya suara semilir angin yang meniup pepohonan dan suara sungai yang datang entah dari mana.

“Malah jadi mencekam…. Aku jadi ingat tentang cerita yang pernah kudengar sewaktu SMA” Marie mendadak tersenyum kecil dan duduk di sebelah Kyoko. Entah kenapa Kana juga ikut duduk bersama mereka, di bibir selasar kayu itu, sambil menatap ke arah taman kecil yang makin lama entah kenapa makin terlihat mencekam itu. Tapi, bukankah sebentar lagi Hiroshi dan Yusuke kembali dari onsen?

“Cerita apa?“ balas Kana dengan muka dinginnya.
“Seram yang pasti”
“Ah, cerita seperti itu akan merusak suasana malam ini saja…..”
“Kamu takut ya, Kana?”
“Tidak…. Kalau aku penakut aku tidak akan kuat malam-malam sendirian di rumah hampir setiap hari” jawab Kana dengan tegas.

“Jadi, kalau aku cerita, tidak masalah bukan?”
“Masalah… Mungkin Kyoko jadi takut….”
“Ano… Aku tidak pernah takut dengan cerita seram… Justru malah suka” senyum Kyoko dengan manisnya.

“Oh..”
“Jadi, aku mulai nih ceritanya?” tawa Marie.
“Aku tidak penasaran sih…. Cerita seram kan paling begitu-begitu saja, dikagetkan oleh bayangan lah, dan semacamnya….”

“Aku malah penasaran” Kyoko malah terlihat sangat antusias.
“Yasudah, cerita saja paling seseram apa sih, ceritanya?”

“Ahahaha…. Baiklah…. Aku dengar cerita ini sewaktu masih SMA, sewaktu kami sedang camp klub voli ke luar kota…” Marie tersenyum licik dan dia menarik napas panjang. “Temanku yang cerita….. Di area rumahnya, katanya ada pertigaan yang lumayan angker, di sana sering terjadi kecelakaan….. Nah, salah satu tetangganya, ada yang bekerja di toko roti, dan harus berjalan ke tempat kerjanya pagi-pagi sekali untuk memasak adonan dan segala macam…. Katakanlah dia harus berangkat sekitar pukul lima pagi setiap harinya…..”

“Lalu?” Kyoko tampak penasaran.

“Dia naik sepeda ke toko roti itu, dan sewaktu dia jalan ke arah pertigaan itu, dia melihat ada lima orang berdiri di pertigaan itu, tapi semuanya menghadap ke arah tembok, dan semuanya diam… Karena dia bingung, dan buru-buru, dia lalu memacu sepedanya ke toko roti dengan cepat….”

“Hmmm…” Kyoko tampak benar-benar mendengarkan cerita Marie dengan seksama.

“Nah, besoknya dia pergi kerja, dia melihat hal yang sama…. Untuk beberapa hari, karena dia penasaran, dia mencoba menegur orang-orang itu… Tapi tidak ada yang menjawab……”

“Lalu?”

“Ya dia pergi ke tempat kerjanya lagi… Dan dia cerita pada orang-orang, tapi tak ada yang percaya….. Hingga besok, dia terkena kecelakaan di pertigaan angker itu… Nyawanya tak tertolong kata temanku…..”

“Masa?” Kana bereaksi, dengan muka menyiratkan ketidak percayaan.

“Ya, dan beberapa minggu setelah kejadian itu, ada tetangganya yang lain, pergi subuh-subuh karena harus ke luar kota, dia melihat ada orang berdiri menghadap tembok di pertigaan itu…. Tapi sekarang jumlahnya jadi enam orang katanya…. Sejak saat itu, kalau ada yang terpaksa lewat situ subuh-subuh, kata temanku, banyak yang memilih untuk mengambil jalan memutar…..”

“Wah… Seperti kutukan ya, Marie-Chan…”
“Iya” Marie mengangguk-angguk seperti kakek-kakek untuk merespons antusiasme Kyoko.

“Tidak masuk akal… Kalau memang di sana sering ada kecelakaan dan angker, kenapa tidak disucikan oleh pendeta atau pasang patung jizo di sana?” potong Kana.

“Ya… Namanya juga cerita seram… Selalu ada bagian tidak masuk akalnya kan?” tawa Marie.
“Aneh ceritanya” Kana menggosok tangannya yang terasa dingin.

“Ano… Aku jadi ingat satu cerita” Kyoko mendadak mengangguk-angguk.
“Ah, bagaimana?” Marie tampak antusias menyambut cerita dari Kyoko.

“Ini cerita dari temannya Nii-San, tentang seseorang yang dia kenal”
“Kenapa cerita seram selalu begitu ya? Dengar dari temannya teman, atau dengar dari saudaranya siapa… Masa tidak pernah ada yang mengalaminya sendiri?” kesal Kana.

Kyoko dan Marie melihat ke arah Kana. Tak lama kemudian mereka berdua saling menatap dan tertawa cekikikan.

“Aahahahaha… Kamu takut ya?”
“Aku tak menyangka Kana takut dengan cerita seram” tawa Kyoko.

“Aku tidak takut, aku cuma merasa cerita seram yang tadi itu tidak masuk akal!” sanggahnya.

“Jadi dilanjutkan tidak ceritaku?” tanya Kyoko dengan muka sok polos.
“Lanjutkan saja, sudah tanggung….” kesal Kana sambil memainkan kakinya di pinggir selasar itu.

“Nah… Orang ini, dia rumahnya jauh, di Hachioji….
“Masih Tokyo Metro tapi kan?” tanya Marie.”
“Iya, tapi untuk para musisi yang sering manggung di daerah Shibuya, maupun Shinjuku…. tentu akan merepotkan kalau tidak punya mobil, jadi dia punya mobil sendiri…. Dan dia selalu bolak-balik menyetir dari Hachioji ke pusat Tokyo Metro setiap kali harus manggung….. Apalagi dia drummer…”

“Terus?” Kana mendengarkan sambil terus memainkan kakinya di selasar itu.

“Suatu hari, sewaktu malam-malam, lewat jam 12 malam sehabis manggung ketika pulang ke Hachioji, dia merasakan ada yang duduk di jok belakang…. Dia lihat dari sudut matanya, ke spion…. Di sana ada perempuan yang duduk di sudut kiri….. Mendadak dia rem dan lihat ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa di sana…..”

“Yang benar kamu?” Marie membelakakkan matanya dan Kana menelan ludahnya, meremas-remas yukatanya dengan tangannya.

“Nah, setelah itu dia lanjutkan perjalanan, tak muncul lagi…. Tapi, di perjalanan berikutnya dari Tokyo ke Shibuya ke Hachioji, perempuan itu muncul lagi….. Tidak bersuara, hanya diam duduk di sana, dan kalau dia mengerem mendadak, atau dia menoleh ke belakang, perempuan itu selalu hilang….. Dia sampai bawa mobilnya ke kuil untuk disucikan, tapi kata pendeta di sana, mobilnya tidak ada masalah, mungkin hanya arwah yang menumpang, korban kecelakaan di sekitar itu atau bagaimana….. Dipasang jimatpun, perempuan itu muncul terus……”

Bulu kuduk Kana mendadak merinding. Dia menatap kakinya yang menggantung di pinggir selasar. Entah kenapa dia menarik kakinya ke atas, memilih untuk duduk bersimpuh saja. Di dalam kepalanya yang dari tadi tampak cool, dia tampaknya membayangkan yang tidak-tidak. Misalnya, ada tangan yang keluar dari bawah selasar dan menggenggam kakinya.

“Lalu?”
“Karena kebiasaan muncul, orang itu lama-lama cuek dengan penampakan perempuan itu, hingga satu malam, dia sedang agak mabuk, dia menabrak orang ketika perjalanan pulang…. Dan orang yang ditabrak… Adalah perempuan itu……….”

“Eh?”

“Iya, jadi yang muncul itu bukan arwah atau hantu… Tapi bayangan orang yang akan ditabrak oleh orang itu….” cerita Kyoko.

“Orangnya selamat?”

“Iya, cuma patah kaki saja…. Tapi ketika diajak bicara oleh yang menabrak ketika di rumah sakit, si korban memang bilang kalau dia sudah beberapa bulan ini beberapa hari susah tidur, ketika dicocokkan tanggalnya……” Kyoko menarik napasnya dalam-dalam “Sama, tanggal di mana si perempuan itu susah tidur, dan tanggal di mana bayangannya muncul di mobil, tanggalnya sama…….”

Kana dan Marie terdiam. Mereka saling lihat-lihatan.

“Ini bukan tentang hantu atau arwah… Tapi seram sih” bisik Marie.
“Masa begitu saja seram, kan bukan tentang hantu kamu bilang…….” balas Kana. Tapi di sini, pertahanan kuat yang dibuat Kana sedari tadi, tampaknya akan segera runtuh.

“Eh itu siapa?” Kyoko melihat ke arah lain dan dia sepertinya kaget.
“Ah!” Kana kaget melihat ada sosok yang duduk di sekitar selasar itu selain mereka. Sosok itu berkimono gelap, duduk membelakangi mereka, menghadap tembok, persis seperti cerita Marie tadi.

“Apa ini…. Eh, Apa itu?” Muka Kana yang dari tadi sok cool mendadak berubah jadi terlihat khawatir, sambil meremas Yukata yang dipakai Marie, mencoba membuang muka dari sosok yang duduk membelakangi mereka itu. Sosok itu duduk di kegelapan. Ketiga perempuan itu gemetaran dan takut, karena tak menyangka ada sosok lain di sekitar mereka.

“Marie… coba… Itu… Ditegur, siapa tahu tamu kamar sebelah….”
“Kamu saja, Kyoko…… Coba panggil….”
“Kana saja kan dari tadi Kana paling berani….” bisik Kyoko. Tapi ketika Marie dan Kyoko melirik ke arah Kana, Kana membuang muka, tidak ingin melihat ke sosok itu, dan malah seperti ingin memeluk Marie.

“Kyoko… coba tegur…”
“Ehm… Ano… Sumimasen…..”

Diam. Sosok itu diam.

“Yang keras dong ngomongnya”

“Ano… SUMIMASEN??”

“Kurang keras…”

“KONBANWA…. SUMIMASEN?”

“Sedang apa kalian?”

“KYAAAAAAAA!!!!!!!!!!”

“Kenapa teriak?” Hiroshi baru muncul, sambil menggosok rambutnya yang basah. Dia baru saja selesai mandi di Onsen.

“Aaanng… Kamu mengagetkan…” kesal Kyoko, sambil merajuk.
“Ada apa?”
“Itu…” Marie menunjuk ke sosok itu, sambil memeluk Kana yang gemetaran ketakutan.

“Eh… Sumimasen, Obasan…” Hiroshi tanpa tedeng aling-aling langsung menghampiri sosok itu, menyentuh bahunya.

“Ah.. Hai….” Sosok itu menoleh dan wajahnya terlihat. Seorang nenek-nenek yang terlihat pikun.
“Obasan kamarnya di mana?”
“Ano… Di mana ya? Ini di mana?”
“Hakone, Obasan…”
“Kamarku di mana?”

“Ahaha.. Tidak tahu….. Coba aku antar ya……” Sosok itu kemudian berdiri dengan payah, dan dipapah oleh Hiroshi, ke arah kamar mereka, sepertinya Hiroshi akan memapah sang nenek linglung itu ke front office untuk dikembalikan ke keluarganya.

“Ah… Rupanya nenek-nenek pikun…….” Kyoko dengan lega mengurut dadanya.
“Iya, kalian kenapa setakut itu?” bingung Hiroshi, sambil menuntun sang nenek berjalan perlahan.
“Tadi kami habis cerita yang seram-seram……”

“Ah, ada-ada saja, harusnya tunggu aku… Aku banyak kisah seram di pantai Ibaraki…” tawa Hiroshi. “Eh, itu Mitsugi kenapa?” ya, muka Kana terlihat pucat, dan dia seperti setengah mati mempertahankan tampang cueknya.

“Ano… Sepertinya ketakutan…” tawa Marie, sambil memeluk Kana dengan gemas. Yang dipeluk, diam saja dengan kakunya.

“Ah, ahaha…”
“Kamiya-San mana?” tanya Kyoko, yang baru saja mendapati kalau Hiroshi sendirian.

“Dia tadi katanya menunggu sepi, tidak nyaman sharing onsen dengan orang lain katanya” jawab Hiroshi.
“Oh…” Marie menekuk jidatnya, seingat dia, kemarin juga Yusuke Kamiya baru tengah malam kembali dari Onsen, tidak bareng dengan Hiroshi.

“Yasudah, aku antar nenek ini ke front office dulu ya… Kasihan….”
“Yang ini juga kasihan” Marie menggelengkan kepala, melihat Kana yang pucat.

“A… Aku cuma kaget…. Kok?”
“Apakah kaget karena takut?” tanya Kyoko.
“Eh, itu apa di antara pohon, kok ada yang terbang ke sini?”

“KYAAAAA!!!!!!!!” Kana teriak lagi dan berlindung di pelukan Marie. Marie tertawa puas, karena dia berhasil mengusili Kana, yang ternyata penakut. Kyoko dan Hiroshi hanya bisa ikut tertawa, sedangkan si nenek yang bingung, hanya bisa melongo aneh melihat anak-anak muda itu tertawa.

------------------------------

“Kamu di sini rupanya…….” Marie menemukan Yusuke sedang merokok sendiri di luar hotel, tepatnya di area parkiran. Disana ada bench dan ada tong sampah besar yang biasa digunakan sebagai asbak oleh orang-orang.

“Hei”
“Sudah mandi di Onsen?” tanya Marie, sambil duduk di sebelah Yusuke.
“Sudah”

“Kenapa tidak bareng dengan Hiro-Tan mandinya?”

“Hiro-Tan?”
“Hiroshi… Tanabe Hiroshi maksudku, hehehehe”

“Oh… Ahaha… Tidak, dia duluan, setelah aku yakin onsennya sepi, aku baru masuk…. Dan benar, tidak ada seorangpun di sana” jawab Yusuke dengan tenang.

Marie tersenyum ke arah Yusuke yang sedang mengisap rokoknya dalam-dalam, seperti ingin menghilangkan ketegangan yang ada di kepalanya.

“Kamu tidak nyaman ya mandi dengan orang lain?” tebak Marie.
“Aku?”
“Iya”

“Mungkin” jawab Yusuke sambil tersenyum, dia sepertinya menikmati sekali nikotin masuk ke dalam aliran darahnya, membuatnya lebih tenang.

“Atau kamu lebih suka mandi di tempat perempuan…. Ahahaha… Soal Maria.. Eh.. Maaf, tampaknya aku bercanda terlalu jauh” entah kenapa suasana menjadi awkward, secara tidak langsung, Marie seperti meledek persona “Maria” yang dipakai oleh Yusuke di panggung. Dan dia tidak ingin meledeknya, dia cuma salah bicara saja.

“Hahaha, bisa jadi” butuh waktu lama, beberapa detik sampai kalimat itu keluar dari mulut Yusuke.
“Maaf… Aku asal bicara”
“Tidak apa-apa….”

“Ano, maafkan bicara seperti itu, ditambah lagi kamu dua hari ini bertamasya dengan orang-orang yang tidak terlalu kamu kenal, pasti kamu tidak nyaman ya, ada di tengah-tengah kami?” tanya Marie mendadak. Entah darimana datangnya kesimpulan itu.

“Santai saja, aku menikmatinya kok…. Tapi ada satu yang benar-benar ingin aku lakukan, dari kemarin….” balas Yusuke.

“Apa itu…”
“Bicara berdua, sampai pagi, denganmu…”

“Eh?”

“Kenapa kaget begitu” Yusuke tersenyum, mematikan rokoknya di tong sampah. Dia menarik sebatang lagi dari kotak rokoknya, dan membakarnya dengan cepat. Dia menarik napas dalam-dalam dan menatap ke mata Marie.
https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif

“Tidak… Ano…. Kaget saja hahahaha” Marie tampak canggung. Baru kali ini dia canggung di hadapan Yusuke.

“Aku tipe orang yang senang bicara sampai pagi dengan orang yang kuanggap nyaman….. Jadi, aku akan mengatakan sesuatu yang mungkin terdengar lucu. Aku tidak akan mengatakan, boleh kah jadi pacarmu, atau hal-hal romantis lainnya, atau apapun….. Tapi aku akan mengatakan ini sekali lagi….”

“Apa?” Marie tampak penasaran.

“Bolehkah aku bicara denganmu, malam ini, sampai pagi?”

“Tentu boleh….” Marie tersenyum, karena baru pertama kali ada lelaki yang mengajaknya bicara sampai pagi secara langsung. Biasanya mereka hanya memuji fisik, berkata hal-hal manis untuk membawa Marie ke ranjang, ataupun memintanya jadi pacar mereka.

Kali ini, ada lelaki unik yang mengajaknya bicara sampai pagi. Hanya itu.

Dan Yusuke tersenyum. Marie tersenyum. Dia siap untuk bicara sampai pagi dengan Yusuke Kamiya.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 38

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (19)
- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Hiroshi Tanabe (19), pacarnya Kyoko, teman di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra

Glossary :


Haori / Hanten : Baju hangat tradisional Jepang
Futon : Kasur khas Jepang
Jizo : Patung Buddha untuk mendoakan orang yang meninggal, biasanya dari batu
Onsen : Pemandian Air Panas
Ryokan : Penginapan Ala Jepang
Yukata : Kimono Tipis
Obasan : Bibi
Sumimasen : Permisi
Okasan : Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Thx updatenya Om

Kana bakalan iri keknya nih, Hiroshi-Kyoko tidurnya kek gitu sementara Yusuke-Marie pengen niru juga. Apalagi sebelumnya sudah ditakut-takuti dengan cerita seram... :kacau:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd