------------------------------------------------------
Cerita 106 – Hasrat Tak Tertahan
Part 01
Udara dingin dalam cuaca mendung gelap yang menyesakkan. Sudah dua hari ini matahari enggan untuk menampakkan sinarnya.
Angin kencang menggoyang daun-daun kering yang tampak ringkih bertahan di dahan. Hari-hari di bulan desember yang selalu basah dan gelap.
“Ma, Papa berangkat dulu ya..”
“Hati-hati di jalan, Sayang. Jangan ngebut, ya..?”
Lelaki yang dipanggil sayang itu tersenyum.
Wajahnya sebenarnya cukup lumayan, agak ganteng kalo dilihat dari Monas pake sedotan. Hehe..
Tubuhnya kurus kering, dengan kulit coklat kehitaman terbakar matahari.
Rambutnya yang kriwil makin menambah kesan tak terurus pada diri pria itu.
Ia mengecup kening dan pipi istrinya yang bulat dan menggelitik pinggang ramping milik wanita itu.
“Ih, Papa nakal..” wanita itu menepis tangan suaminya yang mulai merambat menyusuri belahan buah dadanya yang besar.
“Sudah ah, nanti Papa terlambat..” Dia mengingatkan.
“Mama cantik deh..” laki-laki itu kembali mengecup bibir sang istri. Wanita itu membalasnya singkat.
“Sudah siang, Pa..” dia kembali mengingatkan.
“Nanti masakin yang enak ya, Sayang..” bisik laki-laki itu sebelum keluar pintu. Wanita itu tersenyum dan mengangguk.
Dia merasa bersyukur punya suami seperti Tarno, meski jelek tapi cukup bertanggungjawab.
Itulah yang membuat Sari perlahan mulai bisa menerima kehadirannya, dan tanpa sadar, mulai mencintainya.
“Hati-hati di rumah ya, Sayang.. .!” teriaknya sebelum masuk ke dalam kendaraan. Di belakangnya, Sari memandangi dengan mata berkerlip.
Ada cinta di sana, yang perlahan makin membesar dari hari ke hari.
Suaminya memang tidak ganteng, dia tahu itu karena Tarno adalah mantan sopir pribadinya.
Mereka menikah karena Sari sudah hamil duluan, dan ironisnya, bukan dengan Tarno.
Sari dihamili oleh pacarnya, yang langsung kabur begitu tahu kalau gadis itu berbadan dua.
Untuk menyelamatkan muka keluarga, ayahnya segera menikahkan gadis itu dengan siapa saja yang mau, dengan imbalan uang puluhan juta rupiah.
Tarno yang mendengar hal itu, tanpa perlu berpikir 2 kali, langsung menerimanya.
Sebenarnya, tanpa imbalan uangpun, dia akan dengan senang hati melakukannya.
Siapa sich yang tidak ingin menikahi gadis secantik Sari, yang kemolekan tubuhnya sanggup membuat Aura Kasih minder, biarpun gadis itu sedang hamil.
Peduli setan, bagi orang jelek seperti Tarno, itu tidak masalah, yang penting bisa merasakan kehangatan dan kelembutan tubuh gadis itu.
Apalagi ini ditambah iming-iming uang 50 juta rupiah, yang membuat penawaran itu makin mustahil untuk ditolak.
“Jangan malam-malam ya pulangnya..” wanita itu mengantar Tarno sampai ke halaman depan.
Wajah cerah dan cantik yang setiap hari melepasnya pergi, dan selalu mengisi benaknya selama jam kerja.
Selalu membuat Tarno tak sabar untuk pulang ke rumah. Selalu..?
---------
“Ibunya ada, Dek..?” Sari bertanya pada bocah kecil berumur 3 tahun yang sedang asyik mencoret-coret dinding rumah.
Bocah itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya. “Di dalam..” sahutnya singkat.
Sari segera masuk ke dalam, meninggalkan bocah itu sendirian. Seperti biasa, dia menerobos rumah itu tanpa perlu merasa sungkan sedikitpun.
Dia sudah mengenal baik pemilik rumah itu.
Anita adalah tetangganya.. sekaligus teman pertamanya saat awal dia pindah ke perumahan ini.
Usia keduanya yang hampir sebaya membuat mereka cepat akrab.
Hari ini, Sari berniat untuk belajar memasak. Kemarin Anita sudah janji untuk mengajarinya membuat nasi Rawon kesukaannya.
“Mbak, Mbak Nita..?” Sari memanggil sambil terus melangkahkan kakinya.
Ruang tamu dan ruang tengah sudah terlewati, tapi masih belum ada tanda-tanda keberadaan wanita berambut pendek itu.
“Mungkin di dapur, pagi-pagi gini kan biasa dia sibuk di dapur..” pikir wanita itu. Dengan riang, Sari terus menuju ke belakang.
Saat melintasi kamar Anita, dia mengintip sebentar, tidak ada siapa-siapa di sana.
Samar-samar, telinganya menangkap suara gaduh dari arah dapur. Ah, memang benar, dia sedang berada di dapur sekarang.. pikirnya lagi.
“Mbak Nita..!?” Sambil memanggil, Sari membelokkan kakinya menuju arah dapur.
Tapi langkah kaki wanita cantik itu langsung terhenti begitu melihat apa yang terjadi.
Di sana, berbaring di atas meja makan, tampak Anita tengah bergumul dengan seorang laki-laki. Pakaiannya acak-acakan.
Payudaranya yang besar terlihat menonjol keluar karena kaosnya yang ketat tertarik ke atas..
memperlihatkan sepasang buah dada yang putih mempesona dengan puting mungil mencuat indah ke atas.
Rok pendeknya yang berwarna abu-abu melorot ke bawah.. memperlihatkan kemaluan wanita itu yang basah.. licin dan kemerah-merahan..
membuat kontol besar milik si laki-laki bisa menusuk dan menembusnya dengan lancar.
“H-halo, Sar..” sapa Anita sambil merem melek saat melihat kedatangan sahabatnya.
Mukanya licin penuh keringat, dengan bekas-bekas cupangan merata di seluruh pipi dan lehernya. Sari terhenyak, sampai tak tahu harus berkata apa.
“S-sebentar ya, lagi tanggung nih..” tambah Anita sambil ikut menggoyangkan pinggulnya..
mengimbangi tusukan laki-laki di atasnya yang sekarang tampak semakin cepat.
Dengan muka merona, Sari memalingkan mukanya. “Ah, aku tunggu di depan aja ya..” katanya rikuh.
Dia merasa tidak enak memergoki Anita yang lagi berbuat mesum seperti itu.
“J-jangan..” Anita melarang. “T-tunggu di sini aja. Enggak apa-apa kok..” Permintaan yang aneh, tapi entah kenapa Sari menurutinya.
Dia lantas duduk di salahsatu kursi dan menonton kelanjutan acara itu.
Dia penasaran, sekaligus terangsang juga.. bagaimana Anita yang cantik bisa berbuat mesum seperti itu.. dengan
seorang laki-laki tua yang lebih pantas menjadi ayahnya daripada partner seksnya.
Sari tidak mengenal laki-laki itu, tapi dari ukuran penisnya yang super besar.. dia bisa menduga alasan Anita mau menyerahkan tubuhnya pada laki-laki itu.
“Ahhh.. ahhh..” Anita merintih saat kontol besar si lelaki menusuk dan mengocok memeknya makin cepat.
Dia menyambar bibir si lelaki dan melumatnya dengan rakus. Lidah mereka bertemu untuk saling mengisap dan mencampur air liur.
Anita tampak sangat menikmati sekali meski bibir laki-laki itu begitu tebal.
Di bawah.. tangan si lelaki merambat untuk meremas-remas payudara Anita yang membusung indah.
Kelembutan dan kehangatannya rupanya membuat laki-laki itu jadi ketagihan.
Sepanjang sisa permainan, dia terus berpegangan pada benda bulat padat itu.
“M-mau ikut g-gabung sini, Sar..?” tanya Anita saat melihat Sari mulai meremas-remas payudaranya sendiri.
“Ah, tidak..” Sari cepat menarik tangannya dan merapikan bajunya yang mulai tersingkap.
“Kamu teruskan aja..” dia masih malu untuk mengakui kalau sebenarnya dia juga terangsang.
Anita tersenyum penuh arti.. “S-selalu ada tempat buatmu k-kalau kamu berubah pikiran..” katanya.
Dan sebelum Sari sempat menjawab, wanita itu sudah berpaling untuk kembali menghadapi serangan lelaki di atasnya..
yang sekarang mendesaknya dengan semakin gencar dan bertubi-tubi. Rupanya, permainan sudah mulai mendekati babak akhir.
Tidak peduli dengan Anita yang menjerit dan merintih-rintih, laki-laki tua itu terus menusukkan penisnya dalam-dalam.. dan menariknya lagi dengan cepat..
untuk kemudian menusukkannya lagi lebih dalam, hingga membuat Anita memekik dan menjerit keenakan.
Sari menonton semua adegan itu tanpa berkedip sedikitpun. Bahkan, dia juga sampai lupa untuk bernafas.
Ah, pasti enak juga kalau memekku digitukan.. Wanita itu membatin sambil mengusap-usap memeknya sendiri. Benda itu mulai terasa basah.
“Ayo, Pak Karta, tusuk lagi lebih keras. Tusuk. Lebih keras..!” Anita menceracau di sela-sela rintihannya.
Laki-laki tua yang dipanggil Pak Karta menyahut dengan geraman rendah, dan mengirim kontolnya untuk masuk lebih dalam lagi.
Di atas.. tangannya meremas-remas payudara Anita makin keras, membuat kulitnya yang putih mulus berubah menjadi memar kemerah-merahan.
Putingnya yang mungil kecoklatan, kini tampak makin mencuat indah.
Pak karta menunduk untuk menciumnya. Laki-laki tua itu mencucup dan menjilatinya dengan penuh nafsu.
Dia memilinnya dengan lidah, menggelitiknya dengan gusinya yang mulai ompong..
dan membasahinya dengan air liur berbau tembakau murahan, kiri dan kanan secara bergantian.
Anita yang mendapat serangan brutal seperti itu, cuma bisa menggelinjang sambil menjerit-jerit kecil.
Matanya terpejam, sementara tangannya mendorong pinggul Pak karta agar bergerak makin kuat dan mantab.
“A-aku sudah mau k-keluar, Pak..” bisiknya parau.
Laki-laki tua itu segera mengatur posisi bokongnya untuk menyambut saat-saat yang membahagiakan itu.
Diawali dengan jeritan panjang, tubuh Anita mengejang dan berkedut-kedut. Tangannya terkepal dengan mata terpejam rapat.
Pahanya yang putih mulus menjepit pinggul renta si lelaki kuat-kuat.. ssrrr.. srrrr.. srrr..
Dari dalam kemaluannya menyembur cairan cinta lengket yang langsung merembes keluar saat si kakek menarik keluar penisnya.
“Ahh.. ahhh..” Anita menghela nafas pendek-pendek.
Sisa-sisa orgasme yang masih dirasakannya membuat tubuh wanita cantik itu bergetar hebat.
Di depannya.. Pak Karta menampung semua cairan itu dan mengoleskannya rata ke paha dan perut Anita..
hingga membuat kulit mulus wanita itu tampak makin mengkilat dan menggairahkan.
Sisanya yang masih menetes-netes, dijilati oleh laki-laki tua itu.
“Uh, nikmat banget, Pak..” rintih Anita lirih saat lidah kasap Pak karta mencuci liang kemaluannya yang memerah hingga bersih.
Dengan penis yang masih tegak mengacung, laki-laki itu kemudian mendekati bibir Anita.
“Diemut ya, Neng..?” pintanya.
Tapi Anita menggeleng. “Aku capek, Pak. Sama dia aja ya..?” wanita itu menunjuk Sari yang duduk tak jauh dari mereka.
“Ah, aku..?” Sari gelagapan.. menyadari keadaan dirinya yang sekarang tak jauh beda dengan Anita..
pakaiannya acak-acakan, dengan payudara dan memek yang terlihat jelas dari luar.
Selama menonton pertunjukan tadi, tanpa sadar.. wanita itu ternyata sudah mempreteli bajunya sendiri..
ia meremas-remas susu dan kemaluannya untuk mendapatkan kepuasan. Dia terangsang melihat Anita yang sedang disetubuhi Pak Karta.
Pak Karta yang melihatnya, langsung tersenyum lebar. “Mari, Neng..” bisiknya serak sambil mengulurkan tangannya.
“Ah, tidak. Jangan..!” Sari berusaha menepis saat tangan laki-laki itu ingin memijit dan meremas buah dadanya.
Dia masih sungkan untuk menunjukkan bagaimana perasaaanya yang sebenarnya, padahal pakaiannya yang terbuka sudah menunjukkan sebaliknya.
Bagaimanapun, dia belum kenal dengan Pak Karta dan dia tidak tahu siapa laki-laki itu sebenarnya.
“Ayolah, Sar. Nggak usah malu..” Anita yang tergolek lemah di atas meja makan memberinya semangat.
“Uh, aku ..” Sari masih bimbang.
“Ayolah, Neng..” Pak Karta ikut memaksa.
“Apa nggak pengen ngerasain ini..” laki-laki itu memamerkan kontolnya yang besar di depan Sari..
dan lalu mengocoknya perlahan-lahan, hingga membuat wanita cantik itu langsung terdiam tak bergerak.
“Iya, tapi ..” Sari menatap tak berkedip, mulutnya melongo dengan tarikan nafas pendek-pendek tak teratur. Tanda kalau dia mulai menyerah.
Sadar kalau sudah menguasai mangsanya, Pak Karta segera menarik tubuh Sari dan meraihnya ke dalam pelukan.
“Auw..!” wanita cantik itu menjerit lirih, tapi tidak menolak saat bibir tebal Pak Karta mulai menyusuri pipi dan lehernya.
Bahkan dia mengimbangi ketika bibir itu melumat dan mencium bibirnya dengan rakus.
Sari malah membuka mulutnya, membiarkan lidah Pak Karta membelit dan menggelitik bibir manisnya.
“Hmmp..” Pak Karta mengaduh saat merasakan tangan Sari yang mungil memijit dan mengelus-elus penisnya.
“Gede banget, Pak..” lirih wanita itu.
Pak Karta tersenyum bangga.. “Bukan Neng aja yang bilang begitu..” sahutnya sambil kembali mencium bibir dan leher Sari yang jenjang.
Tangannya merayap untuk meraih buah dada wanita itu dan meremas-remasnya dengan gemas.
“Empuk banget, Neng. Gede lagi..” jari-jarinya memilin dan menjepit puting payudara Sari yang menonjol dan kemudian menarik-nariknya pelan.
“Ohhh..” Sari langsung melenguh karenanya. “Geli, Pak..” bisiknya mesra sambil menggelinjang.
Anita yang menonton dari atas meja, cuma tertawa saja saat melihatnya.
Pak Karta kini menunduk untuk mencium dan menjilat bulatan kecil itu.
Lidahnya bergerak liar, mencucup dan mengisap dengan gemas, membuat Sari yang sudah kegelian makin merintih-rintih tak karuan.
“S-sudah, Pak. Oooh.. geli..” wanita itu menarik dadanya, menjauhkannya dari jangkauan Pak Karta agar lelaki itu tidak mempermainkannya lagi.
Dia sudah benar-benar tak tahan. Sari sudah mempersiapkan memeknya ketika Pak Karta malah menyodorkan penisnya yang besar ke mulutnya.
“Emut dulu ya, Neng..” pinta laki-laki tua itu. Dengan berat hati Sari mengangguk dan mengelus-elus daging panjang itu.
Dia mengocoknya pelan sebelum akhirnya mengulumnya dengan penuh nafsu.
Di dalam mulutnya.. benda itu terasa semakin tegang dan membesar, membuat Sari jadi gelagapan dibuatnya.
Kontol itu juga berkedut-kedut terus, makin lama makin sering, tanda kalau tidak lama lagi benda itu akan segera meledak.
Sari yang tidak mau itu terjadi, segera memuntahkannya. Dia belum merasakan benda itu mengaduk-aduk vaginanya.
Terlalu sayang kalau sampai kontol itu moncrot sekarang. Pak Karta harus orgasme di dalam memeknya.
Harus..! Sari bertekad, dia sudah telanjur bergairah.
Wanita itu segera telentang di lantai dan membuka kakinya lebar-lebar, mempersilakan Pak Karta untuk segera menyetubuhinya.
Memeknya yang mungil kemerahan, tampak sudah sangat basah dan lengket.
Pak Karta yang melihatnya, segera menindih dan mengarahkan penisnya tepat ke bibir kemaluan Sari.
“Bapak masukkan sekarang ya, Neng..?” bisik laki-laki itu parau. Sari mengangguk.
Dan bersamaan dengan itu.. slebb.. dirasakannya kontol besar Pak Karta mulai mendesak masuk.
Saat itulah.. dari arah luar, seorang bocah kecil tiba-tiba berlari masuk.
“Adek..!?” Anita berteriak panik. Anaknya yang daritadi bermain di luar rumah, tahu-tahu nyelonong ke tempat itu.
Cepat wanita itu bangkit dan menyambar apa saja untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.
Begitu juga dengan Sari dan Pak Karta, kebingungan mereka mencari penutup tubuh untuk menghalangi pandangan bocah kecil itu.
“Ayo main di luar, Dek..!” Anita merangkul putranya.
Tapi bocah itu memberontak.. “Nggak mau. Adek mau main di sini..”
Anita kebingungan. Di bawahnya, Sari melotot, menuntut agar Anita bisa segera menyelesaikan masalah itu.
Dia sedang dalam posisi tanggung sekarang, penis Pak Karta sudah menembus kemaluannya..
tinggal digoyang sedikit agar dia bisa mendapatkan kepuasan.
Tapi kehadiran bocah itu telah merusak semuanya. Sari tidak mau bersetubuh dengan ditonton oleh anak kecil..!
“Oke-oke, tenang saja..” Anita berusaha membujuk putranya sekali lagi, tapi bocah itu tetap saja membandel.
“Adek mau main di sini..!” Teriaknya, malah kali ini sambil menangis, membuat Anita jadi tambah bingung.
“Bagaimana kalau aku pindah ke kamarmu saja..?” Sari mengusulkan.
“Ehm, n-nggak bisa. A-ada Papanya Adek d-di sana..” Anita menjawab malu-malu.
“Hah..!?” Sari melongo. Dia menatap sahabatnya itu dengan muka tak percaya.
“Kamu selingkuh di saat suamimu berada di rumah..?”
Anita tersenyum. “Tidak usah kaget seperti itu. Dia mabuk, dari semalam tidur pulas nggak bangun-bangun..”
“Tapi bisa saja kan dia tiba-tiba bangun sekarang..?” Sari mulai panik.
“Cuma bom Atom yang bisa membangunkannya..” Anita tertawa.
“Tenang saja, aman kok. Aku sudah sering seperti ini..” wanita itu menenangkan.
Sari teringat kamar Anita yang kosong saat tadi melihatnya. “Tapi dia tidak ada kamar..?”
“Oh, dia tidur di lantai..” jawab Anita santai. “Aku nggak mau dia muntah di atas ranjang..” tambah wanita itu.
Sari sudah akan bertanya lagi ketika dia merasakan kedutan keras di dalam selangkangannya dan Pak Karta yang sedang menindih tubuhnya..
tiba-tiba menggeram keenakan.
“Oh tidak. Jangan dulu..!” wanita itu berusaha mencegah, tapi tembakan sperma Pak Karta mustahil untuk dielakkan.
Jadilah Sari ikut menggeliat-geliat setiapkali kontol Pak Karta mengejang untuk memuntahkan isinya.
“Uhh..” wanita itu melenguh merasakan liang rahimnya yang sekarang jadi basah dan begitu penuh.
“Ah, maafkan Bapak ya, Neng..” Pak Karta menampakkan raut muka penuh penyesalan. “Bapak benar-benar nggak tahan..” lanjutnya.
“Memek Neng benar-benar nikmat, bikin kontol Bapak jadi kaya dipijat-pijat..”
Sari mengangguk maklum. Dia memang menggetar-getarkan memeknya tadi.
Tapi dia tak pernah menyangka, getaran-getaran kecil akan mampu membuat Pak Karta melayang.
Akibatnya.. laki-laki itu jadi cepat orgasme, hal yang dari sudah tadi berusaha dihindari oleh Sari, karena dia belum terpuaskan oleh penis laki-laki tua itu.
“Sudah keluar ya..?” Tanya Anita. Dia yang sudah sering bercinta dengan Pak Karta, hafal benar bagaimana gaya laki-laki itu saat orgasme melanda.
Sari mengangguk tak bersemangat. Dengan tubuh lemas, dilepasnya penis Pak Karta yang sudah mulai melembek dari jepitan memeknya.
“Maafkan Bapak ya, Neng..” sekali lagi laki-laki itu minta maaf.
“I-iya, Pak. Nggak apa-apa kok..” Sari berusaha tersenyum meski dalam hati masih sedikit jengkel.
“Papa..!?” Adek yang sedang berada di gendongan Anita..
berteriak gembira saat melihat seorang lelaki gendut yang terhuyung-huyung berjalan keluar dari kamar depan.
“Sial..!” Anita mengumpat sambil menyambar pakaiannya dan mengenakannya dengan cepat.. sementara
bocah kecil dalam gendongannya meloncat untuk berlari menyongsong Papanya.
“Ada apa, Ma....? Berisik banget daritadi..” mata lelaki itu masih setengah terpejam.
Anita juga lega karena suaminya tidak mengenakan kaca matanya.
Tanpa alat bantu itu, penglihatan suaminya cuma seawas mata bayi. Benar-benar buram.
“Ah, tidak ada apa-apa..” Dengan isyarat mata, Anita menyuruh Sari dan Pak Karta untuk bersembunyi.
“Ini, si Dedek ngajak main, padahal mama kan lagi sibuk memasak..”
wanita itu berusaha mengalihkan perhatian suaminya saat Sari dan Pak Karta merangkak beriringan menuju ke bawah meja makan.
“Ehm..” lelaki gendut itu memicingkan mata, memperhatikan tubuh istrinya, dan.. “Memasak kok pakaiannya gitu..?” Tanyanya kemudian.
Nah lo..! Anita menelan ludah sebentar sebelum menjawab.
“Gerah, Pa. Begini lebih enak” dia beralasan. Padahal dalam hati mengumpat karena tidak sempat memakai kaosnya tadi.
Akibatnya, payudaranya yang besar tampak menggantung indah, membuat siapapun yang melihatnya jadi bertanya-tanya.
Setelah mencium dan meremas payudara Anita sebentar, laki-laki itu berlalu menuju kamar mandi.
Di belakangnya, Adek mengikuti seperti anjing kecil mengikuti tuannya. “Ah..” Anita menghembuskan nafas lega. Dia selamat lagi.
Dari bawah meja, kepala Sari menyembul. “Gimana..?” Dia bertanya tanpa mengeluarkan suara.
“Aman..” sahut Anita pelan. “Di mana Pak Karta..?”
Sari menunjuk pintu belakang yang terbuka.
Di antara semak-semak berduri, tampak Pak Karta yang sedang berusaha meloncati pagar belakang yang menjulang tinggi.
Meski tubuhnya sudah renta, laki-laki itu tanpa kesulitan melakukannya.
“Hebat juga dia..” Anita memuji. Sari mengangguk.
“Ngomong-ngomong, kamu kenal sama dia di mana..?”
“Ehm, dia tukang becak langgananku..” Anita berterus terang.
“Sudah sering kalian melakukannya..?” Sari bertanya lagi.
“Baru 1 bulan sih..” Anita mengambil behanya yang berserakan dan mengenakannya.
“Pake dulu bajumu, nanti keburu suamiku keluar..” dia mengingatkan Sari yang sampai sekarang masih telanjang.
“Oh, iya..” Wanita itu tersenyum..
”Penisnya besar, ya..?”
“Siapa..? Pak Karta..?” Anita bertanya.
Sari mengangguk. “Iya, siapa lagi..?”
“Memang itunya yang bikin aku ketagihan..” bisik Anita sambil tertawa.
Sari ikut tertawa. “Behaku mana ya..?” Dia bertanya saat tidak bisa menemukan behanya.
“Masa’ ilang sih..?” Anita ikut membantu mencari, tapi sampai muter-muter ke manapun, BH itu tetap tidak kelihatan.
“Ehm, mungkin dibawa Pak Karta. Dia suka begitu, behaku aja banyak yang diambil buat kenang-kenangan..”
“Ah, benarkah..?” Sari terpaksa mengenakan kaosnya tanpa BH, membuat payudaranya yang indah makin kelihatan indah.
“Bagaimana kamu tahu kalau Pak Karta punya kontol besar kayak gitu..?”
Anita tersenyum.. “Suamiku yang cerita. Biasa, obrolan sebelum tidur. Karena penasaran, ya kubuktikan aja, haha..”
Sari ikut tertawa. “Dasar istri nakal..” sahutnya.
“Eh, apa dia tidak pernah cerita soal Mas Tarno..?”
“Nggak tuh..” Anita menggeleng. “Emang kenapa dengan suamimu..?”
“Ehm, tidak..” Sari tampak ragu-ragu untuk menjawab.
“Jangan-jangan, kontolnya juga gede ya..?” Tebak Anita asal.
Tapi tebakan itu langsung membuat Sari terhenyak tak mampu bicara.
“Wah, berarti bener dong..” Anita tertawa untuk merayakan kemenangannya. “Boleh kapan-kapan dicoba..?” Tambahnya sambil tertawa lebih keras.
“Enak aja..!” Sari menyikut siku sahabatnya itu, tapi tidak ada nada marah dalam suaranya.
---------
“Rawamangun, Bang..?” Tarno mematikan mesin saat menghampiri. Kendaraan bergetar sejenak sebelum senyap.
Seorang ibu dan seorang anak kecil, masuk. Tak ada alasan untuk menolak. Maka mereka pun melaju.
Sudah berjam-jam sejak tadi pagi, ia mengitari ibukota.
Beredar di antara jalan-jalan besar, masuk ke ruas jalan-jalan kecil, dengan terik matahari yang terasa menyengat.
Tapi pikiran tentang istrinya yang cantik yang menanti dengan penuh cinta, menyejukkan perasaan.
Seolah ia tak rasakan sempitnya ruangan tempat ia berada, dan mesin yang membuat pantatnya terasa terpanggang. Cinta memang penawar mujarab.
“Belok kiri, Bang..” si Ibu memberi perintah. Tarno membelokkan setirnya.
Kendaraan terus melaju membelah udara panas ibukota, di antara para pedagang jalanan yang menawarkan rokok, permen, tisu, boneka..
bahkan patung kuda yang terbuat dari kayu.
Juga mereka yang tiba-tiba muncul dari balik tiang lampu merah dan menyanyi tanpa diminta..
dan tak akan pergi sebelum penumpang menyerahkan uang ala kadarnya.
“Enggak ada receh..!” Si Ibu menukas menanggapi rengekan pengamen tanggung di samping kendaraan.
“Yang gede juga boleh kok, Tante..” balas si pengamen tidak mau kalah.
“Kalo yang gede, ngapain aku kasih sama kamu. Dasar bego..!” Si Ibu sewot.
Lampu berubah warna. Tarno perlahan melajukan kendaraannya.
Masih sempat didengarnya umpatan pengamen tanggung. “Brengsek, dasar pelit..!” Di belakang sana.
Dalam kendaraan, penumpangnya masih mengomel panjang pendek. Anak kecil berusia 6 tahun yang bersamanya, tampak bingung memperhatikan.
Barangkali berpikir, kenapa di rumah dia dilarang bersikap dan berbicara buruk..?
Sementara sang Ibu dengan ringan membentak dan bersikap kasar pada orang di jalan..?
“Eh, si Abang kok bengong. Kiri, Bang..! Dibilangin daritadi, malah jalan terus. Budek apa..!?” si Ibu membentak.
Tersentak dengan teguran keras itu, Tarno buru-buru membawa kendaraanya menepi.
Sedikit tersinggung juga sebetulnya. Tapi karena dia yang salah, Tarno tak jadi marah.
Diterimanya uang yang disodorkan wanita gendut itu, kemudian berlalu setelah mengucapkan terimakasih.
Hari makin sore. Lampu-lampu jalan mulai menyala, cahayanya menerangi papan-papan iklan di pinggir jalan.
Tarno hampir memutuskan untuk pulang, ketika seorang wanita muda menghentikannya.
“Pasar Senen, Bang..?” Ia mengangguk setuju. Arahnya mendekati jalan pulang, tak ada masalah.
Cepat tangannya menghidupkan mesin.
Wanita muda berparas cantik itu tak banyak bersuara sepanjang jalan, malah sesekali terdengar isakannya di antara lolongan mesin kendaraan.
Meski terusik oleh rasa ingin tahu, Tarno tak berani bertanya.
Tugasnya hanya mengantarkan penumpangnya sampai ke tujuan. Titik. Habis perkara.
Dia tidak punya kepentingan untuk mengetahui permasalahan wanita itu.
Karena itulah, Tarno segera memfokuskan lagi pandangannya ke depan, ke arah jalanan yang sekarang tampak mulai padat.
“Bang.. bang.. berhenti sebentar..” Tarno menoleh ke belakang, heran dengan permintaan penumpangnya.
Pasar Senen kan masih jauh, kenapa minta berhenti sekarang..? Berubah pikirankah dia..?
“Nggak jadi ke Senen, Mbak..?” Tarno bertanya sopan. Wanita itu mungkin seusia dengan Sari, istrinya.
“Berhenti, Bang. Tolong berhenti..” wajahnya juga cantik, dengan bentuk tubuh yang indah mempesona.
Tarno menepi. Mesin kendaraan bergetar sejenak, sebelum akhirnya mati. Saat itulah, tangis penumpangnya mendadak pecah.
Wajahnya yang sendu basah oleh air mata, suara isaknya tertahan di balik sapu tangan hijau berenda yang menutupi sebagian mukanya.
Betul-betul pemandangan yang mengibakan seandainya saja payudara besar milik wanita itu tidak ikut bergoyang-goyang seiring jerit tangisnya.
Tarno jadi bingung. Di satu satu sisi, dia tak tega melihat keadaan wanita itu, tapi di sisi lain, kemolekan tubuhnya mustahil untuk dielakkan begitu saja.
Maka dengan hati-hati, Tarno menegur. “Ehm, maaf, Mbak, ada apa ya kalau saya boleh tau..?”
Perempuan itu menghentikan tangisnya sesaat.. “Laki-laki memang brengsek..!” umpatnya lalu menangis lebih keras.
“Eh-eh, Mbak..” Tarno jadi bingung.
Wanita itu menoleh dengan wajah basah penuh air mata..
”Coba Abang bayangkan, mentang-mentang saya sudah tidak muda lagi, tidak cantik lagi, lantas berpaling ke yang lain..”
kata-katanya meluncur cepat dalam sedu sedan.
Wanita itu mengerjapkan matanya, merapikan wajahnya yang penuh dengan air mata, dan memandang Tarno dengan serius..
membuat lelaki kurus itu jadi salah tingkah.
“Coba Abang lihat, apa saya sudah tidak cantik lagi..? Sudah tua..? Usia saya baru dua tujuh dan dia sudah selingkuh..” tanyanya muram.
“Ahh..” Tarno menghela nafas. Diliriknya wanita cantik itu, tidak ada yang mengecewakan pada dirinya.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki, semuanya spesial.
Terutama bagian pinggul dan payudaranya, melihat sekilas saja sudah membuat mata Tarno blingsatan tak karuan.
“Bang, coba pandang saya, apa saya tidak cantik..?” wanita itu mendesak.
Tarno menjawab tanpa berpikir.. “Mbak masih cantik. Sangat cantik malah..”
“Ah, Abang tidak serius..” wanita itu menegakkan badannya. “Abang bahkan tidak memandang saya..!”
Dia seperti ingin memamerkan buah dadanya yang besar pada laki-laki itu.
Tarno mengangkat wajahnya. Pandangannya langsung terpaut pada tonjolan besar yang menggiurkan di dada perempuan itu.
Ya.. ampun, apa yang sebenarnya dia inginkan..? Tarno membatin dalam hati.
Semakin dilihat, payudara itu tampak semakin menggoda.
“Gimana, Bang..? Saya masih cantik kan..?” Tanya wanita itu lagi..
kali ini sambil mengubah posisi duduknya hingga roknya yang pendek agak tertarik ke atas, memperlihatkan sepasang pahanya yang halus dan putih mulus.
“Ahh..” dengan kesulitan Tarno berusaha untuk menelan ludahnya.
Ia menatap wajah sembab itu sekilas, mencoba mencari tahu apa yang terjadi, lalu kembali mengulangi kalimatnya dengan suara tercekik.
“Tentu saja. Mbak masih sangat cantik. Dan seksi juga..” tambahnya tanpa bisa dicegah.
“Tuh kan..!?” wanita itu merengut.
“Lho, kenapa, Mbak..?” Tarno jadi bingung. Tadi tanya, sekarang dipuji malah salah.
Apalagi pake acara pamer dada dan paha segala, maunya apa sih perempuan ini..? Keluh Tarno dalam hati.
“Mas tuh persis suami saya, nggak bisa kalo lihat cewek cantik..!” wanita itu masih merengut.
“Hah..!?” Tarno terdiam.
Daripada menanggapi perkataan wanita itu, yang bisa makin salah kalo ditanggapi..
lebih baik dia diam saja dan menikmati pemandangan indah yang tersaji di depannya.
Melihat Tarno yang cuma melongo, wanita itupun langsung curhat panjang lebar.
“Saya sakit hati sama suami saya, Bang..! Saya baru saja memergoki dia di rumah istri simpanannya. Dulu saya kira itu cuma isapan jempol, tapi ternyata..”
Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya yang lebar.
“A-apalagi gundiknya itu u-umurnya baru 16 tahun..” tambahnya dengan terbata-bata.
“Hmm, jadi begitu..” Tarno mengangguk, dia mulai bisa menebak apa yang diinginkan wanita cantik itu.
“Bagaimana kalau kita ke Senen sekarang, Mbak..?” Tanyanya cepat, takut kesempatan itu terbuang.
Si wanita mendongak. “Tunggu dulu, kenapa buru-buru..? Abang nggak suka ya dengan saya..?”
“Hah..!?” Salah paham lagi. Tarno menghela nafas.. “Bukan begitu, Mbak, justru ..”
“Abang ternyata sama saja dengan suami saya, tidak suka lagi melihat saya..!” wanita itu kembali menunduk dan terisak.
“Yah ..” Tarno menggeleng kebingungan.
Pikirannya berpacu keras mencari cara mendiamkan tangis si perempuan dan menyampaikan niat dirinya yang sebenarnya.
“Bukan begitu maksud saya ..” Tarno mencoba menjelaskan..
”Tidak enak berhenti di pinggir jalan seperti ini. Lebih baik kita cari tempat yang lebih enak untuk ngobrol..”
“Biar..!” wanita itu keras kepala, dia terlanjur kecewa dengan Tarno hingga tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu.
“Di sini tidak aman, Mbak..” Tarno membujuk lagi.
“Biaarrr..!” wanita itu menggeleng.
Ah, mentok lagi. Tarno tidak tau harus berkata apalagi.
Akhirnya dia diam saja sambil memandangi tubuh montok wanita itu yang bergetar ringan karena isakan.
“Bang..?” Panggil wanita itu dengan suara tertahan menahan tangis.
“I-iya, Mbak, ada apa..?”
Tarno tergeragap, takut ketahuan kalau saat itu dia tengah menatap payudara besar milik si wanita dengan mata melotot tak berkedip.
“Nama Abang siapa..?” pertanyaan yang sungguh tak terduga.
“Tarno, Mbak. Lengkapnya Sutarno, tapi panggil aja Tarno..” jawab laki-laki kurus itu cepat.
“Kalo saya Angela, Bang..” wanita itu menghentikan isakannya dan menyeka air mata yang mengalir di pipi dan bibirnya.
Bibir yang tipis, pasti nikmat sekali kalau dipake buat nyepong kontol. “Ah..” Tarno mendesah membayangkannya.
“Abang sering dapat penumpang cantik kaya saya..?” Angela bertanya tiba-tiba.
“Jarang banget, Mbak..” Tarno berterus terang. “Langganan saya kan rata-rata pedagang Pasar Senen..”
“Emang pedagang nggak ada yang cantik..?”
Tarno tersenyum. “Sudah tua-tua dan gendut-gendut semua, Mbak..” Di dalam hati, dia bersorak.
Sambil bertanya tadi, Angela menyodorkan wajah cantiknya ke depan.
Wanita itu sudah tidak menangis lagi, malah sorot matanya berangsur aneh. Sorot mata yang sudah ditunggu-tunggu oleh Tarno.
“Penumpang seperti Mbaklah yang saya tunggu-tunggu, cantik dan seksi..”
Tarno melanjutkan dengan memberi penekanan khusus pada kata Cantik dan Seksi untuk memperjelas maksudnya.
Dan Angela yang mulai mengerti, langsung bereaksi dengan makin mendekatkan wajahnya ke punggung Tarno dan berbisik..
“Bang, antar saya ke rumah ya..? Saya mau balas dendam sama suami saya. Abang bantu ya..?”
Suaranya lirih, diucapkan dengan kerling mata dan senyum menggoda yang langsung membuat jantung Tarno berdebar kencang.
Ditambah tangan wanita itu yang terulur dan meraba sebentar kontol Tarno yang menegang di balik celana, uh..!
Semakin membuat laki-laki itu tak kuasa untuk menolak.
“Pindah sini aja, Mbak..” Tarno menawarkan bangku di sebelahnya. Angela mengangguk dan dengan cepat beralih ke depan..
“Ayo jalan, Bang..” bisiknya parau sambil kembali meraba-raba penis laki-laki itu.
Kendaraan pun meluncur lagi, dengan Angela yang tampak sibuk berusaha membuka ritsleting celana Tarno.
---------
“Minggir sini, Bang..” desah Angela sambil terus mengulum penis hitam Tarno.
Mulutnya basah, sementara wajah cantiknya sudah bermandikan keringat.
Kaos dan rok pendeknya sudah tersingkap di sana-sini, memperlihatkan sebagian besar aurat tubuhnya yang terlarang.
“Lepasin dulu..” Tarno berusaha menarik kontolnya. Dia tidak ingin keluar dari kendaraan dengan penis menggantung ke mana-mana.
“Masukkan aja Bajaj-nya ke dalam..” Angela menunjuk garasi kecil yang ada di samping rumah.
Tarno segera membelokkan kendaraannya ke sana.. memarkirnya tegak lurus, dan mendesah penuh nikmat.
Di bawahnya.. Angela terus mengisap dan menjilati kontolnya dengan penuh nafsu..
membuat benda hitam panjang itu semakin menegang dan membesar tak terkendali.
“Ayo, kita ke dalam aja..” bisik Tarno sambil meremas-remas gundukan daging besar yang menggantung di dada Angela.
Wanita itu mengangguk.
Dari garasi hingga ruang tengah, Angela terus memegang dan mengusap penis hitam itu. Dia tak mau melepaskannya meski cuma sebentar.
Tarno yang keenakan, membalasnya dengan melepas baju atasan Angela.
Jadilah wanita cantik berdada besar itu berjalan ke dalam rumah dengan tubuh setengah telanjang.
Payudaranya yang besar tampak bergoyang-goyang indah setiapkali wanita itu melangkahkan kakinya.
Tarno langsung meremas-remasnya dengan penuh nafsu hingga membuat Angela jadi tertawa-tawa karena kegelian.
“Mas suka dengan tubuhku..?” tanya wanita itu saat mereka tiba di dalam kamar.
Tarno mengangguk, dan kembali membenamkan wajahnya di belahan daging bulat itu.
Bibirnya merambat, menciumi permukaannya yang halus dan mulus. Kehangatan dan kekenyalannya membuat laki-laki itu terlena.
Dia menjelajahinya inci demi inci, pelan dari atas ke bawah, bergantian antara yang kanan dan yang kiri.
Angela yang kegelian saat Tarno mulai mencucup putingnya, mendesah sambil menggelinjang..
“Ahh, Bang..!” Desisnya sambil mengocok penis Tarno makin cepat.
Sebenarnya dia ingin menjilati kontol itu lagi, tapi tidak bisa, terhalang oleh Tarno yang sedang asyik mengerjai payudaranya.
“Payudaramu besar sekali..” bisik Tarno sambil terus menjilat. Angela cuma tertawa mendengarnya.
Memang, selain wajah cantiknya, payudara adalah salahsatu keunggulan wanita itu.
Benda itu tetap kelihatan bulat dan padat meski berukuran besar, tidak kelihatan kendor sedikitpun.
Ditambah kulit yang putih dan mulus, membuat siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh cinta.
“Kontol Abang juga gede..” Angela ikut-ikutan memuji.
Melihat tubuh Tarno yang kurus kering, sepertinya mustahil bagi laki-laki itu untuk mempunyai penis sebesar ini. Tapi kenyataanya memang begitu.
Angela yang tadi sempat pesimis, demi melihat kontol raksasa milik Tarno, berubah menjadi penuh semangat.
Inilah kontol terbesar yang pernah dilihatnya.
Dia yang awalnya cuma selingkuh untuk balas dendam, sekarang ganti selingkuh untuk mendapatkan kenikmatan.
Dan sepertinya Tarno akan dengan mudah memberikannya.
“Dibuka ya..?” Tarno menarik celana dalam Angela ke bawah. Wanita itu meluruskan kakinya untuk memudahkan Tarno melakukannya.
Sedetik kemudian, tubuh merekapun sudah sama-sama telanjang. Angela berbaring di ranjang, telentang, dengan kaki terbuka lebar.
Sementara Tarno, terbengong-bengong memandangi tubuh bidadari cantik di depannya dengan mulut melongo dan mata tak berkedip.
“Abang cuma mau memandangiku saja..?”
Goda Angela sambil membuka kaki lebih lebar, memperlihatkan kemaluannya yang kemerahan, yang kini sudah nampak basah.
Tarno melihatnya sambil menelan ludah, ia berusaha untuk menahan detak jantungnya agar tidak berhenti.
Laki-laki itu mengulurkan jari telunjuknya dan.. “Oh, indah sekali..” dia mencoleknya sedikit.
“Auw..!” Angela merintih manja. Wanita itu menahan tangan Tarno agar terus mengusap-usap selangkangannya.
“Masukkan ke dalam..” dia menyuruh Tarno agar mengobok-obok vaginanya dengan jari.
Dengan penuh semangat, laki-laki itu pun melakukannya.
Dia memasukkan jari telunjuknya, disusul kemudian dengan jari tengahnya, dan diakhiri dengan jari manisnya.
Total 3 jari yang kini bersemayam di dalam memek Angela.
“Uhh..” wanita cantik itu melenguh saat Tarno mulai memutar jari-jarinya..
mengocoknya maju-mundur, dan menggesek-geseknya untuk mengorek-orek liang rahim Angela yang sudah mulai basah.
“Ini..” Tarno memberikan penisnya. Dia memutar tubuhnya hingga posisi kontolnya tepat di depan bibir Angela.
“Emut lagi..” Dia menyodorkannya dan Angela langsung mencaploknya dengan rakus.
“Memekmu sempit sekali, jarang dipake ya..?” Tarno bertanya sambil membuka bibir kemaluan wanita itu.
Dia menariknya ke samping hingga bisa dilihatnya lubang kencing Angela yang berukuran mungil.
“Dipake sih sering, Bang. Cuma, aku belum pernah melahirkan aja..” jawab wanita itu terus terang. Tarno tersenyum.
“Aku jilat ya..?” Dan tanpa menunggu jawaban, dia menjulurkan lidahnya untuk mencicipi bagian dalam memek itu.
“Uaahhhhh..” Angela langsung menggelinjang karenanya.
“Ah, geli, Bang..” Wanita itu merintih.
Tarno terus menusuk-nusukkan lidahnya, ia tak peduli dengan Angela yang berkelojotan tak karuan di bawah tubuhnya.
Dia sudah terlanjur enak. Ternyata, selain sempit, memek wanita itu juga begitu harum. Tarno jadi suka karenanya.
Dia terus menjilat dan menjilat.
Lidahnya terus bergerak liar, menjelajahi liang rahim wanita itu, membuatnya jadi licin dan basah dalam waktu singkat.
-------------------------------------