--------------------------------------------------------
Cerita 106 – Hasrat Tak Tertahan
Part 07
Ketika bibir mereka terpisah.. barulah Pak Karta melirik ke arah pintu. Sudah tidak ada orang di sana.. Karin telah pergi.
Pak Karta menggeleng masih dengan kepala seperti berputar.
Apakah Karin benar-benar berada di sana..? Pikirnya. Itu bisa saja hanya mimpi.. ya.. mimpi yang sangat menyenangkan.
Namun Anita yang bangkit berdiri segera menemukan Karin yang duduk menunggu di ruang tamu.
Semua memang nyata.. senyata peristiwa bahwa kini mereka sudah sama-sama tau rahasia masing-masing.
Merasa tidak bisa mundur lagi.. Anita pun melangkah mendekat dan duduk di samping perempuan muda itu.
“Maaf kalau sudah membuatmu tidak nyaman..” Pelan.. Anita berkata terus terang.. menceritakan segala hubungannya dengan Pak Karta.
Dan Anita juga mendengarkan dengan cermat saat Karin juga mengatakan hal yang sama.. sesuatu yang sudah bisa diduganya sedari dulu.
Tidak mungkin Pak Karta yang berdarah panas akan membiarkan saja gadis cantik seperti Karin tidak terjamah.. pasti akan ada apa-apa diantara mereka.
Dan semuanya terbukti sekarang.
Namun Anita masih bersikap hati-hati.. tidak ingin memaksa kalau Karin memang tidak ingin.
Sepertinya dia tipe pemalu.. tidak seperti Sari yang langsung mau begitu memergoki Anita yang sedang berselingkuh.
Khusus untuk gadis ini.. Anita akan berlaku lebih sabar.
Karin memang tidak menolak seks; dia hanya takut untuk mengumbar nafsunya.
Mereka terus berbincang sambil menikmati minuman yang disajikan oleh Anita. Keakraban yang mulai terjalin membuat keduanya jadi seperti tak berjarak..
Anita memanfaatkan hal tersebut dengan mulai menggiring Karin untuk mengikuti rencananya.
Dan Karin yang pada dasarnya memang lugu.. dengan mudah terjebak.
“Kenapa tadi nggak langsung gabung..?” Tanya Anita.
“S-saya masih malu, mbak..” jawab Karin.
“Sekarang masih malu..?” Goda Anita.
Karin tersenyum kikuk. “Nggak sih, cuma ..”
“Kau percaya padaku..?” Desak Anita. Karin mengangguk.
“Kalau begitu, lakukan apa yang kuminta..”
Anita tersenyum 'culas' dan melanjutkan.. “Buang semua keraguanmu di belakang dan ikutlah denganku.
Aku tidak keberatan berbagi tubuh Pak Karta denganmu..”
Karin mendelik.. namun tetap mengangguk mengiyakan. “B-baik, mbak..”
“Oke, kita mulai besok. Sekarang Pak Karta masih capek..”
Anita tersenyum gembira, lalu berbisik pelan.. “Begini rencananya..”
Ia menyampaikan apa yang harus dilakukan Karin besok agar mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.
---------
Pagi-pagi, Anita sudah masuk ke kamar Pak Karta. Biasanya Karin yang datang lebih dulu, tapi hari ini beda.
“Ada apa, neng..?” Tanya Pak Karta heran.. dia bahkan masih tertidur lelap tadi.
“Aku punya kejutan buat Pak Karta..” jawab Anita dengan mata berkilau.
“Apa..?” Pak Karta menatap penasaran.
“Tunggu di sini..”
Anita mencium laki-laki itu dengan cepat dan kemudian melangkah keluar untuk menjemput Karin yang sudah menunggu di ruang tengah.
Di dalam kamarnya.. Pak Karta bertanya-tanya apa sekiranya kejutan yang telah disiapkan oleh Anita.
Apakah Sari yang datang kemari..? Karena sejak kehamilannya yang semakin beranjak besar.. istri Tarno itu jadi jarang mampir.
Pak Karta jadi sangat merindukannya.. sama sekali tidak tau kalau sebenarnya Sari sudah dipuaskan oleh Budi.. adik iparnya sendiri.
Lagi enak-enaknya melamun.. pintu kamar tiba-tiba terbuka.
Pak Karta segera mendongak dan melihat seorang wanita cantik berdiri di ambang pintu.
Dia mengenakan sweater putih ketat dengan beberapa kancing dibuka untuk menampakkan gundukan dadanya yang begitu besar dan curam.
Dari rambutnya yang terpotong pendek dan berwarna coklat.. Pak Karta bisa menduga kalau itu adalah Anita.
“Apa kejutannya, neng..?” Ia segera menagih janji perempuan itu.
Namun yang ditanya tidak menjawab. Pak Karta sudah akan bertanya lagi saat dilihatnya Anita mengintip dari sudut pintu.
Tiba-tiba ia pun tersadar; perempuan yang sekarang berdiri di hadapannya ini bukanlah Anita. Lalu siapa?
“Pagi, Pak Karta..” sapa perempuan itu. “Apa bapak suka dengan penampilanku yang baru..?”
Ia berbalik dan memutar tubuhnya yang sungguh indah. “K-Karin..?” Gumam Pak Karta dengan mata melebar.
“Nggak usah melongo, Pak. Nanti kemasukan laler lho..” canda Anita sambil mendorong tubuh mulus Karin ke dalam kamar dan menutup pintunya.
“A-aku nggak tau harus bilang apa, tapi...kau nampak cantik..” puji Pak Karta.
“Dan tentunya semakin menggairahkan juga, kan..?” Senyum Anita.
“I-iya, tentu saja..” jawab Pak Karta masih sambil tak berkedip..
sama sekali tak menyangka akan diberi kejutan seperti ini di pagi buta yang masih teramat dingin ini.
“Terimakasih..” kata Karin, wajahnya berubah menjadi merah.
“Karin ingin gabung dengan kita..” kata Anita.. “Pak Karta nggak keberatan kan..?”
“Eh, tidak.. tentu saja tidak.. mm, maksudku..” Pak Karta tergagap.
Anita berjalan mengitari ranjang dan membuka jendela yang berada di sudut. “Karin, kemarilah..” perintahnya lembut.
“Eh, i-iya..” Karin menjawab malu-malu. Dia melangkah ragu dan berdiri di depan Pak Karta yang masih berbaring diam.
“Ayo, aku akan membantumu..” kata Anita memberi semangat.
Pak Karta menyaksikan dengan takjub dan mata terbelalak begitu Karin duduk di kakinya.
Dia menatap wajah Anita yang masih tersenyum.. “Ada apa ini..?” Tanyanya bingung.
“Ssst..” Namun Anita hanya memberinya gelengan kepala.. “Ayo, Karin, lakukanlah..” bisiknya pada si perempuan muda.
Sekali lagi Pak Karta mengamati saat Karin mengulurkan tangannya yang gemetar dan mulai membuka kain sarungnya.
“K-Karin..” gagap Pak Karta tak percaya.
“Lanjutkan, Rin, nggak usah takut. Ambil dan keluarkan kontol Pak Karta..” kata Anita.
Pak Karta jadi tak bisa berkata lagi.
Dengan mata tak berkedip diperhatikannya Karin yang duduk di antara kedua kakinya dan mulai membuka kain sarungnya.
Baik dia maupun Karin langsung melompat begitu tangan hangat perempuan muda itu menyentuh batang kontol Pak Karta yang masih meringkuk dingin.
Namun karena sensasinya.. sebentar saja benda itu sudah mulai mengeras begitu Karin menariknya keluar.
Karin tidak percaya bisa melakukan ini. Memang sudah sering ia memegang kontol besar Pak Karta..
bahkan juga menikmatinya.. namun tidak pernah berpikir akan ditonton oleh perempuan lain seperti Anita.
Karin bisa merasakan jantungnya berdebar-debar kencang..
apalagi saat melihat kemaluan Pak Karta yang terus tumbuh membesar di dalam genggamannya.
“Kocok, Rin..” Anita berkata.. dan tanpa membantah Karin melakukannya. Dia mulai menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah..
membuat kepala penis Pak Karta berubah menjadi kemerahan dan membengkak lebih besar lagi.
Ketika didengarnya lelaki itu mengerang, Karin tau bahwa dia sudah melakukan hal yang benar.
Selarik cairan bening tampak mulai muncul dari celahnya yang sempitnya.. Karin menatapnya sebelum kemudian berpaling kepada Anita.
Wanita yang lebih tua itu mengangguk dan tersenyum.. memberi keleluasan bagi Karin untuk melakukan apa saja.
Ikut mengangguk, perempuan muda itu pun mencondongkan tubuhnya ke depan dan menggunakan lidahnya untuk menjilat tetesan lengket tersebut.
“Ohh.. Karin..!” Pak Karta mengerang tak tahan melihat Karin yang mulai menjilati batang kemaluannya.
“Telan semua, Rin.. masukkan ke dalam mulutmu..!” Anita memerintahkan.
Karin tampak ragu-ragu untuk sesaat.. ia menghela napas panjang untuk mengumpulkan keberaniannya yang terserak.
Setelah beberapa detik.. barulah dia membuka mulut dan menelan ujung kontol Pak Karta pelan-pelan.
Bisa didengarnya Pak Karta yang terus mengerang ketika benda itu semakin masuk ke dalam mulutnya.
Meski sedikit tidak bisa bernapas.. Karin terlihat gembira karena sudah bisa melakukannya.
Dia pun mengencangkan bibirnya di sekitar kepala penis Pak Karta dan mulai mengisap pelan-pelan.. bahkan sampai pipinya ikut tertarik ke dalam.
Pak Karta yang sudah sering merasakan isapan Karin.. mencoba untuk tidak menggerakkan pinggulnya.
Bisa dirasakannya lidah basah perempuan muda itu yang mulai bekerja pada celah kecil di ujung kejantanannya.
“Ohh..” Pak Karta mengerang.
“Ya begitu.. jilat terus, Rin..” kata Anita.. masih bertindak seperti guru yang pintar.
Karin melepas kontol Pak Karta dari dekapan mulutnya dan mengacungkannya di depan wajah.
Matanya terlihat berkaca-kaca oleh nafsu. Lidahnya perlahan menjulur keluar dan mulai menjilati kemaluan Pak Karta dari bawah ke atas.
Dia juga memegang kontol itu dengan begitu ketat dan mengocok-ngocoknya ringan..
sementara mulutnya terus menjilat seperti sedang menikmati es krim batangan.
“Aughh..” Pak Karta mengigau senang menyaksikan Karin yang terus membasahi batang kemaluannya.
Lidah perempuan muda itu terus bergerak bebas sementara air liur kental mulai menetes-netes melapisi di sana.
“Buka bajumu, Rin..” bisik Anita. Karin duduk kembali dan perlahan-lahan mulai membuka sweternya.
Tangannya gemetar saat ia meraba-raba di setiap kancing.
Pak Karta yang selama ini tidak menyadari betapa besar payudara Karin karena ia hanya memegang dan menikmatinya saja..
tanpa pernah tau ukuran yang sebenarnya..
sekarang memperhatikan dengan mata tak berkedip begitu Karin sudah duduk diam di depannya dengan tubuh telanjang.
Perempuan muda itu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Ohh..” Pak Karta tersentak saat ia menatap sepasang payudara tercantik yang pernah dilihatnya.
Benda itu terlihat begitu putih.. juga mulus sekali.. jelas tidak pernah terkena sinar matahari.
Putingnya yang memerah memang masih sangat mungil.. namun justru itu yang semakin menambah keindahannya..
menunjukkan kalau payudara Karin memang masih utuh dan jarang terjamah.
Pak Karta merasa kemaluannya semakin berdenyut di kala ia terus menatap.
Anita mendekat untuk ikut membantu. “Cantik, kan..?” tanyanya sambil menyentuh bahu Karin.
Ia bisa merasakan tubuh perempuan muda itu sedikit menegang..
namun Anita terus melanjutkan aksinya dengan menyelipkan tangan ke bawah bulatan payudara Karin dan menyentuhnya ringan.
Anita terkejut ketika menyadari puting Karin sudah sangat menegang. Tubuh Karin gemetar dengan wajah semakin memerah.
Dadanya naik-turun oleh kegembiraan melihat Pak Karta yang memandang gundukan payudaranya tanpa berkedip sedikit pun..
terlihat begitu menyukai dan sangat menginginkannya.
Karin belum pernah merasa begitu bergairah seperti saat ini..
melihat kontol besar Pak Karta yang berkedut semakin cepat hanya dengan memandangi gundukan payudaranya.
“Kocok kontol Pak Karta dengan susumu, Rin!” Anita kembali berbisik. Karin tersentak oleh perintah itu, namun segera melaksanakannya.
Tanpa melihat ke atas, ia naik ke lutut Pak Karta dan mencondongkan tubuhnya ke depan.
Karin menggumam tak jelas begitu merasakan payudaranya mulai menyentuh kontol besar laki-laki tua itu.
Dia melihat Pak Karta bergeser sedikit untuk memberinya sudut yang lebih baik.
Karin menyambut dengan menggunakan gundukan payudaranya untuk menjepit batang penis si lelaki tua dan mulai menggosoknya..
naik-turun secara perlahan-lahan.
“Ahh..” Pak Karta mendesah tak percaya menyaksikan Karin yang biasanya ‘sopan’ kini menggosokkan bulatan payudara di batang kemaluannya.
Kenikmatan kulit halus Karin di kemaluannya membuat Pak Karta ingin menutup mata.. namun ia juga tidak ingin melewatkan peristiwa langka ini.
Jadi ia pun tetap menatap untuk menyaksikannya dengan sepuas mungkin.
“Enak nggak, Pak..?”
Tanya Anita begitu melihat Karin mengambil salahsatu bulatan payudaranya dan menggosokkan ujung batang kemaluan Pak Karta ke sana.
“Ohh, nikmat sekali..” erang Pak Karta kegelian.
Setelah tonjolan putingnya menjadi basah oleh cairan pre-cum.. Karin kembali meremaskan kedua bukit payudaranya ke batang Pak Karta.
Ia membungkus kontol panjang itu dengan dagingnya yang lembut dan hangat..
sebelum kemudian mulai menggerakkannya kembali ke atas dan ke bawah secara berulang-ulang.
“Jilat lagi, Rin. Tuh, masih ada ujungnya yang nongol dikit..” kata Anita yang melihat dari atas bahu Karin.
“Mmm..” Karin mengerang saat ia membuka mulut untuk menelan kepala penis Pak Karta yang terasa semakin berdenyut kencang.
Dia terus menggerakkan payudaranya naik turun sambil mulai mengisapnya keras-keras. Dengan lidahnya.. Karin menutupi ujung penis itu.
“Oh, Karin..” Pak Karta mengerang memperingatkan. “Eh.. a-aku.. mau.. arghh..!!”
“Keluarin aja, Pak. Nggak usah ditahan. Karin juga pengen minum spermamu, bener kan, Rin..?” Kata Anita nakal.
“Mmm..” Karin mengerang lagi, ia tidak bisa menjawab karena mulutnya penuh oleh ujung kontol Pak Karta.
Namun dia terus menekan gundukan payudaranya.. menggiring Pak Karta agar semakin dekat dengan titik klimaksnya.
“Oh ya, ohh.. a-aku akan.. oh di sini.. sekarang..!" Pak Karta mengerang saat kemaluannya semakin berdenyut kencang.
Dia bisa merasakan aliran lahar panas mulai meninggalkan telurnya dan dengan cepat mengalir ke atas batang penis. Crott.. crott.. crott..
Rasanya seperti kepala kemaluannya akan meledak oleh sebuah semburan kencang saat spermanya menyemprot ke dalam mulut Karin.
Karin merasakan hantaman pertama.. lalu disusul oleh semburan berikutnya yang tidak kalah kencang.. dan kemudian lagi dan lagi.
Begitu banyak dan kental. Karin pasti akan tersedak andai tidak mempersiapkan diri dengan menutup saluran tenggorokannya.
Mulutnya dengan cepat menjadi penuh.. Gglukk.. Karin segera menelan semuanya begitu sperma itu mulai berhenti mengalir.
“Arghh..” Saat itulah, tiba-tiba Karin merasakan lubang vaginanya ikut berdenyut kencang. Ia segera menutup lutut begitu tubuhnya mulai menggigil.
Namun tetap saja.. cairan cintanya menyembur deras.. membasahi paha dan kaki Pak Karta yang masih tersentak-sentak pelan.
Karin melongo bingung..
tak pernah menyangka akan bisa klimaks hanya dengan menjepit kontol besar Pak Karta menggunakan mulut dan bongkahan payudaranya.
“Uhh.. s-sudah..” Pak Karta mengerang dan mendorong mulut Karin dari batang penisnya yang kini mulai menjadi layu.
Karin melepasnya setelah terlebih dahulu menjilat tetes terakhir dari kemaluan itu dan menelannya dalam satukali tegukan cepat.
Mulutnya terasa begitu lengket.. namun anehnya Karin sangat menyukai sensasi tersebut.
“Wow..” hanya itu yang bisa dikatakan oleh Pak Karta. Dia menunduk dan melihat Karin menatapnya untuk pertamakali.
Perempuan muda itu menggunakan punggung tangan untuk menyeka mulutnya yang masih nampak basah dan kemudian tersenyum malu-malu.
“Ok, cukup untuk saat ini..” kata Anita sambil membantu Karin bangun dan memakaikan kembali sweternya.
“Nanti kita lanjut lagi. Tapi sekarang, Karin harus membantuku memasak sarapan..”
Anita mencium pipi Pak Karta sekilas dan mengedipkan matanya.
“Tunggu kami kembali..” katanya pelan sambil keluar dari pintu, dan Karin mengikutinya.
Sehabis sarapan.. Karin mengajak Pak Karta untuk pindah ke ruang tengah.
Di sana mereka berbincang sambil menonton televisi. Anita menemani dengan duduk di samping kiri Pak Karta.
Ia menggapit tubuh kurus lelaki tua itu sambil sesekali tangannya bertindak nakal;
dari celah celana pendek, jari-jarinya mulai bergerak naik ke atas, tepat ke arah selangkangan Pak Karta yang masih melemas malas.
Pak Karta melirik ke samping untuk melihat apakah Karin menyadari aktivitas mereka.
Ketika ia melihat bahwa perempuan muda itu asyik menonton film..
ia pun santai dan meluruskan kakinya agar tangan Anita semakin mudah meluncur masuk ke celana pendeknya.
Pak Karta harus menekan erangan ketika tangan Anita mencapai kemaluannya yang perlahan mulai membengkak dan memanjang penuh.
Dan benda itu semakin menegang begitu Anita melilitkan tangan di sana untuk mulai mengocoknya sedikit lebih cepat.
“Hihi..” Anita tersenyum. Sambil terus membelai.. ia berpura-pura tetap menonton film.
Dia bisa merasakan vaginanya mulai membanjir saat ia memainkan batang kontol Pak Karta.
Di setiap kocokannya.. Anita bisa merasakan kalau benda panjang itu mulai berdenyut-denyut pelan.
Ia pun menggunakan jari-jarinya untuk mengusap kepalanya yang gundul.. mencoba menciduk cairan kental yang keluar dari lubangnya yang mungil.
“Aghh..” perbuatan itu membuat Pak Karta jadi susah untuk berkonsentrasi. Dia berusaha untuk tetap bersikap santai..
Tapi masih bisa merasakan wajahnya terbakar saat ia duduk hampir telanjang di antara dua perempuan cantik.
Matanya tertutup dalam kenikmatan saat Anita menggunakan telapak tangannya..
untuk mengoleskan cairan jusnya yang berlimpah di permukaan batang penisnya yang sensitif.
“Pak Karta nggak apa-apa..?” Tanya Karin saat melihat napas Pak Karta yang tiba-tiba berubah menjadi berat.
“Ah, iya, aku..” Pak Karta terduduk kaku.. tak tau harus menjawab apa..
Huahh..! Iia langsung terlonjak ketika merasakan tangan lentik Karin ikut membelai belahan pahanya yang lain.
Diliriknya perempuan muda itu.. Karin balas menatap sambil tersenyum.
Lalu perlahan tangannya bergerak naik ke atas.. tepat menuju ke batang penis Pak Karta yang sedang diremas-remas gemas oleh Anita.
Napas Pak Karta menjadi semakin tidak menentu begitu tangan Karin meluncur lebih dekat dan lebih dekat dengan batang kemaluannya.
Ketika ia pikir tangan perempuan muda itu akan bersentuhan dengan jari-jari mulus Anita.. secara misterius Anita memindahkan tangannya.
Ia melepaskan batang penis Pak Karta dari dalam genggamannya. Seperti sudah bersepakat.. Anita membiarkan Karin melanjutkan pekerjaannya.
“Ughh..!” Pak Karta hampir melompat begitu Karin mulai melilitkan tangan di batang kemaluannya yang terasa semakin menegang.
Dia tidak bisa menahan erangan saat Karin meremas benda panjang itu dan perlahan-lahan mulai menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah seperti yang dilakukan oleh Anita beberapa detik sebelumnya.
Anita mencoba menahan tawa saat duduk di sana.. mengetahui apa yang sedang terjadi.
Dia tau bahwa Pak Karta sangat malu tetapi juga begitu bersemangat.
Setelah beberapa menit.. Anita pun menjatuhkan tangannya untuk ikut bergabung bersama Karin mempermainkan batang penis Pak Karta.
Bersama-sama mereka membelai dan meremas-remasnya lembut secara bergantian.
“Augh..” Pak Karta jadi semakin mengerang. Dengan pandangan berputar ia menatap Anita.. matanya liar penuh oleh nafsu.
Pak Karta hampir saja klimaks ketika Anita berbisik di telinganya. “Suka diginiin..?” Tanyanya manja.
Pak Karta hanya bisa mengerang saat menjawab. Ia bahkan pasrah saja saat Anita menarik kepalanya dan menciumnya rakus.
Jantung Pak Karta berdetak semakin cepat manakala Karin ikut-ikutan mencium.. namun dengan sasaran yang lain.
Bersamaan dengan lidah Anita yang memasuki rongga mulutnya.. Pak Karta merasakan mulut mungil Karin mulai menutupi batang kemaluannya.
Perempuan muda itu mengisap rakus di sana.. menjilat dengan sebisanya hingga membuat Pak Karta mengerang keras ke dalam mulut basah Anita.
“Ohh.. nikmatnya..” lelaki tua itu mengerang melepas segala nikmat yang diterimanya.
Ia melemparkan kepalanya ke belakang sambil menutup mata saat kepala Karin terus bergerak naik dan turun.. mengulumnya.
“Enak jilatannya..?” Tanya Anita. Pak Karta mengerang. “Pak Karta bisa muncrat sekarang kalau memang nggak tahan..” imbuh Anita lagi.
Pak Karta mengerang kembali saat biji zakarnya mulai menegang.
“Keluarkan saja, Pak.. nggak usah ditahan-tahan.. Karin mau kok minum spermamu..” Anita mengerling nakal.
Pak Karta tidak tahan lagi mendengar rayuan itu.
Ia pun menggerakkan pantatnya ke wajah Karin.. dengan kemaluan terasa semakin berdenyut dan mengetat kencang.
“Ohhh...!!” Pak Karta menjerit keras saat spermanya meluncur keluar, menyemprot deras ke dalam mulut Karin yang sudah siap sedia.
“Hgmp..!” Karin mengerang saat merasakan ledakan pertama, lalu cepat menelannya.
Dan dia kembali menelan, tepat pada waktunya untuk yang kedua.
Dia terus meminum dan meneguknya sambil bertanya-tanya dalam hati.. kapan itu akan berakhir..?
Meski sedikit kelabakan.. Karin terlihat sangat menyukai setiap tetesnya.
Ketika tidak ada lagi cairan yang keluar, Karin lekas melepas kemaluan Pak Karta dari mulutnya.
Lalu ia meletakkan kepalanya di perut lelaki tua itu dan menciumi batang penis yang mulai layu tersebut.
“Enak nggak, Pak..?” Anita berbisik.
“Oh.. nikmat banget..!” Pak Karta mengerang.
Karin melirik dan tersenyum pada Anita dan Pak Karta. “Pejuh Pak Karta gurih..” Ia mengusap sedikit sperma dari sudut mulutnya.
“Ahh..” Pak Karta mendesah dalam kenikmatan dan menarik Karin mendekat.
Mereka berciuman mesra sejenak. “Aku sudah lama pengen yang seperti ini..” bisiknya.
“Masih kuat untuk satu ronde lagi..?” Anita berkata sambil meremas batang kontol Pak Karta yang masih basah.
“Jangankan sekali, sampai malam juga kulayani..” jawab Pak Karta penuh percaya diri.
“Tapi pertama-tama, ininya dibangunkan dulu..” kata Anita sambil menarik Karin dari sofa dan mengajaknya berlutut berdampingan..
Ia membungkuk untuk menempatkan bibirnya pada batang kontol Pak Karta dan mulai mengisap secara perlahan-lahan.
Karin ikut membantu dengan menjilati kantung zakarnya yang menggantung indah.
Akibat rangsangan kedua perempuan cantik itu.. dalam beberapa menit saja ..
kontol Pak Karta yang tadinya melemas.. perlahan mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Kedua wanita itu kagum pada kualitas birahi Pak Karta yang seperti tiada habisnya. Padahal umurnya sudah renta.. tapi nafsunya masih seperti perjaka.
Dengan gembira mereka terus mengisapnya secara bergantian sampai kemaluan Pak Karta jadi benar-benar mengeras kembali.
Ketika akhirnya benar-benar siap.. Karin bangun untuk mempersilakan Anita agar memakainya terlebih dulu.
Namun Anita malah mendorongnya hingga Karin terjatuh ke atas sofa.
Karin menatap Anita dan tersenyum, menyadari kalau ternyata dia yang diberi giliran pertama.
“Ayo, Pak.. tuh Karin sudah siap..” bisik Anita.
Pak Karta segera ikut naik ke atas sofa dan mengambil Karin ke dalam pelukannya.
Dia merasa tegang saat mulai mencium bibir perempuan muda itu..
Namun ia kemudian beranjak santai begitu tangan Anita menekan punggungnya agar menempel di bongkahan payudara Karin..
yang terlihat putih mengkal menggiurkan.
“Ahh..” Karin mengerang ketika ciuman Pak Karta berpindah dari leher ke payudaranya.
Ia biarkan lelaki tua itu mendorong satu puting ke mulutnya yang sepertinya sangat lapar.
Anita yang berbaring di sebelah mereka, demi melihat Pak Karta yang mulai menyusu dengan rakus.. jadi ikut tak tahan.
Ia pun Ia pun mendekat dan mulai mengisap puting yang lain.
“Eh.. Mbak..!?” Karin kaget dengan kelakuan Anita.. namun ya cuma sebatas itu. Karena alih-alih merasa risih.. ia malah merasa lebih panas lagi.
Vaginanya berdenyut kenyang merasakan isapan di kedua puncak payudaranya.
Rasanya seperti Pak Karta dan Anita sedang berlomba siapa yang bisa mengisap lebih baik.
Karin tidak peduli siapa pemenangnya.. karena ia merasakan dua-duanya telah melakukan pekerjaan yang sungguh sempurna.
“Oh Pak, aku pengen kontolmu..” desah Karin pada akhirnya.
Pinggulnya bergerak memutar.. menunjukkan kalau telah siap untuk ditusuk dan diobrak-abrik.
Pak Karta menghela napas senang.
Dia pun bergerak cepat untuk menempatkan diri di antara kaki Karin yang sudah mengangkang terbuka.
Dengan lembut Pak Karta berbaring di atas tubuh mulus perempuan muda itu dan mencium bibirnya sekali lagi.
Di belakang.. ia merasakan Anita ikut membantu dengan meraih batang penisnya yang basah kuyup dan mengarahkannya ke memek Karin yang terbuka.
“Ohhh, ya..” Karin mengerang saat Pak Karta perlahan-lahan meluncurkan batang kemaluannya.
Slebb.. “Ughhh..” Pak Karta ikut mendesah merasakan daging hangat Karin yang kini mulai melingkupi batang penisnya.
Dengan mata setengah menutup ia menunduk dan mencium mulut manis Karin.. kali ini lebih panjang dan lambat.
Ketika bibir mereka terpisah.. Pak Karta ganti mencium Anita dan kemudian Karin lagi.
Bergantian ia memperhatikan kedua perempuan itu.. sementara pinggulnya mulai bergerak mengayun secara perlahan.
Karin menanggapi dengan melingkarkan lengan dan kakinya di badan lelaki tua itu.
“Terus, Pak, tusuk lebih dalam..!” Karin mengerang.. pinggulnya bergerak naik untuk memenuhi setiap dorongan Pak Karta.
“Ya, Pak, yang keras..” bisik Anita ikut merasa gembira.
Karin akhirnya klimaks dalam beberapa menit..
Tubuhnya kejang-kejang secara berulang saat Pak Karta terus menumbuk sengit ke dalam lubang vaginanya yang berdenyut-denyut kencang.
“Ohh, Rin, aku juga pengen keluar..” keluh Pak Karta sesaat kemudian.
“Keluarkan saja di dalam, nggak apa-apa..!” Karin menjerit saat klimaks lain merobek dirinya.
Anita menurunkan tangan ke vaginanya sendiri sambil menonton mereka.
Jeritan Karin dan Pak Karta yang bersahut-sahutan membuatnya ikut klimaks dalam waktu cepat.
Ia pun menyemburkan cairannya yang berjumlah banyak ke arah Karin dan Anita.. membasahi keduanya hingga ke sekujur tubuh.
“Ahh..” Pak Karta runtuh dalam kelegaan.. kemaluannya mengempis dengan cepat saat ia menarik diri dari tubuh mulus Karin.
Dia berbaring di samping perempuan muda itu.. napasnya masih berat dan matanya tertutup rapat.
Namun Pak Karta segera membuka matanya begitu mendengar Karin mengerang secara tiba-tiba.
Dilihatnya Anita sudah menunduk di antara kedua kaki Karin.. tengah menjilat dan mengisap cairan sperma yang berleleran di sana.
Setelah bersih.. bertiga mereka meringkuk bersama-sama di depan televisi.
---------
Pak Karta sedang berbaring di samping Anita untuk menikmati kehangatan dan kemulusan tubuh perempuan itu..
ketika ia mendengar ketukan lembut di pintu kamar.. kemudian melihat Karin mengintip dari sana.
Perempuan muda itu tersenyum dan membuka pintu.. lalu masuk ke ruangan sambil melambaikan selembar kertas.
Itu adalah seminggu setelah mereka memutuskan untuk membagi keperkasaan Pak Karta.
“Coba tebak ini apa..?” Katanya gembira.
Anita duduk tegak.. memamerkan tubuhnya yang telanjang sempurna.
“Apa itu..?” Tanyanya dengan penuh perhatian.
“A-aku pergi ke dokter hari ini..” Karin berkata dan berhenti.. senyumnya terlihat semakin lebar.
“Oh, k-kamu hamil..?” Tebak Anita.
Karin mengangguk cepat.. “Sudah jalan 2 minggu..!” Serunya terburu-buru sebelum tersenyum lagi.
“Wah.. selamat ya..!” Anita berkata gembira. “Suamimu pasti senang..”
Karin tersenyum kikuk, “Oh, i-itu.. ini bukan anak Mas Dedi..” ia berbisik malu-malu.
Anita langsung tertegun dan melirik Pak Karta.. “Jangan-jangan ..”
“Ya, memang benar..” Karin mengangguk mengiyakan.
Dan Pak Karta hanya bisa mengelus dada sambil terdiam menyadari keberadaannya yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
---------
Pintu kamar mandi terbuka.. dan Sari berjalan keluar.
Ia mengenakan jubah mandi dari sutra biru untuk menutupi perutnya yang mulai membuncit.
Sari bisa merasakan wajahnya memerah memikirkan apa yang dia kenakan di bawah jubah mandi tersebut.
Itu adalah sebuah beha putih transparan yang mendorong payudara besarnya hingga terekspos lebih jelas lagi..
lengkap dengan putingnya yang menonjol indah dan nampak selalu mengeras.
“S-sudah, Kak, jangan terus menggodaku..” Budi menggeleng lemah. “Aku sudah begitu capek..”
“Benarkah..?” Sari mendesah dan perlahan-lahan mulai melepaskan jubahnya.
“Aku selalu siap menjadi pelacurmu, Bud..!”
“Kau bukan pelacur, Kak. Kau lebih mulia dari itu..” jawab Budi.
Sari menggeleng, “Jika seorang pria meniduri banyak wanita.. ia disebut pejantan.
Namun jika perempuan yang melakukannnya.. ia disebut pelacur. Sesederhana itu..”
“Terserah kakak sajalah..” Budi meraih tangan sang kakak ipar dan menariknya ke dalam pelukan.
Bisa dirasakannya puting telanjang Sari yang mendesak lembut di depan dadanya.
Jantung Budi mulai berdetak sedikit lebih cepat. Dia pun mundur dan menatap mata Sari.
Ingin ia mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.
Kepala Budi mulai berputar dan seolah-olah ditarik oleh kekuatan yang tidak ia ketahui.. bibirnya mulai bergerak menuju mulut manis Sari.
Mata mereka terpaku pada satu sama lain sampai bibir mereka bersentuhan..
keduanya lalu mengerang ke mulut masing-masing begitu mulai saling melumat dan mengisap rakus.
Mereka terengah-engah saat ciuman itu berlangsung secara terus-menerus.
Namun ciuman mereka terpecah ketika terdengar bel pintu depan berbunyi.
Keduanya segera memisahkan diri dengan wajah masih sama-sama memerah dan bibir kesemutan akibat dari kontak yang sebentar tadi.
“Uh.. sebaiknya aku keluar sebentar..” kata Sari.
“Benahi dulu baju kakak.. pake yang lebih pantas..” Budi tersenyum sambil merapikan kembali jubah mandi Sari.
Setelah mengganti bajunya dengan daster yang lebih longgar.. Sari segera membuka. Di sana, berdiri sang suami dengan melempar senyum lebar..
“Lho, kok s-sudah pulang, Bang..?” Sambut Sari takut-takut. Ia berusaha untuk tersenyum.. namun cuma setengah hati.
“Iya, aku ada berita bagus..” jawab Tarno.
Saat melangkah ke dalam ruangan.. ia meraih pinggang gemuk Sari dan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.
Sebelum Sari sempat memprotes.. Tarno sudah keburu melumat bibirnya dengan tangan mulai meremas-remas pantatnya perlahan.
Sari mendorong Tarno kembali dan berkata terengah-engah..
“Apa beritanya..?” Tanyanya dengan mata melirik ke sofa ruang tengah di mana tadi Budi berada.
Bocah itu sudah tidak nampak lagi.. entah bersembunyi di mana.
Tarno tersenyum.. “Aku tadi bertemu ayahmu.. dan dia menawarkan sebuah pekerjaan..”
“B-benarkah..?” Mata Sari berbinar. “Berarti ayah sudah memafkanku..?” Tak terasa airmata Sari mulai mengalir.
Tarno segera menyekanya dengan punggung tangan.. “Sepertinya begitu. Malah katanya, dalam waktu dekat ia ingin berkunjung kemari..”
“Syukurlah.. memang itulah yang kuharapkan sedari dulu..” Sari terisak dalam kebahagiaan.
“Tapi yang sulit ..” Tarno berhenti, tak kuasa untuk meneruskan kalimatnya.
“Ada apa, bang..?” Kejar Sari penasaran.
“Emm.. begini.. ayah menyuruhku untuk mengurusi bisnisnya yang baru berkembang.
Letaknya di luar kota, jauh di pelosok. Karena itulah.. sepertinya kita harus berjauhan..”
Sari mengangguk.. “Nggak apa-apa Bang. Aku bisa mengerti. Yang penting ayah sudah memberi kepercayaan pada Abang.
Nanti pelan-pelan.. kalau abang berprestasi.. pasti juga akan dipindah ke bisnis ayah yang dekat-dekat sini..”
“Aku juga berpikir begitu..” kata Tarno. “Kalau kamu memang setuju, aku bisa langsung berangkat besok..”
“Secepat itukah..?” Desah Sari kaget.
“Kata ayah, semakin cepat semakin baik..” jawab Tarno.
“Begitu ya..” Sari termenung dan kemudian tersenyum. “Kalau begitu, biarkan aku melayani abang untuk yang terakhirkali sebelum abang berangkat..”
Dia pun menunduk dan dengan cepat menarik lepas celana panjang Tarno.
“Tapi, Dek..” Sebelum Tarno sempat memprotes.. ia lekas menelan batang penis laki-laki itu dan melumatnya rakus.
Hingga akhirnya.. Tarno pun terdiam dan hanya bisa merem-melek menikmati isapan mulut sang istri.
Sari terus mengulumnya sampai ia rasakan batang penis itu berubah menjadi kaku dan mengeras penuh..
baru pada saat itulah ia berbaring telentang dan menyebar kakinya terbuka.
“Pelan-pelan aja, Bang..” bisik Sari begitu Tarno berlutut di antara kedua kakinya..
lallu perlahan bergerak ke depan sampai kemaluan yang sudah sekeras batu tiba di pintu vagina Sari yang meneteskan cairan bening.
Kalau saja Tarno melihat dengan lebih teliti.. bisa ia saksikan sisa-sisa sperma Budi yang masih menempel di sana.
Namun karena sudah keburu nafsu, Tarno jadi tidak memperhatikannya.
“Tahan, Dek..”
Slebb.. Tarno menusukkan kepala kemaluannya dan perlahan-lahan mendorong sampai semua batangnya terbenam di dalam.
Ughh..!! Perasaan luar biasa langsung menyelimuti tubuh mereka berdua.
Vagina Sari serasa meremas-remas kuat.. sementara kemaluan Tarno terasa begitu ketat.
“Lagi, Bang.. lagi..” Sari mengerang tak jelas.
Tarno mulai menggoyangkan pinggulnya hingga ruangan sempit itu dengan cepat terisi oleh suara lolongan dan rintihan dari keduanya.
Dan itu tidak berhenti sampai malam menjelang tiba.
Entah berapakali sperma Tarno muncrat mengisi seluruh lubang si tubuh Sari.. sementara Sari membalas dengan terus terkencing-kencing berulangkali.
“Terimakasih, Dek, aku mencintaimu..” bisik Tarno tak tega. Ia merasa tertekan saat Sari membantu mengemasi bajunya.
Mungkin mereka akan berpisah selama lebih dari tiga bulan. Saat Tarno kembali, bayi yang dikandung Sari pasti telah lahir.
Tarno terpaksa tidak bisa menemani.. tapi ayah Sari sudah memastikan kalau akan ikut menjaga. Itulah yang membuat Tarno sedikit mendesah lega.
-----------------
Sehari setelah kepergian Tarno.. Anita datang berkunjung. Ia tampak malu-malu saat mengutarakan niatnya.
Berjuang dengan emosinya sendiri, Anita merasa bersalah namun juga tak bisa menutup-nutupi betapa ia menikmati berhubungan seks dengan Tarno.
Namun begitu tau kalau Tarno tidak ada.. Anita terpaksa harus memendam kekecewaannya.
“Aku akan merindukannya..” lirihnya.. namun lekas meralat. “M-maksudku.. kau pasti bakal kesepian ditinggal sama suamimu..”
Sari tersenyum maklum.. “Masih ada Budi yang menemaniku..” jawabnya.
“Kalau mbak Nita sendiri gimana..? Seneng dong bisa serumah dengan Pak Karta..”
Anita mengangguk, lalu kemudian menggeleng pelan. “Pak Karta sekarang tinggal di rumah Karin..”
“Oo begitu..” Sari ikut merasa sedih.
Mereka duduk berdekatan dan berbicara lagi selama beberapa saat. Anita menjelaskan tentang kehamilan Karin..
juga soal Dedi yang sekarang harus kerja di luar kota hingga untuk menemani sang istri.. ia menyuruh Pak Karta agar tinggal di rumahnya.
Pemuda itu sama sekali tidak curiga kalau sudah ada hubungan khusus antara Karin dan Pak Karta..
entah karena benar-benar bodoh atau memang pura-pura tidak tahu.
Yang jelas.. Anita jadi kesepian sekarang. Karena itulah pagi ini ia pergi ke rumah Sari untuk meminta jatah dari Tarno.
Namun yang dicari ternyata sudah pergi jauh.
“Sabar ya, mbak. Nanti siang aja kita tunggu Budi..” Sari mengelus lembut punggung Anita yang meringkuk di dalam pelukannya.
“Terimakasih, Sar..” Anita menempatkan tangannya di paha Sari yang terbuka.
“Hih, rasanya geli..” bisik Sari saat Anita mengelusnya perlahan.
“Kalau begini..?”
Sari bersandar ke bahu Anita.. terdiam saat menyaksikan tangan Anita yang perlahan bergerak ke arah pangkal pahanya.
Sari menarik napas panjang begitu jari-jari Anita mulai menyapu celana dalamnya yang sudah basah.
“Lepas, Sar..” bisik Anita lirih.
“Mbak Nit..!” Sari berkata, matanya membuka kaget.
“Kumohon..” kata Anita.
Sari melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat sebelum ia mengangkat dan menyelipkan celana itu ke bawah.
Ketika Sari ingin menaruhnya ke lantai.. Anita menghentikannya. Ia merampas benda itu dan membawa ke hidungnya.
Sari melihat dengan takjub ketika Anita menghirupnya.
Perbuatan itu membuat tubuh Sari menggigil dan otot-otot vaginanya bergetar hebat.
“Wangi, Sar..” Anita tersenyum.
“Mbak..!” Sari hanya mengerang.
Anita meletakkan tangannya di paha Sari lagi dan meluncur ke depan sampai jari-jarinya mengenai bibir memek Sari yang sudah membengkak basah.
“Oh, Mbak Nita!” Sari mengerang saat Anita menusukkan dua jari ke dalam liang vaginanya yang basah.
Sari masih terengah-engah saat kemudian Anita berbisik.. “Aku ingin makan anusmu, Sar..” bisiknya.. hampir malu.
“A-apa..?!” Sari bertanya.. mengira kalau Anita cuma bercanda.
“Iya.. anusmu.. lubang dubur.. di pantatmu ini..” kata Anita lagi.
“Oh, mbak Nita..” Sari merintih dan dia mengerang lagi ketika merasakan tangan Anita mulai bergerak membelai bulatan pantatnya.
Perempuan itu menyebarkannya melebar, mengekspos lubang kecil Sari yang tersembunyi tepat di bagian tengahnya.
“Ohh..” Sari merengek begitu lidah basah Anita mulai menyentuh mawarnya yang sedikit sensitif.
Dan dia semakin mengerang saat lidah Anita bergerak seperti cacing.. berusaha untuk membuka lubangnya.
Sementara perempuan itu terus menjilat.. Sari memindahkan tangannya ke bawah dan mulai menggosok klitorisnya sendiri.
Dalam hitungan detik tubuhnya sudah menegang.. siap untuk klimaks.
“Jilat terus pantatku, mbak..!!” Jerit Sari saat tubuhnya mulai mengejang. “Ohh.. hhh.. a-aku.. kelu...arrgghh..!”
Dengan tak kenal lelah.. Anita terus menjelajahi pantat mulus Sari. Ia mencium dan mengisapnya rakus sampai gemetar di tubuh Sari berhenti.
Barulah setelah itu ia melepaskannya dan berbisik.. “Sekarang giliranku..”
Sari mengangguk mengiakan dan mendorong tubuh Anita telentang.. lalu ia angkat kedua kaki perempuan itu ke udara.
Para tetangga pasti bisa mendengar jeritan kepuasan dari Anita saat mulut Sari mulai turun ke lubang kecilnya yang sudah membengkak parah.
Kedua perempuan itu menghabiskan sepanjang siang dengan bercinta tiada henti.
Mereka bahkan mengambil jam-jam berikutnya untuk tinggal bersama dan terus berbaring telanjang di atas tempat tidur..
hampir tidak keluar bahkan sekedar untuk makan.
Selama beberapa hari berikutnya.. Sari dan Anita menghabiskan hampir setiap pagi di pelukan masing-masing.
Mereka menjelajahi segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh dua wanita untuk saling memuaskan satu sama lain.
Sementara di sore dan malam hari.. mereka berlomba untuk mendapatkan kenikmatan dari Budi..
yang sebagai pejantan muda tampak tak kenal lelah memuaskan nafsu mereka berdua.
Sementara itu.. hubungan Karin dan Pak Karta jadi semakin mesra saja. Di luar.. mereka memang terlihat seperti ayah dan anak.
Namun di dalam.. tubuh telanjang mereka seperti tak terpisahkan.
Ketiadaan suami Karin membuat perselingkuhan mereka semakin menjadi-jadi. Dan Dedi yang tidak curiga, membiarkannya saja.
Dalam pikirannya.. mana mungkin Karin akan berbuat macam-macam dengan Pak Karta yang usianya hampir tigakali lipat.
Hingga buntutnya..
Dua bulan kemudian.. diadakanlah kenduri di rumah Karin untuk mendoakan bayi dalam kandungannya yang kini genap berusia 3 bulan.
Dedi tampak sumringah menerima kedatangan para tamu undangan dengan ditemani oleh Pak Karta.
Para tetangga dan kenalan sama sekali tidak tau..
kalau lelaki tua yang sedang mereka salami saat itu adalah ayah sebenarnya dari bayi yang sedang dikandung oleh Karin..!
(. ) ( .)
==============================
Mohon Mangap All.. karena bagian akhir Cerita 106 ini ternyata ngga terlalu panjang..
maka Nubi masukin saja pada Part 7 yaa..
Oke.. C U All around..!
Semoga Terhibur.. n KEEP SEMPROT..!!