Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

Bimabet
semua adegan seks di cerita saya sesuai kebutuhan. butuhnya vulgar ya vulgar, butuhnya soft ya soft. semua tergantung pada fungsi dan tujuannya. soalnya fungsi seks di cerita bukan cuma pemanis atau asal sekedar ada aja, tapi juga sebagai pembangun plot dan penokohan, ya mirip2 game of thrones atau basic instinct lah.

Setuju hu.. klo sy ss nya tdk adpun sy suka sy suka.. kyk MDT 1 2 n Amira
 
Ada ya orang yg pengen detail banget adegan panasnya, saya sih bodoh amat, kecuali yg kana, pengen tau aja imajinasi ts tentang orang yg strict kayak kana gimana
 
semua adegan seks di cerita saya sesuai kebutuhan. butuhnya vulgar ya vulgar, butuhnya soft ya soft. semua tergantung pada fungsi dan tujuannya. soalnya fungsi seks di cerita bukan cuma pemanis atau asal sekedar ada aja, tapi juga sebagai pembangun plot dan penokohan, ya mirip2 game of thrones atau basic instinct lah.

Mantap..ini dia yg om demen.
Penulis yang punya prinsip n gak ngikutin alur yg dimau pembaca..tapi tetep berpendirian pada prinsip
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 33
(my mom's first love)
------------------------------

untitl10.jpg

Kyoko mendadak bangun. Dia kaget. Handphonenya berbunyi. Dia harap itu Hiroshi Tanabe, tapi ketika dia lihat nama yang meneleponnya, dia menarik napas dengan panjang, dan dia mengangkatnya.

“Marie-Chan… aku masih tidur… Ini masih pagi sekali” jawab Kyoko, setelah dia mendengar salam yang sangat bersemangat dari Marie Taniguchi.

“KAMU TAHU TIDAK???” teriak Marie dari ujung sana.

“Apa?”
“SORE INI AKU AKAN BERKENCAN DENGAN MARIA!!!”
“Ah? Benarkah? Siapa yang mengajak? Kamu atau Kamiya-San?” Kyoko langsung segar, dan dia ikut excited terhadap berita baru ini.

“DIA!!!”
“Wah, bagaimana bisa?”
“Iya, kamu tahu kan, setelah waktu itu kita bertukar nomor handphone dan email, lalu kami jadi intens saling berkabar… Tahu-tahu, tadi pagi, dia mengirim pesan… Katanya mau tidak kita jalan? Aku ingin mengobrol langsung” teriak Marie dengan penuh semangat.

“Wah… Selamat… Menyenangkan tampaknya”
“Terima kasih ya, waktu itu kamu mau menemani aku nekat datang ke tempat kerjanya, kalau aku tidak nekat meminta kontaknya, mungkin dia tidak akan mengajakku kencan tadi”

“Sama-sama, Marie-Chan…..”
“Nah, silahkan tidur lagi, Kyoko-Chan”
“Haha, aku sudah segar gara-gara berita baikmu”
“Hehehe… Baiklah, sampai bertemu di kuliah hari pertama Senin nanti ya?”

“Baik… Mata Ne..”
“Jya.. Mata Ne!!”

------------------------------

Marie Taniguchi masih ada di dalam kereta, dengan hati berdebar. Dia tidak menyangka, ikemen setampan dan semenarik Yusuke Kamiya, alias Maria, mengajaknya kencan sore itu. Sudah jam empat sore, dan sebentar lagi kereta akan sampai di stasiun Ikebukuro.

Dan ketika kereta sudah sampai, Marie langsung turun, dan dia melihat ke arah handphonenya. Mail terakhir dari Yusuke, mengatakan bahwa dia menunggu di pintu keluar barat, dekat Tobu Department Store. Dengan semangat, Marie langsung melangkah ke arah pintu keluar yang dimaksud.

Ketika dia keluar dari pintu stasiun, dan mulai celingukan, dia melihat sosok yang telah menunggunya di area tersebut.

a0001310.jpg

Yusuke Kamiya, berdiri di salah satu dinding, dengan mempermainkan handphonenya. Dia terlihat begitu cool. Tampangnya sungguh maskulin, dengan dagu lancip, mata yang teduh, hidung mancung dan rambut yang begitu rapih. Dia memakai celana jeans yang belel, dengan kaos band, dan jaket olahraga yang sesuai. Kedua daun telinganya dihiasi dengan anting kecil, dan dia mengenakan sepatu boots yang tebal.

Marie tersenyum melihatnya.

“Hai! Maaf menunggu” Marie menghampiri Yusuke, dan Yusuke cuma tersenyum.
“Tidak, tidak menunggu kok, aku baru sampai”
“Hehehehe….. Oke.. Mau ke mana kita?”

“Ikut aku saja”
“Baiklah”

Mereka berdua lantas berjalan beriringan, dan Marie tersenyum melihat tampang Yusuke yang begitu tampan. Mimpi apa dia. Untung saja Akira Sakurai tolol, pikir Marie. Coba kalau dia tidak tolol, mungkin Marie tidak akan bisa mengenal Yusuke Kamiya dengan cara seperti ini.

“Taniguchi”
“Ya?”
“Kamu tahu Otome Road?”
“Pernah dengar, tapi aku tidak tahu apa itu sebenarnya”

“Pasti kamu tahu Akihabara dong?”
“Oh, iya…. Kenapa memangnya?”
“Otome Road itu Akihabara untuk perempuan”

“Oh…”

“Dan dari sana aku sering dapat materi untuk kostum panggungku” senyum Yusuke.
“Dan karena itu, aku jadi bingung memanggil kamu apa”

“Terserah”
“Maksudnya?”

“Kamu bisa panggil aku Kamiya, atau panggil nama depanku juga tidak apa-apa, atau kalau kamu panggil aku Maria, juga tidak apa-apa” tawanya dengan tenang.

“Oh… Kalau aku panggil kamu Maria-Chan boleh?”
“Hahaha, terserah”
“Jadi, kamu mau ke Otome Road?”

“Sebenarnya aku sedang tidak ada uang untuk membeli bahan-bahan kostum, atau manga-manga shoujo sebagai referensi….. Tapi, karena aku tidak tahu harus membawa kamu ke mana, padahal aku ingin sekali ngobrol, jadi ya… aku ajak ke sini saja”

“Tapi… Kalau dipikir lagi, aku agak geli memanggilmu Maria-Chan” seringai Marie.
“Campur-campur juga boleh”

“Kalau teman-teman band mu memanggilmu apa?”
“Hmm? Kalau diatas panggung, tentu saja Maria, kalau tidak di panggung, Yusuke”

“Hmmm……..”
“Bingung ya? Maaf kalau begitu” tawa Yusuke atau Maria ini.
“Hahaha… Lihat saja nanti, aku memanggilmu apa, Yusuke-Kun”

“Oke, tadi Maria-Chan, sekarang Yusuke-Kun, lucu juga”
“Yang penting sekarang, kasih lihat aku Otome Road seperti apa…. Oke?”
“Oke”

------------------------------

26454210.jpg

Di sore yang tenang itu, Marie Taniguchi sedang diam di salah satu kursi taman. Dia tidak bergerak, seperti mematung. Di tangannya ada gelas kertas yang berisi kopi hangat. Suasana yang mulai ramai di sekitar situ tidak membuatnya bergerak. Dia terus saja diam.

Sementara itu Yusuke Kamiya sedang berkonsentrasi, menatap ke arah Marie, dengan penuh perhatian.

Tak jarang dia menarik napas panjang ketika sedang menggores-gores kertas dengan tanganya.

“Sudah?”
“Sebentar lagi” jawab Yusuke tanpa melihat ke arah Marie. Marie sebenarnya ingin sekali tersenyum, tapi dia diam saja. Matanya mengikuti seekor kucing liar yang lewat. Kucing judes dan agak kurus itu lewat begitu saja, pola bulunya yang belang membuatnya terlihat menggemaskan.

“Pegal” keluh Marie, sambil melirik ke arah Yusuke.
“Sebentar…” lanjut Yusuke dengan tenang, dan dia sedang dalam dunianya sendiri.

“Nah… Kamu boleh bergerak….” ujar Yusuke, dan Marie langsung menarik napas lega, dia meregangkan tangannya.
“Boleh aku lihat?”
“Sebentar”

Yusuke Kamiya mengeluarkan beberapa drawing pen dari tas yang ia bawa, dan dia menukar pensilnya dengan benda-benda yang baru saja ia keluarkan itu.

“Kalau kamu mau main sama kucing tadi, main sajalah dulu, jangan lihat-lihat sini dulu ya… Sampai aku bilang boleh” senyum Yusuke dengan tenang.
“Baiklah” Marie menurut. Dia lantas meluruskan kakinya dan dia celingukan ke sana ke mari. Kucing liar yang tadi lewat, sudah hilang dan Marie dengan penasaran melirik ke arah Yusuke.

“Hei, sudah dibilang jangan lihat”
“Maaf, aku penasaran” seringai Marie. Dia menyibakkan rambut coklatnya yang panjangnya sebahu itu.
“Simpan rasa penasaran kamu, sabar menunggu ya” Yusuke dengan serius menggerakkan tangannya, menari di atas kertas yang beralaskan sketchbook kecilnya itu.

“Hmph”
“Maaf kalau bosan”
“Aku tidak bosan, cuma penasaran” Marie masih celingukan. “Nanti kalau aku main handphone, malah dibilang tidak sopan”

“Hahaha… Siapa yang bilang?”
“Entah, kamu mungkin”

“Tidak kok….”
“Ngomong-ngomong, Yusuke-Kun dari mana asalnya?”

“Aku? Tokyo”
“Tinggal bersama orang tua?”
“Tidak. Aku tinggal sendiri….”

“Oh… Kalau aku sih tinggal sendiri, aku dari Chiba…”
“Aku sudah tahu kok… Sering dengar dulu dari Akira…”
“Ah, orang itu hahahaha”

“Yang entah ada di mana dia sekarang, mungkin sedang sibuk mempersiapkan semester baru… Setahuku dia selalu mengeluh kuliahnya berantakan” cerita Yusuke aka Maria sambil tetap melakukan sesuatu ke kertas yang ada di tangannya itu.

“Dia sepertinya masih tinggal di apartemen lamaku”
“Mau kita kunjungi sehabis makan malam?” canda Yusuke.
“Tidak dong. Kamu saja sana” ledek Marie.

“Hahahaha… Pasti dia bingung kenapa aku jalan sama kamu”
“Dia bakal cemburu tidak ya?”

“Memangnya aku dan kamu ada status apa? Kan tidak ada apa-apa” tawa Yusuke.
“Iya sih” Marie menjulurkan lidahnya, sambil mempermainkan kakinya , menunggu Yusuke menyelesaikan hal yang telah ia mulai.

Marie dengan sabar menunggu sambil memperhatikan bentuk muka Yusuke Kamiya yang sangat menarik itu. Benar-benar ganteng, pikir Marie. Yusuke benar-benar ikemen yang dicari oleh Marie selama ini. Mudah-mudahan orangnya jelas, tidak seperti mantan gitaris band-nya, Akira Sakurai.

“Pasti sulit ya, di umur segini, tinggal dengan orang tua?” Marie mencoba berbasa basi. Karena biasanya, beberapa anak yang sudah tumbuh dewasa dan masuk usia kuliah, lebih memilih untuk tinggal sendiri, di dekat kampus atau di dekat tempat kerja mereka, dibanding tinggal bersama orang tua. Tapi lagi-lagi itu semua tergantung pada kondisi keluarganya. Kalau seperti Kyoko, pasti bakal tinggal dengan orang tua terus sampai menikah mungkin.

“Pasti”
“Aku juga kenal beberapa orang Tokyo yang tinggal sendiri setelah kuliah”
“Memang repot kalau kamu makin dewasa dan tinggal bersama orang tua”
“Hehehe iya ya?” tawa Marie.
“Iya, makin banyak perbedaan dan sering kali perbedaan itu menjadi masalah” senyum Yusuke sambil tetap bekerja di sebelah Marie.

“Mau bagaimanapun, kita harus berlatih untuk mandiri sih….” sambung Marie.
“Iya. Orang dewasa tidak boleh bergantung pada orang dewasa lainnya… Kecuali mungkin kalau menikah ya?”
“Hehe betul… Tapi Yusuke-Kun pasti sesekali pulang ke rumah kan? Mumpung satu kota, jadi lebih…”

“Tidak”
“Eh?”
“Aku tidak pernah pulang ke rumah” Yusuke menghentikan kegiatannya dan menatap Marie.
“Ah, maaf…. Aku bicara terlalu jauh” senyum Marie tidak enak.

“Tidak apa-apa” Yusuke Kamiya menarik napas pendek dan dia melanjutkan apapun yang perlu dia lanjutkan lagi.

“Maaf… Bicaraku asal hahaha…….”
“Sejak aku pergi dua tahun lalu, aku tidak pernah pulang ke rumah lagi”
“Eh?” waduh, pikir Marie. Karena dia salah bicara, Yusuke tampaknya jadi mengingat kenangan buruk.

“Ah, sudahlah…”
“Iya, tidak apa-apa… Pasti banyak orang sepertimu”
“Banyak?” senyum Yusuke. “Haha… Nah, sebentar lagi jadi, sabar ya”

“Iya”

Marie menatap ke arah langit sore itu. Sebentar lagi mulai gelap. Memang omongannya harus dijaga. Kana dan Kyoko sering menegurnya kalau bicaranya sudah mulai tak terarah dan asal. Selama ini mungkin karena dia terlalu intens bergaul dengan Kyoko dan Kana yang sudah terlalu hapal akan kebiasaannya, dia jadi tidak aware. Sekarang, dengan orang baru, semisal Yusuke Kamiya aka Maria, dia harus lebih menjaga omongannya.

Apalagi untuk orang yang sepertinya punya masalah keluarga ini. Marie penasaran sekali, tapi kalau dia bertanya, itu sudah terlalu tidak sopan.

“Nah” akhirnya. Marie sudah tidak sabar untuk melihat hasil kerja Yusuke Kamiya.

Lelaki tampan itu menunjukkan karyanya ke Marie. Marie lalu tersenyum lebar. Berulang kali dia melihat ke arah wajah Yusuke yang tersenyum kecil dan ke kertas yang dipegang oleh Yusuke.

“Kawaii……” Marie sangat bahagia melihatnya. Di atas kertas, ada Marie Taniguchi versi manga. Tadinya, Marie kira Yusuke hanya akan menggambar portrait mukanya saja. Tapi yang ada di kertas, benar-benar luar biasa. Marie Taniguchi versi manga, seluruh badan, dalam perspektif yang sulit. Tentu sulit menggambar langsung seseorang dalam pose sedang duduk di bangku taman.

Detail pakaiannya benar-benar tergambar. Sweater turtleneck warna cerah yang Marie pakai, celana pendeknya, stockingnya, sneakersnya, bahkan tas dan aksesoris yang dipakai Marie seperti gelang dan kalung semuanya tergambar dengan baiknya. Dalam versi manga. Gaya gambarnya sungguh-sungguh feminin, kontras dengan penampilan Yusuke Kamiya yang begitu maskulin.

“Suka?”
“Suka sekali!!! Ini pertama kalinya ada orang menggambar diriku…. Aku suka gaya gambarnya…. Ahahahahaha…” Marie tersipu, sambil tersenyum lebar, kalau boleh, dia ingin memeluk Yusuke aka Maria yang sedang duduk di sebelahnya ini.

“Syukurlah kalau kamu suka” Yusuke sedang merapihkan peralatan gambarnya, dan dia tampaknya puas melihat reaksi Marie yang gembira melihat gambar karyanya.

“Kalau kamu bilang, kamu mau jadi mangaka, kamu pasti bakal sukses!”
“Yah, kenyataannya, kan sudah kubilang, aku bahkan belum berkesempatan jadi asisten mangaka….. Sekarang saja, aku masih kerja serabutan untuk hidup sehari-hari” balas Yusuke, meluruskan kakinya dan bersandar di bangku taman.

“Tapi aku yakin…. Kamu akan sukses. Lihat saja nanti!”
“Hahahaha…. Sulit sih…”

“Ah, andai aku kenal dengan salah satu mangaka… Akan kukenalkan kamu ke dia…. Kalau kamu memang ingin jadi asisten dulu sebelum membuat serial sendiri… Eh, kenapa tidak membuat serial sendiri saja”

“Hahaha… Ada tahapannya, pertama tentu menjadi asisten, kalau nekat langsung membuat serial sendiri, tanpa kenalan di dunia manga, dan tanpa modal pengalaman mengerjakan manga, tentu akan sangat sulit sekali….” jawab Yusuke panjang.

“Tapi bukan berarti tak bisa kan?”
“Bisa, tapi sulit sekali…”
“Hmmm…”

“Sudahlah, nanti aku akan cari tahu sendiri caranya….. Kamu cukup bantu doa dan semangat saja” senyum Yusuke.
“Hehehe… Baiklah….” Marie mengembalikan gambar dirinya versi manga ke Yusuke.

“Eh, itu untukmu” Yusuke menolaknya dengan senyum yang sangat-sangat manis.
“Untukku?”
“Iya, itu untuk kamu…. Anggap saja sebagai pengingat kali pertama kita pergi bareng” tawa sang lelaki.

“Ah, memento kencan pertama ya?” senyum Marie dengan cerianya.
“Kencan? Boleh juga kalau disebut kencan…. Hehehehehe”

Ya, ini kencan. Kencan antara Yusuke Kamiya dan Marie Taniguchi. Marie menggenggam gambar yang diberikan Yusuke tadi. Dia tersenyum melihat dirinya yang hadir kertas itu, dalam gaya manga.

“Mungkin aku akan membingkainya”
“Kalau begitu, kita cari bingkai yang cocok sekarang”
“Baiklah”

------------------------------

b6c7e410.jpg

Pada umumnya, kencan di Jepang itu tidak seperti ini. Biasanya mereka pergi sendiri-sendiri dan pulang sendiri-sendiri. Tapi, Yusuke Kamiya malam ini mengantarkan Marie pulang. Di tangan Marie ada sebuah kantung kertas yang berisi gambar karya Yusuke yang sudah dibingkai dengan baik.

Mereka baru saja selesai makan malam dan karena lokasi makan malamnya dekat dengan apartemen Marie, maka Yusuke menawarkan dirinya untuk mengantarkan Marie pulang.

Marie membuka pintu apartemennya, dan dia menaruh kantung kertas itu di lantai.

“Kamu mau mampir dulu?”
“Tak usah, aku harus istirahat sepertinya” jawab Yusuke.
“Baiklah” Marie tersenyum. Yusuke tidak ingin masuk. Mungkin memang terlalu awal, ini kencan pertama, masa sudah main ke apartemen sih? Nanti terjadi hal-hal diinginkan yang tampaknya itu terlalu awal terjadi.

“Terima kasih ya”
“Kok kamu yang terima kasih, harusnya aku dong, diajak jalan ke Otome Road, lalu digambarkan ala manga, aku senang sekali…”

“Terima kasih karena hari ini kita berdua bisa jalan bersama dan mengobrol…. Dan aku setuju dengan kamu.. Yang tadi itu bisa disebut kencan” senyum Yusuke. Anting-antingnya yang menghiasi telinganya sangatlah menonjol, berwarna emas, kontras dengan kulit Yusuke yang agak pucat.

“Berati bakal ada kencan-kencan selanjutnya?” tanya Marie dengan riang.
“Akan ada, Taniguchi…. Tunggu kabar selanjutnya”
“Hehehe… Baiklah….”
“Kalau begitu aku pulang dulu ya?”
“Iya… Hati-hati di jalan, terima kasih sudah diantarkan pulang”
“Sama-sama…. Sampai Jum….”

“KANA??” pintu kamar apartemen sebelah terbuka, dan orang yang keluar dari dalam kamar itu adalah Kana Mitsugi.

“Ah… Kamu sudah pulang ya?” Kana mendengus ke arah Marie, sambil merapikan rambutnya.
“Kamu sedang apa di sini???”
“Kamu sendiri sedang apa?”
“Ini tempat tinggalku!!”

“Ah, hai Taniguchi….” Kepala Okubo muncul dari dalam pintu, dan dia tersenyum ke arah Marie. Yusuke diam saja, menunggu pergerakan selanjutnya, karena Marie tampak tertegun melihat Kana dengan casualnya keluar dari kamar Atsushi Okubo.

“Ha… Halo… Okubo-San”
“Haha, aku mau mengantarkan Kana ke stasiun…” senyum Okubo, menjawab pertanyaan yang tidak ditanyakan.

“KANA? KAMU MANGGIL DIA PAKAI NAMA DEPAN???????”
“Sudah deh, Marie… Kenapa mesti heboh begitu sih?” Kana terlihat terganggu, dan Okubo keluar dari kamar apartemennya dan dia mengunci pintunya.

“Ka… Kalian bareng?”
“Kalau iya, memang kenapa?”
“Kenapa aku tak tahu? Kyoko tahu?” bingung Marie.
“Memangnya semua yang terjadi di dalam hidupku kalian mesti tahu?”

“Eh, iya dong… Kita kan teman… Malah nanti kalau kita bertemu lagi, aku rencananya akan cerita banyak soal dia!!” tunjuk Marie ke Yusuke aka Maria.

“Memangnya siapa dia? Pacarmu?” ledek Kana.
“Belum” “Bukan” Yusuke dan Marie menjawab bareng, tapi jawabannya tak senada.

“Jawabannya tidak sama” tawa Kana. “Sudah, aku mau pulang”
“Eh tunggu!! Kamu sama sekali belum bilang ke aku, kamu dan Okubo pacaran???”
“Kalau iya, memang kenapa?” Kana mengulang jawabannya.

“Ya…. Aku cukup senang… Sih?” balas Marie dengan aneh.
“Bagus kalau kamu senang…. Aku pulang dulu, sampai bertemu di sekolah…..”

“Eh, tunggu, memangnya kamu gak penasaran, siapa dia?” Marie menunjuk lagi ke arah Yusuke. Yusuke Kamiya tampak bingung.
“Tidak penasaran, tapi karena kamu bertanya begitu, boleh juga aku tanya ke kamu…. Siapa yang bersama Marie-Chan sekarang? Dan di .ana kalian bertemu? Apakah sudah mau pulang atau baru mau masuk? Aku teman kamu tapi tidak harus tahu sampai sebegitunya, Marie…. Kamu juga punya privasi….” kesal Kana.

“Ano… Sebenarnya kita pernah bertemu” senyum Yusuke.
“Masa? Kamu….. Ah!!”

“Iya, hehehe”
“Aku lupa wajah aslimu, padahal sempat lihat sehabis kamu show!!!” kaget Kana.

“Ya kan? Kaget kan?” tawa Marie.
“Ini… Maria kan? Yang kita tonton waktu liburan musim dingin itu kan???” bingung Kana.

“Iya…”

“Ah, jadi dari gitarisnya, sekarang ke vokalisnya ya?” ledek Kana ke Marie. Tapi Kana tampaknya lupa kalau di sana ada Okubo dan Yusuke. Mendadak selasar apartemen itu jadi battleground untuk Kana vs Marie.
“Dia sudah bukan gitarisku lagi” tawa Yusuke.

“Eh?”
“Iya… Katanya dia bikin Taniguchi kecewa ya? Dia juga bikin kami kecewa” lanjut Yusuke.

Okubo hanya diam saja sambil memasang tampang senyumnya.

“Ngomong-ngomong, kita belum berkenalan” Yusuke aka Maria melanjutkan kalimatnya.
“Ah iya, aku Okubo Atsushi, salam kenal”
“Aku Kamiya Yusuke, salam kenal….” mereka berdua saling menundukkan kepala dan tersenyum dengan ramah.

Sedangkan. Kana dan Marie saling menatap, seakan-akan mereka berdua akan bertempur saat itu juga. Marie kesal, karena Kana tidak memberitahu apapun soal Atsushi Okubo. dan Kana kesal, karena dia pikir, Marie jatuh ke lubang yang sama, yakni ke musisi rock brengsek.

Sepertinya, hari kuliah pertama senin nanti, akan banyak keseruan yang mengagetkan untuk Kyoko Kaede.

Karena, Kana versus Marie jilid sekian, sudah dimulai lagi.

==================
==================


haruko10.jpg

Aku duduk di depan Papa, dengan muka gak enak. Handphoneku ada di tangan Papa, dan Papa geleng-geleng.

“Duh, apa-apaan ini….”
“Aku gak tau Pa……..” aku bete banget. Gak nyaman rasanya.

sebstu10.jpg

Sementara Om Stefan dan Om Anin bingung ngeliat ke arah seseorang anak kelas tiga SMA. Tampangnya kalem, murah senyum, ramah, dan cara bicaranya benar-benar sopan. Dia baru pertama kali ke sini. Padahal ayahnya, lagi ada di dalam studio, lagi ngeberesin peralatan musiknya.

“Elo, anaknya Bagas?” tanya Om Stefan bingung.
“Betul Om” jawab anak itu dengan muka ceria.
“Iya beneran… Masa salah, gue tiap lebaran ketemu kok” bisik Om Anin.

“Kok begini anaknya Bagas??? Woi kampret!! Setan alas… Lo kasih makan apa anak lo jadi begini???” teriak Om Stefan ke dalam studio. Yang ditanya hanya diam. Iya, diam.

Om Bagas mendadak keluar dari dalam studio. Dia menenteng tas bulat, gak tau isinya apa, kayaknya bagian dari set drum deh.

“Lo orang pada berisik amat, ini anak gue nih….” tegur Papa ke Om Stefan.
“Alah, biasa masalah remaja, gampang lah… Cari anaknya, tegur, kalo ngelawan, tonjok!” jawab Om Stefan dengan nada kasar.

“Masih aja ya, panasan, si monyet satu ini” kesal Om Anin.
“Diem lo, gorila tua”
“Elo tuh, monyet tua”

“Gue pulang” mendadak obrolan mereka disela sama Haji Bagas Syachrul Utomo. Iya, Om Bagas adalah satu-satunya personil Hantaman yang sudah menunaikan ibadah Haji. “Budi. Ayo jalan. Maaf kamu harus nunggu Ayah” lanjut Om Bagas lagi.

“Iya, kami pulang dulu ya?” senyum Mas Budi, anaknya Om Bagas. Dia menangkupkan tangannya di dadanya. Tampangnya bersih banget, berkacamata, dengan jenggot tipis di dagunya, badannya kurus, tapi gak kering. Katanya, dia anak remaja masjid. Kami satu-satu disalamin oleh Mas Budi, kecuali aku. Dia gak mau megang tanganku. Bukan muhrim kayaknya. Tau deh. Aku mendingan ngobrolin yang lain, sambil liat Om Bagas dan Mas Budi berlalu.

“Aneh banget sumpah” bisik Om Stefan.
“Gak aneh” balas Om Anin.

“Ini baru aneh!” suara Papa kedengaran marah banget. Dia ngasih liat handphoneku ke Om Stefan.
“Gue udah liat”
“Terus, harus gimana sekarang?” marah Papa.

“Gak tau, kalo gue bilang, cari anaknya terus tampol” balas Om Stefan.
“Mending laporin ke guru deh” potong Om Anin.
“Pussy!”

“Kasar banget sih nyet!”
“Kyoko udah tau?” tanya Om Stefan, tanpa mengindahkan Om Anin. Aku meringkuk di kursi teras studio.

“Kalo emaknya tau, bisa stress kali…. Kepikiran mulu, terus ntar anak gue ga boleh ke mana-mana……” Papa narik napas panjang. Iya, Okasan protektif banget sama aku.

“Coba gue baca” Om Anin belum pesan yang masuk ke handphoneku itu. Dan dia kayaknya mau baca, mumpung Okasan gak ada, dia berani kayaknya baca kenceng-kenceng.

“Eh, lo kok sok kecakepan banget sih? Lo kan udah punya cowok kan? Yang Cina itu? Yang pernah nyamperin ke minimarket sebrang sekolahan? Cocok kan, Cina ama Jepang? Jadi lo jangan kegatelan ya, masih suka haha-hihi sama Rendra. Pokoknya lo jauhin Rendra, kalo engga, awas lo, gue kirim balik ke Jepang tau rasa!”

Aku males denger pesan wassap dari nomer gak dikenal itu. Karena banyak hal. Satu aku takut. Aku gak macem-macem. Pacaran aja belom pernah, dan aku sama sekali gak kegatelan. Aku cuma ngobrol sama Kak Rendra, dan kalau cowok yang dimaksud itu adalah Jonathan, udah pasti dia bukan pacarku. Aku cuma bingung aja, kok aku gak ngapa-ngapain aja bisa jadi target bully kayak gini.

“Udah deh, cari anaknya, langsung gampar di depan gerbang sekolah!” teriak Om Stefan.
“Kalo anak cewek gimana?” balas Om Anin.

“Gak peduli lah!! Atau… Gue punya ide lebih baik!”
“Apaan?” tanya Papa.

“Kita cari anaknya, kita cari orang tuanya, terus gampar orang tuanya di depan anaknya! Biar malu tuh bocah, jangan macem-macem sama Haruko….” kesal Om Stefan.

“Lo sinting kali ya nyet” Om Anin ngebentuk tanda garis di jidatnya, ngatain Om Stefan sinting.

“Ya iya lah… Siapa pun yang berani macem-macem sama Haruko, gue gampar!!”
“Bokapnya gue, Fan” Papa berusaha nenangin Om Stefan. “Pokoknya kita coba selesaikan baik-baik, ntar mungkin perlu ngobrol sama wali kelasnya…. Harus gimana….”

“Ngadu ke guru, bego lu.. Tar anak lo dibully makin parah…… Terus…”

Mendadak ada suara motor Papa masuk ke halaman rumah. Duh, itu pasti Okasan, baru balik dari Mitaka.

“Bini gue” sambung Papa. “Pokoknya lo semua diem, Haruko juga, jangan cerita dulu… Kalo ketauan emaknya, bisa gawat ini”

“Siap” ucap kami bertiga secara bersamaan. Papa lantas narik napas lega.

“Ah… Kalian… Sudah makan malam? Mau makan di sini tidak, Stefan dan Anin?” mendadak Okasan muncul dari lorong yang ngehubungin garasi dengan belakang rumah, yang ada studio di sana.

“Mau” jawab Om Stefan kaku-kaku.
“Gak makan di rumah aja Fan? Gue sih mau balik, bini gue udah nyiapin makanan” sambung Om Anin, merujuk ke Tante Zee.

“Gue makan apa di rumah, bego? Makan angin?”
“Eh iya…”

“Ahahaha, aku siapkan dulu ya, berarti hanya untuk Stefan, Aya, dan Haruko….” dan Okasan berjalan dengan langkah yang riang menuju dapur. Kami berempat membisu, saling lihat-lihatan.

https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif
Sumpah, gak nyaman banget. Apa sih dosaku, sampe di bully lewat sosmed oleh nomer gak dikenal? Pengen nangis sumpah.

Kayaknya, beberapa waktu ke depan bakal berat buat aku.

Ah….. Entah. Pengen nangis aja lah… Biar sekalian ancur-ancuran.

Sebel.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 33

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya
- Arya / Achmad Ariadi Gunawan (48) Sang Ayah, Suami dari Kyoko

- Stefan / Stefanus Giri Darmawan (48), Vokalis Hantaman
- Anin / Anindito Widyatmo (49), Bassist Hantaman
- Bagas Syachrul Utomo (46), Drummer Hantaman

- Budi (18) Anaknya Bagas.

Kyoko's Timeline:


438be411.jpg


- Kyoko Kaede (19)
- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra
- Atsushi Okubo (25) Tetangga Marie, menjalin hubungan khusus dengan Kana, pekerja kantoran.

Glossary :


Mata Ne : Sampai nanti
Okasan : Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Mksih upnya om...:ampun:
Gile keren banget si Bagas misterius tau2 sudah haji...mantap:jempol:
Btw kalo dibuat side story' Bagas keknya bagus om....
 
Proporsi masa lampau yg lebih banyak justru bikin ceritanya lbh banyak gw skip. Tp entah kalau ternyata setiap detil di cerita itu berpengaruh sama cerita keseluruhan nantinya, pembaca bisa balik lagi.

Yang pasti, sbg pembaca cerita2 RB, saking seringnya gw terpapar sama universe Aya setiap detil dr cerita Haruko lah yg lebih menarik.

Just my two cents.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd