Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Bimabet
top bngtz dah.. imajinasi nte sungguh luarbiasa om TS..
Pantes Oma patah hati.. ternyata Ani sdh jadian sama Danan. :D
omong2 itu Danan dan Ani hensin-nya ngentot kali yah br berubah jd Ares sang dewa perang.. buat lawan musuh. hehehe..
 
NGENTOT

"Kokoooo! Koko Han! Aduhhh.... Kok pulang gak bilang?"
"Hehehe... Hai Yin..."

*peluk* "Kokooo.... Kangen! Yin Yin takut, denger Kota hancur, kampus Koko hancur! Lihat di tivi... Aduhhh...."

"Gak apa-apa kok... Koko gak di kampus waktu terjadi. Eh, Papi Mami pada ke mana? Kok sore begini masih sepi?"

"Papi dan Mami pergi ke luar negeri, tiga hari doang! Yin disuruh jagain rumah doang! Sebel! Mana udah sore gini, Bi Inah udah pulang ke rumahnya. Malam ini Yin sendirian doang. Untung Ko Hans pulang!"

"Uhhh.... Kasian. Ya, untung Koko pulang."

"Terus? Terus?"

"Kok terus?"

"Cerita dong, kuliah gimana sih di Kota kecil gitu?"

"Duh, kamu baru aja naek kelas sebelas. Udah gak sabar mau kuliah?"

"Ya pengen tahu aja. Gimana kuliah?"

"Ya gitu sih. Kuliah... Belajar... Ketemu banyak temen baru. Ceweknya asik."

"Cewek? Idiiiihhh... Hahha.... Ko Han dapet pacar!"

"Pacar? Nggak lah.... Mana sempat. Tapi, di Kota kita semua enak-enak aja, cowok cewek. Kalau udah kuliah, bebas... Pernah tahu gak? Cowok, cewek, kalau suka boleh tidur bareng...."

"Haaa Idiiiihhh! Apaaan!"

"Ya gituan."

"Serius?" *mata melotot*

"Kalo udah tahu rasanya, ya pasti ketagihan."

"Idiihhh.... Apaan sih, peluk peluk.... Aku dedekmu lho!"

Cahaya biru bersinar melingkupi mereka berdua.

"Ouuhh.... Kooo.... Diapain puting Yin... Yaa... Masukin tangan ke situ... Ahhh.... Koooo...."

"Yin, susu kamu udah gede gini ya.... Koko isep putingnya ya?"

"Kooo.... Isep yang kuat Kooo.... Ohh... Itu tangan Koko masuk ke celana dalem Yin.... Ohhhh.... Enak Koooo..."

"Yiinn.... Koko buka celana kamu ya? Ehh... bulunya masih halus, sedang vagina kamu tembem banget. Basah lagi.... Koko garukin ya..."

"Iyaa Koooo.... Aduh... Itu... Va... Vagina Yin diapainnn.... Aahhh... Enakkk... Cepet Ko. Garuk lebih cepet...."

"Mau lebih enak? Yin buka lebar kakinya.... Ya, lebar kayak lagi split gitu, sini Koko lihat..."

"Ohh... Koooo? Ga... Ga jijik jilat... Vagina Yin? Koooooo! Aahhh! Ahhh! Kooo!"

"Mmmmbbrrmm brrrmmm.... Sluurpp...mmmmmhhh!"

"Kooooo! Yin gak tahan! Yin ga tahan! Mau pipis... Kooooo! Awas.... Jangan... muka Kokoooooo... Yin semprooottt!! Ahhhhhh!"

"Koko juga buka celana yah?"

"Yaa... Ahhh? Ini apa Ko... Penis kayak gini yaa? Ahhh... Yin geliii.... Kepalanya licin...."

"Yin mau pegang? Yin mau cium?"

"Mauuu.... Sini Ko, Yin pegang, Yin cium.... Ummhhhh"

"Errgghh.... Enak begitu, Yin... Kamu pinter..."

"Coba si Amel tahu.... Enak gini... Gila Ko, enak Koo.... Sluurrpp..."

"Lebih enak kalau masukin ke vagina, Yin,"

"Beneran Ko? Katanya orang, sakit banget?"

"Ngga, kalau udah basah gini vaginanya. Mau coba? Tempelin aja dulu"

"Duh.. Iya Ko... Geli Ko... Geli tapi enak... Ya Ko, gitu, gesek-gesek gitu kepalanya.... Duhhh.. Kooooo.... Enaaakkk!"

"Teken ya... Ergghhh.... Vagina kamu sempit Yin...."

"Uhh... Uhh... Rada nyeri Ko... Ehhh.... Ini kepalanya masuk yaaa?"

"Iya Yin... Lebih ngangkang gede Yin.... Koko masukin ya?"

"Ya Ko... Masukin .... Kooo.... KOOOOO.... Errgghhh.... Sakit Kooooo..... Tapi... Tapi enaakkk... "

"Shhh.... Sayang... Diam dulu, diam dulu...."

"Iya Kooo.... Tarik dikit... Gitu... Dorong lagi... Kooo... Ehh.. Ouuhh.... Enak Ko! Lebih cepat Ko!"

"Ergghh.... Vagina Yin enak.... Penis Koko dipijat kuat.... Tutupin... Rapetin pahanya, gini..."

"Ohh... Masuk Ko! Keluar, masuk lagi Ko! AHHH! AARRGHHHH .... KOOOOO... Yin mau dapet lagiiii"

"Koko juga! Koko juga! ERRGHHHH.... KOKO KELUARRR....."

"AUCHHHHH..... KOOOOO.... Ngedut-ngedut di dalem... KOOOOO!"

"Yin sayang..."

"Kooo.... Bentar.... Mau kasih tahu Amel...."

"Ajakin Amel beginian juga"

"Iya Ko.... Halo? Mel? Ameelllll.... Lu gak tahu Mel, ternyata enak gilaaaaa! Gua tahu sekarang Mel... Ngeseks itu gila Mel.... Elu mesti coba!

Nggak Mel, gua nggak gila. Lu coba sama Koko gua. Aman Mel... Gak apa-apa. Bohong aja dibilang gak boleh, mesti nunggu kawin.... ENAK GILA Mel! Ya... Ya.... Nggak, gua masih waras kok!

Begini deh. Elu ke sini aja, ketemu ama Koko gua. Nanti kalau udah ngobrol, terserah elu mau apa nggak, pasti nggak dipaksa. Masa' kita perkosa kamu? Ini biasa Mel, seluruh dunia udah tahu kayak gini. Kitanya aja yang dilarang, dasar kolot....

Sip, beneran, besok deh kamu ke sini ya? Bye....

Oh Ko.... penisnya lepas... masih keras ya? Duh... berlepotan... dan nyeri nih, ada darahnya lagi.. nanti kita maen lagi ya Ko?"

oooOOOooo​

Upacara Pawiwahan berlangsung dengan khidmat dan sepi, hanya belasan orang saja yang menyaksikan Danan yang berbaju hitam dan Renggani yang berpakaian batik sambil memakai ikat kepala berwarna warni melakukan semua ritual itu. Pawiwahan tidak seperti pernikahan yang pasif duduk-duduk saja dan berjabat tangan. Kedua mempelai melakukan berbagai aktivitas yang melambangkan kesediaan dan komitmen hidup sebagai suami istri. Renggani senang karena dalam upacara ini, keberadaannya sebagai perempuan sangat dihormati. Dia tidak menjadi barang yg bisa dikerjai oleh lelaki sekehendak hati.

Walaupun begitu, banyak hal yang tidak dipahami sepenuhnya oleh Renggani. Kata-kata, juga mantra-mantra dilontarkan oleh Mbah Rojokerto dan pengiringnya, entah apa maksudnya. Dari pagi sampai sore, kesibukan Pawiwahan memenuhi hari mereka, dan Renggani merasa amat bahagia. Dia tidak bosan memandang wajah ganteng Danan. Danajaya, suaminya.

"Baiklah, anakku Danan dan Renggani, kini setelah kalian sah jadi suami istri, hal pertama adalah, kalian harus pergi mencari pusaka Siwa, di candi Prambanan."

"Candi Prambanan?"

"Ya, anakku. Candi Prambanan adalah tempat pemujaan bagi Sang Siwa. Tahukah engkau betapa besarnya Candi Prambanan, padahal letaknya ada di Indonesia? Di tanah Jawa, ada kekuatan besar dari Sang Mahadewa Siwa.

Di tanah asalnya, India, kuil terbesar adalah pura Sri Ranganathaswamy di daerah Srirangam, Tamil Nadu. Ranganatha adalah nama lain dari Betara Wisnu. Jadi itu adalah untuk memuja Sang Wisnu. Di Tamil Nadu juga ada pura Nadaraja, yang merupakan tempat pemujaan Siwa, tapi ukurannya lebih kecil.

Nah, bagian terpenting adalah adanya lingga Batara Siwa, yang berpasangan dengan yoni dari Parwati."

"Lingga dan yoni? Maksudnya... itu... " tanya Danan, ragu-ragu

"Ya, itu batang kemaluan laki-laki dan liang kemaluan perempuan," jawab Mbah Rojokerto sambil terkekeh. "Ada kisah dahulu kala, Sang Siwa hilang minat pada dunia jadi dia meditasi. Padahal Parwati mau menjadi istrinya. Karena prihatin, Batara Kama terus datang, dia itu dewa erotis, terus memanah Sang Siwa yang lagi bertapa. Yang terjadi, mata ketiga Siwa membuka, terus membakar habis Batara Kama!

Batari Parwati tidak menyerah, ia terus turut mengasingkan diri, sampai akhirnya Sang Siwa bangun dan menikahinya. Batari Parwati menjadi shakti bagi Sang Siwa, sumber kekuatan penciptaan dan kehidupan. Sejak itu, Linggasiwa digambarkan berupa lingga dan yoni, berpasangan.

Ketika dunia menjadi jahat, maka Parwati menjadi Batari Kali, yang merusak. Kekuatan persenggamaan, yang seharusnya menciptakan dan menghidupkan, menjadi sumber kekuatan perusak. Seperti saat ini, kekuatan perusak itu muncul dari Kali, yang menyalurkan kekuatan Sang Siwa ke dalam penghancur dunia.

Makanya, kalian harus mencari Linggasiwa. Untuk menghentikan Batari Kali."

"Maksudnya, ke candi Prambanan untuk menemukan ukiran Linggasiwa?" tanya Renggani.

"Oh, bukan. Kalian harus menemukan batu Linggasiwa yang asli di sana," jawab Mbah Rojokerto.

"Caranya, Mbah?" tanya Renggani lagi.

"Sederhana. Kalian harus bersenggama di sana, di depan batu yang tepat," jawab Mbah Rojokerto. Danan dan Renggani saling berpandangan. Bersenggama di candi Prambanan? Itu.... tidak terpikirkan!

"Mbah, bagaimana bisa, kekuatan perusak dari persenggamaan, sedang pemulihan juga datang dari persenggamaan?" tanya Danan.

"Bersenggama itu, merupakan ekspresi cinta kasih yang terkuat. Tole sudah tahu asmaragama, bukan? Bercinta dengan kekasih, memberikan kekuatan yang menghidupkan, membangun keturunan, membangun kekuatan pelindung.

Tapi ketika hubungan senggama dilakukan sebebasnya tanpa cinta, hanya untuk memenuhi nafsu jasmani belaka, yang muncul adalah kekuatan perusak dari persenggamaan. Kekuatan yang bikin patah hati, perselingkuhan, perkosaan, direndahkan dan merendahkan martabat. Kekuatan perusak yang menyertai para pembuat kejahatan, pencuri, koruptor, perampok uang rakyat, penipu rakyat.

Lihat saja, para koruptor dan penipu itu, mereka hidup tidak jauh dari percabulan. Bangsa dan negara, dunia hancur karena perzinahan, percabulan, kemaksiatan.

Ingatlah, bahwa sebenarnya, Batari Parwati adalah bentuk ibu yang sabar, sedang saat dunia jadi jahat, Batari Parwati menjadi Batari Kali, atau mungkin juga Batari Durga. Demikian pula persenggamaan yang menimbulkan sukacita, bisa berubah jadi persenggamaan yang mendatangkan dukacita."

"Terima kasih untuk petunjuknya, Mbah," kata Danan sambil menunduk dalam-dalam.

"Hari ini adalah hari pernikahan kalian. Istirahatlah. Besok baru kalian berangkat ke tanah Jawa," perintah Mbah Rojokerto.

"Baik, Mbah," hampir bersamaan Danan dan Renggani menjawab. Berdua, bergandengan tangan, Danan dan Renggani memasuki kamar mereka. Kamar pengantin. Renggani menatap suaminya. Tangannya bergerak ke belakang, membuka resleting panjang. Baju batik itu jatuh ke lantai, memperlihatkan sepasang buah dada yang indah, tak bertutup. Danan terpesona. Jadi, selama upacara pawiwahan tadi, Renggani tidak memakai BH?

Namun, tidak penting lagi, karena yang paling utama adalah bertelanjang bulat saat ini juga. Karena kulit ingin bersentuhan dengan kulit, Danan merasakan halusnya tubuh Renggani yang mulus tanpa cela. Danan mengelus pinggang yang ramping, pantat membulat. Danan terus mengelus gundukan berambut, lembut dan basah. Bibir memek yang merekah.

"Kembali jadi perawan?" bisik Danan.
"Tidak... Rasanya sih nggak... Kini, tidak lagi perawan," jawab Renggani. Mendadak ia merasa malu. Seperti seorang perempuan yang baru diperawani oleh suaminya. Malu untuk mengakui, betapa ingin merasakan kembali batang kontol itu menerobos dan memasuki tubuhnya, jauh hingga ke liang terdalam.

Danan memenuhi hasrat itu, dengan penuh cinta pada istrinya, ia mencurahkan asmaranya dalam ciuman, dalam pijatan, dalam gigitan. Renggani merintih-rintih karena pertama kali dalam hidupnya, merasakan kenikmatan asmaragama sepenuhnya, merasakan betapa istimewanya lingga keras dan lembut itu memenuhi yoni miliknya. Seperti Siwa dan Parwati, lingga dan yoni bersatu, mencipta kekuatan, memenuhi hati dengan kebahagiaan.

oooOOOooo​

"Amel! Yuyung! Yuk masuk..."

"Hai Yin.... Hai Ko Han! Baru datang ya? Sudah lama,"

"Helo Amel.. Ini siapa ya? Saya Han Han"

"Ko Han, ini Yuyung, pacarnya Amel,"

"Halo Ko Han, salam kenal"

"Masukkk... Masuk! Gua bikin brownies nih, ayo cobain!"

"Waah, wanginya enak Yin"

"Yeee... Jangan bilang gitu Yung! Tuh Amel cemberut. Sini, cobain Mel. Si Yuyung nanti aja, ntar dia ngabisin"

"Mmmm.... Enak Yin! Belajar bikin gini sejak kapan?"

"Barusan! Tuh Ko Han yang ngajarin! Enak kan? Dia pinter ngajarin yang enak-enak!"

"Eh... Yin... Beneran, kemarin itu... Kamu sama Ko Han....?"

"Hehehe.... Nanti aja ceritanya. Ntar Yuyung mau lho! Nih Yung.... Mau gak, gua suapin kue?"

"Yeee.... Awas Yin, lu apain cowok gua?"

"Hahaaa... Cemburu Mel? Tuh, biar elu disuapin Ko Han aja!"

"Ehh... Ko Han... Ha ha haaaa.... Beneran nihhh... Aduh jadi sungkan... Hahaaa...."

"Tuh kan, Ko Han aja gak apa-apa meluk Amel kan? Sini gua peluk elu Yung"

Cahaya biru kembali melingkupi keempat muda mudi itu.

"Ko Hann.... Enak browniesnya... Ehhh... Arghh... Bener Ko, enak ... Diremas susunya"

"Yinn.... Gua baru tahu.... Susu elu gede ya... Haaa...."

"Gua ga pake BH Yung. Elu mau coba isep susu gua gak?"

"Gaa.... Ga pernah isep susu Amel"

"Amel, sini deh... Yuyung mau isep susu elu"

"Ahhh.... Lagi enak sama Ko Han....."

"Ahhh... Amel mah cuman diremas doang. Nih, lihat gini nihh.... Ko Han, Yin buka baju terus isep susu Yin Yin ya!"

"Hehe.... Sini Yin.... Sluurrppp.... Ahh... Susu segar, Yin..."

"Mel buka dong bajunya, gua juga mau isep susu elu, sayang..."

"Iya sayang.... Arhhhh.... Enak sayang.... Isep yang kuat sayang...."

"Mel... Arhhh.... Gini.... Lihat gua bugil.... Gua mau dientot Ko Han.... Ayo Ko.... Buka celananya...."

"Ouhhh.... Gila Yin.... Enak Yung.... Elu juga mau buka celana?"

"Gua buka baju elu semua ya Mel? Kayak Yin Yin.... Ohh... Elu cantik banget... Kenapa baru sekarang....?"

"Ehh.... Itu titit elu gede ya Yung.... Boleh gua pegang sayang?"

"Ko Haaann.... Udah ga sabar, masukin ajaaa.... Yin Yin gatelll...."

"Errghh..... Yin, nungging... Ya gitu tahan ya di sofa. Koko masukin.... Ahhhh"

"Sayang, gua masukin juga ya kayak gitu?"

"Iya sayang.. Ayo Yung... Masukin, Yung...."

"Susah ya... Gimana"

"Ohhh... Ayo Yung.... Gua ga sabar... Masukin, pengin masukin tititnyaaaa...."

"Yin.... Gua bantuin Yuyung dulu ya...."

"Ko Han, gimana ini, contohin dong"

"Begini, nunggingnya yang bawah, tuh kan bibir memeknya kelihatan. Direnggangin pahanya Amel... Ya.... Mau diajarin? Koko dulu yang masukin ya?"

"Yin Yin ke situ juga deh... Yung, elu masukin titit lu ke vagina gua aja"

"Nungging gini Ko Han?"

"Ya Amel... Bentar, gosok dulu kepala penisnya ya"

"Errghhh.... Penis elu gede Yung.... Gosokin ke klitoris gua... Di sini, di atas deket lubang kencing..."

"Ouuchhh.... Ko Haaaannn..... Amel gak tahan! Gak tahaaaannn... Ayo masukin dooonnng! ARRGHHH... MASUK KO HAAAANNN.... ENAAAKKK!"

"YUUUNGGG.... Penis elu juga masukin semuaaa.. ARRGGHHH... GEDE GILAAA.... ENAAAKKK"

"Tahan Mel, Koko tarik ya"

"Ko Han, terus dorong masuk lagi! Ohhhh... Keluar masuk gini enak! ENAAKK! ARRGGHHHH....."

"Bener Yung! Gitu tarik dan sodok lagi Yung!"

"YUUUNGG.... Tempiknya Yin Yin enaaakk?"

"Mel... Gua masukin ke tempik lu aja ya? Boleh gantian, Ko Han?"

"Sini Yung, elu masukin ke Amel. Koko masukin lagi ke Yin Yin"

"ARRGGHHH.... YUUUNGGG.... LAGI YUNG, YANG KUAT YUNG! GILA ENAK YUNG!"

"Hosh hosh hosh.... Tahan Mel... Tempik elu enak banget..."

"Ko Haannn! YIN YIN MAUUUU DAPEEETTT.... ARRRGGHHHHHHH.... ENAAKKK...."

"Koko juga.... Tahan, Koko masukin semuanya ya. ARRGHHH.... KOKO KELUARRRR"

"AMEEELLL.... Gua gak tahan lagiiiii.... Ini mau keluaaarrr..."

"Sama Yung.... Masukin semua.... AAHHHH MASUKIN SEMUA TITIT ELUUUU.... AAHHHHH!!"

"Tuh kan enak banget Mel.... Nanti kita ajakin si Fanny, Sita, Ratna.... Biar sekelasan ngerasa enak."

"Heehhh heeh.... Bener... Lemes Yin, enak banget gila... Iya ajakin temen-temen yang lain ngeseks...."

"Titit gue lepas Mel... Tapi masih keras... Mau lagi...."

"Sini... Ko Han punya bokep.... Nonton dulu yuk, belajar ngeseks gimana..."

Cahaya biru berkilauan di berbagai penjuru, di segala kota besar. Kaki mengangkang. Kontol menembus memek. Kehancuran itu, rasanya nikmat....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wah itu sih setara micro nuklir nya amerika hu...apalagi kalau dimunculin efek elektromagnet
 
PERANG

Adisutjipto International Airport terasa lengang di sore hari yang mendung. Tentara berjaga di setiap sudut, mengamati penumpang yang keluar dari gerbang Kedatangan. Renggani merangkul lengan Danan, berjalan perlahan-lahan di sepanjang lorong. Anindya, Jill, Richard dan Rorty berjalan di depan. Mereka tidak membawa banyak tas, masing-masing membawa satu tas backpack berisi pakaian dan keperluan secukupnya.

Sampai di pintu keluar, mereka harus melalui pos penjagaan tentara. Anindya mengeluarkan surat pengantar dari Dayananda Mission. Utusan budaya internasional, untuk melaksanakan upacara ritual di candi Prambanan, diberi jalan oleh Pemerintah. Selebihnya, setiap orang diperiksa dengan ketat setelah Pangdam Diponegoro beserta banyak Jenderal lain terbunuh secara dalam ledakan teroris. Tidak jelas siapa yang melakukan peledakan, namun semua dugaan mengarah kepada Sang Nabi.

"Kami suami istri," kata Danan kepada petugas yang memeriksa mereka. Petugas itu mengangkat sebelah alisnya, memandang Renggani yang cantik melebihi artis ibukota. Danan tersenyum, terus menggandeng istrinya berlalu dari tempat itu. Mereka terus menanti mobil sewaan yang mengantar mereka ke candi Prambanan, yang juga sama sepinya dari segala turis. Mobil sewaan mereka berhenti di depan jalan yang dipenuhi batu-batu dari reruntuhan candi akibat kena gempa bumi hebat berabad-abad silam. Keenam orang itu terus berjalan menuju ke tengah, di mana terletak tiga kuil besar, yang terbesar adalah untuk Siwa, sedang di sisi kiri kanan nya adalah kuil untuk Brahma dan Wisnu.

Matahari sempat nampak bersinar di ufuk Barat, ketika keenam pemuda pemudi itu berdiri di depan kaki kuil Siwa. Anindya dibantu oleh Jill terus mengeluarkan perlengkapan ritual, dupa ukupan dan bokor diisi air dan rupa-rupa bunga. Mereka terus masuk ke dalam bagian kuil, memasang lilin-lilin di bagian dalam, di sekitar sebuah meja dari batu. Setelah semua menyala, barulah Anindya dan Jill keluar, berkeringat. Richard dan Rorty terus berjalan ke sisi jauh, mengawasi dan mencegah orang lain datang ke tempat itu. Tapi, tidak ada siapapun, karena candi Prambanan tertutup bagi umum di hari-hari ini, sebaliknya para tentara mengawasi dari jauh. Danan memandang mereka. Apa yang dapat mereka lakukan, seandainya Ki Plerong, Sang Nabi itu, menyerang ke sini?

Atau mungkin, bahkan Sang Nabi tidak perlu ke sini. Entah siapa yang mengetahui, apakah para tentara itu pernah tidur dengan pengikut Sang Nabi, dan dengan demikian menjadikan mereka juga jadi bonekanya. Siapa tahu?

"Dengarlah, Danan, Renggani. Kita akan melakukan upacara Maithuna yang penting dan rumit. Belum pernah ada yang mencoba melakukannya, di tempat yang paling suci dari kuil Sang Siwa. Ini hanya dilakukan karena terpaksa, tidak bisa lain lagi.

Kami sudah membaca mantra dan memasang pelindung suci di bagian dalam, lilin-lilin itu sudah diberi mantra. Sebentar lagi, saat matahari terbenam sepenuhnya, kalian harus... Melakukan senggama di dalam. Tapi, sebelumnya, kalian harus mandi... Bagaimana caranya? Di sini tidak ada air."

"Tidak masalah, Nindya... Kami bisa memakai kekuatan guntur kilat untuk... Menjadi bersih," jawab Danan. Anindya membelalakkan matanya yang bulat cantik. Mulutnya menganga sejenak. "Baiklah, ayo bersiap," katanya tanpa bertanya lagi. Segera saja, matahari pun terbenam. Bulan yang bulat nampak terang di langit Timur, bulan purnama. Danan mengajak Renggani menaiki tangga, selangkah demi selangkah, setiap kali Danan mengucapkan mantra yang diajarkan Mbah Rojokerto. Sampai di pelataran depan, Danan mengajak Renggani untuk merangkapkan tangan di atas kepala, lalu menunduk dalam-dalam, menghormati Sang Siwa. Setelah itu, ia menghadap Renggani.

Danan membuka bajunya tanpa bersuara, diikuti oleh Renggani. Mereka membuka baju, lalu celana, lalu pakaian dalam. Keduanya bertelanjang bulat di udara malam, hanya diterangi oleh sinar bulan yang redup terhalang awan. Renggani tubuhnya nampak bersinar dalam kegelapan, seperti seorang Dewi yang cantik dengan rambut tergerai, dengan buah dada bulat membusung, pinggang ramping, paha yang panjang indah berjenjang, dan rambut kemaluan yang tipis hitam membentuk segitiga. Danan nampak kekar dengan kulit warna tembaga, ototnya menonjol kekar, dan batang kemaluannya sudah keras tegak mengacung.

Renggani tersenyum memandang batang kemaluan suaminya. Ia mendekat, menyentuh ujungnya yang lembut dan licin berlendir. Danan merapatkan tubuhnya, merasakan puting Renggani menyentuh dadanya sendiri. Lelaki itu terus mengangkat kedua tangan ke atas, lalu merapal ajian Guntur Kilat, api membakar bumi. Sebuah kilatan berwarna hitam muncul dari kedua tangannya, lalu mulai melingkupi tubuh mereka berdua. Saat itu juga, tubuh Renggani bersinar terang dengan warna oranye. Sinar oranye itu berbelitan dengan kilatan hitam, membentuk pusaran seperti pita-pita oranye di tangga candi.

Anindya, Jill, Richard dan Rorty berdecak kagum melihat bola oranye hitam berputaran di atas pelataran batu di depan pintu masuk. Itu bukan sesuatu yang dialami setiap hari. Udara malam terasa harum, wangi birahi, tapi tidak memabukkan. Sebaliknya, terasa nyaman, membuat hati terasa nyaman dan gembira. Jill terus memegang tangan Richard, meletakkan kepala di bahu kekasihnya.

Ketika sinar oranye dan hitam itu hilang, Danan dan Renggani merasa disegarkan. Lebih dari yang pernah mereka rasakan sebelumnya, bahkan dari mandi lama sekalipun. Keduanya bugil, terus melangkah masuk. Ruangan batu itu nampak menari-nari karena cahaya lilin yang bergerak-gerak, bayangan dua anak manusia yang berdekatan telanjang turut menari-nari di dinding batu.

Danan memuja istrinya. "Sayang, engkau cantik, jadilah Dewiku," sambil menyentuh dagu, bahu, kemudian buah dada. Renggani memejamkan mata. Merasakan gairahnya menyala dari setiap sentuhan, bisikan lirih puja puji dari suami. "Engkaulah Dewaku," bisik Renggani. Matanya yang bulat menatap Danan. Tangannya mengelus setiap otot di bahu, lengan, perut. Renggani menyentuh lingga yang keras, merasakan kenikmatan. Danan membalas, meraba yoni yang bulat dan bibirnya merekah.

Sentuhan-sentuhan itu begitu indah, begitu nikmat. "Oh, Sang Siwa..." desah Renggani. "Parwatiku..." balas Danan. Lingga, batang kemaluan yang keras itu menyentuh bibir Yoni, liang wanita. Renggani mengangkat sebelah kakinya tinggi, meletakkan di bahu Danan. Matanya menatap suaminya yang mendorong kepala yang keras sekaligus lembut itu menyelinap di antara rekahan bibir liangnya. Merasakan lingga keras itu menyelinap masuk, perlahan, tapi setiap gerakannya mendatangkan rasa nikmat.

"Ouhhh...." desah Renggani ketika merasakan seluruh batang lelaki itu memasukinya. Penuh. Renggani menurunkan kakinya ke pinggang Danan, lalu dengan menggantung di leher yang kuat, Renggani menarik kakinya satu lagi, ia menjepit pinggang Danan dengan kedua kakinya. Kontol Danan terbenam kuat dan dalam memek. Merasa kenikmatan menjalari seluruh tubuhnya karena penyatuan ini, penyatuan yang suci, di tempat yang suci. Renggani merasakan denyut jantungnya semakin cepat, nafasnya memburu, merasakan dorongan kuat untuk mencapai puncak kenikmatan. Ia menggoyang-goyangkan pinggangnya, mengocok batang yang menancap itu, seperti ingin menelannya. Menghisapnya.

"Ahhhh.... Aaahhh.... AAHHHHH....." Renggani tidak bisa menahan diri untuk mengerang, suaranya menggema di ruangan batu. Danan turut merasakan pijatan kuat memek Renggani, turut merasakan dorongan untuk mencapai puncak. Tidak tertahankan. Keduanya mengerang bersamaan, ketika Renggani mendapatkan orgasme kuatnya, kakinya mencengkeram pinggang Danan kuat-kuat, sementara Danan berkali-kali ejakulasi jauh di dalam. Mereka bersatu, berangkulan erat, hingga tubuh mereka bersinar terang, lebih terang daripada semua cahaya lilin yang menyala menari-nari.

Dari antara cahaya itu, muncullah dua sosok tubuh, sepasang Dewa Dewi, memandang pada kedua orang yang masih bersetubuh.

"Mau apakah kalian di sini? Kalian bersenggama di tempat suci!" suara keras menggema di ruangan batu.

Danan menengadahkan wajahnya ke langit-langit, sementara Renggani masih merangkulnya erat dan kontolnya berdenyut-denyut dalam memek isterinya.

"Wahai Yang Mulia Siwa! Maafkan kami! Kami sungguh membutuhkan Engkau!" seru Danan.

"Biarlah mereka, suamiku," kata sosok kedua yang hadir.

"Ampuni kami, Yang Mulia! Tapi kami bersatu untuk memohon, supaya kami diberi jalan untuk melawan Ki Plerong!"

"Hmmmph.... Ki Plerong sudah melepaskan ajian Penghancur Dunia"

"Tapi Ki Plerong menghancurkan dengan semena-mena! Apakah Engkau mengutus Ki Plerong, O Siwa yang mulia?"

"Tidak... Kejahatan manusia lah yang mendatangkan bencana melalui Ki Plerong"

"Kalau begitu, biarlah kami yang juga manusia, melawan Ki Plerong! Tapi kami tidak berdaya karena Ki Plerong memperoleh kesaktian dari Yang Mulia Siwa!"

"Mengapa tidak dibiarkan saja, manusia terus merusak dan memusnahkan dirinya? Dunia ini lebih baik tanpa manusia!" geram Sang Siwa.

"Jika manusia semua binasa, lalu siapakah yang akan mengingat Sang Siwa?" desak Danan, agak putus asa. "Apakah Yang Mulia Siwa memilih untuk membinasakan semuanya? Maka, tidak ada lagi yang mengingat Yang Mulia!"

"Hari ini pun, manusia tidak lagi mengingat Sang Siwa," kata sosok Dewi di sebelah Sang Siwa, "mereka tidak mengingat apapun tentang Dewa Dewi, kami sudah lenyap lama," katanya sedih.

"Mungkin manusia terakhir akan mengingat siapakah yang menghancurkan. Dan Sang Pencipta Langit dan Bumi akan bertanya pada Yang Mulia Siwa!" seru Danan.

Sang Siwa terdiam, tertegun. Bahkan Sang Siwa pun mengakui, dirinya bukan pencipta alam semesta. Tetapi, ia tetap tidak senang.

"Dalam dirimu ada kelancangan, wahai manusia! Sebaiknya engkau segera musnah"

"Jika kami musnah, siapa yang akan menghentikan Ki Plerong?!" seru Renggani tiba-tiba. "Jika Engkau sungguh Mahadewa, bukankah Engkau mengetahui semua perjuangan kami?" katanya lagi.

Danan menarik nafas, menutup matanya. Seperti apa akhir pertemuan ini? "Maafkan kami, Yang Mulia Siwa. Namun kami melakukan semua ini demi Engkau juga, karena kekuatanmu yang diselewengkan oleh Ki Plerong. Berilah kami jalan untuk melawannya, kami mohon," kata Danan dengan suara penuh hormat, tunduk. Mendengar itu, Renggani hanya memeluk suaminya, memejamkan mata di dada yang bidang, sambil merasakan kontol keras itu tetap menghujam dalam dan terasa nyaman dipenuhi oleh lelaki.

"Berikanlah mereka, suamiku," kata sosok Perempuan yang terdengar lembut menyejukkan. Suara kasih seorang ibu yang memahami anak-anaknya. Suara cinta yang mengagumi dua anak muda yang bersenggama demi memanggil Sang Dewa. Rupanya, Sang Siwa juga tidak mau berbantah dengan isterinya Batari Parwati. Ia mengepalkan tangan, lalu membukanya. Tiga buah sinar menyala keluar dari tangan besar itu, melayang dan mendarat di meja batu.

Tak lama kemudian, di atas meja batu itu nampak dua buah cincin sebesar ukuran jari, dan sebuah gelang dari batu, seperti batu akik, berwarna merah oranye menyala bagaikan api, dengan ukuran diameter kira-kira sebesar lingkaran jari telunjuk dan ibu jari lelaki dewasa. Setelah ketiga benda itu tergeletak di atas meja batu, kedua sosok dewa dewi menghilang.

Danan menarik dan membuang nafasnya, lega. Mereka masih hidup. Renggani memeluk suaminya erat-erat, turut merasa lega, lepas. Nikmat. Tetapi, toh Renggani akhirnya turun dari pangkuan suaminya, batang kemaluan itu mulai melemas setelah terlepas dari liangnya. Cairan lendir putih menetes-netes keluar dari memek Renggani. Danan mengambil ketiga benda itu, dua cincin dan sebuah gelang kecil. Untuk apa?

Mereka berjalan beriringan keluar, ke pelataran batu tempat baju-baju mereka tertumpuk. Renggani dan Danan buru-buru mengenakan semuanya kembali, karena samar-samar terdengar suara bentakan-bentakan dari orang di bawah sana. Apa yang terjadi? Danan memicingkan matanya, tapi mendung menutupi bulan sehingga semua nampak gelap.

"Danan...." bisik Renggani, "ada apa di sana? Ada yang berkelahi?"
"Aku tidak tahu... tapi, coba, kukenakan dulu cincin-cincin ini," kata Danan. Ia memakai kedua cincin itu, satu di jari manis tangan kiri, satu lagi di jari manis tangan kanan. Ia merasa tangannya lebih enteng. Sebuah gambaran busur dan panah muncul di benaknya.

"Gandiwa?" bisik Danan. Ia mengulurkan tangan kirinya jauh-jauh, membayangkan seperti sedang memegang sebuah busur. Tiba-tiba cincin di jarinya bercahaya, dan timbullah sebuah busur yang besar bersinar. Busur ini nampak aneh, karena bagian talinya seperti bergetar, tidak jelas kelihatan. Tangan kanannya mencoba meraba tali busur itu, menemukan satu, tapi sepertinya ada banyak tali busur yang berlomba-lomba untuk dipegang. Ketika Danan memegang salah satu talinya, cincin di tangan kanan menyala merah dan whoa! sebuah anak panah begitu saja muncul, seperti sebuah batang kayu yang seluruhnya berapi menyala-nyala. Ketika Danan melepaskan tali busur, anak panah itu pun menghilang. Ketika Danan membuka kepalan tangan kirinya, busur itu pun menghilang. Mengherankan.

"Yuk turun, lihat," ajak Danan. Ia menggandeng tangan Renggani, terus menuruni tangga-tangga. Sebenarnya, Renggani cukup cekatan untuk turun sendiri, walaupun hari sudah gelap malam. Tetapi ia menikmati genggaman tangan Danan, apalagi setelah merasakan nikmatnya orgasme di dalam kuil tadi. Mereka turun tidak tergesa-gesa, suara perkelahian terdengar makin keras. Sampai di anak tangga terbawah, Danan melihat Richard dan Rorty berkelahi sambil masing-masing memegang sebilah pedang, mereka berdiri beradu punggung, dikepung oleh banyak tentara yang membawa golok dan pisau komando.

Richard dan Rorty cukup kewalahan menghadapi serangan bertubi-tubi dari para tentara yang nampaknya bernafsu membunuh. Para tentara itu menyerang secara teratur, dengan kecepatan yang sukar diikuti mata. Anindya dan Jill nampak rebah di atas lantai batu, tidak sadarkan diri. Danan terus memasang kuda-kuda dan guntur tanpa suaranya menghantam para tentara yang mengepung Richard dan Rorty. Tiba-tiba saja, mereka terpental seperti diterpa angin puting beliung! Melihat itu, Richard dan Rorty terus memutar pedang dan menghantam tentara yang tersisa.

Ada lima orang tentara yang mengendap dan mau menyergap dari belakang Richard dan Rorty. Melihat itu, Renggani mengepalkan tangannya, dan keluarlah tali yang bersinar berwarna oranye terang. Ia terus mengebutkan talinya dengan gerakan berputar, tali itu terus menghantam kelima tentara di kaki mereka, memutuskan setiap kaki yang terkena, bagaikan pisau membelah tahu! Kelima tentara itu bergulingan dengan kaki terputus, mereka menjerit keras dalam keterkejutan. Richard dan Rorty melompat mundur. Kelima tubuh yang tidak ada kaki itu terus menyala biru, bergetar, kemudian meledak dengan suara keras, melontarkan Richard, Rorty, dan Renggani ke belakang, menghantam tanah keras. Sejenak, kepala mereka pusing karena ledakan itu.

Danan memukul dengan kilat tanpa cahayanya, gelombang warna hitam melanda dan meremukkan kaki-kaki yang masih mau berlari melawan. Para tentara itu jatuh bergulingan dengan kaki hancur. Sebentar saja, seluruh tentara yang berjumlah sekitar dua puluh lima orang itu sudah dikalahkan. Baru saja mau menarik nafas lega, Rorty menunjuk ke arah barat. Di sana ada banyak tentara lain dengan pisau terhunus berwarna kebiruan, berderap menyerang ke arah mereka.

Danan terus mengepal tangan kirinya dan menyorongkan ke depan. Kembali cincinnya mengeluarkan sinar terang berkilauan, Gandiwa muncul di tangannya. Ia terus memegang tali busur, cincin di tangan kanan memunculkan sebatang anak panah berapi menyala-nyala. Danan mengarahkan gandiwanya ke kumpulan para tentara, menarik jauh lalu menjepretkan anak panahnya. Sebatang anak panah itu melayang di udara kemudian menyala, menjadi muncul berllipat-lipat kali, dari sebuah anak panah menjadi hujan panah!

Panah-panah itu menghantam para tentara seperti hujaman tombak berkekuatan besar, mereka tertembus dari dada sampai ke punggung, terlempar ke belakang empat sampai lima meter. Danan ternganga melihat kekuatan dari senjata mustika yang muncul dari cincinnya ini. Tapi ia terus bersiaga, melihat sekelompok tentara lain berlari-lari. Hanya kali ini, di depan para tentara itu seseorang berlari-lari di depan. Danan menahan tangannya dari melepaskan panah berikutnya.

"TAHAAN! TAHAANNN! JANGAN SERANG!!" jerit orang yang berlari-lari di depan. Danan tetap waspada, tangan kanannya masih menarik busur jauh ke belakang, siap melepaskan serangan bila dilihatnya orang itu hanya taktik belaka.

Orang itu sampai terbungkuk-bungkuk, terengah-engah. Malam hari ini udara terasa panas sekali.

"Haahh.... Saya... Saya Maulana. Saya kawan... Kawan dari Ridwan, dan Emma, dan lain-lain...."

Mendengar nama Ridwan dan Emma disebut, Danan menurunkan Gandiwanya.

"Mereka.... Mereka mendapat berita bahwa candi Prambanan akan dikepung, karena.... Karena ada mustika yang harus direbut, setelah diberikan oleh... Oleh Sang Siwa," Maulana berusaha berkata-kata sambil menarik nafas yang memburu. "Sang Nabi mengetahui ada yang akan mengadakan upacara untuk mendatangkan Sang Siwa. Ia... Ia tidak mau mustika itu jatuh ke tangan orang lain, jadi menyuruh... Pasukannya. Tapi kita tidak tahu pasukan apa yang dimaksud.

Ternyata, pasukan tentara sudah dipengaruhinya juga. Kami... Tadi kami kesulitan. Kini, semoga bisa...."

Serombongan tentara di belakang orang itu, Maulana, hampir sampai di tempat Danan berdiri, ketika sebuah ledakan menghantam tepat di tengah-tengah mereka. BOOOMMM!

"MORTAR! MENUNDUK!"

Danan mendongak ke atas, melihat sesuatu melayang jatuh dengan cepat ke tempatnya berdiri. Ia mengambil kuda-kuda, terus melontarkan kilat gelapnya ke arah benda itu. BLAAARRR! Ledakan keras terjadi di udara, tapi serpihan mortar terus hancur meleleh dihantam oleh kilat hitam. Renggani, setelah bangkit terus berlari ke samping Danan. Saat itu, sebuah tembakan terdengar keras, seperti tembakan meriam. BOOMMM! Pelurunya nampak menyala, meluncur sangat cepat. Danan belum siap kuda-kudanya untuk menangkis peluru artileri itu, tapi Renggani mendahului dengan membuat lingkaran dengan kedua tangannya. Suatu bentuk perisai seketika tercipta lima meter di depan mereka, yang terus dihantam keras oleh peluru meriam yang meledak dengan suara membahana. Tidak ada yang terluka.

Para tentara yang bersama Maulana kini tinggal sekitar lima belas orang. Mereka terus mengokang senjata dan menembak ke arah meriam artileri yang menembak. Tembakan balasan dilontarkan, tapi perisai yang dibuat Renggani memantulkan banyak peluru di udara. Ia membuat perisainya berlaku hanya satu arah, serangan ke arah mereka semua dipantulkan, namun tembakan balasan dapat melewati perisai dengan mudah. Pasukan musuh satu per satu berguguran terkena tembakan.

"Richard! Rorty! Bawa Anindya dan Jill!" seru Danan. Si kembar terus menolong kedua gadis itu bangkit, mereka sudah siuman dan masih merasa pusing sekali, terduduk di batu. Richard terus membopong Jill, sedang Rorty mengangkat Anindya di ketiaknya. Mereka berjalan perlahan-lahan di belakang Danan dan Renggani, diikuti oleh para tentara dan Maulana, berjalan perlahan ke arah tempat parkir.

"Berlindung di sana, di balik bangunan itu," kata Maulana. "Saya melihat di sana masih ada dua tank. Itu orang kita, atau sudah dikuasai lawan?"

"Mereka tadi menyerang dengan artilleri, Kapten," jawab seorang tentara kepada Maulana.
"Letnan, coba lihat posisi mereka, arah jam dua. DI mana mortar tadi diletakkan?"
"Mereka posisinya di depan tank, Pak."
"Kalau begitu, tank-tank itu juga sudah dikuasai musuh. Kita punya apa untuk melawan mereka?"

"Ani?" tanya Danan setelah mendengarkan percakapan para tentara itu. Renggani mengangguk, terus berendap ke tempatnya Letnan berlindung. Ia terus berdiri, sambil mengacungkan kedua tangan ke depan dengan telapak tangan terbuka.

"Ahh... Jangan...." seru si Letnan, khawatir perempuan muda itu terus diserang. Tapi Renggani berkonsentrasi, mengumpulkan rasa marah dan frustasinya, menjadi aliran panas yang bersumber di pusar, berputar di perut dan dada, terus mengalir ke kedua tangan dengan cepat. Bola sinar terang terbentuk di antara kedua telapak tangannya, lalu Renggani melontarkannya ke arah mortar dan kedua tank itu.

BLAARRR! Ledakan sangat hebat terjadi, karena bola api Renggani tepat menghajar tumpukan peluru mortar, membuat ledakan berantai yang menghancurkan segalanya, termasuk kedua tank itu. Para tentara di sekitarnya sema terpental seperti alang-alang tertiup angin badai. Letnan yang menatap semua kehancuran itu melongo saja, memandang tangan cantik lembut yang masih teracung ke depan. Buah dada Renggani nampak menonjol cantik menggoda dengan pose begitu. Cantik, sekaligus mengerikan.

"Kita maju!" seru Maulana. Beramai-ramai mereka berlari menuju ke bangunan tempat para petugas restorasi candi Prambanan, tapi tempat itu tutup tidak ada orang. Baru saja mereka masuk, tembakan menghujani dinding dan jendela, dari pasukan yang sudah dikuasai Ki Plerong. "Celaka, kita terjebak!" seru Letnan. Namun Maulana terus memerintahkan untuk membuat posisi penjagaan, menanti pasukan penolong tiba. Benar saja di udara terdengar suara helikopter, serta tembakan-tembakan dari luar.

"Pasukan korem tiba!" Seru Maulana. Pasukan baru dengan cepat membalikkan situasi. Tak lama kemudian, pertempuran berhenti. Entah berapa banyak tentara yang tewas, tapi pasti banyak sekali. Maulana terus mengajak keenam orang sipil itu menjauh, pindah ke gedung lain di sekitar sana.

"Dengar, kita tidak bisa menunggu lagi. Jika kalian mendapatkan mustika atau apapun, kita harus segera menyerang Ki Plerong di Kota. Dia mempunyai rencana yang mengerikan, harus segera diakhiri secepatnya. Jangan sampai Ki Plerong lebih dahulu bergerak, dan itu mungkin akan dilakukan dalam tiga empat hari ke depan."

"Apa yang terjadi?"

"Ki Plerong berhasil mempengaruhi Pangdam melalui anaknya. Setelah terjadinya ledakan yang membunuh banyak kepala staf dan beberapa Pangdam di pusat, kami terus menangkap anak perempuan Pangdam. Tapi, anak perempuan ini malah berhasil mempengaruhi polisi militer yang menahannya."

"Caranya?" tanya Renggani

"Ia ngentot dengan mereka."

Renggani spontan menutup mulutnya dengan tangan, menahan jerit. Ia tahu betul, bagaimana melakukan hal seperti itu. Bagaimana seorang anak perempuan Pangdam melakukan hal demikian?

"Jadi, ia bebas?"

"Ia bebas, beserta beberapa orang perwira, dan terakhir diketahui mereka terus menuju Kota. Kita tidak tahu sejauh mana pengaruhnya, tetapi Ki Plerong nampaknya menyebar dengan cepat, seperti api. Kita tidak bisa menghentikan, bagaimana mengetahui mana orang yang sudah ngentot dan mana yang belum? Kita sudah ketahui bahkan anak bisa ngentot dengan ayahnya sendiri.

Jadi, entah siapa saja orang tua yang sudah ngentot dengan anaknya, lalu orang tua itu terus ngentot dengan orang lain lagi, dan lagi, dan lagi. Kelihatannya, kali ini pun para tentara itu dipengaruhi karena ada satu batalyon tentara wanita yang sudah dipengaruhi, lalu mereka ngentot dengan batalyon tentara laki-laki lain. Mereka yang sudah dipengaruhi, memikirkan banyak cara untuk melakukan hubungan badan, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Kita tidak pernah membayangkan harus mencegah tentara laki-laki ngentot dengan tentara wanita secara bebas dan massal. Tidak terbayangkan...."

"Kok tahu?"

"Baru tadi siang, saya sendiri yang menangkap tentara wanita yang berusaha merayu untuk ngentot. Saya sudah diberitahu oleh Ridwan dan teman-temannya, juga diberitahu seperti apa tanda-tandanya. Tentara wanita itu malah bilang terus terang bahwa sekarang sudah banyak yang menikmati ngentot.... Setelah itu ia meledak, membunuh beberapa polisi militer bersamanya. Untung saya tidak terlalu parah terluka."

Danan menggelengkan kepalanya. Ia ingat kata-kata Mbah Rojokerto, bagaimana persenggamaan yang seharusnya suci, justru menjadi jalan penghancur yang mengerikan.

"Kita harus cepat ke Kota. Kalian siap?" tanya Maulana. Keenam orang itu mengiyakan, maka mereka terus mencari mobil van yang cukup besar, dikemudikan Maulana. Mereka terus melaju di jalanan.

oooOOOooo​

Anak Presiden seharusnya dikawal erat, tetapi pemuda ini berjalan saja dengan santai di mall besar di ibukota. Mengapa tidak, toh yang menjadi Presiden adalah Bapaknya? Lagipula ia diam-diam menikmati teman-teman baru yang ingin bertemu, dan beberapa adalah pemudi yang sangat, sangat cantik jelita. Namanya Lina, kuliah tingkat dua, dengan rambut tergerai, mata indah, senyum manis menawan. Mereka sudah bercakap-cakap beberapa kali, dan kali ini bertemu Lina merupakan sebuah kerinduan.

Bagaimana tidak? Lina juga ingin bertemu dengannya. Mereka makan bersama, berjalan berdekatan. Bergandengan tangan. Tapi, Lina cemberut.

"Kenapa sih Lin, kok dari tadi cemberut?"
"Yaa.... Habiss... Itu dari tadi dikuntit orang-orang tinggi besar itu. Mau ngapain juga gak enak," katanya manyun.
"Jadi? Gak bisa diapa-apain, itu tugas paspampres jaga keluarga Presiden..."
"Ke mana ya, yang nggak usah lihat orang-orang itu?"
"Ke... Karaoke saja yuk?"

Lina nampak senang. "Oh ya, ayo kita nyanyi. Haha.... Mereka gak ikut masuk kan?"

"Ya nggak... Paling mereka nunggu di luar."

Kedua anak muda itu memilih tempat karaoke yang enak, mengambil ruang VIP yang privat. Tidak perlu orang tahu kalau anak Presiden masuk ruang karaoke bersama gadis cantik! Mereka masuk sambil membawa minuman.

Begitu masuk, pemuda itu terus duduk dan mulai memilih-milih lagu. Lina mengunci pintu, lalu duduk merapat.

"Mas...." bisiknya halus lembut.

Pemuda itu berhenti, menoleh, agak ragu dengan Lina yang tiba-tiba nyosor berdekatan. Tetapi ia toh merasa senang, membiarkan pemudi itu mendekap dirinya dengan mesra.

Cahaya biru melingkupi mereka berdua.

Sesaat kemudian, tidak ada lagi baju yang melekat. Kontol keras tegak mengacung. Pantat bulat putih indah menari-nari di atasnya, memasangkan liang di atas batang keras, lalu Lina menurunkan tubuhnya, bergerak binal naik turun, kontol keras masuk keluar memeknya, hingga keduanya mengerang bersama-sama.

Anak Presiden telah dikuasai. Mereka berpakaian, berciuman singkat, lalu berpisah. Sebagai anak Presiden, tujuan berikutnya adalah pulang ke rumah, menemui saudari perempuannya. Lalu mungkin, secepatnya dengan ibunya. Lalu dengan bapaknya.

oooOOOooo​

"Danan!" seru Ridwan senang, menemukan sahabatnya yang perkasa itu bersama mereka. Tak lama Renggani muncul di belakang Danan, bersama Maulana, Anindya, Jill, Richard dan Rorty. Ia terus membawa mereka masuk ke salah satu bungalow yang masih utuh, di dalamnya ada sebuah meja makan dan beberapa kursi. Ridwan menyalakan lampu petromaks untuk menerangi ruangan kecil itu.

"Dengar, kita tidak punya banyak waktu. Tidak bisa menunggu tentara, karena sekarang sedang kacau dan mereka juga tidak tahu harus bagaimana. Bagi mereka semua masih dalam penyelidikan, mereka tidak percaya bahwa ada kekuatan yang tidak masuk akal bekerja. Mereka juga tidak mau menyerang kota dan membunuh warga sipil," kata Maulana.

"Ya, sekarang kita perlu masuk. Entah apa yang sedang dikerjakan oleh Ki Plerong. Kita harus menyerangnya selagi dia belum terlalu kuat," kata Ridwan sambil merenung. "Kini dengan adanya Danan, kita bisa... Kita bisa menyerang," ia melirik pada Danan. Terakhir, ia mengingat bagaimana mereka menyerang gudang itu, bertiga Ridwan, Dedi dan Danan. Sayang kini Dedi tidak ada bersama mereka lagi.

"Bersama saya juga," kata Renggani mantap. Ia tidak akan membiarkan suaminya maju sendiri. Tidak, mereka kini adalah satu paket.

"Mungkin tidak aman buat perempuan," jawab Ridwan singkat. Ia ingat bagaimana Dedi dahulu berusaha menyelamatkan Renggani.

Tapi Renggani terus berdiri, kemudian di tangannya muncullah tali bersinar oranye itu. Ridwan terbelalak, takjub. Renggani menggerakkan tangannya, tapi itu menyambar ujung meja yang dari kayu tebal, dan langsung pupus.

"Yang tidak aman adalah bertemu denganku," jawab Renggani. Penampilannya yang cantik itu kini nampak angker dengan cahaya oranye terang dari tali memenuhi ruangan.

"Baiklah. Kita harus bergerak sekarang, perjalanan melalui hutan akan cukup lama ditempuh," kata Ridwan. Orang-orang itu tidak bercakap-cakap lagi, terus mempersiapkan diri dengan bekal air dan makanan dan istirahat secukupnya. Mereka mulai bergerak di waktu jam tiga subuh, kelompok terdiri dari dua belas orang. Ridwan, Danan, Renggani, dan tiga orang lain dari camp berjalan di depan. Maulana, Anindya, Jill, Richard dan Rorty serta seorang lain dari camp berjalan di belakang. Tiap orang membawa lentera dan senter, tapi berusaha sesedikit mungkin memakainya, mengikuti bayangan orang di depannya saja dari sinar bulan yang terang karena baru purnama kemarin.

Sampai di dekat hotel tempat markas Ki Plerong, mereka mendengar suara desahan beberapa orang di balik semak-semak. Ridwan menyuruh semua orang berjongkok, sambil menaruh telunjuk di depan bibir. Ia terus menunjuk pada semak-semak di depan, lalu mengangkat jari tengahnya berdiri, seperti bilang, "Itu sedang ngentot."

Melihat tanda itu, Anindya dari belakang terus maju ke depan. Ia berdiri di depan tiga pasang yang sedang merintih-rintih merasakan kontol menghujam dalam memek. Gadis itu menaruh tangannya di depan dada, menutup mata sambil membaca mantra. Ketika mantranya selesai, ia mendorongkan kedua tangan ke depan, sebuah cahaya merah seperti keluar dari telapak tangannya. Akibatnya, keenam orang yang sedang ngentot itu terus menjerit lirih, lalu mereka semua rebah, pingsan.

Ridwan melongo. "Apa yang sudah dilakukan?"

"Oh, mereka itu dikuasai oleh cahaya Batara Kama, saya hanya mengucapkan mantra untuk memecahkan pengaruh Batara Kama atas mereka," jawab Anindya.

"Bagaimana caranya? Saya juga mau belajar," tanya Ridwan.

"Haehh.... Butuh banyak disiplin latihan dan meditasi. Belajar paling sedikit enam bulan, mungkin bisa." jawab Anindya. Ridwan mengangkat bahunya. Ia tidak punya waktu enam bulan. Keduabelas orang ini kembali berjalan dengan hati-hati, maka ketika hari menjadi terang barulah mereka tiba di depan pintu hotel spa resort yang menjadi markas Ki Plerong. Kini tidak ada lagi kesempatan untuk diam-diam, mereka harus bergerak cepat.

"Sekarang!" seru Maulana. Kapten tentara ini terus berlari ke depan, diikuti oleh Ridwan di belakangnya. Beberapa orang muda yang menjadi penjaga langsung berusaha menghentikan mereka, tapi Ridwan sudah melompat dan menendang kiri kanan dengan cepat. Maulana juga tidak kalah gesit, ia seorang Dan III Karate dan terus menggerakkan tinju dan sabetan tangannya. Tujuh orang yang menghadang mereka terus terbanting ke tanah dan tidak bisa langsung bangun lagi. Tetapi, kini lebih banyak orang datang mengepung keduabelas orang ini. Kebanyakan mereka anak-anak muda mahasiswa, yang sudah dikuasai Ki Plerong.

Anindya berdiri dengan kedua tangan dirangkap di atas kepala, posisi tubuh tegak, sambil merapal mantra. Ia kemudian membuat gerakan berputar sambil mengibaskan kedua tangannya, seperti baling-baling besar, dan tiba-tiba saja sebagian besar anak-anak muda itu rubuh ke tanah, pingsan.

"Kekuasaan atas mereka dipatahkan?!" seru Ridwan. Dari dalam gedung muncul belasan laki-laki besar, preman. Bukan anak-anak muda yang dikuasai, mereka adalah kaki tangan Ki Plerong.

"Kalian ke sana, patahkan kuasa Ki Plerong buat lebih banyak orang! Jill, Richard, Rorty, jaga Anindya!" seru Danan. Ia sendiri terus melompat ke depan para preman itu, jurus Guntur Kilat terus dikeluarkannya. Delapan orang langsung terhempas jatuh ke tanah terkena pukulan gunturnya, pingsan. Tapi, baru saja kakinya mendarat, seorang tua menyerangnya dengan pukulan tangan yang menimbulkan suara desingan. Bau anyir memenuhi udara. Si Dewa Anyir! Tetapi kini sebelah tangannya sudah tidak ada, digantikan sebilah pedang. Itulah sebabnya terdengar suara WUUT WUTT setiap kali ia menebas!

Kini Danan tidak bersikap ragu lagi, ia terus mengeluarkan seluruh kesaktian Guntur Kilatnya. Kilat hitam menyambar-nyambar, guntur tanpa suara memukul-mukul. Si Dewa Anyir begitu kesal dan marah ingin membalas dendam, ia juga bersilat dengan tujuan mengadu nyawa! Beberapa orang preman berusaha masuk ke dalam ajang perkelahian itu, malah mereka kena sabet kuku beracun si dewa dan terus berkelojotan di tanah, terus mati. Jadi, preman-preman itu terus menyerang Ridwan dan Maulana.

Ketiga orang dari camp berusaha melindungi Renggani dari serangan para preman, tetapi yang terjadi malah Renggani terus mengeluarkan tali oranyenya yang tidak bisa ditangkis, setiap kali disabet maka ada tangan, kaki, bahkan sekali langsung membelah tubuh penyerang jadi dua! Potongan tubuh yang terbelah terbakar habis, jadi tidak ada sedikitpun darah yang menetes. Renggani menyambar ke kiri dan kanan, kini ia makin menguasai gerakan talinya, sambil mengingat bagaimana kelima gadis Mbah Rojokerto menari-nari dengan selendangnya.

Renggani tidak punya selendang, tetapi ia punya tali yang dapat terlontar jauh atau dekat, ke kiri kanan dan menebas putus apa pun juga!

Dewa Anyir terus menyerang dari atas, merasa seperti menang angin. Ia tidak menyadari secepat apa ajian sepiangin dari Danan, merasa gembira karena dendamnya sebentar lagi dapat terbalaskan. Tiba-tiba saja, Danan menyorongkan tangannya ke depan bagai tombak, kilat hitam menyeruak keluar dan langsung menembus jantung dada orang tua itu. Ia sudah mati sebelum tubuhnya menyentuh tanah, matanya terbelalak karena tidak percaya akan nasibnya.

Sinar terang membelah udara, warnanya biru keunguan. Danan melompat jauh ke belakang. Hantaman sinar itu membuat lubang di tengah jalan beraspal. Beberapa preman yang ada di sekitar tempat itu langsung terhempas, tulang remuk seluruhnya, tewas di tempat!

"Kalian berlindung!" teriak Danan. Maulana, Ridwan, Anindya, Jill, Richard, dan Rorty terus mundur dan berlindung di balik tembok tempat parkir. Renggani malah berlari mendapatkan Danan, berdiri di sebelahnya.

Di atas sana, Ki Plerong melayang-layang di udara, seperti Superman, tapi ini Superman yang jahat. Ia terbang menyerang, yang terus disambut pukulan Kilat hitam. Sinar hitam itu seperti membentuk tembok keras, tapi Ki Plerong dapat didorong mundur. Ia menembakkan sinar biru ungu sekali lagi, tapi kini Renggani yang terus menggerakkan tangannya, membentuk perisai. Sinar biru keunguan itu terus menghantam perisai dan meledak. Dada Renggani terasa sakit sekali.

Danan terus mengacungkan tangan kirinya ke depan, Gandiwa seketika terbentuk di depan. Tangan kanannya memegang tali busur, terus menembakkan panah-panah berapi, seperti sebuah aliran panah berapi, lebih banyak dan lebih cepat daripada rentetan senjata mesin! Panah-panah berapi menyala itu mengejar Ki Plerong, terus meledak di depan perisainya, membuat Ki Plerong kewalahan.
Ia menyeringai, dengan hawa kekejaman memenuhi udara. Ki Plerong merapal mantranya, ajian pamungkasnya Penghancur Dunia. Tubuhnya berkeretekan, tahu-tahu seluruh pakaiannya hancur musnah! Telanjang bulat, tubuhnya nampak gelap, dan semakin menghitam. Tubuh telanjang hitam itu terus membesar, membesar, membesar! Dari tinggi tubuh orang biasa sekitar 163cm, kini Ki Plerong tingginya lebih dari lima belas meter, dengan wajah berubah menjadi seperti monster, warna seluruh tubuhnya menjadi hitam legam. Warna Batari Kali.

Monster besar itu mengacungkan tangannya dan sinar biru ungu yang lebih besar menghantam. Renggani berusaha menahan dengan perisainya, tapi ia sangat kepayahan. Danan mengarahkan panahnya ke sekujur tubuh monster hitam itu, membuat ledakan beruntun di seluruh tubuhnya. Monster itu tidak terluka sama sekali, malah bisa mengayunkan tangannya kuat-kuat. Danan dengan cepat memeluk Renggani lalu membawa istrinya ke balik salah satu gedung. Hantaman tangan Ki Plerong membuat lubang besar di gedung itu!

Danan terus merapal ajian Guntur Kilatnya di jurus pamungkas, ia menghantamkan kedua telapak tangannya ke selangkangan monster, di mana kontolnya besar menggantung. BLAARR! Pukulan itu membuat monster Ki Plerong terbanting puluhan meter ke belakang, menimpa rumah dan bangunan yang terus ambruk! Danan memandang, berharap, sambil terengah-engah. Apakah pukulan itu berhasil?

Suara geraman hebat menggema di seluruh kompleks itu. Suara Ki Plerong yang murka. Danan langsung berlari, kembali ke Renggani di tempat persembunyian mereka.

"Monster itu terlalu kuat! Dia.... Bagaimana cara mengalahkannya?" kata Danan sedikit putus asa.

"Kangmas.... Kalau kita mati, aku bahagia menjadi isterimu," kata Renggani sedih.

"Ini... Apakah ini?" tanya Renggani menyentuh gelang mustika yang diberikan Sang Siwa. Gelang itu diberi rantai dan menjadi kalung di leher Danan. Tiba-tiba saja Renggani seperti menyadari sesuatu. Ia terus menarik dan melepaskan gelang itu.

"Sayangku.... Kukira, kini saatnya kita bersatu," bisik Renggani. Ia terus bangkit berdiri, dan melepaskan seluruh bajunya.

"Apa? Kenapa..."

"Percayalah padaku, Kangmas...." kata Renggani yang kini sudah bertelanjang bulat. Ia terus berbaring begitu saja di lantai yang berdebu. Kedua kakinya mengangkang. Memeknya mengundang. Harum birahi langsung memenuhi seluruh ruangan itu, membuat kontol Danan langsung mengeras di balik celananya.

Di luar, suara geraman terdengar dekat. Tangan monster itu menghancurkan dinding gedung, getarannya terasa mengerikan.

Danan turut bertelanjang bulat. Batang kemaluannya keras. Renggani mengambil gelang itu, lalu memasukkannya ke kontol. Pas ukurannya hingga akhirnya gelang itu berada di pangkal batang kemaluan Danan.

"Sebentar.... Kangmas, tidak ada waktu lagi. Terus masukkan!" Renggani merenggangkan pahanya lebar-lebar, mengangkang. Memeknya menghadap ke atas. Danan memasukkan kontolnya ke dalam memek itu, merasakan agak kering, tapi tetap memberi jepitan yang kuat, nikmat.

"Ohhhh..... Kangmas...." Renggani terus merasakan kenikmatan persetubuhan itu. Persetubuhan. Menjadi satu tubuh. Danan tenggelam dalam diri Renggani. Ia tidak lagi bergerak keluar masuk, hanya merasakan seluruh tubuhnya menjadi satu dengan tubuh Renggani. Seluruh jiwanya menjadi satu dengan jiwa istrinya.

Gelang di kontolnya itu bercahaya terang, sinarnya membungkus kedua tubuh yang sedang bersatu, menyala, membesar. Membesar.

Sesosok tubuh berwarna putih kekuningan keluar dari lubang di dinding. Monster hitam itu terus menghantam, tetapi sosok raksasa itu menangkis dengan kekuatan yang sama besarnya. Satu tendangan mendorong si monster hitam mundur, yang dibalas dengan pukulan cahaya biru ungu. Sosok itu memutarkan tangan kiri ke depan, membentuk perisai. Tangan kanannya meninju dengan kuat dan menimbulkan kilat hitam yang besar, yang menghantam si monster tepat di dadanya.

Monster itu berusaha berlari ke sebelah kiri, tetapi sosok besar itu di tangan kanannya kini sudah memegang tali menyala oranye, yang terus disabetkan, terus membelit tangan si monster hitam. Bagian tangan yang dibelit tali itu mengepulkan asap hitam. Kedua raksasa itu saling tarik menarik, tapi si monster terus memukulkan sebelah telapak tangannya ke tanah dan mengeluarkan batu-batuan berterbangan, melayang ke arah sosok putih kuning! Tali itu pun segera hilang, digantikan kilatan hitam yang menghancurkan seluruh batu-batuan itu.

Kilat hitam segera terlontar kembali dan telak mengenai perut si monster, yang membuatnya terbungkuk, tapi ia terus mendorongkan kedua tangan ke depan, dua larik sinar biru ungu menerjang! Sosok putih kuning itu meloncat dengan cepat, bahkan gerakan tubuh sebesar itu tidak menimbulkan angin sama sekali! Hanya kini, monster hitam itu juga meloncat, bahkan melayang di udara, kembali menjadi seperti superman, tapi ini adalah monster raksasa.

Sosok putih kuning terus mengacungkan tangan ke depan, dan muncullah busur Gandiwa raksasa. Tangan kanannya memegang tali busur yang berwarna oranye terang, memunculkan anak panah sebesar roket, yang terus ditembakkan dengan kecepatan tinggi, menjadi aliran panah-panah yang melayang tepat ke sasaran. Dentuman ledakan anak-anak panah itu menggemuruh, memecahkan kaca-kaca jendela! Tapi, monster hitam itu menyilangkan tangannya di depan dada, masih bisa bertahan melawan ribuan anak panah yang menerjang.

Sosok raksasa putih kuning itu kembali menarik busur senjatanya, kini yang muncul adalah anak panah yang berwarna hitam legam. Sekali lagi panah-panah seukuran roket meluncur bertubi-tubi, tapi kini tidak ada suara dentuman. Tidak ada ledakan. Yang muncul adalah gelembung-gelembung berwarna hitam, menutupi tubuh monster hitam itu. Tidak ada yang bisa melihat apa yang terjadi, sampai akhirnya gelembung hilang dan nampaklah sebatang panah menancap di dada sang monster besar.

Busur kembali diarahkan, kini panah-panah berapi merah oranye terlontar tanpa henti, menancap dan meledak. Setiap ledakan memecahkan sebagian tubuh hitam itu. Setiap panah menghabisi potongan hitam di udara. Sampai akhirnya, tidak ada lagi potongan hitam tersisa. Monster hitam itu sudah musnah.

Ki Plerong sudah musnah.

Sosok raksasa putih kuning itu menyusut, hingga menjadi dua sosok manusia yang sedang bersenggama. Danan terus memompa memek isterinya, hingga keduanya merintih dalam kenikmatan. Danan mengeluarkan semuanya di dalam Renggani. Seluruh cintanya.

Ia berdiri, kontolnya masih tegak keras, berkilap berlendir. Renggani berdiri, tersenyum, berpelukan. Ia menggamit lengan suaminya, mereka terus masuk ke gedung tadi, mencari pakaian yang berceceran. Mulai sekarang, mungkin dunia masih dapat berjalan beberapa waktu lamanya.

Teman-teman mereka terus bermunculan, keluar dari hutan tempat mereka bersembunyi sambil menyaksikan perkelahian kedua raksasa sakti. Wajah mereka pucat, jantung masih berdebar-debar. Tetapi, mereka telah melihat sosok hitam itu hancur. Apakah sudah berakhir? Apakah Sang Nabi sudah mati?

Danan dan Renggani sudah berpakaian lengkap, berjalan bergandengan tangan keluar dari gedung yang bolong besar. Wajah mereka tersenyum lega. Puas.

oooOOOooo​

Hans menghentikan genjotannya pada Yin Yin yang terengah-engah. Mereka sudah main dua kali hari itu. Tiba-tiba saja ia merasa keringat dingin di sekujur tubuhnya.

Apa yang sudah dilakukannya, pada adiknya sendiri ini?

"Kokoooooo......."

Yin Yin juga merasakan hal yang sama.
 
akhirnya Puncak ketegangan dan racun kehancuran musnah. Semoga dapat hikmahnya stlh ki plerong musnah.
Hidup danang dan renggani
 
tinggal sesal:sendirian: akibat dari wabah Ki Plerong yang merusak segala aturan dan ketetapan..
terlanjur bercampur hingga benih tumbuh diantara pertalian darah..
berharap pengampunan dari segala perbuatan..
namun para setan tak akan jera mengadakan kesesatan sampai pada masa pemusnahan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd