Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Bimabet
Gak kebayang deh misal satu auditorium lagi orgy pass si plerong musnah tiba tiba mereka semua pada sadar gitu
 
Nyi Kinarah

Ki Gondolangit terbelalak. Nafasnya tersekat di tenggorokan. Pertanda bebaya nampak di atas kepulan asap dupa. "Nyi Kinarah…." desah dukun tua itu.

Sesuatu harus dilakukan.

~~~~~~

"Kakak…. Ooohhhhhhh…… aduhhhh…… Ani enak banget….. Kaaakkkk….."

Renggani mengangkangkan kedua pahanya yang putih halus panjang itu, menahan dengan kedua tangannya di balik lutut. Ia merem melek memperhatikan Ridwan yang asyik membenamkan wajah di depan selangkangan. Lidah pemuda ganteng tercinta itu menyapu dari kelentit di atas, terus turun ke bawah, menggeletik ujung liangnya, terus naik lagi ke atas. Berirama teratur, setiap kali membuat Renggani merintih-rintih. Terlalu enak. Tidak tahan lagi.

"Kak…. Ayo masukin." Renggani meraih tubuh yang tegap itu naik ke atasnya. Ia meraih batang lelaki yang keras kuat mengacung, mengarahkan ujungnya ke liangnya sendiri. Basah. Tidak sabar lagi. Bless!

Kedua anak muda itu merasakan kenikmatan hebat ketika kelamin mereka berpadu, yang besar dan yang sempit. Mereka seperti menari, dengan kegagahan mendorong masuk dan dengan gemulai berputaran, berkedut-kedut mencengkram. Ridwan menurunkan tubuhnya, menutupi tubuh Renggani. Perempuan itu melingkarkan kakinya yang jenjang ke sekeliling tubuh Ridwan, mendorong batang kemaluan itu melesak sedalam-dalamnya.

"Aarrgghhh!" keduanya hampir bersamaan mengejan, di puncak kenikmatan. Lepas. Dan hati Renggani merasa amat sangat bahagia. Seseorang telah memiliki seluruh tubuhnya, seluruh hatinya, persetan dengan masa lalu yang gila. Kehidupannya adalah miliknya, yang ia berikan kepada lelaki ini. Maka tidak ada lagi lelaki yang boleh menjamahnya, seperti dulu. Tidak lagi.

Tubuh telanjang itu melenggok indah. Cairan mani mengalir dari selangkangan terus ke paha, turun hingga menetes di lantai. Renggani terus jalan ke kamar mandi bersiap. Mereka harus pergi ke rumahnya, Renggani ingin mengambil barang-barangnya. Ia ingin pindah tinggal bersama kekasihnya, untuk seterusnya. Sudah tidak ada apa-apa lagi dengan kampung gila itu.

"Kakak...."

"Ya, sayang?"

"Ani gak ada beha, celana dalamnya basah."

"Wah. Jadi?"

"Kita kan terus ke rumah Ani. Gak usah pakai ya?"

"Masih pakai baju?"

"Idihhh... Ya masihkah, kalau baju sih..."

Ridwan tersenyum. Bagaimana baju tipis itu bisa menyembunyikan tetek yang besar penuh susu, yang bulat indah penuh gairah itu? Tapi mereka bergegas bersiap.

Renggani merangkul Ridwan selama perjalanan mereka menuju rumahnya di tepi desa. Sementara Ridwan menyetir mobilnya melalui jalan berbatu, Renggani menikmati harum tubuh lelaki yang dicintai ini.

Hari sudah semakin gelap. Sudah lewat maghrib. Ridwan menyalakan lampu besar. Begitu menyala, mendadak nampak satu sosok tubuh berdiri di tengah jalan. Ridwan berhenti. Menekan klakson. Orang itu tetap berdiri di sana.

"Kakak...." Renggani menjadi khawatir.

"Tunggu bentar di sini," kata Ridwan. Ia terus membuka pintu, melangkah keluar. Renggani memperhatikan kekasihnya melangkah ke depan, diterangi sorot lampu mobil. Pemuda itu nampak baru saja hendak berbicara, ketika tiba-tiba lelaki itu menghunus parang dan menyabet lehernya.

"Kakaaaakkk!!" Tapi semburat darah membasahi kaca depan mobil. Ridwan terus tergeletak dengan leher hampir putus. Lelaki itu terus melangkah ke sisi pintu Renggani, yang masih menjerit dan tidak bisa menerima apa yang baru disaksikannya.

Renggani membelalak. Suaranya tercekat di kerongkongan. Tidak bisa berteriak.

Memandang kekasihnya tertelungkup di atas kap mobil. Diam. Mati.

Lenyap seluruh harapan, dalam satu kilasan sabetan parang.

Lenyap seluruh cinta kasih yang baru seumur jagung.

Lenyap seluruh kenikmatan.

Tak ada rasa.

Tak ada jiwa.

Tak ada…..

Hanya dalam hitungan detik, pintu mobil dibuka. Lelaki itu meraih ke dalam mencengkram rambut panjang Renggani, menariknya keluar. Dia terdiam, menunggu kematian. Lelaki itu mengangkat parangnya. Menatap wajah ayu cantik itu membeku. Tidak berteriak, tidak lagi ketakutan. Dengan hanya pakaian tipis membalut badan. Lelaki itu menelan ludah.

Renggani diseret ke depan mobil. Lelaki itu mendorong jasad Ridwan dengan kakinya, tubuh lelaki yang penuh darah itu terus tergeletak di tanah. Sebagai gantinya, ia menarik Renggani ke atas kap mobil. Menarik ujung bajunya naik ke atas, menyingkapkan lebatnya rambut kemaluan. Kedua kaki Renggani direnggangkan, menyibakkan memeknya terpampang, samar-samar merah di dalam kegelapan malam. Lelaki itu meludah di tangannya, lalu menggosok bibir liang Renggani.

Perempuan itu hanya menatap langit yang biru gelap, bintang-bintang mulai bermunculan. Ia tidak merasakan apa-apa, lebih beku dibandingkan saat-saat dikawini orang sekampung ketika tak terhitung batang kemaluan masuk ke dalam dirinya. Tangan terentang lebar, kedua kaki mengangkang lebar, Renggani tidak tahu bagaimana lelaki itu telah membuka celananya. Batang kemaluan lelaki jahanam itu telah keras membesar, tidak panjang namun berdiameter besar dengan urat-urat di sekelilingnya.

Renggani hanya sedikit merasakan sesuatu memasuki liang kemaluannya, terbenam sampai ke pangkalnya. Maju, mundur, masuk, keluar, ia tidak bersuara. Yang terdengar hanya dengus dan kata-kata yang tak terdengar artinya, tidak dapat dipahami maknanya. Lelaki itu bergerak lebih cepat mengentot perempuan yang sebentar lagi juga akan dibunuhnya. Lelaki tak berperasaan yang hanya tahu memuaskan nafsunya. Binatang liar yang kontolnya dibenamkan masuk dalam memek korbannya.

Renggani merasakan sesuatu muncul di perutnya. Seperti badai yang membesar, berputar, menghisap segala sesuatu dalam dirinya. Ia merangkul badai itu, berharap dirinya dibawa dalam kematian, mengikuti sang kekasih ke alam baka. Karena buat apa meneruskan kehidupan di dunia? Tetapi pusaran badai itu naik dan memenuhi seluruh perutnya, rongga dadanya di atas dan kedua pahanya di bawah. Di tengah hisapan yang terasa, pusatnya berada di memeknya, yang sedang mencengkram sebatang kontol yang terbenam dalam dan hampir memuntahkan pejunya.

Kontol yang berada dalam cengkraman memeknya, di tengah hisapan kuat. Renggani hanya perlu membiarkan kekuatan hisapan itu menyedot sepenuhnya. Tidak ditahan-tahan lagi. Lelaki itu mengejang. Pejunya muncrat keluar jauh di dalam memek Renggani. Ia terhisap, ketika Renggani membiarkan pusaran itu menghisap segala sesuatu keluar -- bukan saja peju, mani, tapi juga roh dan jiwa lelaki itu. Seluruh keberadaannya, seluruh dirinya, seluruh pikirannya, menyatu menjadi energi besar yang dihisap seluruhnya.

Penyatuan tubuh itu, mengambil seluruh kemanusiaan lelaki malang ini. Alam seakan membeku dalam erangan panjang sang lelaki yang tidak berdaya, ketika seluruhnya mengalir keluar melalui batang kemaluannya, mengalir tak terbendung ke dalam perempuan yang sedang digagahinya.

Satu menit kemudian, semuanya berakhir. Lelaki itu melepaskan diri, lantas jatuh terduduk di atas tanah, diterangi sorotan lampu mobil. Renggani bangkit, merapatkan kakinya. Memandang ke bawah, kepada lelaki yang seperti orang bodoh duduk bersila di atas tanah yang dibasahi oleh darah. Renggani menunggu lelaki itu berbuat sesuatu, tetapi ia terdiam saja.

"Kamu… siapa?" tanya Renggani.

"Saya Edi, Nyi…" lelaki itu menjawab datar.

"Kenapa…. Kenapa kamu bunuh Kakak…. Kenapa mau bunuh saya?"

"Saya disuruh, Nyi…."

"Siapa yang suruh?"

"Ki Gondolangit Nyi"

"Kenapa dia suruh?"

"Tidak tahu Nyi…. Saya disuruh lewat Pak Jumadi, bawahannya Ki Gondolangit."

"Terus….. Kenapa kamu perkosa saya?"

"Saya tidak tahan Nyi….. Kelihatan cantik sekali. Sayang kalau tidak dinikmati…. "

Kemurkaan Renggani seperti badai yang keluar dari sarangnya. Seluruh energi, seluruh kekuatan yang timbul itu menggelora. Tubuh perempuan itu bersinar, warnanya merah dan oranye, menyala di balik bajunya yang hanya sehelai kain itu. Seluruhnya bersinar, dari atas kepala sampai ujung kaki, lebih terang dari lampu mobil yang menyala.

"Berdiri!" Seru Renggani.

Dengan patuh, lelaki itu berdiri dan memandang tubuh bersinar di depannya. Penisnya yang semula melayu, segera mengacung keras kembali ketika matanya menatap Renggani. Ia sangat muak melihat keadaan lelaki itu, kotor berlumur tanah bercampur darah, dengan kontol mengacung keras.

"Lebih baik kamu potong saja kontol sialan itu." Kata Renggani dalam kemurkaan. Lelaki itu nampak gembira mendengar perintah Renggani. Seperti mendapat kesempatan untuk melakukan sesuatu demi menyenangkan Renggani.

Tanpa ragu, lelaki itu memegangi penis keras dengan tangan kirinya. Tangan kanannya mengayunkan parang dari atas ke bawah. Crasss!

Darah menyembur dari luka ketika parang menebas penis lelaki itu. Rupanya rasa sakitnya sangat hebat, sehingga lelaki itu jatuh bersila. Renggani merasa amarahnya masih mengamuk di dada.

"Sekarang kamu boleh mati." Kata Renggani. Lelaki itu segera kejang-kejang, matanya membeliak ke atas hingga hanya terlihat putihnya saja. Seperti orang sekarat. Tersengal-sengal.

Sebentar kemudian, ia juga mati.

Renggani berjalan perlahan-lahan menuju rumahnya, masih beberapa kilometer dari tempat itu. Berjalan dalam kelam malam, ditemani sinar bulan purnama. Tubuhnya tidak lagi bersinar. Hampir tengah malam, ia memasuki rumahnya yang sunyi dan gelap. Melepaskan sepatu diteras, ia terus membuka pintu depan.

Tanpa menyalakan lampu, Renggani terus melangkah masuk. Melalui ruang tamu. Masuk ke kamar tidur, menutup pintu. Menyalakan lampu kamar. Tubuhnya yang telanjang bulat nampak berkeringat setelah berjalan kaki sejauh itu. Ia melangkah ke depan cermin yang besar di pintu lemari. Memandang tubuh telanjangnya.

Di sana, sosok itu bukan lagi tubuh seorang ibu muda yang baru melahirkan. Itu tubuh perempuan yang cantik dan langsing, kedua payudaranya masih besar tapi bentuknya bulat menantang. Warna putingnya tidak lagi kecoklatan, melainkan pink tua. Pinggangnya berlikuk indah. Tidak ada lagi parut bekas hamil di sana. Renggani memegang selangkangannya, ia tidak lagi mendapati luka bekas melahirkan. Semuanya hilang.

Renggani memasukkan jarinya ke liang wanitanya. Nyeri. Jarinya menyentuh sesuatu. Selaput darakah?

Entah bagaimana, Renggani kini kembali menjadi seorang perawan. Tanpa ia ketahui, ia telah berubah menjadi Nyi Kinarah.
AMAZING STORIES....
 
Seru ceritanya. Wisnu...Siwa...Brahma. Tiga tapi sejatinya satu
 
muantap euy. ditunggu ending nya ki dalang Duckkler..
 
muantap euy. ditunggu ending nya ki dalang Duckkler..
 
EPILOGUE

Matahari pagi terasa hangat di wajah semua yang hadir di tempat retreat yang terpencil itu. Jumlah mereka tidak lagi sebanyak sebelumnya, karena sebagian besar orang-orang sudah kembali ke rumah masing-masing, setelah tidak ada lagi ancaman marabahaya di Kota. Namun, bagi Ridwan dan Emma, hari ini merupakan hari yang istimewa. Ridwan mengenakan setelan jas yang bersih, ia hanya memakai kemeja biasa di baliknya. Jas pinjaman, ia tidak mempunyai banyak baju selama perjuangannya selama sebulan itu. Emma juga hanya mengenakan gaun pengantin putih yang sederhana, dengan slayer.

Namun, Ridwan terlihat sangat tampan. Dan Emma seperti seorang bidadari, kecantikannya bersinar walau hanya memakai make-up seadanya. Ia cantik dengan tubuh dan kulitnya, dengan matanya, dengan senyumannya. Mentari pagi dan bunga-bunga bermekaran, di udara pagi yang sejuk, dan suasana hening yang indah. Seorang pendeta dipanggil untuk melaksanakan upacara pernikahan itu, ia mau hadir seminggu sebelumnya, memberikan konseling dan pelajaran rohani kepada pasangan calon pengantin.

Pernikahan adalah mandat dari Tuhan, dikuduskan dalam Tuhan yang menjadikan manusia berpasangan. Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya, sehingga mereka menjadi satu daging. Dosa sudah memisahkan manusia dari Tuhan, tapi oleh anugerah, melalui Anak Tunggal Allah, manusia bisa kembali bersatu dengan Allah, dan bersatu sebagai keluarga dalam Allah. Demikianlah pendeta berkotbah, dan setelah itu ia memberkati kedua pengantin. Para hadirin bertepuk tangan ketika Ridwan membuka slayer Emma, dan mencium isterinya.

Danan dan Renggani saling berpelukan memandang pernikahan sahabat mereka. Renggani masih merasa sedih karena Dedi tidak hadir di sini, pasti ia gembira dengan pernikahan Ridwan dan Emma. Dedi tidak akan pernah melihat sinar matahari lagi, walau sukmanya kini telah menyatu dengan Renggani.

Ah, barangkali, Dedi juga masih hadir di sini, turut tersenyum melihat pernikahan itu melalui mata dan senyuman Renggani yang cantik.

Anindya dan Jill berdiri jauh-jauh, mereka tidak begitu menyukai pernikahan Kristen. Danan menghampiri teman dari India ini.

"Tidak mendekat ke sana?" tanyanya ringan.

"Ah... Tidak lah. Kami mengikuti prinsip Arya Samaj, sepenuhnya kami mengikuti kitab Weda... Ajaran Kristen tidak sepenuhnya cocok dengan Arya Samaj," jawabnya acuh tak acuh.

"Bukankah.... Bukankah kekristenan dan Arya Samaj sama-sama mengutamakan kebenaran? Sama-sama berusaha mencari pengetahuan, dan membebaskan orang dari tahayul dan kasta-kasta?" tanya Danan.

"Yaaa.... Tapi tidak sama. Apakah yang engkau percayai, Danan?"

"Hmm... Aku tidak yakin. Ajaran dari agama Hindu banyak diberikan, tapi aku tidak memahami banyak hal. Seperti, bagaimana mungkin Dewa Brahma yang Pencipta, itu terlahir dari pusar Dewa Wisnu? Lalu ketika mereka berkelahi, keduanya dihentikan dan ditundukkan oleh Dewa Siwa, yang menjadi Penghancur? Sedangkan Dewa Brahma adalah yang menciptakan segala sesuatu!

Jadi, siapakah yang menciptakan Siwa, dan Wisnu, dan Brahma?

Siapakah yang menciptakan segala sesuatu, termasuk para Dewa?" tanya Danan.

"Arya Samaj mengajarkan bahwa ada Tuhan yang menciptakan, termasuk para Dewa. Tuhan yang tidak bernama, tidak berbentuk, tapi mempunyai kepribadian, menilai benar dan salah. Hanya Dia saja yang sesungguhnya layak untuk disembah," jawab Anindya dengan khidmat.

Danan menggelengkan kepalanya. "Aliran Hindu dirimu sungguh berbeda," katanya halus.

"Dayananda Mission memang berbeda. Kami mengajarkan kesetaraan, kami tidak setuju dengan purana dan tulisan yang membuat kasta, serta banyak hal tidak masuk akal lainnya itu. Namun, memang akibatnya kami dibenci. Guru kami, Dayanand Saraswati, mati dibunuh dengan cara diracun. Tapi, kami terus mengembangkan ajarannya.

Kini kami membawa banyak orang mengerti ajaran Weda, tanpa harus melihat kasta. Siapa saja boleh belajar agama Hindu yang sebenarnya," kata Anindya. Ia nampak cukup senang bisa membagikan tentang misi dan organisasinya. Itulah yang membuat orang bule seperti Jill, Richard, dan Rorty bisa berada bersama mereka.

"Tapi... Nampaknya kalian juga tidak berkeberatan dengan telanjang," kata Danan sambil menggoda. Ia mengingat bagaimana indahnya tubuh Anindya yang bertelanjang bulat, setelah memainkan sape untuk musik ritual yang sangat erotis.

"Haha... Konon, Maharishi Dayananda Saraswati juga biasa bertelanjang bulat, atau hampir telanjang," jawab Anindya. Danan mengangkat alisnya. Betapa mudah bagi sekelompok orang untuk menikmati persenggamaan begitu saja. Tapi, mau bilang apalagi? Bahkan lingga yoni yang menjadi lambang, itu juga merupakan gambaran penis yang menancap di vagina, walaupun dibentuk dengan cara simbolik.

Upacara pernikahan sederhana itu selesai. Danan mengajak Renggani untuk memberi selamat kepada kedua mempelai. Ia terus menarik Renggani, kembali ke bungalow tempat mereka tinggal berdua. Renggani mengetahui, merasakan juga gairah birahinya naik karena mengikuti upacara nikah itu. Memandang kedua mempelai berciuman dengan penuh cinta, membuat Renggani juga ingin bercinta.

Hanya dibutuhkan waktu setengah menit untuk menjadi telanjang bulat di depan Danan. Tubuh yang indah semampai, halus, dengan dada yang membulat. Putingnya merah, tegang. Danan dengan lembut mencium, lalu menghisap puting indah itu bergantian, kiri dan kanan. Renggani mendesah. Danan terus melepaskan seluruh pakaiannya, bugil. Ia memandang Renggani yang kini berbaring di ranjang dengan sprei putih. Pahanya mengangkang lebar. Memeknya merah basah, merekah. Renggani selalu menginginkan kontol keras itu masuk memeknya.

Danan memenuhi hasrat isterinya, ia mencium bibir Renggani, seraya memasukkan batang keras kontolnya ke dalam memek Renggani. Seperti lingga menancap pada yoni, keduanya bergerak berirama, mengarungi lautan birahi dengan kekuatan dan kepastian cinta. Ini sesuatu yang juga dicapai oleh Siwa dan Parwati. Dan siapakah yang menciptakan kenikmatan cinta seperti ini?

oooOOOooo​

Ki Gondolangit malam itu menatap asap dupa dengan mata tuanya. Sesosok tubuh muncul, besar dan mengerikan, itulah Batari Durga. Dalam kepercayaan yang dimilikinya sebagai orang Jawa, Ki Gondolangit melihat Batari Durga sebagai monster besar yang mengerikan. Batari Durga adalah raksasa yang sebelumnya merupakan Dewi Umi, nama lain dari Dewi Parwati. Demi Umi dikutuk oleh Batara Guru karena berselisih, sehingga menjadi Durga, yang terus melahirkan Batara Kala.

Dalam penglihatan Ki Gondolangit, Batari Durga sangat, sangat murka. Kakek tua yang usianya lebih dari 90 tahun itu terbungkuk-bungkuk ketakutan.

"Nyi Kinarah sudah menghancurkan karyaku! Engkau harus menanggung salah karena menghadirkan Kinarah!" desis Batari Durga.

Keesokan paginya, orang-orang desa menemukan Ki Gondolangit sudah tidak bernyawa, dalam keadaan duduk bersila dan mata membelalak, tidak mau ditutup. Mantri desa mengatakan mungkin jantung tuanya sudah tidak kuat. Tapi orang-orang desa meyakini hal lain... Dan mereka tidak tahu apalagi bala yang akan menimpa desa. Siapa lagi perempuan yang harus menjadi tumbal?

oooOOOooo​

Amel menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia merasa malu, merasa rusak, juga bingung. Ia tidak dapat mengingat bagaimana semuanya dimulai, tetapi hal inilah yang disadarinya: kini ia sudah tidur dengan Yuyung, juga dengan Rian, Hari, Solihin, hampir seluruh anak laki-laki dikelas. Demikian juga dengan Fanny, Sita, Ratna, Dewi, hampir semua anak perempuan. Mereka telah berkali-kali berganti pasangan, ngentot kiri dan kanan.

Sampai dua minggu lalu, mereka masih menikmati permainan di mana anak perempuan di kelas tidak memakai celana dalam, dan pada saat jam istirahat yang perempuan duduk di atas kontol mengacung anak-anak lelaki, berlomba siapa yang lebih cepat mampu meremas kontol dengan memek, sehingga lelaki itu ejakulasi. Guru-guru mulanya marah, tetapi sejak Pak Andre juga ngentot dengan anak-anak perempuan, kini guru juga mengambil bagian dalam aktivitas ngentot.

Semua guru, tidak terkecuali, sudah ngentot. Entah bagimana mulainya. Baik guru yang muda seperti Pak Andre, Ibu Elly, atau guru tua seperti Pak Herman dan Ibu Setyowati. Mereka mengajar, tapi juga ngentot. Guru lelaki menancapkan kontolnya ke murid-murid perempuan. Sedang murid laki-laki menancapkan kontol mereka ke memek ibu guru, yang mengangkang di kursi guru, di depan, sebagai hukuman.

Anak-anak laki dihukum dengan ngentotin guru? Banyak yang dengan sukacita dihukum! Tapi kalau sudah begitu, anak-anak yang tidak tahan mendengar erangan guru perempuan dientot, mereka sendiri terus membuka celana dalam, mengangkat rok abu, lantas mencari kontol siapa saja untuk diduduki, menikmati memek mereka digaruk kuat-kuat oleh kontol muda dan keras.

Tapi itu semua dua minggu lalu. Hari ini, semua datang kembali sebagai ingatan yang blur, tidak jelas, tapi pasti sangat memalukan. Perempuan macam apa yang melakukan ini?

"Amel? Kenapa....?" tanya Yuyung prihatin. Padahal, diam-diam ia sendiri sedang mengingat bagaimana sudah bersikap cabul luar biasa.

"Kita sudah gila, Yung.... kita sudah melampaui batas... Gua... Gua gak tahu bagaimana bisa ngomong sama orang tua," katanya sambil menangis. Yuyung duduk di samping Amel, mengelus kepala kekasihnya.

"Kita semua melakukannya, Mel... Kita sudah... Ya mau apa lagi?

Jujur aja, gua suka, gua menikmatinya Mel... Ngeseks sama kamu itu... Selalu istimewa buat gua."

"Walau kamu tahu gua juga ngentot sama semua anak laki di kelas?"

"Gua juga ngentot sama hampir semua anak perempuan di kelas."

"Elu nggak ngerasa.... Gua kayak perek? Gua rusak?"

"Kalau itu dibilang rusak, Mel... Gua juga rusak. Lalu gimana?
Gini Mel... Gua tahu ini salah. Dan gua pikir, gua nggak akan ngeseks dengan perempuan lain.

Gua hanya mau ngeseks sama elu, Mel... Gua cinta sama elu.

Soalnya ngeseks sama orang lain, toh tidak ada bekasnya juga. Kenyataannya, tempik elu kan tetap sama walau dimasukin banyak titit. Dan titit gua tetap sama walau masuk ke banyak tempik."

Amel memeluk Yuyung. Menangis sejadi-jadinya. "Kita ini sudah jadi gimana, kok ngobrol kayak gini Yung?! Kita udah kayak gimana?!"

"Gua nggak tahu Mel.... Tapi yang udah lewat, ya udah lewat. Nggak bisa dibalikin.

Hanya sejujurnya, setelah gua tahu ngeseks, gua ngerasa terus membutuhkan seks, Mel. Elu ngerasain juga?"

Amel mengangguk kuat-kuat di dada Yuyung. Itulah hal terberat yang menghantuinya, bahwa setelah mengerti semua kegilaan ini, ia tetap menginginkan seks. Tetap ingin merasakan lelaki masuk dalam dirinya.

"Jangan tinggalin gua, Yung.... Jangan tinggalin gua.... Janji ya Yung? Janji ya?"

Tempat kost Amel yang kecil itu menjadi saksi bagaimana kedua remaja itu berciuman. Bibir bertemu bibir, lidah bermain dengan lidah. Yuyung meremas dada Amel yang hanya memakai Tshirt, tanpa memakai BH lagi. Tangan kiri Yuyung meraba selangkangan, karena Amel hanya memakai celana pendek yang longgar. Amel juga meremas penis Yuyung yang mengeras di balik celana panjang abu-abunya.

Sambil masih berciuman, keduanya berdiri, lalu melepaskan seluruh baju yang melekat. Sudah menjadi kebiasaan, keberadaan mereka berdua ada dalam ketelanjangan. Bugil. Penis Yuyung yang keras menyelinap di antara belahan bibir vagina Amel yang putih pink. Keduanya berpelukan sambil tetap berdiri, merasakan kulit bertemu kulit. Merasakan kebutuhan untuk menjadi satu.

Amel terus berbaring di kasur busa. Yuyung mengikutinya. Pemuda itu mengambil kedua kaki panjang Amel, meletakkan di bahunya. Penisnya mengarah ke vagina yang basah merekah, dan kembali masuk dalam, perlahan, menekan. Sekali lagi, Amel merasa didorong naik ke awang-awang, nafasnya menjadi cepat, berburu dengan kenikmatan penis yang menggosok g-spot vaginanya di posisi seperti itu.

Kenikmatan ini, tidak lagi bisa diabaikan. Kebiasaan ini, tidak lagi bisa dihentikan. Entah ini benar atau salah, tubuh mereka menginginkan seks untuk tetap berjalan dengan baik.

oooOOOooo​

Negeri ini perlahan-lahan pulih dari keterkejutan aksi terorisme yang membunuh banyak Jenderal. Tapi, orang-orang juga menyadari ada yang berbeda. Kini anak-anak muda tidak lagi canggung untuk berpakaian minim di tempat umum. Banyak yang tidak lagi memakai hijab. Banyak yang membiarkan baju kaus dan celana stretchnya begitu ketat menempel di tubuh, sehingga memperlihatkan lekukan hingga belahan memek nampak jelas.

Orang-orang meributkan soal moralitas dengan ketaaan pada agama, sampai ada orang-orang fanatik yang berusaha menjadi polisi moral -- mereka akhirnya diusir oleh satpam mall besera polisi. Bagaimana mau melarang begitu banyak anak muda tampil sexy saat berada di mall?

Tanpa disebutkan, tanpa pemberitaan, semua orang tahu ada sesuatu, karena hampir semua orang menyimpan rahasianya sendiri tentang seksualitas mereka. Perempuan-perempuan muda tidak lagi membahas soal keperawanan dan malam pertama -- kini kebanyakan perempuan tidak lagi perawan, kecuali anak perempuan yang usianya di bawah sepuluh tahun.

Banyak rahasia yang memalukan, karena ibu sudah ngentot dengan anak lelakinya, dan ayah sudah ngentot dengan anak perempuannya. Terasa sangat memalukan, sampai kemudian mendapati bahwa hal sama terjadi di banyak keluarga lain. Akhirnya, hal itu tidak lagi terasa terlalu berat. Bahkan, ada beberapa keluarga yang masih melanjutkan aktivitas seks di keluarga, tapi kali ini sedikit lebih cerdas dengan memakai kondom setiap kali bersenggama.

Setahun kemudian, DPR menyetujui untuk menghapuskan UU Pornografi, itu terasa munafik. Sebagai gantinya, dibuatlah Undang Undang perlindungan perempuan dan anak yang lebih ketat dan menghukum para pemerkosa dengan keras. Tetapi, kebebasan seksual menjadi hal lumrah, tidak lagi kaku. Para perempuan lebih bebas berpakaian, lebih bebas mengekspresikan diri.

Entah mengapa, sejak keperawanan tidak lagi menjadi ukuran nilai kehormatan, para perempuan membuat diri mereka lebih terhormat melalui pikiran dan perbuatan serta pilihan hidup. Perempuan yang tidak memikirkan keperawanan, malah lebih banyak mempedulikan soal bangsa dan negara dan kemanusiaan. Lagipula ketika kebebasan diberikan, anehnya, justru orang-orang lebih menghargai kesetiaan. Mereka tidak lagi menjadi munafik dengan seksualitas mereka sendiri. Tidak lagi merasa perlu menutupi gambar belahan dada sexy saat ditayangkan oleh televisi.

Tapi yah.... Siapa tahu.

Toh semua penuturan ini hanyalah fiksi.

Terimakasih bagi semua pembaca, yang sudah dengan setiap mengikuti kisah Nyi Kinarah ini.

Sampai bertemu di lain cerita!

ini Gandiwa
ini gambaran ritual Maithuna
ini penggambaran Siwa Parwati
ini linggasiwa, atau Lingam Yoni, gambaran penis lelaki (lingga) yang menancap di vagina perempuan (yoni)
ini Rumah Betang tradisional
 
Pertamax.


Cerita epic. Inti cerita sebenarnya sederhana, dikemas dalam bungkus yang bagus. Alur yang terjaga dengan baik, makin menambah nikmat membacanya.

Hanya saja ada beberapa kejadian yang menurutku gak perlu diceritakan. Contohnya anak presiden yang akhirnya kena pengaruh ki plerong, jika dia tidak bisa mempengaruhi bapaknya sehingga membuat kebijakan yang menguntungkan ki plerong kurasa gak perlu juga ditampilkan.
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
wow.. menembus batas.

di tempat lain, 'isi' cerita ini mungkin bakal jd bahan perdebatan yg gak abis2.. dgn segala sumpah serapah..

to be honest.. I totally agree with you ki dalang..
 
Selamet untuk ceritanya yang tamat bos....
Ayo kutunggu karyamu yang lain...
 
Selamat atas selesai nya cerita ini suhu. Anda memberi jalan cerita yang berbeda..
Fiksi yang terbungkus dgn baik.. tapi pesan moral nya sampai. Memang bnyak yg akan jadi perdebatan yang tidak berujung.
Tapi... perbedaan itu indah.. bukan karena berbeda lantas saling benci.
Thank's very much for this epic story...:ampun::ampun::ampun::ampun::ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd