Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kopi

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Oke om pai..
Kopi nya nambah lagi, nunggu om pai update..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bab 8


Di suatu pagi yang cerah, dua orang berbeda kelamin tampak sedang tiduran di atas kasur. Sang lelaki yang hanya memakai kaus seadanya tampak mengelus mesra rambut wanitanya. Sementara yang dielus meringkuk manja di dada sang pejantan. Aroma romantis tampak menyelimuti keduanya.

Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua. Hanya usapan, belaian, sedikit remasan, dan banyak rabaan manja menjelaskan bagaimana perasaan mereka. Saat-saat bahasa tubuh menjadi satu-satunya yang mereka mengerti. Saat-saat setiap sentuhan begitu berarti. Saat-saat...

"Sebentar sebentar, aku mau protes."

"Napa emang?"

"Perjanjian awal kan kamu buat cerita, murni pake pov 1. Dan aku menjadi satu-satunya sudut pandang di sini."

"Trus?"

"Trus? Kenapa sekarang povnya kamu ganti jadi pov 3? Sadar gak sih, kamu telah melanggar janji?"

"Lebay."

"Emang akyu lebay. Yey jijay. Yey!"

"Yek, ngguilani. Huek."

"Terserah lah, yang penting aku mau cerita ini lanjut pake povku. Bukan yang lain. Titik!"

"Iya, iya. Dasar maniak coli."

"Heh!"

"Iya...."

Aku masih disini. Terdiam membisu. Di telapak tangan kananku ada rambut hitam panjang. Kuelus lembut rambut itu. Sementara pemiliknya, telanjang bulat di sampingku. Kepalanya merebah di dadaku. Tangannya memainkan batang besar berurat yang sedari tadi tiada kunjung tertidur. Ya, kami telah melakukan perbuatan cabul sebelumnya. Aku, dan dia.

Nafas kami telah kembali teratur, lama sebelumnya. Hening menyelimuti kamar ini. Kami berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tangan kami juga sibuk bermain dengan pegangan masing-masing.

Aku masih merasa awkward ketika mbak Ani membuka pembicaraan.

"To, apa kamu merasa aku ini wanita murahan?"

Aku terdiam, terhenyak. Aku gak tau harus menjawab apa. Jujur aku gak tau beda murahan sama enggak itu apa. Aku hanyalah penikmat wanita. Itupun sebatas coli. Gak lebih. Paling tidak sebelum ini.

"Entahlah mbak. Ini pertama kalinya aku begini," aku berkata jujur.

Selanjutnya kami terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga aku merasakan dadaku basah. Sepertinya mbak Ani menangis. Menangis dalam diam.

"Aku... Aku gak tau kenapa tadi tiba-tiba aku begini. Aku gak pernah begini sama laki-laki lain To. Hanya kamu dan pacarku dulu yang begini denganku," mbak Ani tampak mulai emosi dalam setiap ucapannya.

Sementara aku masih terdiam dalam pikiranku sendiri. Aku, entah apa yang kurasakan. Senang? Iya. Bersalah? Iya. Bingung? Pasti. Mau menjawab pertanyaannya, mbak Ani juga gak bertanya. Akhirnya aku tak juga berkata apapun. Hanya terdiam dalam pikiranku yang kalut.

"Kamu tau To. Dulu, aku begitu menikmati masa-masa dengan pacarku. Dulu aku bahagia dimanja olehnya. Dulu aku merasa menjadi putri raja, yang dimanja oleh sang pangeran. Kamu tahu To. Aku pun terbuai dalam perhatiannya. Seolah-olah dialah satu-satunya lelaki di dunia ini."

"Segalanya sangaaat indah. Aku suka," dia sedikit tertawa ketika mengucapkan kalimat itu.

"Aku suka saat-saat itu. Aku bahagia dengannya. Aku terbuai, sampai kuserahkan diriku. Hari itu, di kamar itu. Di bawah belaiannya, untuk pertama kalinya aku menyerahkan tubuhku untuknya. Kuserahkan mahkotaku kepadanya. Dia sangat baik. Memasukkan ini dengan lembut. Walaupun sakit, tapi aku tetap bahagia," dia memegang batangku agak keras ketika mengucapkan kata "ini". Aku pun sempat tercekat tertahan, untung tidak ada suara yang keluar.

"Selanjutnya, setiap ada kesempatan, kami selalu melakukannya. Semua tampak indah. Sampai suatu saat aku pun telat. Dua bulan lamanya aku tak kunjung datang bulan. Betapa takutnya aku saat itu. Kukabari dia, dia pun ikut tegang. Akhirnya kami bertengkar hebat hari itu. Seminggu lamanya kami tidak bertemu. Aku dan dia," lanjutnya sambil menangis.

"Setelah itu, baru dia datang kepadaku memberi kabar, bahwa dia siap bertanggungjawab. Akhirnya kami memutuskan menghadap orang tuaku, juga orang tuanya. Meskipun kami dimarahi habis-habisan, bahkan orang tuanya sempat memukul anaknya sampai babak belur, tetap akhirnya kami disetujui untuk menikah."

"Aku bahagia dengannya. Malam pernikahan yang indah. Aku sah menjadi ratunya saat itu. Hidupku kembali berbunga-bunga. Tapi itu hanya sekejap. Hanya dalam beberapa bulan aku merasa dia menyembunyikan sesuatu dariku. Aku gak tau apa itu. Yang jelas, perhatiannya kepadaku tak lagi seperti sebelumnya. Tapi aku masih bersabar. Aku percaya kepadanya."

"Aku mulai curiga kepadanya. Tapi aku gak mau membuat pernikahan yang baru seumur jagung ini rusak. Aku gak mau tanya macam-macam dulu kepadanya. Diam-diam aku mengikutinya. Kemana dia pergi, dengan siapa saja, ngapain dia di sana, semua aku intai. Memang sangat berat buatku. Apalagi dengan kondisi kandunganku yang sudah mulai besar. Untungnya pengintaianku membuahkan hasil. Aku bisa memastikan dia sering jalan berdua. Cakep sih dia. Mungkin lebih cantik dari aku. Dan itu sakiit. Sakit To. Huuu," dia tak lagi bisa menahan tangisnya.

"Kamu tau To, diduakan itu sakitnya tuh di sini," ucapnya sambil memegang dadanya.

"Kamu To. Laki-laki. Gak bakal hamil. Mudah saja bikin perempuan manapun hamil. Terus kamu tinggal begitu saja."

"Saakiit itu To... Sakiiit. Huuuu..."

Aku semakin terdiam. Hanya mengelus-elus rambutnya. Berharap dia lebih tenang.

"Setelah kupastikan seperti apa hubungannya, baru aku labrak mereka. Aku meminta cerai. Aku gak keberatan. Toh hati ini sudah hancur. Hancur hatiku. Huuuu."

"Akhirnya kedua orang tua kami mengetahuinya. Mereka marah besar kepadanya. Orang tuanya... mertuaku, sampai meminta maaf. Ibu... Ibu mer... Mertua sss... Sampai bersujud di kakiku.... M..minta maaf k.. kepada.. kku. Huuu."

Mbak Ani terdiam sejenak. Akupun sama. Aku hanya mengelus-elus rambutnya. Masih berharap bisa memberikan dia sedikit ketenangan.

"Kondisi ini rupanya juga berpengaruh terhadap kandunganku. Beberapa minggu setelah aku melabrak mereka, aku mulai merasakan gejala tidak enak pada anakku. Perutku sering sakit. Melilit. Masih tujuh bulan usianya saat itu. Akhirnya aku masuk rumah sakit. Dua minggu aku di sana. Mereka mencoba mempertahankan bayiku, tapi Tuhan berkehendak lain. Aku keguguran."

"Saat itu aku merasa hampa. Tak ada lagi yang menjadi harapan. Semua telah sirna dalam hatiku. Di sana. Di pusara anakku, aku menangis meraung-raung. Sampai pingsan. Kata mereka aku pingsan tiga hari lamanya."

Aku tak menyangka. Sama sekali tak menyangka. Di balik keceriaannya, mbak Ani menyimpan luka yang begitu dalam. Kehilangan suami dengan cara yang menyakitkan. Sekaligus kehilangan anak dengan cara yang tragis. Aku benar-benar totally locked. Pandanganku selama ini ternyata jauh dari apa yang telah dialami sebelumnya. Aku tak menyangka. Sungguh jauh dari bayanganku.

"Namun orang tuaku memberiku semangat. Merekalah yang menjagaku agar tidak jatuh lebih dalam lagi. Merekalah yang membuatku tetap hidup. Sampai sekarang. Merekalah yang membuat aku jadi kuat seperti ini. Mereka benar-benar mendukungku untuk hidup dan semangat seperti dulu. Merekalah yang membukakan toko untukku setelah aku benar-benar kuat berjalan sendiri. Belakangan baru aku tahu, mertuaku, mantan, ikut mendukungku. Sebagai permintaan maaf atas sikap anaknya kata mereka. Untungnya orang tuaku masih mau menerima, meskipun dengan berat hati."

Mbak Ani kembali terdiam. Nafasnya lebih teratur sekarang. Entahlah, mungkin kalau aku ke tokonya lagi, mungkin aku akan mempunyai pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Mungkin aku akan lebih serius dalam berbicara dengannya.

"Banyak pria yang menggodaku To. Mungkin karena aku cantik. Mungkin karena aku seksi. Mungkin juga karena aku janda. Kuabaikan mereka semua."

"Termasuk kamu To. Saat itu. Tapi entah kenapa, melihatmu menggodaku, aku tahu sih itu hanya iseng. Toh kamu juga gak bakal berani lebih dari itu kepadaku, saat itu. Semakin lama aku jadi suka kamu godain. Beda rasanya dengan yang lain. Banyak lelaki yang menggodaku penuh dengan modus. Pingin ngincipi tubuhku tentunya. Tapi aku rasa kamu tidak To. Kamu itu polos. Itu yang kurasa. Dan itu menarik bagiku. Aku gak tau sejak kapan aku jadi suka liatin kamu. Aku gak tau sejak kapan aku jadi merasa kehilangan kalau kamu seminggu saja gak mampir ke tokoku. Aku gak tau sejak kapan aku jadi suka lari pagi lewat depan kosmu. Yang jelas, aku mulai menikmati ini semua."

"Aku suka kamu To. Aku gak tau alasannya. Juga gak mau tau. Sekarang aku merasakan itu. Aku nyaman sama kamu. Aku gak peduli kamu siapa, mau ngapain. Bahkan mau memandang rendah diriku, yang jelas aku suka sama kamu. Huuu..." wajahnya kini dibenamkan di dadaku.

Deg...

Di tengah isak tangisnya, dia menyatakan perasaannya kepadaku. Sedangkan aku... Aku bahkan gak berani membayangkan dia lebih dari bahan coliku selama ini. Di satu sisi aku beruntung ada perempuan, cantik, yang suka kepadaku. Di sisi lain aku gak berani mendekati perempuan. Siapapun.

"Tapi... Kenapa harus aku mbak? Aku kan gak tampan. Badanku juga gak seksi. Dan aku juga gak berani sama perempuan.."

"Justru itu To. Kamu gak ganteng. Jauh kalo sama dia. Badanmu juga gak ideal. Jauh sama dia. Tapi aku sangat nyaman denganmu. Jauh berbeda rasanya membandingkanmu dengan mantanku. Dan aku memang gak mau membandingkannya. Aku nyaman denganmu. Itu cukup. Dan kamu tau? Aku gak mudah merasa nyaman dengan seseorang."

"Kamu To. Orang yang kupilih. Aku gak peduli kamu mau apa enggak sama aku. Aku merasakan ini hanya untuk diriku sendiri. Toh kalau kamu memang gak mau ya sudah, biarkan perasaan ini mengendap begitu saja di hatiku. Cukup aku yang merasakan."

"Tapi aku..." aaargh! Susah sekali sih bilang aku merasa gak pantes buatmu. Kamu cantik, aku gak ganteng.

"Kamu minder? Seperti beauty and the beast gitu? Kalau memang seperti intu, aku gak masalah. Sudah kubilang sebelumnya kan. Sudah bukan masanya lagi aku cari cowok ganteng seperti abege. Aku mencari kenyamanan To. Aku menemukannya pada dirimu," sekarang mbak Ani malah memandang wajahku.

"Entahlah mbak. Aku takut saja sama perempuan. Dari dulu aku selalu minder. Lagian aku juga gak kaya."

"Emang aku butuh hartamu? Sendiri aja aku masih bisa hidup To. Dapet kamu aja aku sudah bersyukur. Dan aku gak perlu apa-apa lagi darimu. Cukup kamu. Perhatianmu. Kasih sayangmu. Cintamu. Hidupmu. Itu saja."

"Tapi mbak."

"Ssst.... Aku tahu kamu belum berani. Tapi dengan usia segini, dengan tingkat kematangan kita. Kuanggap kamu sudah cukup dewasa menentukan langkah. Coba pikirkan ini baik-baik."

"Hanya saja apakah mbak mau. Aku... Aku... Aku bahkan gak tau siapa orang tuaku. Sejak kecil aku sendiri. Hanya ibu panti yang mau merawatku sejak bayi."

"Dan jadinya seperti ini kan. Kamu jadi orang yang kuat. Sabar. Dan lembut. Aku suka itu."

"Sudahlah To. Pikirkan dulu perkataanku. Kalau memang kamu belum mau menjadikanku kekasihmu, aku rela kok memendam perasaan ini sendiri."

"Maaf mbak, bukannya aku gak mau. Hanya aku selama ini belum sekalipun pernah dekat dengan perempuan. Aku... Sejak dulu aku gak pernah berani mendekati perempuan. Sejak dulu aku gak pernah tau bagaimana rasanya jatuh cinta. Aku... Entahlah mbak."

"Aku paham To. Aku paham."

"Dan saat ini aku benar-benar takut mbak. Aku takut jatuh cinta."

"Sssst. Jangan takut. Aku janji. Kamu gak bakal nyesel sama aku. Aku janji, akan kuajari kamu hal yang baik-baik. Kalaupun suatu saat hubungan kita kandas, aku percaya semua akan baik-baik saja. Ya, baik-baik saja. Seperti apa adanya."

"Bener mbak? Bener mbak akan bimbing aku? Ajari aku mbak. Ajarilah aku cara mencintamu. Agar kita berdua sejalan slamanya."

"Aku janji To. Aku janji."

"Bener mbak? Syukurlah."

Cup....

Bibirku dikecup lembut olehnya.

Kulihat mbak Ani tersenyum. Tulus kurasakan senyum itu. Kurasakan pula hati rapuhnya dibungkus oleh karakternya yang kuat, dalam balutan wajah cantik mempesona.

Dan kini, pemilik wajah itu sah menjadi kekasihku. Semoga hubungan kita gak sebentar mbak. Semoga kita langgeng selamanya.

Mbak Ani, pacar baruku... Kau cantik dengan senyummu. Kusibak rambutnya. Kuelus lagi seperti tadi. Dia hanya membalas dengan senyum. Aku bahagia sekali sekarang. Mulai detik ini hidupku berubah. Aku bukan jomblo lagi. Aku sudah punya kekasih. Alit, Ima, sori, kalian telah repot-repot membantuku. Sekarang kerja kalian sudah selesai. Aku sudah punya kekasih. Jadi kalian gak perlu repot lagi mencari wanita buatku. Terima kasih, sobat.

Aku tersenyum kepadanya. Kepada wanita yang baru saja membuka lembaran baru bagiku. Senyum yang manis. Senyum terindah yang mungkin hanya sekali ini kubuat. Aku terbuai khayalan. Eh bukan. Ini mimpi. Ah, jikalau ini mimpi, aku rela jika harus tertidur untuk selamanya.

"To..."

"Ya mbak."

"Makasih ya."

"Untuk apa mbak?"

"Terima kasih sudah mau menerimaku."

"Sudahlah mbak. Justru aku yang harusnya bersyukur. Bisa mendapatkan perempuan cantik bin manis sepertimu."

"Ah kamu bisa aja. Sst diam," mbak Ani bergerak sedikit, lalu...

Cup...

Serrrr.....

Putingku dicium mbaknya... Wooowww.... Amboi rasanya!
Aku tertegun. Pagi ini aku... Ini... Benar-benar di luar logika. Aku... Aku sudah kehilangan daya pikir. Aku... Rasanya ingin... Aduuuh... Sudahlah. Gak udah dijelaskan lagi. Aku sekarang...

"Maas."

"To."

"To."

"Yang."

"Helloooww... Enibadi hie?"

"Eh... Eh, iya mbak?" ucapku terkejut.

"Lha... Ngelamun sapa. Pacarmu ada di sini lho mas," ucapnya jahil.

"Entahlah mbak. Setelah bertahun-tahun sengsara. Aku sama sekali tak menyangka. Pagi ini aku..." aku tak dapat meneruskan kata-kataku.

"Hmm. Aku tau. Yang kamu butuhkan, emm.. Mas butuhkan hanyalah pembiasaan. Aku sudah mempertimbangkan segalanya ketika kuberanikan diri untuk mendekatimu. Aku bukanlah gadis murahan. Meskipun janda aku masih punya harga diri. Dan itu kupertaruhkan semuanya untukmu mas. Boleh dibilang aku... Sejak saat ini aku akan mengabdi untukmu. Mulai sekarang, aku siap menjadi apapun yang kau minta, mas."

"Tapi ini terlalu cepat mbak. Aku bahkan tidak pernah membayangkan akan seperti ini. Ini rasanya seperti... Wow... Rasanya aku mendapatkan istana Nabi Sulaiman. Dan aku menjadi raja di sana."

"Dan aku menjadi ratunya. Hihihi," dia tersenyum centil.

"Kalau kau mau, seluruh raga ini untukmu. Pakailah sesukamu. Aku rela kok," ucapnya sambil mencium putingku lagi.

"Mas masih perjaka?"

"Emm jujur sih enggak. Sejak umur 13," kataku sambil menunjukkan telapak tangan kananku.

"Hihihi wajarlah mas kalau begitu. Hampir semua laki-laki pasti mengalaminya."

"Kalau sama ini mau gak?" ujarnya sambil tersenyum binal dan mengelus selangkangannya.

Anjritt!!!
 
Akhirnya chapt 8 muncul juga, baru dah dibaca warkopnya.. Hehehehe...
:banzai:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd