Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kopi

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Cak kopi panas e siji gulo e rodok di akehi cek g pait" nemen tapi tak jupuk ngko subuh kudu sek panas y !
 
Bimabet
Bab 9


Dua orang bergumul di atas kasur sederhana. Keduanya sama-sama telanjang. Tampak wajah-wajah kepuasan di antara mereka. Tak ada gerakan, tak ada kata. Tetapi kenyamanan jelas terasa dari bahasa tubuh mereka. Ya, itulah aku dan mbak Ani.

Baru saja kami melakukan perbuatan itu. Untuk pertama kalinya burungku masuk ke sangkarnya. Untuk sekali ini aku menyerahkan keperjakaanku kepada janda cantik yang sedang mendekapku ini. Senyumnya menyejukkan hati. Wajahnya yang ayu, mbak, bayanganmu takkan hilang ditelan waktu. Terima kasih telah mempercayaiku mbak. Terima kasih untuk kesediaanmu menambatkan hati kepadaku. Takkan kusia-siakan pengorbanan harga dirimu. Aku akan berusaha menjadi kekasihmu yang baik. Yang terbaik.

Lama kami terdiam, menikmati kebersamaan ini. Tiba-tiba mbak Ani beringsut, bangun.

"Yuk beraktifitas. Eh, iya kamu libur ya mas?"

"Hehehe iya. Mbak masih buka toko?"

"Iya sih, tapi masih ada Rudi sama Elin kok yang biasanya jagain toko kalo pagi. Tapi ini sebenarnya sih kesiangan," ujarnya sambil memunguti pakaiannya satu persatu dan mengenakannya.

"Lha kalo kesiangan terus gimana kasirnya? Kalo ada sales lain gimana?"

"Itu mah gampang. Mereka berdua sudah fasih sama sales. Lagian hari gini juga mana ada sales keliling. Emangnya gak libur apa mereka."

"Eh iya nding. Hari ini libur ya hehehe."

"Iiih kamu mas. Ya udah, nanti kalau jenuh di sini mampir saja ke tempatku. Kita pacaran di situ, biar dibully sama Rudi sama Elin hehehe."

"Ah, enggak ah. Di sini aja pacarannya. Gak ada yang ganggu."

"Hayo maunya..."

"Mau apa. Orang gak kepikiran yang aneh-aneh juga."

"Hehehe ya sudah mas. Aku tak berangkat nyari duwit dulu. Doakan rejekiku lancar ya," ucapnya sambil mencium tanganku, salim.

"Amin," ucapku sebelum balas mencium keningnya.


Aku masih termenung di kamar. Teringat memori tadi pagi. Kami bergumul berdua. Masih terngiang bagaimana dia menciumku. Masih terasa hangat dan empuknya payudaranya menekan dadaku, menggelitik di sana, membuatku merasa geli-geli nikmat.

Kupejamkan mataku, memutar lagi video rekaman persetubuhan pertamaku dalam kelopak mata. Pori-poriku masih merasakan setiap sentuhannya.

Teringat bagaimana dia memegang belalaiku yang masih tidur. Meremasnya lembut. Membuat si ucing bangun. Lalu sekali lagi mbak Ani menghisap lembut. Uuuhhh... Sensasinya benar-benar luar biasa. Rasanya jaaauh lebih nikmat daripada yang sebelumnya.

Setiap mili tubuhku masih merasakan bagaimana gelinya rabaan tangannya. Ciumannya membuat syaraf di putingku terangsang hebat. Dadaku geli segeli-gelinya. Sekaligus merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sumpah. Luar biasa!

Mbak Ani benar-benar menservisku. Memanjakanku dengan elusan-elusannya. Menikmatkanku dengan setiap ciumannya. Dan menyiksaku dengan kebahagiaan cinta.

Aku bahagia hari ini. Aku sempurna.

Ingatanku melayang menuju momen itu. Mbak Ani menindih tubuhku. Batangku yang memang sudah tegak berdiri, perlahan masuk ke dalam lubangnya. Lubang kenikmatan. Dari tempat yang mirip denganku dilahirkan dulu, entah oleh siapa.

Rasanya hangat. Uwenuwaaak banget. Geli-geli gimana gitu. Kalau kalian masuk ke dalam jeli, tapi jelinya anget, bayangkan seperti itu. Yang ini lebih peret lagi. Jadi makin berasa lagi. Apalagi pas mbak Ani mulai menggoyangkan pinggulnya, aduuuh itu.. Sudahlah, tante tari mah gak ada apa-apanya.

Dan yang paling membuatku bahagia, mbak Ani terlihat menikmati sekali goyangannya. Kiri, kanan, maju, mundur, muter-muter gak karuan. Seakan-akan dia kesurupan. Entahlah, mungkin kesurupan cinta kali hehehe. Aku yang masih terbaring, dah gak tau lagi harus bagaimana. Enaknya gak ketulungan sih digoyang begitu.

Mbak Aniku sayang, aku sangat menikmati kebersamaan kita tadi pagi. Birahi kita. Dan ketika nafsuku sudah semakin besar, aku gak tahan lagi. Kupegang pinggulnya. Kuputar badanku hingga dia terjatuh di kasur. Anehnya, tanpa melepas kemaluan, kami bisa melakukannya. Seakan mbak Ani menurut denganku.

Senyumnya itu loh, membuatku melayang. Ketika dia di atas, ketika dia merebah, sungguh sejuk di hati. Aku suka sekali senyum itu. Pun ketika aku menggerakkan pinggulku maju mundur. Yang menyebabkan kejantananku keluar masuk peranakannya, persis kayak yang di filem bokep itu, senyum itu seakan mengantarku menuju kebahagiaan sejati. Aku suka senyumnya. Sukaaa sekali.

Hingga akhirnya aku merasakan sesuatu di selangkanganku. Pahanya menjepit keras pelerku. Membuatnya jadi sangat sensitif. Menjadikan segalanya tak terkontrol, hingga aku mengejan kuat sekali, diiringi semprotan spermaku ke dalam rahimnya. Demikian pula mbak Ani, punggungnya melengkung. Menampakkan tonjolan payudaranya. So damn sexy. Badannya kaku. Bola matanya memutar ke atas, hingga yang tampak tinggal bagian putihnya saja. Mulutnya membuka, memekik tertahan. Kelihatannya yang kali ini dia mendapatkan puncak kenikmatan yang lebih dari sebelumnya. Hal ini terus berjalan, sampai beberapa saat lamanya. Hingga mbak Ani terempas, dengan senyum manis kembali tersungging dari bibirnya.

Perlahan, setelah aku dapat menguasai diri, kucium bibirnya. Kucium pula keningnya, mencoba memberikan rasa aman, rasa nyaman kepadanya. Seolah ku berkata: aku akan melindungimu, sayang.


Kini aku terbaring. Senyum kepuasan terpatri jelas di bibirku. Bukan, bukan kepuasan yang kumaksud. Ini senyum kebahagiaan. Mbak Ani telah memberikan kebahagiaan kepadaku. Kepada manusia yang sepanjang sejarahnya, selama lebih dari seperempat abad ini tidak pernah merasakan indahnya mempunyai seorang kekasih.

Dan mataku yang masih terpejam membawaku ke dalam tidur. Membawaku ke alam mimpi. Tidur dengan mimpi terindah sepanjang hidupku. Aku bahagia sekali.


___


Ketukan pintu mengejutkan sekaligus membangunkanku. Aku melihat jam dinding. Sudah jam dua siang. Hmm siapa siang-siang gini bertamu ke sini. Alit? Gak mungkin. Sudah menikah. Ima? Suaminya lagi di rumah juga. Yu Jum? Dia bahkan gak tau rumahku di mana haha.

Aku melangkah dengan malas, membuka pintu kamar. Bersiap menyambut tamu yang datang. Apa adanya. Ya, menyambut dengan apa adanya.

Cklek, krieeet...

Pintu terbuka dan tampaklah seseorang yang...

"M.. Mbak?"

Aku terkejut. Bagaimana mungk..

"Baru bangun apa kebangun gara-gara aku ngetuk pintu?" tanyanya.

Senyum itu. Senyumnya menyadarkanku. Dia mbak.. Ah, dia kekasihku! Bagaimana bisa aku melupakannya barusan!

"I.. Iya hehehe," ucapku nyengir.

"Ya sudah, maaf. Nih aku bawakan nasi bungkus. Kamu pasti belum makan kan," mbak Ani memberikan dua bungkus nasi. Satu dia berikan kepadaku, sedangkan satunya dia bawa.

"Hehehe, terima kasih mbak," aku masih nyengir.

Hahaha mbak Ani ini tahuuu saja. Perutku belum diberi makan dari pagi tadi. Tahu lah kalau belum makan, apa yang kalian rasakan. Mbak Aniii mbak Ani. Kau benar-benar kekasih yang pengertian.

Aku makan dengan lahapnya. Disaksikan oleh mbak Ani. Dalam sekejap satu bungkus makanan pun habis tak bersisa. Sementara nasi bungkus milik mbak Ani baru termakan setengahnya. Tampak mbak Ani melihatku dengan bibir tersenyum. Senyum indahnya terus mengembang. Rupanya dia memperhatikanku sejak pertama makan tadi. Aduuh jadi malu deh rasanya.

"Sudah makannya?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk sambil minum air putih.

"Mau nambah ini?"

Aku menggeleng. "Tidak, terima kasih. Buat mbak saja deh. Kenyang."

Mbak Ani tersenyum. Diletakkan nasi bungkus di meja yang berada tepat di sampingnya. Lalu dia berkata "Sama."

"Lha, dikit amat," ucapku terkejut.

"Memang segini porsiku. Malah biasanya gak sampe segini."

Hahaha baru sadar. Dimana-mana yang namanya perempuan, apalagi bodinya sekel kek gini, maemnya pasti dikit. Kira-kira seberapa ya porsi normalnya mbak Marlena? Lha kok bisa mikiri orang lain sih. Kan sudah ada cewek cakep di dekatmu. Kekasih pula. Haduuh.. To.. To. Mbok ya pikiranmu ini dijaga. Gak usah ndelewer gitu. Payah!

"Hehehe iya. Porsi perempuan biasanya memang lebih sedikit ya daripada laki-laki."

"He em. Biasanya sih gitu."

"Hehehe maaf. Aku gak pernah berhubungan dekat dengan perempuan dewasa. Satu-satunya perempuan yang dekat dengan kehidupanku malah setengah lelaki hehehe," ucapku sambil nyengir.

"Hihihi maaas... mas. Yo wajar to kamu gak tau. Tapi ya kok polos banget itu lhi. Bikin aku tambah seneng ae sama kamu."

Mbak Ani menghambur dan memelukku. Aku jadi kegelian perutku diuyel-uyel kepalanya. Hehehe geli... Geli... Geli. Tapi enak. Aduuuh, bahagia hatiku.

"Udah mbak. Cukup. Geli inih... Hihihi."

Dan selanjutnya, mbak Ani menghentikan gerakannya. Kepalanya mendongak. Aku tersenyum kepadanya. Kukecup keningnya. Kuresapi setiap momen ini. Kuberikan rasa nyaman melalui setiap mili sentuhan bibirku. Hingga ketika kulepaskan, kulihat mbak Ani memejamkan mata. Bibirnya juga tersenyum. Mungkin menghayati momen ini. Atau mungkin merasakan pesan yang kukirim. Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tau.

Selanjutnya, kurebahkan mbak Ani di kasur yang sedari tadi kududuki, dia pun menurut. Kudekap dia. Sekali lagi kukecup keningnya. Kurasakan getaran halus tubuhnya. Wajahnya masih menampakkan senyum. Tapi matanya mulai berair. Tangannya lebih erat memelukku.

Aku terdiam untuk beberapa saat. Memeluknya. Memberi ketenangan kepada kekasih baruku ini. Kuelus lembut rambutnya. Kepalanya masih erat di dadaku. Kurasa genangan air itu mulai membasahi bajuku. Kubiarkan saja dulu.

"Maaf mas," ucapnya sambil terisak. Kudiamkan saja.

"Aku nangis lagi di sini."

"Sudahlah mbak. Menangislah. Keluarkan apa yang mengganjal di hatimu. Semua. Akan kuterima seluruh air matamu."

"Tapi kamu..."

"Ssst. Aku kekasihmu. Aku tempat curhatmu. Aku tempatmu mengadu. Kalau bukan kepadaku, sama siapa lagi mbak begini." kulihat jelas sisi rapuhnya. Jauh berbeda dengan yang di toko.

Mbak Ani kembali terdiam. Isak tangis masih terdengar jelas di telingaku. Akupun terdiam, sembari mengelus lembut rambutnya.

"Mas. Seandainya dulu... Kamu... Aku lebih dahulu ketemu kamu. Pasti aku... Aku gak... akan begini. Aku... Ini sakit mas... Sakit."

"Ssst mbak. Sudahlah. Itu sudah jadi masa lalumu. Bagian dari bahagiamu. Juga kegagalanmu. Sekarang sudah ada aku yang menemanimu. Menjagamu. Melindungimu. Menutupi, mungkin menyembuhkan lukamu yang teramat dalam itu. Aku sanggup kok kalau mbak terus berkeluh kesah, curhat seperti ini. Tapi, ayo kita bangkit. Mbak jadi ceria seperti yang kulihat di toko. Mbak bahagia selamanya. Itu keinginanku," ucapku lirih.

Isak tangis masih mewarnai kamar ini. Mbak Ani masih belum berbicara lagi. Sepertinya dia mencoba mencerna apa yang kukatakan. Aku pun ikut terdiam. Mencoba menenangkannya lewat usapan tanganku. Tangisan ini, tidaklah separah tangisan tadi pagi. Sepertinya emosinya tidak setinggi itu. Seharusnya dia bisa memahami yang kuucapkan.

Isak tangis terdengar semakin lirih. Hanya tangannya semakin kuat mencengkeram bajuku. Tak lama kemudian terasa anggukan kepalanya. Pelan sebenarnya, tapi cukup terasa di dadaku. Sesaat berikutnya, kurasakan sebuah kecupan di tempat yang sama. Sebuah kecupan kecil. Agak lama. Dan sepertinya penuh emosi. Semoga dia meluapkan semua, sehingga habis semua kenangan buruk masa lalunya.

Aku... Aku siap menampung semua keluh kesahmu, mbak. Aku siap. Percayalah kepadaku. Kuelus kepalanya, untuk menenangkannya.

"Terima kasih mas. Kamu baik sekali. Aku... Aku tak tahu harus bagaimana untuk membalas kebaikanmu."

"Ssst. Tidak perlu begitu. Senyum tulusmu sudah cukup bagiku untuk menemani kebahagiaanku, mbak."

"Terima kasih mas. Takkan kulupakan kebaikanmu, kekasihku."

Aku diam tak menjawab. Kuangkat kepalanya. Sekali lagi kukecup keningnya. Enak rasanya. Bikin nagih hehehe. Kukecup lagi dan lagi dan lagi dan lagi. Lama-lama capek juga rasanya. Kulihat mbak Ani tersenyum sambil memejamkan mata. Sekarang tak terdengar lagi isaknya. Hanya mata yang lembab menjadi tanda, dia baru saja menangis.

Kekasih. Entah makanan apa itu. Aku belum pernah mengetahui sebelumnya. Hanya kali ini ada seorang perempuan, yang atas kesepakatan bersama saling mengakui sebagai kekasih. Yah mau bagaimana lagi. Toh jalan sama dia gak buruk juga kok. Halah, mikir apa sih aku ini.

Aku semakin erat memeluknya. Kurasakan nafasnya sekarang lebih teratur. Sangat teratur malah. Dan sangat lembut. Jangan-jangan... Ah sudahlah. Palingan dia aja yang lagi kecapekan. Kukendurkan pelukanku. Perlahan kupindahkan tangannya yang memeluk dadaku. Kulakukan dengan hati-hati, biar dia tidak terbangun. Sekarang dengan tidak kalah lembutnya, kuputar badannya untuk membebaskanku dari bobotnya. Aduuuh berat sekali tubuh ini.

Setelah berjuang dengan penuh kelembutan, akhirnya berhasil juga aku melepaskan diri. Mbak Ani sekarang tidur terlentang. Dadanya naik turun dengan pelan. Mengikuti nafasnya yang lembut dan teratur. Sekilas kulihat bukit itu. Aneh, aku tidak tertarik. Aku merasa ingin melindunginya. Ingin membahagiakannya. Bukan menikmatinya.

"Bentar, bentar. Ada cewek cakep, bilangnya kekasih, sudah pasrah, kok dianggurin. Mbok ya dipake lah To."

"Entahlah Di. Aku kok ya kasihan. Sakno karo ceritane."
(Kasihan sama ceritanya)

"Lha yo masio, tapi kan yo eman. Kerae nayamul lho yo. Kadit itreng ayas lek umak nganti kadit niam karo dhe'e."

"Lha peno ngomong opo to Di. Mabuk ta?"
(Lha kamu ngomong apa to Di.)

"Hahaha sori... sori. Kelupaan. Itu lho ada cewek cakep kamu biarkan saja. Gak ngerti aku dengan pikiranmu."

"Haiyah, ndhiasmu. Padane awakmu wani ae karo wedokan liyo. Ayo wes lek pancen koen wani, gantenono aku ngenthu mbak ani, saiki."
(haiyah, ndhiasmu*. Kayak kamu berani saja sama perempuan lain. Ya sudah kalo kamu memang berani, gantikan aku ML sama mbak Ani, sekarang)

"Lha gundulmu. Ketemon Novi entek aku."
(Lha gundulmu*. Ketahuan Novi habis aku)

"Hahaha mangkane ben aku ae sing nentokno cerito. Awakmu kari nulis ae kok repot. Sing kakeyan komentar. Wes lanjut ceritane."
(Hahaha makanya biar aku saja yang menentukan cerita. Kamu tinggal nulis saja kok repot. Kebanyakan komentar. Dah lanjutkan ceritanya)

Mbak Ani masih terlelap. Sedangkan aku. Hmm, kuambil selimut. Kusematkan menutup tubuhnya. Lalu aku pergi ke kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhku. Agar nanti badanku tidak bau asem ketika kekasihku bangun nanti.



---

*) ndhiasmu dan gundulmu merupakan bentuk makian. Arti harfiah ndhiasmu adalah kepalamu. Sedangkan gundulmu dalam bahasa Indonesia sama. Hanya saja, karena kata ini digunakan untuk makian, penulis sengaja mengungkapkan dalam bahasa asalnya.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd