Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

--------------------------------------------------------------

Cerita 20 – Tetangga Cantik

Bagian 1

Pagi itu
ketika mencuci mobil di garasi, Restian kembali berkesempatan mengamati tetangganya yang baru turun dari taksi.
“Selamat pagi, Mas Restian..” sapa tetangganya itu, seorang perempuan cantik berumur 20-an akhir.
“Pagi, Mbak Kamalia..” Restian menyapa balik sambil cengar-cengir. Kamalia balas tersenyum hangat, melambaikan tangan.

“Eh Mbak, belum dibayar..” seru sopir taksi. Kamalia berbalik badan.
“Pak, bisa ikut saya dulu ke dalam..? Saya mau ambil uangnya dulu di dalam rumah..”

Semua itu tak lepas dari perhatian Restian.. yang mencoba menebak tetangganya itu baru dari mana.
Kamalia mengenakan tube top putih dan kardigan jeans pendek, celana capri tiga perempat..
sepatu hak tinggi, dan membawa tas tangan putih.

Rambutnya yang dicat kemerahan dan bergelombang digerai.
Rias wajahnya sederhana, hanya bedak tipis dan lipstik merah muda.

Dan yang paling menonjol.. dadanya yang membusung di balik bajunya.
Dia masuk ke rumahnya diikuti si sopir taksi, lalu menutup pintu.

Ketika keduanya hilang dari pandangan, Restian kembali meneruskan mencuci mobil..
tapi taksi itu masih ada di depan rumah tetangganya.

Lima menit kemudian pintu rumah Kamalia terbuka.. dan si sopir berjalan keluar. Terhuyung. Nyengir.
“Sudah cukup ya, Pak..!?” di belakangnya Kamalia berseru.

Ketika Restian menengok.. dilihatnya Kamalia sudah melepas cardigan.. sehingga bahunya yang berkulit mulus terlihat.
Dan bibirnya tak lagi tersaput warna merah muda.
Kamalia memandangi si sopir yang masuk kembali ke taksinya dan menjalankan taksi itu.

“Baru pulang, Mbak..?” Restian kembali berbasa-basi sesudah si sopir pergi.
“Iya nih..” jawab Kamalia. “Aku masuk dulu ya, Mas..” Kamalia pun berbalik lagi dan masuk rumahnya.

Restian merasa telinganya dijewer. “Ehh..?”
“Hayo..! Lagi ngelihatin tetangga sebelah ya..!?” Yang menjewer Restian adalah istrinya, Leily.

Pagi itu Leily sudah siap berangkat kerja. Restian tidak bisa tidak membandingkan kedua perempuan yang dia lihat pagi itu.
Sementara pakaian Kamalia tadi ketat memeluk lekuk tubuh.. Leily tampak formal dengan blazer dan celana panjang longgar hitam.

“Kamu tau nggak.. dia itu tadi malam berangkat ke luar..” kata Leily sambil melempar pandangan ke arah rumah sebelah..
“Waktu aku pulang kantor kemarin.. dia baru pergi, naik taksi. Rupanya baru pulang pagi dia.
Dandannya kemarin malam lebih heboh daripada sekarang. Heran.. ngapain ya dia semalaman..? Dugem..? Ck..” Leily mencibir.

“Nggak tau ya..” Restian tak menjawab serius.. khayalannya membayangkan apa yang kira-kira terjadi dalam lima menit di rumah tetangganya.
Sesuatu yang membuat si sopir taksi nyengir puas dan lipstik Kamalia terhapus..

“Udah belum nyuci mobilnya..? Aku mau berangkat nih, Mas..” pertanyaan Leily menghentikan khayalan Restian.
“Eh, iya, ya. Sebentar lagi..” kata Restian.
“Aku hari ini nggak ke mana-mana, mau ngerjain proyek yang minggu lalu..”

Leily wanita karier, sementara Restian yang tadinya manajer menengah di satu perusahaan berhenti kerja..
ketika perusahaannya gulung tikar.. kemudian menjadi pebisnis travel yang bekerja di rumah..
memanfaatkan jejaring klien perusahaan lamanya.

Dengan demikian mereka berdua masih bisa melanjutkan cicilan rumah mereka di perumahan Citra Kencana..
juga hidup nyaman tanpa khawatir soal keuangan.

Mereka belum dikaruniai anak sesudah lima tahunan menikah. Restian berumur 35 tahun dan Leily lima tahun lebih muda.
Sekitar setahun sebelumnya.. tanah kosong di sebelah rumah mereka dibangun,
Dan setelah jadi.. rumah di sana diisi penghuni baru yang tinggal sendirian.. perempuan muda bernama Kamalia.

Kamalia langsung jadi bahan gosip di antara para tetangga karena tinggal sendirian.. dan terbiasa berpenampilan cantik.
Dia tidak banyak bergaul dengan tetangga, tapi karena sering di rumah.. cukup banyak tetangga yang mengamatinya.

Dan yang paling sering melihatnya adalah Restian.. yang garasi rumahnya bersandingan dengan carport rumah Kamalia.
Kebetulan konsep perumahan Citra Kencana adalah cluster tertutup tanpa pagar antar rumah.
-----oOo-----

Menjelang malam terjadi ribut-ribut di depan rumah Restian. Bunyi klakson mobilnya berkali-kali terdengar.
Restian keluar dan melihat mobil mewah warna hitam melintang di depan rumah Kamalia..
ujungnya menghalangi jalan masuk garasi.. padahal Leily yang mengendarai mobil mau masuk.

“Mas.. Kasih tau tetangga sebelah mobilnya ngehalangin..!” Teriak Leily. Mukanya kelihatan kesal.
Restian mendekati mobil mewah itu. Mesinnya mati, kacanya tertutup dan tak ada pengemudi di dalamnya.

Restian lalu menuju ke pintu rumah Kamalia. Tertutup. Dia mengetok pintu.
“Mbak Kamalia..? Mbak..? Bisa geser mobilnya..?”

Tetangganya itu keluar tak lama kemudian, dengan penampilan yang membuat Restian terpana.
Senyum manis tersungging di bibir merah menyala, wajah dan rambutnya dirias seakan-akan dia seorang model.
Gaun merah yang cantik, dan sepatu hak tinggi. Bentuk tubuhnya menantang untuk dijamah.

Di belakangnya muncul seorang laki-laki pendek berwajah jelek yang cengengesan.. dan langsung berlari melewati mereka menuju mobil.
Sambil lewat dia minta maaf kepada Restian.. “Maaf Pak.. saya parkirnya kelewat maju. Sebentar lagi Mbak Kamalia pergi kok. Tenang aja..”

Dengan gesit si pendek masuk ke mobil.. cuek dengan Leily yang terus mengklakson..
lalu dia menyalakan mesin dan mundur.. sehingga tidak lagi menghalangi jalan masuk.

Kamalia mengunci pintu rumahnya lalu berjalan melewati Restian.
“Saya pergi dulu ya, Mas Restian..” ucapnya. Selagi lewat, tercium aroma parfum mahal.
Kamalia masuk ke mobil mewah itu, yang langsung pergi, sementara Leily sudah menghentikan mobil di dalam garasi.

“Mau ke mana dia, malam-malam pergi sambil dandan kayak perempuan nakal begitu ya..?”
Leily langsung mengoceh begitu dia keluar dari mobil. Wajahnya kusut.

Restian tahu karena Leily pasti habis berjuang menembus kemacetan.
Leily mengunci mobil, membanting pintunya, lalu masuk rumah. Restian menyusul.

Kekesalan Leily masih berlanjut ketika makan malam bersama Restian.
“Kamu tau enggak, grup chat warga di sini mulai ngegosipin tetangga sebelah kita..” kata Leily sambil mengunyah.
“Apa katanya..?” kata Restian. “Aku nggak ikutan grup itu..”

“Katanya si Kamalia itu istri simpanan..” Leily melanjutkan.
“Yang bilang Bu Imelda, tetangga ujung jalan. Dia udah dua kali lihat ada bapak-bapak perlente datang ke sana naik mobil mewah..”

“Aku nggak perhatikan..” kata Restian lagi.
“Tapi kadang-kadang memang ada tamu di rumah sebelah sih. Cuma nggak kulihat siapa orangnya..”

“Ada juga yang komplain, katanya dia sering pakai baju seksi di rumah terus nampang di teras atau di balkon..”
Leily menyebut nama orang yang mengeluh.. tetangga lain lagi yang memang aktif di kegiatan rohani.

“Kok Mas malah nyengir..? Buat laki-laki, yang seperti itu nggak masalah ya..?”
Tersengat sindiran.. Restian nyaris tersedak makanan.

“Ehh, emmm..” sesudah kalang kabut.. dia lalu menawarkan.. “Apa mesti kita tegur..? Atau dibilangin lewat Pak RT..?”
Leily melengos. “Awas saja kalau dia sampai keterlaluan. Ibu-ibu sih pada bilang nggak mau kalau ada cewek nggak benar di kompleks kita..”
-----oOo-----

Meski kesal.. Leily ternyata sedang bergairah.. jadi tak lama sesudah makan dia mengajak bercinta suaminya.
Restian meladeni. Tak lama kemudian keduanya sudah bugil di ranjang.

Sambil berciuman, Restian merangsang kemaluan istrinya dengan jari.. membuat Leily mendesah-desah keenakan.
Restian sendiri sudah terangsang sejak tadi..

“Hm..? Kok keras banget ini..?” Tanya Leily ketika dia memegang kejantanan suaminya. Restian nyengir.
“Kamu ngebayangin apa, Mas..? Apa kamu ngebayangin Kamalia..?” Sindir Leily.
“Eng.. enggak kok. Ini karena kamu kok, sayang..” Restian berkelit.

Tapi sebenarnya tuduhan Leily tepat sasaran. Malam itu Restian memang terangsang berat sesudah melihat Kamalia.

Sementara Leily sendiri bermaksud menghapus kekesalannya dengan seks.
Makanya dia jadi lebih dominan, berinisiatif dalam posisi woman on top..

Memasukkan penis suaminya ke vaginanya yang lapar.. bergerak liar memuaskan nafsu.
Dia melonjak-lonjak di batang Restian yang kaku.

Tapi apa sebenarnya yang ada di pikiran Restian..? Ternyata ketika dia mencengkeram pinggul istrinya dan menerima ciuman istrinya..
dia memejamkan mata, dan membayangkan perempuan lain.
Kamalia.. tetangganya yang berpenampilan seperti model itu.. dibayangkannya sedang bergoyang di atas tubuhnya.

Tiba-tiba Leily berhenti bergerak.. kepalanya mendongak.. lalu menjerit keenakan.
Vaginanya berkedut-kedut, dia klimaks. “Aahhhngghh..!! Ahh ahh ahh.. ah, enak sayang..!” Seru Leily.

“Kamu belum ya..?” Restian tidak menjawab.. khayalannya sibuk membayangkan Kamalia.. membuatnya tak tahan..
Cratt. crett.. crett.. dan lepaslah benihnya menyembur di dalam kemaluan istrinya.

Leily turun dari atas tubuh Restian.. lalu tiduran di sebelahnya.
Restian melihat dari dekat wajah istrinya.. polos tanpa riasan.. tersenyum kecil.. puas karena orgasme tadi.

Tapi sedetik kemudian mulut tajam Leily beraksi lagi.
“Aku penasaran.. ke mana perginya si Kamalia. Apa mungkin ketemuan sama yang nyimpan dia, ya..?”

Restian malas menanggapinya. “Sayang.. tidur aja yuk.. nggak usah ngurusin orang lain..”
-----oOo-----

Sekitar tiga jam kemudian.. Restian terbangun gara-gara ponselnya berbunyi.
Seorang pelanggannya menelepon malam-malam minta dibelikan tiket untuk penerbangan pagi besoknya.

Restian mengurus pelanggannya itu dulu.. keluar kamar dan pergi ke ruang kerjanya di lantai atas rumah.
Dia menyalakan komputer dan mengurus pesanan si pelanggan. Beres.

Restian merasa tidak ingin langsung tidur lagi. Jadilah dia terus di depan komputernya.. membuka internet karena iseng.. membaca-baca cerita seru.
Lalu terdengar bunyi dari arah depan rumahnya. Bunyi mobil berhenti, lalu pintu mobil dibuka. Lalu ketuk-ketuk hak sepatu.

Rumah Restian berlantai dua.. kamar samping di lantai atas yang menjadi ruang kerja..
berdekatan dengan lahan sebelah yang kemudian jadi rumah Kamalia.

Kamar itu berjendela yang menghadap ke rumah sebelah.
Ketika rumah Kamalia dibangun, tanpa sengaja jendela kamar kerja Restian itu jadi sejajar dengan satu jendela di rumah Kamalia.

“Dia pulang..” kata Restian ke dirinya sendiri.. mengintip dari celah tirai, melihat tetangga cantiknya melintas carport lalu masuk rumah.
Beberapa menit kemudian, jendela yang pas berseberangan dengan jendela ruang kerjanya jadi terang. Dan.. tirainya terbuka..!

Dari balik tirai Restian bisa melihat pemandangan melalui jendela tetangganya.
Jaraknya tak seberapa jauh. Restian bisa melihat isi kamar itu.. rupanya kamar tidur Kamalia.

Tetangganya itu masuk kamar.. masih dengan penampilan seperti tadi..
rambutnya yang dicat merah serasi dengan gaunnya yang juga merah.

Kamalia menengok ke arah rumah Restian, tak menunjukkan bahwa dia sadar ada orang di balik jendela Restian yang tertutup tirai.
Kamalia menaruh tasnya dan mulai membuka pakaian.
Dia berdiri membelakangi jendela sambil menghadap cermin rias, pelan-pelan melepas gaun merahnya.

Restian melihat.. ternyata di punggung bawah Kamalia.. tepat di atas pantatnya ada tato.
Tulisan sesuatu. Tidak terbaca karena jauh. Nama seseorang-kah..?

Sambil menonton tetangganya yang sekarang hanya memakai bra dan celana dalam merah..
tanpa sadar Restian mengelus-elus penisnya yang ereksi lagi.

Lalu Kamalia membuka bra. Dia berputar sedikit.. sehingga Restian mendapat pemandangan samping.
Payudara Kamalia lumayan besar.. lebih besar daripada milik istrinya.

Kamalia kemudian berbalik lagi.. kembali membelakangi jendela..
menunduk sedikit dan memelorotkan celana dalamnya sepanjang paha dan betis.
Pinggulnya bergoyang-goyang selagi Kamalia mengangkat kaki kanan.. lalu kiri untuk melepas celana dalamnya.

Restian jadi berpikir jorok: bagaimana rasanya kalau Kamalia dimasuki dalam posisi seperti itu..?
Dia membayangkan sepasang payudara Kamalia bergoyang-goyang..
selagi dia menyetubuhi tetangganya itu dalam posisi doggy style di depan cermin rias.

Kamalia sudah telanjang.. lalu berputar-putar di depan cermin, mematut-matut tubuhnya.
Restian memelorotkan celananya sendiri dan mengocoki kemaluannya..
menahan nafas selagi dia melihat Kamalia memain-mainkan puting payudaranya sendiri.. sampai keduanya menonjol.

Kamalia lalu memegang bagian bawah salahsatu payudaranya.. mendorongnya ke atas..
menundukkan kepala, dan menjilat putingnya sendiri.
Lalu dia lakukan dengan payudara sebelahnya.

Restian berkhayal dia ada di depan Kamalia.. batangnya dijepit kedua payudara besar itu sambil ujungnya dijilat-jilat Kamalia.
Tetangga cantik itu lalu duduk di ujung ranjang.. masih menghadap cermin.. dan mengangkang.. sehingga kemaluannya terlihat di cermin.

Dari posisi mengintipnya Restian bisa melihat pantulan cermin itu.
Rambut kemaluan Kamalia tercukur bersih, sehingga tak ada yang menghalangi pemandangan.

Kemudian Kamalia menjulurkan jarinya ke kemaluan.. kukunya yang bercat merah lenyap selagi ujung jarinya masuk ke dalam vaginanya sendiri..
kemudian keluar lagi dan mengelus-elus bagian atas bibir vaginanya —lokasi klitoris..— dengan gerakan memutar.

Restian membayangkan Kamalia mengerang dan merintih keenakan..
karena dia melihat ekspresi wajah tetangganya yang seperti mulai merasakan nikmat.

Dia sendiri makin gencar merangsang penisnya..
mengkhayalkan senjatanya itu sedang keluar masuk dalam vagina Kamalia yang basah.

Kamalia bermasturbasi dengan satu jari menggoda klitoris dan satu jari mencolok vagina..
makin lama makin cepat geraknya sambil menjilat bibirnya yang sensual.

Restian mulai merasakan ketegangan di selangkangannya.. senjatanya akan segera menembak.

Di seberang.. Kamalia terlihat membuka lebar mulutnya.. lalu tiba-tiba ambruk telentang ke kasurnya.. tubuhnya kejang.
Dia orgasme.

Restian pun tak tahan.. dalam khayalannya dialah yang membuat Kamalia menggelinjang keenakan.
Dia meringis.. merasakan penisnya ejakulasi dan tangannya dialiri cairan hangat.
Ejakulasi itu memutus khayalan Restian. Buru-buru dia menyambar tisu dan menyeka tangannya serta sedikit tumpahan maninya di lantai.

Ketika dia selesai, kembali diintipnya jendela seberang. Tapi rupanya Kamalia sudah menutup tirai.
Restian buru-buru kembali ke tempat tidurnya sendiri.. berbaring tanpa membangunkan Leily di sebelahnya.
***

Ketika sarapan pagi, Leily kembali menyajikan gosip terbaru yang sebenarnya Restian malas dengar.
“Jangan-jangan tetangga sebelah itu cewek panggilan..” Leily berspekulasi.

Rupanya kemarin malam dia sempat melaporkan ke grup chat bahwa dia melihat Kamalia pergi keluar, malam-malam, berdandan seksi dan menor, dijemput mobil.
Ibu-ibu teman chatnya langsung menawarkan teori macam-macam. Salahsatunya, bahwa mungkin Kamalia keluar karena dibooking.

“Apa iya cewek panggilan bisa punya rumah sendiri di perumahan kita ini..?” Restian menimpali.
Dia tidak akan cerita kejadian malam sebelumnya kepada Leily.

“Barangkali dia bayarannya mahal..?” Spekulasi Leily berlanjut.

“Sudah ya, aku mau jalan dulu. Selamat pagi, sayang..” dia mengecup kening Restian, lalu keduanya bangkit dan bergerak ke arah luar rumah.

“Jangan nakal ya di rumah..” kata Leily selagi dia membuka pintu mobil lalu duduk di depan setir dan menyalakan mesin.
Dengan penampilannya yang biasa, gaya kantoran yang konservatif.
Restian melambaikan tangan selagi mobil yang dibawa istrinya bergerak meninggalkan rumah.

Sesudah mobil itu menghilang di belokan, Restian menghela nafas di depan rumahnya.
Baru saja dia mau masuk lagi ke rumahnya.. “Mas Restian..? Selamat pagi..” Dari samping terdengar suara merdu seorang perempuan.

Restian menoleh dan Kamalia ada di sana. Sepertinya tetangganya itu hendak pergi keluar karena biarpun hari masih pagi..
Kamalia sudah berdandan cantik.
Rambut merahnya yang biasa digerai kini dikonde kecil di atas belakang kepala.

Wajahnya terlihat mulus meski Restian tahu Kamalia membubuhkan bedak cukup tebal.
Lipstik merah Kamalia selaras dengan blus satin merah bermotif oriental yang dipakainya, longgar dan berlengan panjang namun tetap menawan.
Bawahannya celana jeans hitam ketat dan sandal hak.

Restian bertanya-tanya, yang mana yang benar di antara berbagai gosip miring mengenai tetangganya.
Cewek panggilan..? Istri simpanan..? Tidak ada asap kalau tidak ada api. Dan asapnya jelas penampilan seksi Kamalia.

Tapi Restian jadi tak bisa tidak membandingkan Kamalia dengan istrinya.
Dia tahu Kamalia selalu tampil dengan rias wajah; sementara Leily berdandan tipis kalau mau berangkat ke kantor..
dan hampir tidak pernah berdandan di rumah.

Baju-baju Kamalia juga seksi dan mencolok, sementara gaya berpakaian Leily konservatif.
Sebenarnya beberapa tahun lalu, ketika masih berpacaran dengan Restian.. Leily lebih memperhatikan penampilan.

Maklum waktu itu Leily jadi frontliner di pekerjaannya, sehingga dia dituntut berpenampilan cantik.
Memang itu juga penyebab Restian mengenal Leily: ketika perusahaannya bekerja sama dengan perusahaan tempat kerja Leily..
keduanya jadi sering bertemu, dan Restian kepincut dengan Leily yang ditugasi mengurus proyeknya.

Tapi seiring waktu, karier Leily naik sehingga dia tak lagi jadi frontliner.
Dia mulai menyederhanakan penampilannya, mengganti gaya berpakaiannya jadi lebih konservatif dan tertutup..
juga lebih jarang merias diri meski Restian selalu menyediakan anggaran untuk belanja alat kecantikan.
Makanya ketika bertemu Kamalia sekarang, Restian seperti mengingat Leily yang dulu.

“Mas Restian..?” seruan Kamalia membuyarkan lamunan Restian.
“Apa..? Oh, eh, iya. Ada apa, Mbak Kamalia?”

“Saya boleh minta bantuannya nggak..?” pinta Kamalia.
Restian tersenyum. “Boleh, perlu bantuan apa..?” balas Restian riang.

“Mas Restian ada printer..? Saya perlu nge-print sesuatu, soalnya tinta printer saya sendiri habis, padahal sudah mesti berangkat nih..”
“Oh, ada. Ke rumah saya saja, yuk..” ajak Restian.

Kamalia mengikuti Restian ke rumahnya. Restian deg-degan; tetangga cantiknya untuk pertamakali akan bertamu ke rumahnya.
Restian mempersilakan Kamalia masuk, lalu langsung mengajaknya ke ruang kerja di lantai atas.
Kamalia mengikutinya ke atas. Restian menyalakan komputer, dan mempersilakan Kamalia memakai komputernya.

Kamalia memasang flash disk, dan membuka file yang mau diprint. Ternyata..
“Tugas kuliah..?” Celetuk Restian.
Kamalia menjelaskan, dia sedang kuliah S2. Dia menyebut nama satu universitas swasta.

Restian tahu reputasi universitas yang disebut itu; peserta akademisnya sebagian besar perempuan, dan terkenal cantik-cantik..
tapi konon pergaulan di sana cenderung hedonis. Tak lama kemudian tugas kuliah Kamalia selesai diprint.

Restian berusaha keras untuk tidak macam-macam dengan Kamalia.
Bagaimana tidak, cewek yang kemarin malam jadi objek fantasinya sekarang malah ada dalam rumahnya..!

Apalagi, Kamalia berada di ruang tempat dia masturbasi semalam..
—untung saja tirai jendelanya masih tertutup.. sehingga Kamalia tidak sadar bahwa dari jendela itu Restian bisa mengintip.

Sesudah selesai, Kamalia lalu bilang dia harus berangkat dan sudah menelepon taksi.
Restian mengantarnya turun dan keluar, dan tepat ketika keluar, taksi yang dipanggil Kamalia sudah ada di depan rumahnya.

“Saya berangkat dulu ya. Makasih banyak, Mas Restian..” Kamalia mengedip genit selagi dia meninggalkan rumah Restian.
Restian melongo. Selagi taksi Kamalia pergi, dia menyadari bahwa sedaritadi dia ereksi.
Dan wangi tubuh Kamalia terasa bertahan lama di hidungnya.
-----oOo-----

“Wah, ada apa nih..?” Restian membuka pintu rumahnya dan mendapati Kamalia ada di baliknya.
Saat itu sore, menjelang terbenam matahari.

“Makasih buat yang tadi pagi ya, Mas. Ini ada oleh-oleh..” Kamalia menyodorkan kantong plastik yang diterima Restian.
Bajunya tidak berubah dari pagi, tapi dia tetap tampak cantik dan segar. Dan masih wangi.

“Baru pulang kuliah ya..? Nggak apa-apa, namanya tetangga mesti saling bantu kan..
kalau besok-besok perlu apa-apa, jangan sungkan..” kata Restian.
Kamalia tersenyum manis, kembali memicu gairah di tubuh Restian, lalu berbalik dan pergi.

Pas pada saat yang sama, mobil Leily meluncur ke garasi. Restian melihat isi kantong plastik itu. Kantong kertas dari kedai donat.
Leily keluar mobil dan melihat Kamalia yang masuk ke rumahnya sendiri. Lalu dia melihat Restian yang memegang kantong plastik.
“Itu dari dia..?” tanya Leily, menunjuk kantong plastik. Restian mengangguk.

Sesudah makan malam, Restian mencomot satu donat dari dalam kantong itu dan memakannya.
Leily penasaran. “Buat apa dia ngasih donat..?” tanya Leily.
“Tadi pagi dia minta tolong, mau pakai printerku. Printernya kehabisan tinta..” jawab Restian.

“Terus dia ke sini..?” Leily kelihatan kurang senang. “Masuk rumah kita..?”
“Iyalah, kan printernya ada di atas..” sambung Restian.

“Ngapain dia perlu printer?”
“Ngeprint tugas kuliah..”

“Oo.. Dia masih kuliah..?”
“Iya. Lagi S2 di Sekolah Tinggi L katanya..”
“Kuliah di situ..? Ooo..” Leily mencibir. “Aku tau kampus itu, mahasiswinya banyak yang jadi ayam kampus..”

“Kamu mau donatnya..? Masih ada satu lagi..” Restian menawarkan. Tapi Leily pasang tampang jijik.
“Iih, nggak ah. Aku takut ada apa-apanya. Lagian dia beli donat itu pakai duit dia, duit dari apa ya..?”
***

Malam itu, Restian dan istrinya kembali bercinta.
Kehidupan seks keduanya memang giat, apalagi Leily menginginkan agar mereka segera memiliki anak.
Keduanya telah saling bergumul dalam keadaan bugil di atas ranjang, Restian di atas Leily.

Ketika hendak mempenetrasi istrinya itulah Restian terpikir sesuatu. Rasanya seperti rutinitas.
Memang, Leily bersedia berhubungan seks dengannya setiap hari kalau sedang tak berhalangan.

Istrinya itu juga masih cantik dan bertubuh indah.
Tapi Restian merasa terlalu .. terbiasa dengan apa yang ada di hadapannya.

Leily yang telanjang, mengangkang pasrah, matanya menatap tajam.
Leily yang diam saja di ranjang, lebih banyak dilayani daripada melayani, dan kadang tak sabaran.

Maka dalam pikiran Restian pun sosok Leily di depannya bercampur dengan sosok lain.
Rambut hitam Leily berubah merah seperti rambut Kamalia.. wajah polos Leily menjadi wajah Kamalia yang dirias tebal..
payudara Leily yang kecil menjadi besar seperti punya Kamalia.

Restian terdiam sejenak, membiarkan khayalannya menguasai dirinya.
Kemarin malam dia sudah melihat tubuh telanjang Kamalia, dan tadi pagi dia bisa mempelajari suara serta wangi tubuh Kamalia.
Jadi gambarannya pun lebih akurat.

“Hei, ada apa, Mas..? Kok jadi bengong.. Ayo dong masukin..” pinta Leily.

Dalam khayalan Restian, Kamalia yang pasrah di hadapannya memohon manja..

“Mas Restian.. aku pengen dimasukin, Mas, ayo dong masukin..”
Tanpa berkata apa-apa, Restian mulai mendorong penisnya masuk vagina istrinya.

Tapi dia merasa sedang memasukkan itu ke tubuh Kamalia.
Kemaluan tetangga cantiknya itu sudah basah sehingga dengan sekali dorong seluruh kejantanannya masuk.

Kamalia langsung membelalak dan mengerang.. “Oohhh..!!”
Restian menggenjot pelan-pelan dan Kamalia mencengkeram bahu Restian.

Restian lalu menurunkan kepalanya dan mengisap-isap pentil Kamalia, gemas ingin melakukan itu sejak dia mengintip Kamalia.
Kamalia mengerang-erang binal. Kedua kakinya terangkat lalu merangkul pinggul Restian.. sehingga Restian bisa menusuk makin dalam.

Lalu Restian mempercepat genjotannya dan menikmati jepitan kemaluan Kamalia dengan makin gencar.
Kamalia tampak menikmatinya juga, bibir merahnya menganga mengeluarkan suara-suara penuh nafsu, memanggil-manggil nama Restian.

Selagi Restian menyetubuhinya, sudah dua-tigakali dia dapat orgasme.
Dengan penuh nafsu dia menatap tetangganya itu. Guncangan payudaranya membuat Restian makin bersemangat.

“Entot aku, Mas..! Iyah teruss.. genjot yang kenceng, Mas..!”
Kamalia meracau mesum selagi hampir lima belas menit Restian terus menggenjot.
Bunyi pinggul mereka beradu meramaikan ruangan. Mereka saling pandang, nafsu melanda mereka berdua.

Kamalia terus mengoceh.. “Iya di situ, Mass.. yang dalam.. Mas..! Entot aku..!”
Tapi Restian membungkam bibir merah Kamalia dengan bibirnya, dan keduanya pun berciuman dengan buas.

Lalu Restian melenguh keras selagi menyemburkan benihnya di dalam vagina Kamalia yang menjepit rapat.
Rasanya seperti kemaluan tetangganya itu menyedot-nyedot sperma dari dalam kemaluannya selagi dia menembak lagi dan lagi.

Sesudah keluar semua, dia ambruk di atas Kamalia, menciumi dada Kamalia yang.. ternyata tidak sebesar itu..?
Restian tersadar dari khayalannya karena perbedaan itu.
Dia ternyata bukan bercinta dengan Kamalia, melainkan dengan istrinya sendiri, Leily.

“Kamu kok jadi lebih nafsuan akhir-akhir ini, Mas..?” Celetuk Leily selagi mereka berdua beristirahat sesudah sanggama.
“Apa iya..?” Restian pura-pura tak mengerti. Padahal dia sadar apa yang terjadi.
Dia berfantasi berhubungan seks dengan Kamalia, tetangganya.
***

Esok harinya..
Siang, pukul setengah tiga. Restian kepanasan di jalan. Dia habis keluar karena satu urusan dan baru turun dari angkutan umum.
Di luar kompleks Citra Kencana ada toko swalayan, dan yang pertama terpikir oleh Restian adalah minuman dingin.

Dia masuk ke toko swalayan, menuju lemari es tempat botol-botol dan kaleng-kaleng minuman dingin ditaruh..
mengambil satu kaleng, lalu langsung menuju kasir.
Ternyata di depan kasir ada seseorang yang dikenalnya: Kamalia, dengan banyak sekali belanjaan yang sedang dihitung.

“Ngeborong nih..?” sapa Restian.
“Eh, Mas Restian. Iya nih, sudah lama nggak belanja, jadinya banyak banget yang dibeli. Mas beli apa..?”

“Ini aja..” Restian mengacungkan kaleng minumannya. Dia melihat belanjaan Kamalia dalam lima kantong plastik.
Dia terpikir bahwa tetangganya itu tidak kira-kira, mau mengangkut lima kantong sekaligus sendirian..?

Kamalia membayar, lalu berusaha mengangkut belanjaannya.
Restian membayar minumannya, kemudian menghampiri Kamalia.

“Aku bantu ya. Kelihatannya kamu kerepotan..” Restian mengambil dua kantong plastik yang kelihatan paling berat.
Kamalia tersenyum manis. “Makasih, Mas Restian..”

“Kamu bawa kendaraan..?” tanya Restian.
“Enggak. Jalan kaki ke sini..” jawab Kamalia dengan nada polos. “Tadinya nggak niat belanja sebanyak ini..”

“Kubantu bawa sampai rumah ya..?” Restian menawarkan.
“Ah, jadi bikin repot..” Kamalia menolak sopan. “Nggak usah, Mas..”

Tapi Restian bersikeras, dan Kamalia menerima saja. Jadilah mereka berjalan berdua.
Kompleks Citra Kencana cukup besar sehingga perjalanan dari toko swalayan di depan ke rumah mereka lumayan jauh.

Mata Restian tak lepas-lepas dari Kamalia.
Kamalia menguncir rambut kemerahannya; dia memakai kaos putih leher sabrina..
yang memamerkan keindahan pundaknya, dengan dua tali bra hitam membalut kedua bahu.
Bawahannya rok lipit hitam selutut dan sandal.

Ketika menengok ke bawah, Restian bisa melihat kuku-kuku kaki Kamalia dicat merah.
Sementara ketika memandangi wajah Kamalia selagi mengobrol, Restian memperhatikan alisnya yang dibentuk indah.

GLUDUGG. Terdengar bunyi petir dan mendadak langit berubah mendung.
Restian dan Kamalia masih setengah jalan ke rumah ketika hujan mulai turun, langsung deras.
Keduanya basah kuyup. Kaos putih Kamalia menempel ke tubuhnya.

Meski Restian agak lega karena panas teriknya hilang, dia juga tidak mau hujan-hujanan.
Mereka berdua tak ada yang bawa payung.

“Ayo cepetan yuk, hujan nih. Kita lari..?” ajaknya.
Kamalia mengangguk. Keduanya pun mulai mempercepat langkah, lalu berlari.

Ketika berlari itulah Kamalia terpeleset karena sandalnya licin. Dia tersungkur ke trotoar, menjerit kaget.. “Aihhh..!!”
Restian mencoba menyelamatkan, tapi Kamalia keburu jatuh. Bajunya basah semua sampai menerawang, rambutnya juga.
Kamalia meringis dalam posisi terduduk di trotoar basah, roknya tersingkap.

Restian tak bergerak, tak tahu harus berbuat apa. Jangan melihat..? Bantu Kamalia bangun..?
Dia tidak bisa melepas pandangannya dari tubuh indah Kamalia—

Akhirnya Restian menjulurkan tangan. Dia membantu Kamalia bangun.
Kamalia membereskan roknya yang tersingkap.

Dia meringis. “Aduhh, mata kakiku sakit, Mas. Tolong.. Aku boleh pegangan ke Mas ya..?”
Restian mengiyakan, dan mereka berdua melanjutkan perjalanan hujan-hujanan..
dengan Kamalia menggelayut ke lengan Restian.. terpincang-pincang karena mata kakinya terantuk.

Keduanya makin basah kuyup karena tak lagi berlari. Untungnya rumah mereka sudah dekat. Mereka menuju ke arah rumah Kamalia.
Kamalia mengeluarkan kunci pintu lalu membuka pintunya. “Masuk dulu aja, Mas..” undangnya.

Pucuk dicinta ulam tiba bagi Restian, sebenarnya. Tapi dia berusaha basa-basi.
“Nggak usah, nanti ngerepotin..” katanya.
“Udah nggak apa-apa. Nanti aku bikinin teh. Mau ya?”

Restian tidak merasa ada alasan untuk menolak. Mereka berdua melangkah masuk.
Restian menaruh belanjaan yang dibawanya di lantai, lalu sadar pakaiannya basah semua.

“Duduk aja di sana, Mas. Nggak usah takut ngotorin..” Kamalia mempersilakannya duduk di satu kursi dengan penutup kulit imitasi.

Kamalia masuk ke satu ruangan, lalu muncul lagi sesudah beberapa menit mengenakan kimono handuk, membawakan handuk ke Restian.
Restian menerimanya lalu langsung mengeringkan tubuh sebisanya.
Tapi bajunya masih lumayan lembab. Dia ingin buka baju.. Tapi ini bukan rumah sendiri.

“Sebentar ya, Mas, tehnya..” Kamalia menghilang lagi, ke dapur, dan kembali dengan cangkir berisi teh hangat.

“Kok cepat banget..?” tanya Restian.

“Aku biasa nyimpan teh hangat di termos, aku suka minum teh..” Kamalia menjelaskan, lalu duduk di kursi lain tepat di depan Restian.

Sambil menghirup teh, Restian tak lepas matanya dari Kamalia.
Entah sengaja atau tidak, kimono handuk Kamalia tersingkap di bagian dada.. sehingga belahan dada Kamalia terlihat dari depan.
Lama-lama Kamalia sadar, lalu balas menatap Restian sambil tersenyum genit. Restian sadar apa kesalahannya, lalu tersipu malu.

“Ada apa, Mas..?” tanya Kamalia melihat perubahan ekspresi Restian.
“Nggak, nggak apa-apa..” Restian menghindar. Dia buru-buru menghabiskan tehnya.

“A-aku pulang dulu ya..” Sesudahnya dia langsung bangun dan bergerak menuju pintu.
Kamalia juga bangkit, mengantarnya. “Makasih buat bantuannya ya, Mas Restian..” kata Kamalia sambil tersenyum.

Restian berlari menembus hujan yang masih turun ke arah pintu rumahnya sendiri, lalu masuk. Jantungnya berdebar keras.
Dan kejantanannya berdiri tegak.

Kamalia.. Tiba-tiba dia ingin sekali..

Tapi, sialnya buat Restian, Leily tak kunjung pulang malam itu. Baru menjelang tengah malam istrinya itu pulang.
Dan Restian tak mendapat apa yang diinginkannya. Dari istrinya.. maupun dari Kamalia, yang kini diinginkannya juga.
--------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
-------------------------------------------------------------------------------

Cerita 20 – Tetangga Cantik

Bagian 2

“Sayang..
aku harus kasih tau kamu, aku baru naik jabatan..” kata Leily pagi besoknya. Restian tersenyum dan memberi selamat.
“Gajimu naik dong..?” komentar Restian.

“Iya, tapi kelihatannya tanggungjawabku nambah. Aku bakal lebih sering pulang malam..”
“Nggak apa-apa, demi kemajuan karier kamu..”

Dan begitulah, pada hari-hari berikutnya jam kerja Leily makin panjang. Waktu sendirian di rumah bagi Restian makin panjang juga.
-----oOo-----

“Eh, tungguuu..! Kenapa nggak sekalian dibawa masuk dan dirakit..!?”
Seru Kamalia di depan rumahnya kepada dua orang pengantar barang yang beranjak masuk ke mobil boks mereka.

“Maaf Bu, tugas kami cuma mengirim. Kalau perakitan tidak termasuk. Permisi, kami masih ada pesanan lain yang harus dikirim..”

“Iiiihhh..!” Kamalia mengeluh kesal ketika melihat mobil boks itu pergi saja..
sementara di depan rumahnya tergeletak kardus besar berisi bagian-bagian lemari pakaian.

Kebetulan Restian mendengarnya, dan dia keluar melihat apa yang terjadi.
“Ada apa..?” Tanya Restian.

“Aku beli lemari..” kata Kamalia, menyebut nama toko perabotan terkenal, “tapi ternyata nggak termasuk pemasangan..
sudah begitu ini cuma ditaruh saja di depan rumah, bukan sekalian dibawa masuk. Mas.. Bantuin aku..”

Restian tersenyum dan langsung bergerak. Tapi karena kardus berisi bagian-bagian lemari itu memang berat, dia mengangkutnya berdua Kamalia.
Keduanya mengangkut kardus masuk rumah, lalu naik tangga ke kamar Kamalia untuk membongkar kardus.

Restian lalu mengambil peralatan dan merakit lemari baru itu di dalam kamar Kamalia, dibantu si pemilik kamar.
Kamalia dengan antusias memegangi bagian-bagian lemari selagi Restian menyekrup dan memasang.
Beberapakali keduanya saling sentuh selagi bekerja.

“Selesai..!” Seru Restian sesudah lemari itu akhirnya kelar dirakit.
“Yayyyy..!” Kamalia berteriak kesenangan.

“Eh, ternyata seru juga ya ngerakit lemari. Makasiiiih banget, Mas..” Sadar tak sadar, Kamalia merangkul Restian. Restian kaget, tapi senang.
“Mas pasti haus. Aku ambilin minum ya..” kata Kamalia.

Di atas tempat tidur Kamalia, baju-baju bertebaran. Rupanya Kamalia habis mengosongkan lemari lamanya.
Restian melihat-lihat baju-baju itu. Banyak yang berkesan seksi. Kaos ketat, berleher rendah, rok pendek, legging.

Dia ingat Leily sebenarnya punya baju-baju yang mirip. Tapi sekarang Leily jarang sekali memakainya.. sejak gaya berpakaiannya berubah.
“Ini..” Kamalia datang kembali membawa dua gelas es teh.

Keduanya lalu duduk di lantai sambil minum dan ngobrol ringan. Karena minum sesudah aktivitas fisik, keringat Restian mengucur deras.
Kamalia mengambil tisu dari atas meja riasnya, lalu mulai menyeka keringat Restian.

Wajah keduanya berdekatan. Dan Restian menyadari bahwa ketika di rumah pun Kamalia tetap berdandan..
dia melihat lapisan tipis bedak di pipi dan lip gloss di bibir Kamalia.

Bibir indah itu begitu dekat dengan bibirnya. Restian ingin menciumnya..
“Umh..” Restian menggumam, menahan keinginan yang sebenarnya.

Kamalia tersenyum, entah mengerti atau tidak. Namun memang senyumnya selalu bernuansa genit; akibatnya nafsu Restian terpancing.
Dan ternyata gumamannya itu ditafsirkan begini oleh Kamalia, “Mas capek ya..?”

“Iya, lumayan berat juga itu lemari. Kalau aku sendirian pasti nggak kuat..”

Kamalia berdiri lalu berjalan ke belakangnya. Lalu Restian merasakan tangan-tangan Kamalia memijat bahunya.
“Ahhh.. enak nih..” kata Restian senang.

Sekitar lima menit dia menikmati pijatan Kamalia di leher, pundak, dan punggungnya.

Tapi kemudian Kamalia berhenti.

“Su-sudah kan..? Aku m.. mau balik ke rumah ya..” kata Restian sesudah melongo beberapa lama memandangi kecantikan tetangganya.
Kamalia mengangguk. Keduanya berdiri, lalu turun.

“Mas sudah sering bantu aku. Kalau ada perlu apa-apa, bilang saja ke aku, Mas. Makasih yaa..”
Kamalia memegangi tangan Restian sebelum Restian keluar pintu.

Malam itu Restian kerepotan sendiri mengatasi nafsu dan fantasinya.
Ditambah lagi, Leily pulang malam dan mengaku capek.. sehingga tidak mau diajak berhubungan seks..
***

Besok sorenya Restian melihat Kamalia pergi naik taksi. Sambil menunggu Leily dia mengurus bisnisnya sampai malam.
Menjelang malam Restian mendengar ada taksi berhenti di depan rumahnya.
Lalu pintu rumahnya diketok. Restian turun, membukakan pintu. Ternyata sopir taksi.

“Malam Pak. Pak saya ngantar mbak ini, tapi dia ketiduran di dalam taksi saya. Rumahnya di sini kan..?”
Leily..? Restian mendekati taksi. Ternyata bukan Leily, melainkan Kamalia.
Si supir taksi salah berhenti dan mengira Kamalia tinggal di alamat Restian.

Kamalia terhenyak di kursi belakang, mata setengah terbuka. Dia langsung bertindak.
Pertama membayarkan taksi, lalu dia mengeluarkan Kamalia dari taksi dan memapah Kamalia ke arah pintu rumahnya.
Dia sempat bertanya ke sopir taksi, dari mana Kamalia. Sopir taksi menyebutkan nama satu klub malam cukup terkenal di kota.

Kamalia setengah sadar. Ketika dipapah ke pintu, dia mengoceh tak jelas.
Restian mencium bau alkohol; tetangganya itu rupanya bukan ketiduran, tapi mabuk.

Dia mencari-cari kunci rumah di tas Kamalia;
sesudah ketemu, dia membukakan pintu rumah, menyalakan lampu, lalu menaruh Kamalia di sofa ruang tamu.

Kamalia menggeletak, berbaring miring, entah sadar atau tidak dengan keadaannya. Meski demikian Restian harus mengakui, dia tetap menawan.
Restian sudah tahu tetangganya itu habis dari mana; dandanannya memang seperti orang mau clubbing.

Eyeliner biru elektrik di sekeliling mata, bedak ber-glitter, anting besar.
Rambut kemerahannya yang dikuncir agak berantakan, sebagian terjuntai menutupi sisi wajah, ujung-ujungnya yang dibuat ikal tetap menarik.

Gaun pendek merah ketat dengan aksen renda sepanjang sisinya, di balik cardigan lengan panjang putih.
Sepatu platform hak tinggi dengan ujung terbuka yang memamerkan kuku jari kakinya yang bercat merah.

“Air..” Restian mendengar ucapan itu keluar dari bibir Kamalia.

Dia pun menuju ke belakang, ke arah kulkas, mencari air minum. Dituangnya air ke dalam gelas.
Tapi ketika kembali, dilihatnya Kamalia berdiri terhuyung menuju tangga, berusaha naik.
Restian takut Kamalia tersandung, jadi dia langsung menaruh gelas dan membantu Kamalia naik tangga, sampai ke kamar tidur.

Dia membaringkan Kamalia di ranjang. Dilihatnya Kamalia sudah tak memakai cardigan;
Dia turun untuk mengambil gelas, naik lagi, berusaha memberi minum Kamalia.

Agak repot: dia harus menegakkan Kamalia, meminumkan air, sambil memastikan Kamalia menelan air itu agar tidak tersedak.
Airnya bahkan sampai tumpah-tumpah ke baju dan tubuh Kamalia.

Restian menyingkirkan gelas dan membaringkan lagi Kamalia. Tapi ketika dia mau pergi, Kamalia malah tiba-tiba merangkulnya..!
Tubuhnya jadi merapat ke tubuh Kamalia, kepalanya menempel ke dada Kamalia.

Jantung Restian berdebar keras ketika tubuhnya kontak langsung dengan tubuh Kamalia.
Segala sensasi dari tubuh tetangganya yang cantik itu menyerbu: wangi parfumnya..
desah nafasnya, lembut dan hangat kulitnya, sekal payudaranya.

Dalam film atau karya fiksi biasanya kejadian seperti itu akan berujung keintiman bagi mereka berdua.
Memang, Restian sebenarnya senang dipeluk seperti itu oleh Kamalia..
sekaligus gugup karena Leily bisa pulang kapan saja sementara dia sedang ada di rumah –kamar tidur..– Kamalia.

Susah payah dia berusaha melepaskan diri dari rangkulan Kamalia..
dengan sangat berat hati karena sebenarnya dia sangat ingin mencumbui tetangga cantiknya itu.
Dan tanpa sengaja pula beberapakali dia mencolek sampai menggenggam payudara Kamalia selagi melepaskan diri.

Akhirnya Restian lolos dari rangkulan Kamalia, dia berdiri dengan nafas memburu, wajah merah, dan kejantanan keras frustrasi.
Tetangganya itu seolah tak peduli dengan godaan tingkat tinggi yang baru dia lancarkan dalam keadaan setengah sadar..

Tergeletak di ranjang dengan baju bagian bawah tersingkap sampai celana dalamnya kelihatan..
baju bagian atas agak basah terkena cipratan air minum, dan ekspresi yang terlihat seksi--mata sayu dan bibir merekah.

Restian terpaku, tidak mau melewatkan kesempatan memandangi pose seksi di depannya, tapi lama-lama dia ingat harus segera pulang.
Sebelum meninggalkan tetangganya.. dia memberi bantuan kecil terakhir..
dengan membereskan gaun Kamalia yang tersingkap dan melepas sepatu Kamalia.

Lalu dengan kepala panas dingin dia buru-buru kembali ke rumahnya sendiri.
Untung Leily belum datang. Leily sendiri baru sejam kemudian muncul.
-----oOo-----

Pagi besoknya..
Restian membawakan tas besar buat Leily dan memasukkannya ke bagasi mobil, sambil berkomentar..
“Kamu sepertinya bekerja keras banget, sayang. Habis ini kamu cuti saja ya.
Kamu sudah pulang malam terus dan sekarang mau lembur sampai nginap di kantor juga. Ingat badan kamu..”

“Makasih perhatiannya ya, sayang..” Leily mengecup pipi suaminya.
Ketika dia mau masuk ke mobil, pintu rumah tetangga sebelah terbuka.
Kamalia muncul, memandang ke arah mereka berdua, lalu tersenyum malu-malu sambil melambai dan menyapa.

“Pagi, Mas, Mbak..” Restian balas melambai, sementara Leily melengos dan buang muka.
Sesudah duduk di balik kemudi mobil Leily berseru ke arah Restian. “Aku pergi dulu ya! Sampai besok, sayang..”

Leily mengeluarkan mobil dari garasi dan berbelok ke arah depan rumah Kamalia..
lalu berhenti di sana, membuka kaca mobil, dan menatap tajam Kamalia yang saling pandang dengan suaminya.

Dia tidak beranjak sampai Kamalia sadar dipelototi dan dengan malu-malu mundur lagi kembali masuk rumahnya.
Barulah Leily menjalankan mobilnya.

Sekitar seperempat jam kemudian Restian menerima serangkaian SMS dari istrinya.
Apa-apaan si lonte itu. Berani banget mandangin kamu kyk gitu.
Tumben tu mukanya kucel. Biasanya menor, bedaknya lima senti. Pasti abis pulang pagi, dipake semalaman sama om om.
Dia emang cewe gatel, kalo dia berani godain kamu awas aja kulabrak dia di rumahnya.


Restian, yang tahu kejadian sebenarnya, berusaha tidak menanggapi, dan membalas dengan mengingatkan.
Sayang, kalo nyetir jangan sambil sms, bahaya lho

Dan Leily membalas: Macet gila. Aaaaah.
-----oOo-----


Sesungguhnya Restian juga penasaran mengenai keadaan Kamalia sesudah dia tolong kemarin malam..
Jadi dia mengirim SMS ke Kamalia –mereka sudah saling bertukar kontak sejak Restian meminjamkan printer..–
Gimana kabarnya..?

Agak lama, baru Kamalia menjawab. Mas, aku boleh ke sana..?
Silakan
, jawab Restian.

Tapi aku takut, Mbak Leily marah ya sama aku..?
Dia udah ke kantor kok. Tenang aja
.

Iya Mas, tapi nanti aja ya. Disambung beberapa menit kemudian. Mas udah ada buat makan siang..? Kalau belum aku bikinin deh.
Restian menjawab belum.. sambil penasaran mengapa Kamalia mau membikinkannya makan siang.
Mungkin dia mau balas pertolongannya kemarin malam.

Pagi berlalu tanpa banyak peristiwa buat Restian, dia sibuk menerima dan mengurus order bisnisnya.
Dia sampai hampir lupa Kamalia mau datang ketika menjelang siang dia mendengar pintu rumahnya diketok.
oOo

Restian benar-benar ingin tahu kenapa Kamalia ingin selalu tampil dengan dandanan lengkap..
bahkan ketika sekadar bertamu ke rumah sebelah.

Siang itu Kamalia tampil dengan gaun babydoll kotak-kotak pink-putih.
Biarpun tidak sampai memakai ‘bedak lima senti’ seperti dituduhkan Leily paginya..
terlihat bahwa Kamalia sempat memulas alisnya.. memerahkan bibir dan pipinya.
Eh, bukan. Sepertinya warna merah di pipinya bukan karena kosmetik.

Kamalia membawa wadah berisi sesuatu, yang disodorkan ke Restian.
“Rendang..?” Restian melihat isinya. Inikah makan siang yang dia janjikan..?
“Iya, Mas. Aku coba bikin ini tadi pagi..”

Kamalia nyengir-nyengir konyol sambil berkomentar.. “Katanya bagus buat ngilangin hangover.. tapi pas bikin ini sakit kepalanya hilang sendiri..
jadi ya nggak apa-apa deh, buat makan siang aja. Cuma kalau rasanya mengecewakan maafin ya, soalnya pake bumbu instan..”

“Masuk, masuk..” Restian mempersilakan Kamalia masuk..
sambil bertanya-tanya dari mana tetangganya itu dapat teori bahwa rendang cocok buat mengatasi hangover.

Kamalia masuk dan membawa rendangnya ke ruang makan.
Restian mengambilkan piring, lalu mengajak Kamalia makan siang bersama. Sambil makan, mereka mengobrol.

Kamalia dengan malu-malu menjelaskan bahwa kemarin malamnya dia memang terlalu banyak minum di klub.
Dia ke sana bertemu teman-teman kuliahnya.
Restian jadi tahu bahwa Kamalia memang ikut pergaulan hedonis khas kampusnya.

Tapi kemudian pembicaraan jadi lebih serius ketika Kamalia mengungkapkan alasan mengapa dia minum.
“Aku berantem sama temanku di sana..” kata Kamalia, wajahnya berubah murung.

“Dia bawa pacarnya, yang aku kenal juga. Nggak tau kenapa, pacarnya malah jadi lebih banyak ngobrol sama aku..
terus temanku cemburu, udah gitu dia juga minum, jadinya dia ngamuk, bilang aku mau ngerebut pacarnya.
Jadinya aku nyingkir. Tapi aku sedih soalnya dia ngata-ngatain aku kasar, makanya aku jadi beli minum lagi. Eh, malah kebablasan..”

“Kamu emm.. nggak biasa minum..?” tanya Restian dengan hati-hati.
“Emh.. sebenarnya jarang. Malah biasanya enggak. Biasanya teman-teman minum, aku pesan soft drink aja. Sekali-sekali aja ikutan..”

Keduanya menghabiskan makanan. Rendangnya kurang enak menurut Restian, tapi dia tidak bilang itu.
Dia mengambil piring-piring bekas makan dan menaruhnya di bak cuci.

“Duduk dulu yuk. Kalau mau nerusin ngobrolnya..” ajak Restian.
Kamalia setuju. Toh dia juga sedang tak ada acara.
Mereka duduk di ruang tengah rumah Restian, di sofa.

Restian terus memandangi wajah Kamalia yang masih murung.
“Mas kok lihatin aku terus kayak gitu..” sindir Kamalia.

Restian merasa sudah waktunya dia lebih terbuka kepada tetangganya.
“Ah.. Gimana ya, habis kamu.. Emm, kalau laki-laki pasti bakal lihatin kamu terus..”

“.. Cantik..?” Kamalia memancing. Restian mengangguk malu-malu.

Kamalia meneruskan.. “Pacar temanku juga lihatin aku terus kemarin malam seperti Mas..
Makanya temanku marah. Cuma omongannya itu Mas, kasar banget ke aku jadinya. Dibilang sok cakep.. kegatelan.. genit..”

Bukan cuma temanmu yang pernah bilang begitu.. kata Restian dalam hati. Leily dan ibu-ibu tetangga juga.

“Heuhhh.. serba salah ya jadi cewek Mas. Pengen tampil sempurna, eh disirikin sesama cewek.
Padahal kan itu buat aku sendiri, bukan maksudnya mau macam-macam..” Kamalia memberi alasan.

Tapi perempuan memang begitu kan..? kata Restian dalam hati lagi. Sering iri dengan sesamanya, apalagi yang lebih cantik.
Di sisi lain, yang dimaksudkan Kamalia juga pasti bukan seperti yang dia katakan saja.

Restian memberanikan diri memegang tangan Kamalia untuk menenangkannya. Kamalia tak menolak.
Kamalia melanjutkan curhatnya. Temannya itu rupanya sahabat baiknya, makanya dia sakit hati ketika temannya menuduh dia menggoda si pacar.

Terbawa emosi, di ujung curhatnya Kamalia terisak sedih. Restian merangkulnya. Kamalia menyandarkan kepalanya ke bahu Restian.
Lalu percakapan bergeser karena Kamalia tidak mau lagi membahas temannya.

“Mas, aku mau tanya, kemarin malam itu kejadiannya gimana..? Aku nggak begitu ingat..”
Restian menjelaskan semua yang terjadi. Sampai ketika dia selesai memberi minum dan..
“Waktu aku mau tinggalin, kamu emmm.. ngerangkul aku..”

Kamalia membelalak, wajahnya memerah karena malu. “Terus Mas.. ngapain..?”
“Emm.. Tenang, aku nggak berbuat aneh-aneh sama kamu.. aku ngelepasin diri aja dari pelukan kamu. Terus kutinggalin kamu..”
Teringat kejadian itu, tanpa sadar Restian memandang ke arah dada Kamalia, yang terlihat karena potongan leher baju yang cukup rendah.

Kamalia memperhatikan ini. “Mas baik banget ya, nggak curi-curi kesempatan pas aku nggak berdaya..” katanya..
lalu dia merapikan bajunya, menutup belahan dadanya yang tersingkap.

Tanpa bisa ditahan, ekspresi Restian berubah kecewa, dan lagi-lagi itu disadari Kamalia.

“Lagi lihatin itu-ku ya..?” Sindir Kamalia. Restian nyengir, ketahuan. Kamalia bilang, dengan nada lirih..
“Nggak apa-apa kok.. kalau Mas.. ah, aku ngerepotin Mas terus, jarang bisa ngebalasnya..” Kamalia melanjutkan.

“Hari ini aja, aku bawain makan siang, eh jadinya ngebikin Mas mesti dengar curhatku. Maafin ya Mas kalau aku ngerusak mood Mas..
Aku mestinya bisa balas semua kebaikan Mas..” Dia menengok ke wajah Restian yang begitu dekat..

Tak lama kemudian, yang ditunggu-tunggu pun terjadilah. Awalnya adalah kenekatan Restian mencium bibir Kamalia.
Disodori bibir merah yang empuk dan membangkitkan nafsu itu, mana bisa dia tahan..?
Apalagi dia sudah tergoda selama berminggu-minggu, dan susah payah menahan semua godaan itu.

Ketahanan ada batasnya. Ditambah lagi pernyataan Kamalia yang pasrah dan seolah menawarkan diri.
Dan Restian juga sudah terpengaruh prasangka Leily, bahwa Kamalia ini gampangan.

Tubuhnya memepet tubuh Kamalia. Tak ditolak. Payudara Kamalia mendesak dadanya.
Bibir Kamalia menyambut bibir Restian, lidahnya pun ikut bermain.

“Mas.. Mau pegang..?” Lirih suara Kamalia menawarkan, melihat tangan Restian bergerak ke arah buah dadanya yang besar.

Kamalia mengangguk membolehkan, dan Restian pun menyatroni dada indah itu. Nafas Kamalia memburu.

Restian mulai berani, menyelipkan tangan ke balik baju Kamalia untuk menggenggam langsung payudaranya.
Berikutnya dia memelorotkan kedua tali bahu gaun itu sehingga tubuh atas Kamalia terbuka.

Sambil berciuman, dia bahkan melepas BH Kamalia.

Akhirnya Restian bisa juga melihat jelas sepasang payudara Kamalia yang selalu menggoda.
Bundar semok, dengan puting coklat muda, lebih besar daripada payudara Leily.

Selagi Kamalia mendesah-desah terbawa nafsu, payudaranya berguncang pelan dalam genggaman Restian.
Tangan Kamalia juga menyelip ke balik kaos Restian, berusaha melepasnya.

Payudara Kamalia segera jadi pusat perhatian Restian. Dia menjilat bibir lalu menciumi bagian samping kedua payudara Kamalia.
Kamalia merebahkan diri di sofa, pasrah menerima foreplay. Perlahan-lahan ciuman-ciuman Restian mendekat ke puting.
Lidahnya menjulur menelusuri bagian samping areola, lalu menowel-nowel puting, sebelum akhirnya puting itu dilahapnya.

Ketika Restian menyedot puting Kamalia sambil lidahnya bermain dalam mulut.. Kamalia menjerit enak.
Payudara sebelahnya tak dianggurkan, diremas-remas juga.

Lalu Restian berpindah, mengisap puting sebelahnya dan meremas yang tak diisap.
Desah dan gelinjang Kamalia menunjukkan bahwa si tetangga cantik itu menyukai perlakuan Restian.
Jari Restian memilin-milin satu puting, mulutnya menyedot-nyedot sebelahnya.

Mereka lalu berubah posisi, Kamalia duduk tegak memunggungi Restian, Restian meremas-remas kedua payudara dari belakang.
Restian mengangkat-angkat sepasang gunung kembar itu, membuatnya berguncang-guncang.

Kamalia mengangkat lengannya, merangkul ke belakang, merangkul kepala Restian. Restian juga menciumi tengkuk Kamalia.
“Ahh.. Mass.. enak.. susuku enak digituin Mas..” kata Kamalia sambil meremas rambut Restian.

“Anghh ga tahan, Masss..” Payudara besarnya ternyata sensitif..
menanggapi dengan baik semua sentuhan tangan Restian. Kamalia tak bisa menahan diri dan mendesah makin liar.
Restian merasakan kedua tangan Kamalia pindah dari belakang kepalanya ke punggung kedua tangannya yang sedang sibuk di dada.

Ekspresi si tetangga cantik berubah kaget. “Ohh.. Mass..!!” Kamalia terkesiap.. matanya membelalak.. mulutnya menganga membentuk huruf O..
Lalu mengulang-ulang.. “Oh.. Oh.. Oh..” kemudian menutup rapat selagi dia mengalami orgasme.

Restian merasakan kedua tangannya ditekan keras-keras, seolah Kamalia menyuruhnya mencengkeram sekuat mungkin.
“Ohh.. Mass.. aku keluarr..” kata Kamalia, sambil terengah seperti habis lari.

“Padahal cuma diremes-remes.. Kok bisa ya, Mas..?”
Restian sendiri baru tahu ada perempuan yang bisa dibikin orgasme hanya dengan dirangsang payudaranya.

“Mas.. tadi enak banget..” Kamalia bersandar di dada Restian, dadanya sendiri naik-turun tersengal-sengal, matanya menatap nanar.
“Ah, kann.. lagi-lagi Mas yang ngasih sama aku.. aku kali ini mau balas Mas..”

Kamalia berlutut di karpet di depan Restian yang duduk di sofa. Dia mengelus-elus bagian depan selangkangan celana Restian.
Restian memelorotkan celananya. Kamalia terus membelai-belai organ keras di balik celana dalam Restian.

Restian melanjutkan dengan melepas celana dalamnya. Penisnya mengacung di depan muka Kamalia.
Restian ingin tahu apa yang akan dilakukan Kamalia dengan kejantanannya.

Kamalia memandangi dan menggenggamnya dengan kedua tangan, mengelus-elusnya.
Restian mengira Kamalia akan menggunakan mulut dan lidahnya..
tapi Kamalia hanya membasahi tangannya dengan liur lalu mengusap-usapkannya ke batang kemaluan Restian.

“Mas suka ini kan..” Kamalia lalu menggenggam kedua payudaranya dari kanan kiri.
Kedua payudaranya diposisikan memeluk batang Restian. Lalu dia menghimpit batang itu dengan kedua payudaranya.

Tiba-tiba Restian merasakan hangat empuk meliputi kejantanannya. Sensasinya luar biasa dan Restian sampai hampir kehilangan kendali.
Penisnya terbenam di belahan dada subur tetangganya.

Kamalia mulai menggerakkan tubuhnya naik-turun, memijat ereksi Restian dengan buah dadanya.
Sesekali dia menunduk menatap kepala burung Restian, lalu menoleh menatap Restian dengan tatapan bernafsu.
Dia juga mendesah-desah, agaknya terangsang sendiri.

“Mas, ahh.. enak gak kupijet batangnya, Mas..?” Kamalia bertanya dengan nada genit.

Restian hanya menggumam.. “Ya..” Godaannya membuat Restian makin tak tahan.

“Eugh.. anunya Mas keras.. kenceng banget.. ngedesak-desak susuku..” Kamalia terus menggoda.

Restian sudah tidak peduli lagi kalau tahu-tahu Leily pulang atau ada tamu datang. Dia sudah siap membuang isi buah pelirnya.
Dia mengerang ketika semburan pertama sperma terlontar dari senjatanya.
Cratt.. cratt.. cratt.. cratt.. Tembakannya kena bagian bawah dagu tetangga cantiknya.

Semburan kedua lebih deras, menumpahkan seciprat cairan putih lengket di dada Kamalia.
Berkali-kali, peju tumpah di sepasang payudara yang cantik itu, juga di leher.

Sambil tersenyum dan menatap Restian.. Kamalia berkomentar.. “Mass.. aku disembur banyak banget.. pasti enak ya, Mas..?”
Restian balas tersenyum, sambil menggeletak lega di sofa.

Kamalia bersandar ke bagian dalam paha Restian.. dadanya belepotan mani.. rambutnya sedikit awut-awutan.
Keduanya terdiam untuk beberapa lama. Kemudian suatu bunyi memecah kesunyian.

Dering HP Kamalia.
Kamalia melihatnya.. lalu melotot. “Suamiku..” katanya lirih.. lalu menjawab telepon itu.

Ganti Restian yang melotot.
***

Dua gelas es teh setengah kosong terletak di depan meja makan.
Kamalia dan Restian kembali ke ruang makan, berbicara, awalnya canggung dan malu-malu, tapi kemudian keduanya sama-sama tersipu.
Keduanya sudah berpakaian lengkap lagi dan Kamalia sudah membersihkan dadanya.

“Tapi yang paling penting, kita jangan khilaf seperti tadi lagi ya, Mas..” kata Kamalia.

“Untung belum sampai.. hmm, hihihi..” Dia tertawa kecil, tidak berani menyebut apa yang bisa saja terjadi tadi kalau mereka melanjutkan.

Kamalia menjelaskan semuanya. Dia sebenarnya sudah menikah.
Suaminya, seumuran dengan Restian, sedang kuliah pascasarjana di luar negeri.

Dia sendiri tidak ikut karena kuliah juga. Keluarganya cukup kaya..
sehingga dia bisa hidup nyaman tanpa perlu bekerja, tapi dia memilih untuk tinggal di rumah itu sendiri karena merasa butuh kebebasan.

“Mobil Mercy yang waktu itu halangin mobil istrinya Mas, itu mobil ayahku, dibawa sopirnya..” Kamalia menjelaskan.
“Ayahku juga kadang mampir ke rumah, menengok..”

“Iya ingat. Waktu itu kamu dandan cantik banget..” kata Restian.
“Itu mau ke acara nikahan saudara. Ehm, tapi makasih pujiannya ya, Mas..”

“Suami kamu pasti senang, istrinya selalu tampil cantik. Sayang dia jarang ngelihatnya..”
“Oh, dia selalu lihat kok.. Biasanya tiap hari aku selalu selfie habis dandan, terus kukirim ke dia. Video call juga sering..” Kamalia menjelaskan.
Restian manggut-manggut.

Kamalia melanjutkan.. “Tapi memang orang suka salah paham sih. Mas.. Apa Mbak Leily nggak suka sama aku..?”
Restian bingung menjawabnya. “Gimana ya..? Emm dia.. ya dia belum tahu aslinya kamu gimana sih. Mungkin dia salah paham..”

“Nggak usah sungkan, Mas, terbuka aja. Aku sudah tau kok gosip tetangga sini tentang aku.
Mereka nggak sadar tapi sebenarnya aku ada di grup chat mereka juga.. Cuma nggak pernah ikut nimbrung..” kata Kamalia.

“Aku tau Mbak Leily memandang aku ini kayak gimana. Mas bantu aku lurusin salah pahamnya ya. Aku bukan cewek bookingan.
Kalau istri simpanan.. Aku emang istri orang, tapi resmi, bukan simpanan. Aku kadang keluar malam ya bergaul sama teman-teman..
sebenarnya nggak ganggu tetangga kan. Nah kalau soal penampilan.. mmm aku memang sukanya tampil begini, suamiku juga..”

“Jujur, Leily itu dulu gayanya mirip kamu sekarang..” kata Restian.
“Aku rada kangen gaya dia yang dulu. Sekarang penampilannya rada.. membosankan..”

“Bilang langsung aja sama Mbak Leily, Mas. Kan dia istri Mas sendiri. Kalau istri nggak menarik di mata suami nanti bisa bahaya lho..”
“Nanti suaminya ngelirik tetangga cantik di sebelah rumah ya..?” Ujar Restian.

Keduanya tertawa.
oOo

“Ohh.. ahh.. kontolmu enak Mas.. gede banget..”
Tubuh perempuan itu bergerak-gerak di atas pasangannya.. menghujamkan penis makin dalam.

Bibir merahnya meracaukan kata-kata jorok..
“Aku suka kontolmu, Mas.. gedean kontolmu daripada punya suamiku.. memekku enak diacak-acak kontol gede Mas..”

Mereka bersebadan dengan binal, sama-sama bergairah.
Penis itu berkali-kali menyodok titik kenikmatan, sampai akhirnya menimbulkan klimaks.

“Aku keluarr Maaass.. anghhhh.. aaaahhhggg..!” Kedut-kedutan vagina yang orgasme..
pada gilirannya memancing kejantanan itu menyemprot berkali-kali di relung vagina sampai sperma meluber keluar.
Keduanya terkapar dihantam klimaks berbarengan.

“Mas, kamu jago banget.. udah bikin aku dapat empatkali..”
“Kamu juga, Leil..”

Di suatu hotel.. Leily yang mengaku kerja lembur kepada suaminya sebenarnya sedang menginap bersama bosnya..
seorang laki-laki tua botak berumur 50-an.

“Sekarang kita jadi lebih gampang ketemuan ya, Mas..” kata Leily sambil bersandar di dada selingkuhannya.
“Suamiku nggak tanya-tanya kalau aku pulang malam atau nggak pulang. Makasih ya Mas sudah promosiin aku..”

“Yang penting kamu tetap kerja sebaik-baiknya ya..” kata si bos.. menatap wajah Leily.
Leily tersenyum nakal sambil mengelus-elus kejantanan si bos yang masih lemas.

“Siap, Pak.. Ayo kita terusin kerja lemburnya..?” (. ) ( .)
-------------------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Cerita 21 – Barang Pinjaman

Mbak Rini


Seperti biasa.. hari Minggu sore aku duduk-duduk di balkon kost-kostanku.. mau mandi rasanya masih malas.
Namaku Aldi.. 27 tahun.. profesiku sebagai seorang insinyur sipil.. asalku dari sebuah desa di lereng gunung Lawu.. Jawa Tengah.

Sesuai profesiku aku harus bekerja jauh dari rumah.. di proyek-proyek konstruksi seperti sekarang yang kujalani di Jakarta.
Sebelumnya tidak menjadi masalah bagiku untuk merantau ke manapun.. bahkan aku sempat hidup di hutan selama berbulan-bulan saat mengerjakan proyek jalan di Kalimantan.

Namun beberapa bulan terakhir ini terasa lebih berat bagiku.. karena aku baru saja menikah.
Tepatnya 6 bulan yang lalu aku menikahi Ana.. anak kepala desa di daerah asalku.
Hanya 3 minggu aku menikmati bulan madu menjadi pengantin baru.. karena aku harus segera kembali ke Jakarta untuk meneruskan pekerjaanku.

Dan sekembali ke Jakarta akupun harus menjalani kehidupan yang sama dengan saat sebelum aku menikah.. tinggal sendiri di kost-kostan seperti seorang bujangan.
Namun tentu saja ada yang berubah dan tak bisa sama.. yaitu kebutuhan seksualku.

Selama 3 minggu setelah pernikahan aku bisa melampiaskan nafsu birahiku sepuas-puasnya dengan tubuh Ana.. meski sebenarnya aku tidak begitu mencintai Ana.. namun tidak ada ruginya aku dijodohkan dengan dia.. secara status jelas dia anak orang terpandang.. secara pendidikan lumayan.. meski hanya tamat SMA.

Yang paling menyenangkan tentu secara fisik.. Ana memiliki tubuh yang bersih dan terawat.. kulitnya cukup putih.. pantat pinggul dan buah dadanya montok.

Semenjak malam pertama hingga tiga minggu cutiku kuhabiskan waktuku untuk mengocok vagina Ana dengan penisku.. menyemprotkan sperma sambil menjilati kedua buah dadanya yang kenyal dengan putting yang mungil.. menikmati surga dunia yang gratis bisa kupakai kapan saja.

Namun setelah cutiku habis aku harus kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pekerjaanku.. sementara aku belum siap membawa Ana bersamaku..
Yah.. masalah tempat tinggal dll.. termasuk ibunya yang masih berat berpisah dengan anak satu-satunya.

Jadilah selama 2 bulan lebih ini aku kembali tidur berteman guling.. sambil menahan nafsu berahi. Sementara untuk pulang ke kampung belum memungkinkan mengingat tenggat proyek yang begitu mendesak.

Dan sore itu hari aku pulang sedikit awal dan sebelum mandi aku duduk bersantai di balkon.. kebetulan kostku berada di lantai 2 dengan balkon yang menghadap ke deretan kost lain di belakang.

Tentu saja duduk di situ bukan tanpa tujuan.. karena dari balkon ini aku bisa cuci mata melihat jemuran celana dalam dan bra yang berderet-deret.. sambil sekali-duakali melihat cewek pemiliknya mengambil jemuran.. tak jarang hanya dengan memakai tank top dan celana pendek.. lumayan.

Sambil menunggu obat mata.. akupun membuka-buka HP melihat gambar-gambar bintang BF jepang yang kusimpan di dalamnya.
Dan si adik kecilpun bereaksi melihat tubuh-tubuh mulus yang telanjang itu.. terkadang tanpa sengaja tanganku refleks mengelus-elus benda pusaka itu dan membuatnya semakin mengeras.

Berahi yang memuncak dan gambar-gambar di hape membuatku lupa kalau aku masih berada di balkon. Ketika mendadak tercium bau segar sampo akupun tersadar dan menoleh dan.. Wuaaduh..!

Ternyata.. mbak Rini yang kamarnya di tepat sebelah kamarku sedang mengeringkan rambutnya di pintu kost.
Posisinya yang agak ke belakang membuatnya bisa melihat bebas ke layar hape androidku yang cukup besar.. dan itu cukup untuk membuatnya melihat jelas gambar-gambar cewek telanjang yang sedang kunikmati.

Damn..! Akupun jadi kikuk dan salah tingkah. “Eh mbak.. habis mandi ya..?” Sapaku kaku.

“Iya mas Aldi.. sekalian keramas nih biar seger..” jawabnya sambil tersenyum penuh arti.. sekilas matanya melirik ke bawah..
Dan.. Maaak..!! Batang penisku yang menegang rupanya menonjol jelas di balik celana pendekku.
Setengah mati aku berusaha mengubah posisi duduk namun tetap gagal menyembunyikan tonjolan itu. Sebodo ah..

Mbak Rini yang tinggal di sebelah kostku adalah seorang PNS dari Jawa Timur yang sedang mengambil kuliah S2 di Jakarta.
Demi mengambil jenjang studi itu dia rela berpisah dengan anak dan suaminya.

Meski kamar bersebelahan kami jarang sekali ngobrol.. paling hanya bertegur sapa saja.. karena memang jadwal kerjaku padat dan kadang mbak Rini pun harus kuliah sampai malam.
Baru sore ini saja kami sempat bertemu dalam kondisi yang sama-sama santai.

“Kok tumben mbak di kost.. gak kuliah ya..?” Tanyaku berusaha mencairkan kekakuan ini.

“Enggak mas.. kebetulan dosennya lagi ke singapura.. dan cukup banyak tugas yang harus saya selesaikan..”

Dan obrolan kamipun berlanjut semakin akrab. Membicarakan istriku dan keluarga mbak Rini juga.
Sambil ngobrol mbak Rini terus menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya yang masih agak basah.. matakupun melirik-lirik tubuh mbak Rini.. mencuri-curi pandang ke buah dadanya yang lumayan montok.

Apalagi dia hanya memakai kaos you can see berbelahan dada rendah.. membuat celah di antara kedua payudaranya menyita perhatian mataku.. termasuk kedua lengannya yang putih bersih.

Matakupun terus melirik-lirik hingga ke bawah.. celana pendek ketat dan kedua paha mbak rini yang mulus..
Duhh.. gawat.. si otong tambah gelisah nih melihat body mbak Rini yang seksi berisi.. meski usianya udah kepala tiga.
Ditambah bau harum sampo yang dipakainya keramas.. Grengg..!! Keras bener penisku.. menonjol jelas di balik celanaku

Dan.. Blarr..!
Bagai disambar petir rasaanya saat tiba-tiba mbak Rini berkata.. “Mas Aldy.. itu adiknya kenapa..? Kayaknya tegang bener.. hihihihi.. nahan yaaa..?”

“Eh.. iya mbak.. gimana lagi.. jauh dari istri..” jawabku terbata..

“Duh pasti berat ya..? Pasti sering ngocok sendiri nih..?” Kata mbak Rini sambil cekikikan..

What the hell-lah.. kataku dalam hati.. Meski muka merah padam kuberanikan diri menjawab..
“Hehehe gimana lagi mbak.. ketimbang jajan di luar.. takut penyakit.. ya terpaksa self service..”

“Wah.. pasti bayangin yang enggak-enggak ya..? Sambil bayangin siapa nih mas Aldy..?” Mbak Rini tak hentinya menggodaku.

“Ada deh mbak.. hehehehe.. paling sambil liatin jemuran celana dalam di depan tuh.. sambil bayangin isinya hehehe..”
Kami berdua pun jadi tertawa bersama.

“Untung saya gak pernah jemur celana dalam di balkon.. bisa-bisa ilang dicolong mas Aldy nanti..” obrolan kamipun semakin memanas..

Mbak Rinipun menceritakan meski terpisah dari suami.. namun tiap akhir bulan dia pasti pulang.. sehingga dia dan suami tak perlu menahan nafsu terlalu lama..

Setelah selesai mengeringkan rambutnya.. mbak Rini pun menaruh handuk di tempat jemuran di dekat pagar.. matakupun tak menyia-nyiakan kesempatan melihat bokong mbak Rini yang bulat terbungkus celana pendek ketat itu.

Selesai menaruh handuk.. mbak Rinipun berbalik.. lalu mendekat ke pagar yang memisahkan balkonku dengan balkon kamar dia.. lalu dicondongkannya tubuhnya melewati pagar.. didekatkannya wajahnya ke wajahku..

Sambil tersenyum mbak Rini berkata pelan namun mengagetkan..
“Mas Aldy.. kalau lagi butuh bilang aja ke mbak.. nanti mbak pinjamin punya mbak..”

“Ah uh eh..? Dipinjamin celana dalam mbak buat ngocok maksudnya.. eeeeee..?” jantungku berdebar kencang dan hampir aku tak bisa bicara.

“Pinjam celana dalam boleh.. mau pinjam isinya sekalian juga boleh hihihihi.. kalau mas Aldy mau.. biar udah tua gini punya mbak masih enak lhooo..”
“B-beneran mbak..?” Kataku hampir tak percaya apa yang kudengar.

“Ya, beneranlah.. mbak cuman mau bantuin mas Aldy aja.. lagian punya mbak juga nganggur di sini..
Udah.. mending sekarang mas Aldy ke kamar aja.. kasian tuh pusakanya.. pintu kamar enggak mbak kunci kok..”
Selesai berkata mbak Rinipun membalikkan badan masuk ke kamar.. sembari menutup pintu balkon.

Sejenak aku bengong.. mikir-mikir mimpi apa semalem.. lalu akupun buru-buru berdiri dan masuk ke kamar.

Di dalam kamar aku kembali bingung mondar-mandir sendiri.. Damn.. what the hell lah.. kapan lagi ada kesempatan seperti ini..
Birahiku kian memuncak membayangkan tubuh telanjang mbak Rini.

Tanpa berpikir lagi akupun segera menuju ke pintu kamar mbak Rini.. perlahan kuputar handle pintu dan ternyata benar tidak dikunci.
Akupun masuk ke dalam kamar mbak Rini dengan jantung berdebar keras.

Mbak Rini tampak sedang duduk di depan meja rias.. kaos dan celana hotpant yang tadi dipakainya sudah berganti dengan daster warna biru tanpa lengan.

“Eeh mas Aldy.. bentar ya mas..” katanya sambil terus menyisir rambutnya lalu.

Sebentar kemudian mbak Rini pun berdiri.. “Tolong kunci pintunya ya mas..” katanya sambil mengikat rambutnya ke belakang dengan pita.

Lalu mbak Rinipun berdiri dan berjalan menuju tempat tidur.
Disusunnya dua bantal lalu direbahkannya tubuhnya ke atas tempat tidur dengan bersandar ke kedua bantal itu.

“Sini mas.. jadi gak..?” Bisiknya sambil tersenyum nakal.. tangannya meraih sebuah majalah.

Dengan jantung deg degan berdebar keras akupun mendekat ke arah mbah Rini. Lalu perlahan duduk di samping tempat tidur itu.

Sambil tersenyum mbak Rini kembali bicara dengan suara pelan..
“Mas Aldy.. inget ya.. kita enggak bercinta lhoo.. mbak cuman 'pinjamin' aja buat mas.. Itung-itung membantu tetangga yang lagi gelisah..” ucapnya sambil tertawa pelan.

Mulutku seakan terkunci.. cuma bisa bersuara.. “Eemmm anu emmm anu..” Jiahahaha..

Mbak Rini sepertinya mengetahui kegugupanku.. perlahan ditekuknya kedua lututnya ke atas dan dibukanya lebar.. ditariknya daster biru itu ke pinggangnya.. dan.. Blass..! Terpampanglah sepasang paha sintal dan mulus.

Mataku pun liar menatap celana dalam putih tipis yang seakan penuh menampung vagina mbak rini.. methuthuk kalo orang desaku bilang.
Dan akupun tak mampu lagi mengendalikan adik kecilku yang semakin tegang mengeras.

“Udah mas.. jangan diliatin aja.. monggo digarap.. gak usah sungkan-sungkan.. dinikmati aja..” ucap mbak Rini sambil membuka majalah di tangannya lalu ditutupkan ke wajahnya.

Tak ragu lagi.. akupun bergeser ke atas ranjang.. duduk tepat di antara ke paha mbak rini..
Tak sabar tanganku segera menjamah dan mengeluh paha putih mulus itu.. bibir dan lidahku pun segera menyapu bagian dalam paha mbak Rini.

“Nghhh.. hhhh..” Terdengar mbak Rin mendesar perlahan.. membuatku makin bernafsu.

Tak sabar kuelus pelan gundukan vagina yang masih terbungkus celana dalam putih itu.. terasa begitu kenyal dan.. basah..

Rupanya mbak Rini udah cukup terangsang.. entah sensasi dan fantasi apa yang dirasakannya.. tapi vagina sudah begitu basah.. hingga cairannya menembus celana dalam yang dipakainya..

Sementara tangan kananku berusaha menelusup ke balik celana dalam mbak Rini..
Kupelorotkan celana pendek dan celana dalamku dengan tangan satunya..

Tuinkk..! Dan si otongpun langsung mencuat tegang begitu terbebas dan penjara sempak yang kupakai..

Mbak Rini masih terbaring dengan wajah ditutupi majalah.. kedua tangannya berpegangan ke tepi atas bantal yang dipakainya sandaran.. memamerkan ketiak dengan bulu ketek halus dan pundak yang seksi..
Nafasnya nampak mulai memburu.. membuat dada montoknya bergerak naik-turun..

Ah andai saja aku dipinjami buah dada itu juga.. Hais.. dikasi hati minta ampela nih.. hehe..

Jemari tangan kanankupun tak henti mengelus menekan dan bergerak di balik celana dalam seksi itu dan semakin berlumuran lendir yang keluar dari vagina mbak Rini..

“Lepas aja ya mas.. ganggu kayaknya..” semabari mbak Rini mengangkat pinggulnya.. lalu kedua tangannya dengan cepat mendorong celana dalam itu melorot melewati kedua lututnya dan tumitnya.. dan.. voila..!

Vagina yang dihiasi bulu bulu jembut keriting-keriting lembutpun terpampang bebas di depanku.. beberapa centi dari kontolku yang semakin berdenyut-denyut menuntut pelampiasan..

Sebenarnya aku pingin agak lama bermain dengan lubang surga itu.. tapi selain si otong yang sudah keras membatu rasanya dan nafsu yang sudah di ubun-ubun.. serta ada rasa bingung juga.. namanya barang pinjaman.. masa’ dipakai lama-lama..? Hehehe..

Tanpa menunggu lama lagi akupun mendekat ke pangkal paha mbak Rini yang semakin mengangkang memberi jalan buatku..

Kubuka lebar mulut vagina mbak Rini dengan jemari tangan kiriku dan segera kutempelkan ujung kontolku.. lalu.. Slebbh..!

"Nghhhh.." Kudorong dengan penuh nafsu.. Jlebb..! Menghujam ke dalam liang berlendir yang penuh rasa nikmat itu..

Kurasakan tubuh mbak Rini terguncang perlahan.. dadanya terangkat dan kedua tangannya meremas ujung bantal yang dijadikan sandaran kepalanya.. aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya karena tertutup oleh majalah yang sedaritadi ditaruh di atas wajahnya.. entah apa tujuannya.. Tapi aku tidak peduli.. karena aku sedang sibuk oleh rasa nikmat dan birahi yang tengah mendapatkan pelampiasannya..

Setelah batang penisku melesak penuh di lubang vagina mbak Rini.. aku berhenti sejenak.. menikmati sensasi hangat dan rasa nikmat pijatan serta remasan dinding lorong vagina mbak Rini yang berdenyut-denyut seperti vacuum.. sambil menata posisiku untuk kemudian mulai kugenjot bagian tubuh terintim mbak Rini berirama.. keluar-masuk-keluar-masuk-keluar-masuk.. sambil sesekali kuhentakkan sedikit keras..
Clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. clobb.. jlebb.. jlebb..

Peluhpun membanjiri tubuhku.. hingga tak sadar aku pun mengerang.. “Aah.. ah.. ah.. ah..” sambil terus mereguk kenikmatan birahi yang kunikmati saat menyetubuhi tetangga kostku ini..

Segera kulepas kaosku dan kulempar ke lantai.. Rasa nikmat itu semakin memuncak seiring dengan gerakan pinggulku maju-mundur menusuk-nusukkan kontolku ke dalam lepitan hangat vagina mbak Rini..
Sesekali kuhentikan untuk mengatur nafas dan meredakan desakan si otong yang pengen segera menyemburkan pejuh..

Kulihat mbak Rini tidak bereaksi apa-apa.. selain kedua tangannya masih menggenggam ujung bantal sandaran kepalanya.. dan butiran keringat mengalir dari lehernya yang mulus mengalir ke belahan dadanya yang masih tertutup daster biru..

Jlebh.. clebb.. clobb.. clebb.. crebb.. clebb..
Kembali aku menggoyang.. merojok.. menghujam-hujam liang vagina mbak Rini sambil memeluk kedua paha mulus sintal itu..
Ahh.. lendir putih tampak melumuri bibir vagina dan batang kontolku yang keluar-masuk di liang nikmat itu..

Aku terus menggenjot.. ”Aah.. ah.. ah.. ah.. ah..”

“Nghh.. oghh.. oghh.. ughh.. ughh..” Tempat tidur di kamar kost itu sampai berderit-derit seolah mau roboh..

Hingga setelah beberapa menit akupun mulai tak tahan lagi..
“Mbak.. aku mau keluar.. gimana nih..? Gak pake kondom..” ujarku dengan nafas tersengal sambil tanpa berhenti menggerakkan pinggulku maju-mundur..

“K-keluarin di-d-dalam aja mas.. gak pa pahhh..” balasnya setengah mengerang nikmat.

Mendengar jawaban mbak Rini itu.. akupun segera menghentakkan pinggulku.. melesakkan batang kontolku dalam-dalam ke vagina mbak Rini..

“Erghhh..” erangku nikmat sembari tubuhku mengejang merasakan orgasme dan.. Croott.. Croott.. Crott.. Crott.. Crott..!
Si otong pun menyemburkan air mani.. tumpah ke dalam vagina mbak Rini yang terasa begitu panas membara..

Tubuhku kembali mengejang seakan menguras setiap tetes sperma yang tersisa.
Vagina mbak Rini terasa berdenyut-denyut seolah memijat dan memeras habis sperma yang kumiliki.

Kulihat tangan mbak Rini terlepas dari ujung bantal lalu merenggut dan menarik sprei tempat tidur saat tubuhku menggelinjang menahan nikmat orgasme di atas tubuhnya..

Beberapa detik berlalu namun rasa nikmat itu terus mendera..
Sloppp..! Kutarik perlahan si otong yang mulai melemas keluar dari lubang surga yang telah berlepotan lendir kenikmatan campuran mani dan cairan nikmat vagina mbak Rini..

Mbak Rinipun bergegas menyambar celana dalam di atas sprei dan untuk menampung spermaku yang mengalir keluar lubang vaginanya.. banyak.

“Wah banyak mas Aldy.. Puas gak..?” ucap mbak Rini sambil tersenyum-senyum.

“Luar biasa mbak Rin.. puas banget.. punya mbak Rin enak banget rasanya.. lebih enak dari punya istri saya..”

“Hus.. jangan gitu mas.. jangan dibandingi.. karena tiap wanita tidak sama. Apalagi istri mas kan masih muda banget.. belum pernah dijamah lelaki lain pastinya..”

“Tapi beneran kok mbak.. Enak..”

“Ya.. iyalah.. mas kan udah nahan lama.. makanya terasa enaak..”

“Makasih ya mbak.. Duh.. gimana harus bales nih..?”

“Gak usah dibales.. kapan aja mas Aldy butuh bilang aja.. gratis kok..”

Mbak Rini meraih tisu basah di atas meja.. lalu asyik membersihkan selangkangannya dari sisa-sisa lendir..
Sementara aku terbaring lemas di tempat tidur..

Beberapa saat kemudian mbak Rini menyusulku berbaring.

“Mas gak usah balik kamar. Di sini aja.. siapa tahu ntar masih pengen lagi.. kalo saya ketiduran perkosa aja hehehe..” ucapnya sambil tertawa kecil.. Wuahh.. cantiknya tetangga kostku ini kalo sedang pingin.. Haha.. (. ) ( .)
------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Cerita 22 – Syahwat di Celah Dinding Rumah Kontrakan

Bagian 1


L
arsih, 26 tahun dan suaminya Tono, 32 tahun, tinggal di rumah petak kontrakan di samping kanan kamar pasangan suami isteri Mas Diran, 38 tahun dan Murni, 28 tahun.
Dan di samping kirinya tinggal Mak Sani, janda tua 64 tahun, yang tinggal sendirian karena anak-anaknya sudah pada menikah dan berada di tempat lain.

Pasangan Larsih dan Tono serta para tetangganya itu tinggal di deretan petak-petak rumah kontrakan di bilangan kota Bekasi.
Ada sekitar 3 atau 4 rumah petak lain yang sejenis juga tersebar di sekitar rumah yang ditempati Larsih dan Tono itu.
Rumah-rumah itu rata-rata berbentuk bangunan panjang sederhana dengan deretan petak ruang-ruang kamar ukuran 3 X 6 m2.

Dalam ruang yang sempit itu para penghuninya melakukan berbagai kegiatan rumah tangganya.
Fungsi dapur, kamar tidur dan ruang keluarga atau ruang tamu saling silih berganti sesuai kebutuhan.
Antara petak satu dengan lainnya hanya dibatasi oleh dinding tipis yang terbuat dari tripleks.

Dinding itu telah banyak mengelupas di sana-sini. Pada beberapa bagiannya bahkan juga ada lubang-lubang.. sehingga bukannya tidak mungkin tetangga yang satu mengintip tetangga lainnya.

Secara berkala Larsih dan Tono menempelkan kertas koran di sana sini pada dindingnya untuk menutupi bolong-bolong itu sebelum mereka mengecatnya.
Dengan dinding macam itu, untuk saling tegur sapa antar tetangga mereka tak perlu secara khusus berhadapan atau keluar rumah.

Mereka sudah terbiasa lempar omongan di antara dinding-dinding itu.
Sambil melakukan kegiatan sehari-hari mereka bisa saling bicara dari tempat masing-masing.
Mereka ini memang orang-orang yang mudah dengan cepat menyesuaikan diri dan terbiasa menghadapi hidup yang serba kekurangan di tengah kota besar macam Bekasi itu.

Akan halnya keluarga Larsih, Tono suaminya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan angkutan. Hampir setiap hari dia berangkat kerja dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pada pukul 7 malam.
Maklum.. dia menggunakan kendaraan umum.. yang apabila kesiangan di pagi hari akan kena macet di jalanan.. sehingga berakibat terlambat sampai di kantor.

Sebaliknya pada saat pulang tidak mudah mendapatkan tempat di bus kota yang berjubel itu.
Dan tentu saja hampir setiap hari pula Larsih harus sibuk sendirian di rumah.
Sesekali dia ngobrol sama Mak Sani atau tetangga lain untuk sekedar membuang rasa bosan.

Adapun tetangga samping kirinya, Mas Diran dan istrinya Murni, adalah juga orang-orang yang sibuk. Mas Diran bekerja sebagai Satpam di kompleks pergudangan Bekasi.

Dia bekerja bergilir, seminggu tugas malam, dari pukul 6 malam hingga pulangnya pukul 6 pagi, kemudian seminggu berikutnya tugas siang dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pukul 6 malam.
Istrinya, Murni bekerja sebagai perawat di rumah sakit bersalin di bilangan kecamatan tidak jauh dari rumahnya.

Jadi pada waktu-waktu tertentu di siang hari rumah Mas Diran dan Murni kosong selama satu minggu.. karena Mas Diran kebetulan kena giliran jaga di siang hari.
Dan pada minggu lainnya sesekali Larsih melihat Mas Diran yang sedang santai di rumahnya karena kebagian gilir jaga di malam harinya.

Begitulah kehidupan per-tetangga-an mereka selama berbulan-bulan hingga.. Terjadilah peristiwa dan cerita ini..
Peristiwa dan cerita yang penuh nafsu syahwat birahi, yang akan mengubah suasana dan situasi kehidupan mereka yang tinggal di deretan rumah kontrakan sederhana itu.

O, ya.. lupa. Perlu dijelaskan bahwa untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus pada mereka tersedia tempat dan fasilitasnya untuk digunakan bersama. Secara bergantian tentunya.
Dan di situlah terjadi saling ketemu, saling tegur dan saling pandang antar tetangga satu sama lainnya.
Dan dari sini pulalah awal dari segala peristiwa dan cerita ini..

Larsih adalah perempuan yang suka sibuk. Dia tidak mau diam. Selalu ada yang dia kerjakan.
Di samping setiap hari dia membersihkan dan merapikan rumahnya yang kecil itu Larsih juga senang memasak dan mencuci pakaiannya atau pakaian suaminya.
Hampir banyak waktunya dia habiskan di dapur dan tempat mandi dan cuci.

Dan tentu saja tetangganya, dalam hal ini Mas Diran justru sering melihat dan berjumpa Larsih di tempat ini.
Pada saat dia kena gilir jaga malam se-siang hari Mas Diran yang sendirian.. karena istrinya lagi kerja banyak keluar-masuk di tempat mandi dan cuci ini.

Karena seringnya bertemu berdua saja, mau tidak mau seringlah terjadi saling tegur sapa antara Larsih dan Mas Diran.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Larsih yang baru 26 tahun itu memiliki daya tarik seksual yang lumayan.
Ibarat kembang.. Larsih ini sedang mekar-mekarnya dan ranum.
Semerbak bau dan tampilan tubuhnya bagaikan madu yang mampu membuat mabok para kumbang dan kupu-kupu.

Tubuhnya yang nampak 'getas' dengan tingkahnya yang gesit membuat dia demikian mudah memancing syahwat para lelaki normal yang melihatnya.
Dan tentu saja syahwatnya Mas Diran yang juga lelaki normal itu.

Diam-diam selama ini Mas Diran memang selalu memperhatikan sosok Larsih.
Dia cukup 'kesengsem' dengan istri tetangganya itu.

Dan dari waktu ke waktu Mas Diran sering dan semakin merasa sepi saat tidak bisa menyaksikan Larsih berada di tempat mandi dan cuci.
Dia jadi gelisah. Mondar-mandir atau mengintip ke belakang di tempat mandi cuci itu.

Tak dipungkiri bahwa Mas Diran suka membayangkan betapa nikmatnya kalau bisa berasyik masyuk dengan Larsih.
Dia melihat banyak kelebihan Larsih dari istrinya Murni. Dia melihat dan membayangkan betapa Larsih akan sangat 'panas' saat berada di ranjang.

Dia bisa merasakan bagaimana perempuan dengan betis kecil dan dada yang bidang macam Larsih itu.. akan menjadi kuda betina liar yang terus meringkik kehausan saat bergelut di ranjang.

Mas Diran juga membayangkan bagaimana susu Larsih yang belum melahirkan anak itu akan menjadi kenyal saat mendapatkan sentuhan atau sedotan dari lidah atau bibir lelaki.

Susu yang pada saat kena sentuhan birahi akan membuat putingnya naik terangkat dan mencuat ke depan.
Warnanya yang merona merah akan sangat menantang seseorang untuk mendekatkan bibirnya dan mengisapinya.
Mas Diran tidak bisa mengelakkan penisnya yang selalu ngaceng saat membayangkan pesona Larsih yang istri tetangganya itu.

Akan halnya Larsih sendiri, dia menyadari dan tahu bahwa dirinya termasuk seorang perempuan yang memilik pesona seksual.
Banyak lelaki dan khususnya Mas Diran yang tetangganya itu sering kepergok saat memperhatikan tubuh indahnya.
Beberapakali, atau seringkali dia mencuri pandang dan melihat bagaimana Mas Diran melotot matanya melihat tampilan dirinya.

Sebagai perempuan muda, Larsih tidak menutupi kebanggaannya saat ada lelaki, siapapun dia, yang menunjukkan ketertarikan atau kekaguman pada dirinya atau pada tubuhnya.
Bukankah itu merupakan semacam pengakuan dari para lelaki bahwa dirinya cantik, menarik dan pantas dikagumi..?

Dan Larsih termasuk perempuan yang selalu haus pengakuan macam itu.
Walaupun Tono suaminya tak pernah berhenti memuji kecantikannya dia masih juga senang saat ada lelaki lain yang memperhatikan dengan penuh nafsu pada bagian-bagian sensual tubuhnya.

Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan tulang pipinya yang tinggi dan membuatnya nampak manis itu. Dia tahu Mas Diran sangat suka mempehatikan bibirnya saat dia sedang berbicara apa saja.

Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan lehernya yang jenjang dan bahunya yang lebar, seakan menunggu kesempatan kapan untuk bisa mendaratkan lidah dan bibirnya di atasnya.

Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan celah di antara buah dadanya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan ketiaknya saat menjemur pakaiannya.

Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan pantatnya yang seksi saat dia nungging menyapu lantai tempat mencuci.
Dia juga tahu bagaimana mata Mas Diran berusaha menembusi celah roknya saat dia jongkok di tempat cucian.

Dia juga tahu dan merasakan betapa Mas Diran pengin melihat bagian-bagian tubuhnya yang sangat rahasia.
Dan Larsih sangat menikmati bagaimana Mas Diran memuaskan matanya untuk menikmati pesona tubuhnya.

Dia sangat senang saat melihat mata Mas Diran yang melotot seakan hendak menelanjangi dan melahap tubuhnya.
Hingga Larsih akan kesepian dan gelisah pada saat tak ada Mas Diran.

Pada saat Mas Diran kena giliran jaga siang hari, hati Larsih menjadi kosong dan merasa sendirian.
Larsih menjadi malas berbuat apapun. Malas masak, malas nyuci, malas mandi dan malas lain-lainnya.
Dia merasa kehilangan pengagumnya. Dan dia juga seakan kehilangan semangat hidupnya.

Begitulah.. hingga pada suatu pagi..
Lokasi di rumah kontrakan pagi ini nampak sunyi. Murni sudah berangkat kerja.
Tono sudah berangkat kerja pula. Kebetulan Mak Sani juga sedang pergi nginap di tempat anaknya di Serang.

Nampak Larsih dengan cuciannya yang menggunung, karena baru saat ini pengin nyuci sesudah 4 hari bermalas-malasan.
Dia nampak sibuk dengan memilah-milah dan menggilas pakaian-pakaiannya. Pagi ini dia menunjukkan semangatnya kembali.

Dia tahu mulai hari ini Mas Diran untuk selama satu minggu ke depan akan selalu berada di rumah pada siang hari.
Dia kena tugas jaga di malam hari selama seminggu.

Sesudah satu minggu menunggu dalam sepi, hari ini Larsih sudah bertekad akan banyak nyuci atau masak yang membuatnya bisa mondar-mandir di tempat mandi dan cuci ini.
Dia sudah rindu akan mata hausnya Mas Diran yang seakan menelanjangi dan hendak menelan tubuhnya itu.

Dia sudah rindu akan pandangan penuh birahi Mas Diran yang bisa membakar semangat kerjanya pula.
Dia merasakan betapa dari setiap pandangan mata Mas Diran pada bagian-bagian tubuhnya membuat dirinya sangat bangga dan tersanjung.

Pagi ini Larsih lebih dari sekedar nyuci. Pagi ini Larsih sengaja berdandan khusus untuk Mas Diran.
Dia memakai baju atas yang memperlihatkan belahan dadanya lebih membelah, di samping lebih menunjukkan keindahan bahu dan ketiaknya.

Baju atasnya itu hanyalah sepotong kain yang membungkus sebagian kecil dadanya dengan tali kecil yang nyangkut ke bahunya.
Dengan baju macam itu Mas Diran akan lebih bisa menikmati keindahan tubuhnya, ketiaknya dan belahan dadanya.

Larsih juga mengenakan rok yang sangat pendek.
Dia ingin menunjukkan betisnya yang ranum bak padi bunting serta membuat lebih banyak menampakkan bagian dengkul hingga naik ke sedikit pahanya.
Pada saat jongkok, bukan tidak mungkin Mas Diran juga berkesempatan melihat secercah celana dalamnya.

Jantung Larsih berdesir saat mengkhayalkan bagaimana nanti Mas Diran terpukau pada saat menyaksikan bagian-bagian tubuhnya yang sensual dan sangat rahasia ini.

Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Larsih sudah tak sabar menanti kehadiran Mas Diran.
Mas Diran memang biasa bangun siang sesudah tugasnya yang hingga pagi hari itu.
Biasanya dia baru keluar untuk mandi sekitar pukul 10 pagi. Tetapi untuk pagi ini, mungkinkah dia keluar lebih awal..?

Hati Larsih melonjak girang sekaligus deg-degan saat mendengar gerendel pintu rumah Mas Diran dibuka.
Dengan hanya bercelana kolor dan kalung handuk Mas Diran keluar dari rumahnya.

"Pagi, Dik Larsih. Sudah rajin nih, ya. Bagaimana kabarnya. Dik Larsih dan Mas Tono sehat..?” sapa ramah Mas Diran.

Dengan muka berona kemerahan karena menahan desirnya jantung dan hati, Larsih menjawab.. "Pagi Mas Diran. Baik. Baru bangun ya..!?”
Sambil menebar senyuman dan matanya menatap tubuh Mas Diran.

"Iya, nih. Semalam benar-benar begadang karena ada satu teman yang absen. Saya mesti menggantikannya. Ss.. Saya kk.. Kehilangan giliran tidurnya, dd.. D.. Dik..” kali ini jawabannya agak tersendat.

Mas Diran menyaksikan betapa Larsih nampak sangat membangkitkan birahinya dengan pakaiannya yang banyak terbuka itu.

Sepertinya Larsih langsung tahu. Dia gembira hatinya karena tujuannya tercapai.
Kemudian sambil pura-pura membetulkan ikatan rambutnya, Larsih mengangkat tangannya hingga ketiaknya yang mulus dan indah itu nampak terbuka lebar.

Bak seorang penari yang sekaligus koreografer, dia juga menggerakkan bagian-bagian tubuh lainnya dengan harapan Mas Diran bisa menikmati keindahan leher lehernya, belahan dadanya dan juga bibir sensualnya.

Dia menyahut omongan Mas Diran dengan sedikit melempar umpan..
"Yaa.. khan ada Mbak Murni, Mas. Tentunya khan ada dong.. Sambutan di pagi hari..” sambil sedikit melepas senyuman dan lirikan matanya yang menggoda.

Seperti gayung bersambut, Mas Diran merespon dengan penuh pemahaman dan dorongan untuk 'jemput bola'.
Dengan gaya 'lelaki yang penuh derita' dia menjawab..
"Ah.. nggak koq, dik. Setiap pagi saya datang, setiap pagi itu pula Murni siap berangkat. Jadinya yaa.. Selalu selisiban, begitu..”

Mas Diran juga sempat mikir, kenapa kali ini Larsih ini kok demikian beda. Pakaiannya beda.
Duh.. tuh lihat.. belahan dadanya.. dan ituu.. ketiaknyaa.. Huuhh.. Indah banget, sih.. Pasti wanginyaa..
Dia memang tahu, Dik Larsih ini seneng kalau diperhatikan.

Apalagi kalau saat memperhatikan menampakkan pandangan kekagumannya. Tetapi kali ini..
Dan omongannya lebih berani. Bukankah omongannya tadi banyak mengandung godaan dan pancingan-pancingan..?

Adakah Larsih dilanda rasa sepi..? Adakah Mas Tono, yang suami Dik Larsih kurang memberikan makanan batin..?
Mungkinkah Larsih ini kesepian dan sengaja menunggu sentuhan-sentuhan birahinya.. ah.. jangan terlalu jauh..
Kasihan Dik Tono..
begitu pikir Mas Diran. Tetapi tak perlu dipungkiri, penis Mas Diran ngaceng juga.

Rasa sepi hati Larsih telah sedikit terobati. Dia sudah menyaksikan kembalinya sang pengagum dirinya.
Persiapan yang sungguh-sungguh untuk disuguhkan kepada pengagumnya juga sudah dia lakukan. Dia sudah memakai baju yang paling menarik.

Dengan berpura-pura membetulkan ikatan rambutnya dia sudah menyuguhkan pesona ketiaknya, leher jenjangnya dan belahan dadanya pada Mas Diran dengan cara yang sangat atraktif dan mendebarkan hati.

Dia juga sudah sudah membuka omongan dengan omongan yang tak biasanya. Omongan yang nyata-nyata bisa menjadi umpan pancingan. Omongan yang mengandung goda. Sebenarnya dia juga nggak tahu, kenapa omongan itu keluar begitu saja dari mulutnya..!?

Bukankah omongan macam tadi bisa menimbulkan pertanyaan aneh dan menggoyahkan hati serta pikiran Mas Diran..!?
Ah.. Mas Diran nampak beranjak untuk mandi.

Sepintas Larsih mengikuti dengan ekor matanya hingga Mas Diran masuk dan menutup kamar mandinya.
Dia melihat betapa tubuh Mas Diran itu demikian kekar sehat.
Dia melihat sepintas betapa dadanya penuh otot. Mas Diran bisa merawat tubuhnya. Tidak seperti dada Mas Tono yang kerempeng itu.

Larsih juga memperhatikan betapa dengan tubuh jangkungnya Mas Diran, ada kali sekitar 175 cm, sungguh membuatnya tampil sebagai lelaki yang jantan dan tegap.

D-d.. Dan, seandainya kepalaku jatuh bersandar pada dada ituu.. Ahh.. jangan terlalu jauh.
Ada Mbak Murni.. jangann.. begitu lamunan Larsih yang langsung membuat wajahnya memerah.

Begitulah, nampaknya hari ini telah tumbuh sebuah komunikasi yang beda antara Larsih dan Mas Diran.
Komunikasi yang terasa bernuansa romantis walau yang tak ter-ucapkan dalam kata-kata vulgar.
Komunikasi dua insan manusia yang selalu haus akan penyaluran naluriah syahwatnya.

Komunikasi yang membuat hati keduanya berdesir-desir.
Komunikasi yang kemudian membuat dan menggelisahkan batin mereka berdua.

Sejauh ini komunikasi itu memang masih bersifat 'cara mata memandang serta ucapan pameo' yang bisa mengandung banyak makna.

Komunikasi itu memang masih di luar jangkauan akan makna 'hubungan'.
Makna 'hubungan' yang bisa lebih konkrit mengarah dalam bentuk komunikasi fisik.

Tetapi komunikasi yang terjadi antara Larsih dan Mas Diran hari ini sudah memungkinkan berkembang ke arah 'bahaya', mengingat pada Larsih ada Tono dan pada Mas Diran ada Murni, pasangan-pasangan hidup mereka.

Bukan tidak mungkin mereka terseret ke komunikasi yang menyentuh hati.
Dan lebih jauh lagi menjadi komunikasi yang menebar panggilan birahi, seperti serbak bunga pada kumbang.

Atau nyanyian angsa jantan untuk menarik angsa betina.
Atau aroma kemaluan serigala betina yang menebar hingga tercium serigala jantan.
Dan akan lebih berbahaya lagi apabila komunikasi itu bergeser dan berubah menjadi 'hubungan' yang bersifat fisik.

Yang telah terjadi saat ini adalah; kalau tadinya antara mereka hanya saling curi pandang, kini baik Mas Diran maupun Larsih sudah berani langsung saling pandang.

Saling melirikkan matanya, saling mengangkat alis sebagai pertanda pada hal-hal yang belum mungkin terucapkan.
Saling menggoda dan menyindir pada hal-hal yang mengarah ke erotisme.

Tetapi bagaimanapun.. baik Larsih maupun Mas Diran masih memperhitungkan adanya tetangga yang tinggal di rumah petak yang lain di sekitarnya.
Mereka sangat menjaga jangan sampai terlanjur mengundang perhatian tetangga mereka itu.

Kalau hal itu terjadi akan berbahaya bagi kehidupan rumah tangga mereka dan akan sulit bagi mereka untuk bisa melangsungkan komunikasi selanjutnya.

Tetapi yang namanya panggilan syahwat dan birahi tak pernah putus akal.
Dewa-dewa cinta yang sangat kreatif selalu mengirimkan berbagai akal bulusnya.
Gagasan dan akal bulus para dewa cinta itu dengan gampang merasuki keduanya.

Lihatlah..

"Dik Larsih, kemarin Mas Tono bawa koran Kompas, khan..? Aku pinjam dong. Aku pengin baca berita Pemilu 2004, nih..” terdengar suara Mas Diran dari balik dinding rumahnya yang penuh bolong itu.

"Ada, Mas. Aku antar ke depan rumah ya..” jawab Larsih.

"Nggak usah. Lewat sini saja dik. Dari arah bangku Dik Larsih ini khan ada bolongan. Cukup untuk nyeploskan koran. Gulung saja dulu, dik..” usul Mas Diran yang sangat unik, menggunakan bolongan dinding mereka untuk mengirimkan koran Kompasnya.

Dan sejak itu banyak dan beragamlah pemanfaatan lubang dinding dekat bangku Larsih itu.
Dari kiriman sambel kecap untuk makan siang, pisang goreng, pinjam ballpen, pinjam buku dan sebagainya.

Lubang yang letaknya kira-kira sepinggang di atas lantai itu terjadi karena triplek dinding yang telah keropos.
Semula sudah ditutup koran-koran yang ditempel dengan lem sagu. Tetapi ya, mudah lepas.
Dilem lagi, lepas-lepas lagi. Dan akhirnya setengah dibiarkan.

Lubang itu tidak tepat berbentuk bulatan. Dari atas turun memanjang hingga sekitar 12 cm dengan lebarnya yang 3 cm.
Tetapi kalau diperlukan, lubang itu bisa direnggangkan sedikit.. sehingga bisa untuk nyeploskan botol kecap yang besar itu atau lainnya.
Pada saat lain lubang itu kembali menyempit.. sehingga tidak menarik perhatian siapapun termasuk Tono suami Larsih.. maupun Murni istri Mas Diran.

Dengan lubang macam itulah akal bulus para dewa cinta bisa memanggil-manggil birahi dan syahwat manusia kapan saja.
Dengan adanya lubang pada dinding itu komunikasi erotis antara Mas Diran dan Larsih berkembang dengan sangat pesat.

Dari waktu ke waktu panah dewa cinta dengan pasti menembus dan membutakan mata dan hati mereka.
Kata-kata yang saling ejek dan goda dengan seling tawa saling dilontarkan antara Larsih dan Mas Diran melewati dinding rumah mereka.
Dan ucapan-ucapan mereka dengan cepat berkembang semakin bebas, semakin panas serta semakin vulgar.

Kini nampak keduanya sedang ber-asyik masyuk dengan saling berbisik antar dinding.
Larsih secara khusus menarik bangku plastik untuk kemudian duduk mendekat ke dinding dan lubang itu.
Demikan pula Mas Diran. Dia menarik kursi makannya untuk mendekati dinding dengan lubangnya itu pula.

"Gede donk punya Mas Tono..?” bisik Mas Diran melontarkan godaan 'hot'-nya.
"Ah, jangan mengejek lho. Dosa tuh. Memangnya seperti punya Mas Diran, bisa buat pentungan kalau lagi jaga malam..?” Balas Larsih disertai tawanya yang menderai tertahan.

"Ya.. tapinya banyak loh yang pengin kena pentunganku..” ganti Mas Diran yang ketawa.
"Ya, sudah. Sana cari yang suka pentungan Mas Diran..!” Ketus Larsih bernadakan cemburu.
"Eh, eh, eh.. Jangan marah.. ayolah say..” buru-buru Mas Diran membujuk Larsih.

Justru cemburu Larsih kian membara. Dia menganggap Mas Diran juga mengobral goda pada perempuan lain.
Dia merasa seakan Mas Diran punya perempuan simpanan. Mukanya cemberut. Dia tidak menjawab bisikkan Mas Diran.

Sesudah beberapakali berusaha memancing omongan Larsih, bisikan Mas Diran tetap tak mendapatkan respon..
Sekali lagi dewa cinta perlu ikut campur.

"Ya, sudaahh.. aku mau tidur sajaa..”
"Eeii.. Tunggu. Kembalikan dulu koranku. N'tar dicari yang punya..”

Kemudian Larsih menuju lubang di dinding, "Mana..?” permintaan ketusnya.
"Nih, ambil sendiri..?” Jawab Mas Diran dari balik dinding sambil menunjukkan koran di tangannya..

"Ceploskan saja..!”
"Nggak, ah, nanti robek. N'tar aku dimarahin Mas Tono, lagi..!”

Cemburunya yang masih membakar akhirnya kalah. Larsih takut nanti suaminya mencari korannya.
Dan apa katanya kalau ternyata koran itu ada di tempat Mas Diran.

Akhirnya dia mengasongkan tangan kanannya masuk ke lubang itu untuk mengambil korannya.
Melihat tangan yang indah dan lembut itu Mas Diran tak mampu menahan pesonanya.

Saat itulah Mas Diran kontan meraih tangan Larsih. Larsih kaget dan serta merta berusaha menarik tangannya.
Tetapi mana kuat melepaskan diri dari pegangan kokoh Mas Diran.

Sambil meronta-rontakan tangannya dia berteriak-teriak dalam bisikkan.. "Lepaskan. Lepaskan. Aduh.. Lepaskaann..!”

Tetapi Mas Diran justru lebih menggoda. Dengan memegang pada tangan kanannya, tangan kirinya mengelusi jari-jari Larsih.
Elusan yang cepat berkembang menjadi urutan-urutan.

Dan rontaan tangan Larsih itu pelan-pelan mereda. Cemburu Larsih padam. Dia menikmati elusan tangan Mas Diran. Sesaat hening.
Yang terdengar nafas-nafas dua insan yang terpisah oleh dinding tripleks.

Tiba-tiba Larsih disergap perasaan merinding. Dia seakan jatuh dari ketinggian tetapi tak pernah menyentuh tanah.
Dia merasakan ke-lengang-an yang nikmat pada saat jatuh itu. Ketinggian itu seakan tanpa batas.

Elusan tangan Mas Diran pada tangannya telah menyentuh sanubari dan membangkitkan nikmat.
Larsih seperti terlempar dan jatuh melayang ke awang-awang.

Akan halnya Mas Diran. Sebenarnya dia tidak sengaja dan merencanakan hadirnya tangan Larsih itu.
Tetapi ketika dia menyaksikan tangan lembut nyeplos dari lubang dindingnya, refleksnyalah yang meraih tangan itu.

Yaa.. macam inilah hasil kerjanya dewa cinta..

Dan saat tangan lembut itu meronta.. dia tak ingin melepaskannya lagi.
Dia sungguh mengagumi kelembutan tangan itu. Itu bukan macam tangan Murni yang kasar.
Dia langsung terdorong untuk mengelusi kelembutan tangan Larsih itu.

Duh, punggung tangan inii.. betapa indahnya.. Duh, jari-jari inii.. betapa lentiikk..
Dan tiba-tiba hadir sebuah dorongan yang sangat kuat.

Mas Diran mendekatkan tangan Larsih itu ke mukanya. Dia menciumi tangan itu.
Dan kemudian lebih jauh lagi dengan menjilat dan mencaplok. Mas Diran mulai mengulum jari-jari Larsih yang lentik itu.

Siirr.. Jantung Larsih terasa berdesir. Sebuah badai birahi mendera langsung ke sanubarinya.
Larsih seperti tersengat listrik ribuan watt saat ujung-ujung jarinya merasakan adanya sentuhan lunak kehangatan.

Dia memastikan Mas Diran sedang mencium dan memasukkan jari-jari tangannya ke mulutnya.
Sengatan listrik itu merambati seluruh bagian tubuhnya. Larsih merasakan seakan hendak pingsan.

Dia cepat berpegang pada dinding dan tanpa sadar dia merintih.. "Dduuhh.. Mas Diraann.. j.. Jj.. Jangaann..” tangannya kembali meronta kecil.
Kata 'jangan' yang keluar dari desah Larsih itu tanpa disertai upaya sungguh-sungguh untuk menarik lepas dari kuluman bibir Mas Diran.

Lumatan Mas Diran pada jari-jari Larsih disertai dengan sedotan-sedotan.
Dia isep-isep jari-jari itu dengan sepenuh perasaannya. Dia merasakan betapa lembut tangan Larsih di ujung bibirnya.
Dia juga menjilati telapak tangan Larsih yang terasa membasah karena keringat dinginnya.

Larsih menggelinjang hebat.
Dan tanpa sepenuhnya disadari tangan kiri Larsih mulai bergerak meraih kemudian merabai buah dadanya sendiri.

Badai birahi itu telah membuat Larsih tenggelam dalam samudra nikmat.
Dia bergetar dan menggigil merasakan kuluman mulut Mas Diran pada jari-jarinya.

Dia merasa nafsu birahinya seketika terdongkrak dan terpacu keluar.
Buah dadanya terasa sangat menggatal.. sehingga tangan kirinya serta merta meremasinya.

Jari-jarinya memijit-mijit pentil-pentilnya.
Dia juga meracau.. "Mmaass.. Mass.. Maass.. Jangaann.. Ampun Maass..” ucapan yang penuh paradoks dari bibir mungil Larsih.

Kata '..Jangaann..' itu semakin jauh dari makna sejatinya.
Kata itu justru untuk mengukuhkan kuluman Mas Diran pada tangan dan jari jemarinya.

Larsih semakin memperkeras pijitan pada pentil-pentilnya. Mas Diran semakin terbakar mambara.
Nafsunya yang tidak banyak tersalurkan pada istrinya kini pengin ditumpahkan pada Larsih.

Tetapi apa mau dikata. Mereka berada di ruangan terpisah.
Yang mereka bisa lakukan hanyalah berbisik atau seperti sekarang ini, merabai dan menciumi tangan Larsih.
Dan nampaknya Larsih telah menyerah dalam kendali Mas Diran. Dia tengah tenggelam dalam birahi syahwatnya.

Mas Diran jadi kini pengin tahu, adakah Larsih juga merindukannya..? Adakah Larsih juga ingin menyalurkan dorongan birahinya..?
Adakah Larsih akan memberikan respon balik sesudah tangan dan jari-jarinya kini dalam kulumannya..?

Pelan-pelan dia kendorkan pegangannya pada tangan Larsih.
Dia pengin tahu, apakah Larsih akan langsung menarik tangannya ke balik dindingnya.

Ternyata tidak.
Justru kupingnya menangkap desah lirih dari mulut Larsih yang mengesankan betapa haus perempuan yang istri tetangganya itu untuk dipuaskan syahwatnya.
Justru jari-jari Larsih kini meruyak-ruyak dalam mulutnya.

Sesaat Mas Diran tetap mengkulum dan menggerakkan lidahnya pada jari-jari indah itu sebelum akhirnya menarik lepas tangan itu dari mulutnya dan meraih tangan itu untuk mengembalikan ke balik dindingnya.

Larsih mengikuti apa yang menjadi kehendak Mas Diran.

Tangan Mas Diran terus menggamit tangannya untuk dikembalikan nyeplos melalui lubang dinding itu.
Tetapi ternyata tangan Mas Diran terus ikut nyeplos.

Lubang itu melebar ditembusi oleh tangannya yang kekar.
Tangan penuh otot yang coklat kehitaman, yang nampak banyak didera oleh kehidupan yang kasar dan keras itu kini berada di depannya.

Larsih berdesir terpana melihat tangan Mas Diran itu. Mau apa dia..?

Tangan itu bergerak menggapai-gapai. Larsih memastikan Mas Diran ingin meraih dirinya.
Dia memang tak akan bergerak dari tempat duduk bangku plastiknya.

Dan tangan itu berhasil menyentuh pahanya yang hanya memakai rok pendek.
Nampak dengan jari-jarinya yang kasar tangan itu merabai dan mengelusi pahanya.

Apa yang kini terlihat dan dirasakan Larsih sungguh suatu hal yang penuh sensasi.
Selama ini tak pernah satu orang lelakipun yang pernah menyentuh tubuhnya.. apalagi pahanya macam yang Mas Diran lakukan dengan tangannya ini.

Tetapi kini sebuah tangan lelaki yang berotot dan kasar itu datang nyeplos dari lubang dinding untuk mengelusi pahanya.
Kembali jantungnya langsung berdesir. Dan kembali badai birahi menderanya.

Kembali nuraninya serasa disengat listrik ribuan watt.
Darah Larsih yang tersirap membuat wajahnya serasa terbakar memerah.
Matanya tak lagi mem-fokus ke arah manapun. Pelupuk matanya setengah tertutup. Larsih terbawa arus birahi yang sangat nikmat.

Elusan-elusan yang sering juga diseling sedikit cakaran dari tangan Mas Diran mengaduk-aduk nuraninya dan membuahkan erang dan rintih nikmat yang penuh iba.

"Oohh.. Mmaass Diraann..” sambil tangannya seakan mau menahan gerak dan laju tangan Mas Diran.
"Maass.. Mass..”

Sementara itu tangan Mas Diran itu mulai menggeser sentuhannya menuju ke arah pangkal pahanya.
Larsih membiarkan tangan itu bergerak kemana maunya. Dia seperti sedang melayang.

Kenikmatan birahi ini membuatnya ngambang di atas bumi. Hingga terjadilah.

Tangan Mas Diran kini merabai bagian tubuh Larsih yang paling peka.
Tangan Mas Diran mengelus-elus pangkal paha dan selangkangan Larsih itu.
Tangan dan jari-jari Mas Diran meremas celana dalamnya untuk menggelitiki vagina Larsih.

Larsih menggelinjang dengan hebat. Nafasnya tersengal.
Tangan-tangannya mencari apapun untuk bisa dia pegang. Mulutnya merasa sangat haus.
Tangannya akhirnya memegang meremasi tangan Mas Diran.

Larsih merintih dengan diikuti tubuhnya menggoyang-goyang maju-mundur hendak menjemput rabaan tangan Mas Diran itu.
Begitulah perempuan. Dia menikmati antara 'ya' dan 'jangan', untuk membiarkan semuanya berjalan tanpa kendalinya.

Jari-jari ituu.. aacchh, uucchh..

Jari-jari itu meretas tepian celana dalam. Jari-jari itu menyentuhi bibir vaginanya.
Jari-jari itu berusaha merogoh vaginanya. Tangan Larsih mencekalnya lebih erat.

Bukan untuk menghambatnya. Tangan Larsih mencekal untuk mengkokohkan posisi tangan Mas Diran.
Larsih ingin jari-jari Mas Diran mengorek-orek lebih jauh kemaluannya. Larsih sangat merasakan kegatalan pada vaginanya.

Vagina Larsih telah basah oleh cairan birahinya. Larsih minta jari Mas Diran mengoboki lebih dalam lagi.
Tetapi tangan itu tak akan berhenti di sana. Tangan Mas Diran masih mau menjelajah.

Tangan itu melepaskan vagina Larsih yang telah membasah. Tangan itu meninggalkan siksa kepada Larsih.
Tangan dan jari-jarinya itu terus memanjati tubuh Larsih.
Ke perutnya sesaat, kemudian meluncur ke buah dadanya yang memang telah setengah terbuka sejak awal tadi.

Kini kenikmatan yang beda kembali melanda Larsih.

Tangan Mas Diran dengan liar meremasi buah dadanya. Jari-jarinya memelintir puting-puting susunya.
Bagaimana mungkin menghentikan desah dan rintih dari mulutnya..
"Ammpuunn, Maass.. Maass.. Maass..” hanya itulah kata-kata yang berkali dan berulang disuarakan.

Tetapi Mas Diran belum juga menghentikan gerak panjat tangannya.
Dia menjamah dan mengelusi leher Larsih sesaat kemudian meluncur ke atas lagi hingga jari-jarinya menyentuh sepasang bibir Larsih.
Jari-jari itu bermain di celah bibir dan menyentuh gigi Larsih. Jari-jari itu seakan merangsek ke mulut Larsih.

Dan tanpa komando serta tanpa sadar sepenuhnya, Larsih membuka mulutnya dan langsung mencaplok kemudian mengulum jari-jari Mas Diran. Ini memang salahsatu terminal birahi yang ingin dia rambah. Kini dia tahu dan percaya bahwa Larsih memang merindukannya dengan penuh dendam.

Mas Diran merangsang terjadinya respon Larsih untuk melumati jari-jarinya.
Kini dia juga semakin tahu. Istri tetanganya ini memang perempuan yang sangat lapar dan haus.

Mas Diran ingin menjawab lapar dan hausnya Larsih itu. Dia biarkan Larsih.
Dia memberikan kesempatan Larsih untuk memuaskan dulu lumatannya atas jari-jarinya.

Larsih yang kini telah histeris. Jari-jari dan tangan Mas Diran telah dibuat kuyup oleh bibir, lidah dan ludahnya.
Larsih dengan setengah membungkuk.. juga melatakkan lidahnya itu hingga ke lipatan lengan Mas Diran.

Maunya sih lebih jauh lagi. Tetapi dinding rumah kontrakan itulah yang mengatur semuanya.

Larsih juga membawa tangan dan jari-jari itu kembali merabai leher dan buah dadanya.
Larsih masih ingin buah dadanya berada dalam cengkeraman tangan kasar itu.

Tetapi dari balik dinding, Mas Diran punya mau ada beda.
Pelan-pelan dia tuntun dan gamit kembali tangan Larsih untuk dibawa nyeplos kembali ke ruangannya.
Di sana telah ada yang menunggu jamahan tangan Larsih. Mas Diran telah menyiapkan kejutan bagi Larsih.

Terus terang seluruh tubuh Mas Diran saat ini juga telah dikobarkan oleh nafsu syahwatnya. penisnya sudah ngaceng dan menyesakkan celananya.
Bagaimana nih, jalan keluarnya..!?

"Dik Larsih, Mas nggak tahaann, niihh..” rintih Mas Diran. Terdengar suaranya agak serak.
"Dik Larsih, Mas nggak tahaann.. niihh..”
"Dik Larsiihh.. tolong Mas, diikk..”

Rintihan Mas Diran itu semakin memacu nafsu birahi Larsih. Dia juga tidak tahu harus bagaimana.
Pada Larsih dan Mas Diran ada batasan-batasan yang tak mungkin diterjangnya.
Masing-masing tak mungkin saling mengundang atau saling bertandang. Apa kata tetangga nanti.

Tetapi Larsih sendiri juga semakin tertekan oleh kehendak syahwatnya.
Larsih juga memerlukan penyaluran gejolak nafsu birahinya.
Larsih juga telah ditelan badai syahwat yang menggelora. Dia diombang-ambingkan oleh prahara libidonya.

Pada vaginanya sudah dia rasakan ada cairan yang tak terbendung. Cairan birahinya telah membuat celana dalamnya basah kuyup.
Sementara jari-jari tangan kirinya tak henti-hentinya memijat dan memilin-milin puting susunya sendiri.

Ternyata diam-diam Mas Diran telah mengeluarkan melepaskan celana kolornya.
Dan kemaluannya yang gede panjang itu telah lepas keluar melalui tepian celana dalamnya yang nampak setengah kumal itu.

Dan tak bisa dia tahan, tangan kanannya kini nampak memijat-mijat dan mengelusi kemaluannya itu.
Tersirat 'precum'-nya yang bening meleleh dari lubang kencingnya.

"Dik Larsih, Mas nggak tahaann, niihh..” kembali rintihan Mas Diran mengiang di telinga Larsih.

Kali ini Larsih nampak iba. Bagaimana dia menolong Mas Diran.
"Diikk, aku nggak tahaann..” sekali lagi rintih serak Mas Diran,

Syahwat birahi Larsih-lah yang kini menjawabnya dalam bisik.. "Gimana dong, mass.. Larsih mesti ngapaiin..? Gimanaa..?”

"D-d.. Dik Larsih mm.. Mau b..Bantu Mass.. yaa..??”

"Gimanaa..??” Suara Larsih yang bernada desah dan rintih pula.

Itu bukan suara orang bertanya. Maksud ucapan itu adalah untuk mendorong tindakan Mas Diran.
Terserah Mas Diran, mau ke mana nikmat bersama ini akan dibawa.

Tiba-tiba Mas Diran menuntun tangan Larsih.

Dari balik dinding ini Larsih tidak melihat apa yang telah terjadi pada Mas Diran.
Dia tidak tahu kalau Mas Diran sudah melepasi celana kolornya.

Dan Larsih juga tidak melihat kalau kemaluan Mas Diran sudah lepas keluar dari celana dalamnya.
Tangannya pasrah mengikuti tuntunan Mas Diran. Darahnya berdesir dan jantungnya memukul-mukul dadanya.
Ke mana tangannya akan dibawa..?

Larsih menunggu dalam harapan yang cemas.. Tiba-tiba dirasakannya Mas Diran kembali menciumi telapak tangannya.
Ah, hanya itu.. demikian sesaat pikir Larsih sedikit menyiratkan kecewa.

Tetapi tunggu.. ternyata ciuman Mas Diran ini tak lama. Tangan itu kembali dituntunnya.

Mas Diran juga mengubah posisi pegangannya. Dia buka telapak dan jari-jari Larsih untuk kemudian dengan cepat digenggamkannya kembali.

Pada saat itulah Larsih baru menyadari dan merasakannya.
Sebuah bulatan batang yang panjang dan hangat kini berada dalam genggamannya.

Oohh, ini khan.. Kk.. K.. Kemaluan.. Mas Diran..!? Larsih terpekik kecil.
Dia sangat kaget. Dia tidak menduga Mas Diran akan membawa tangannya untuk menggenggam kemaluannya.

Tetapi ada yang lebih mengejutkan. Dan ini sama sekali tidak pernah dibayangkan Larsih sebelumnya.
Kemaluan Mas Diran ini demikian kerasnya, hangatnya serta gede dan panjangnya.

Larsih setengah tidak percaya akan apa yang sedang terjadi hingga Mas Diran membantu tangannya meremas-remasi batang penisnya itu.
"Ayyoo Dik Larsihh.. Bantuin Maass..” rintihan penuh iba Mas Diran sambil tangannya menekan-nekan genggaman tangan Larsih untuk meremas lebih keras kemaluannya.

Prahara birahi benar-benar telah membakar syahwat Larsih. Telah memporak porandakan statusnya selaku istri Tono.
Menghancur leburkan naluri setia seorang perempuan pada suaminya. Juga telah membutakan segala akal sehatnya selaku Larsih yang masih istri Tono.

Dalam keadaan begini dia sama sekali tak ingat lagi akan suaminya. Tak ingat lagi akan batasan kewajiban dan larangan.
Tak ingat lagi apa yang boleh dan tak boleh sebagai seorang istri.

Larsih kini lebur dan larut dalam genggaman nafsu syahwatnya sendiri yang menggelegak tak terkendalikan lagi.
Tubuhnya oleng kehilangan daya.

Dengan tetap menggenggam kencang penis Mas Diran.. Larsih jatuh terduduk di lantai.. bertumpu pada kedua lututnya.

"Dik Larsih, tolong Diikk.. diperes-peres gitu, lohh.. Ayoo..” bisik Mas Diran yang tidak tahu keadaan Larsih sambil mencontohkan pada tangannya untuk meremasi penisnya.

Larsih yang masih dalam keadaan 'syok' itu belum mampu mencerna apa maunya Mas Diran.
Walaupun dia tidak melepaskan genggamannya.. tetapi dia belum bisa mendengarkan bisikan dari balik dinding itu.

"Ayyoo, Dik Larsihh.. bantu mass.. ayo dipijit-pijit gituu.. Mas gatel banget, niihh..”

Dan akhirnya memang Larsih tahu. Dan apa mau dikata, rasanya bagi Larsih tak ada yang harus dipilih.
Dia juga dilanda rasa gerah dan gatal pada bagian-bagian pekanya.

Di samping situasi erotiknya yang semakin memanas, udara panas ruangannya juga ikut membuat keringatnya berkucuran dari seluruh tubuhnya.
Pakaiannya juga sudah setengah awut-awutan. BH-nya sudah terlepas hingga buah dadanya itu nampak telanjang.
Rasa gatal pada pentilnya membuat Larsih menjadi sangat histeris.

Dia tarik-tarik ujung pentil itu untuk dia sedoti. Tetapi betapa susahnya. Mulutnya tak bisa menjangkaunya.
Dan saat kupingnya mendengar suara penuh iba dari Mas Diran membuat Larsih menjadi semakin merana.
Permintaan dalam rintihan dan desah berbisik itu benar-benar membuat Larsih larut dalam gelombang syahwat yang menenggelamkannya.

Yang melanda Larsih kini adalah sebuah 'sensasi syahwat birahi'.
Bisa dikatakan sensasi.. karena Larsih belum pernah mengalami hal seperti yang sekarang sedang berlangsung ini.

Memang dia pernah meremas-remas. Tetapi meremasi kemaluan Tono suaminya berbeda banget dengan apa yang kini dalam genggamannya.
Di tangannya kini ada batang gede, panjang dan hangat.

Dia seakan sedang memegang lontong gede isi oncom yang baru keluar dari dandangnya.
Dan saat ngaceng seperti ini penis Mas Diran ini bukan main kerasnya.
Batang itu mendenyut-denyutkan uratnya yang beraliran darah. Denyutnya terasa teratur seperti saat dia memegang urat nadinya.

Sensasi syahwat birahi ini telah membuat Larsih merinding dan gemetar hebat.
Dia tak lagi kuasa untuk menolak nikmat macam ini. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya.

Dan mulailah tangan cantik dan lembutnya Larsih itu melumat-remasi kemaluan Mas Diran.
Kini Larsih mulai merasakan betapa mantapnya menjamah dan menggenggam penis gede macam ini.
Dan akhirnya bukan hanya meremas dan memijit.

Larsih juga mengelus dan mengurut-urut kemaluan Mas Diran dari ujung hingga ke pangkalnya.
Larsih juga merabai betapa lebat jembut Mas Diran itu. Dia rasakan adanya rimba yang tebal pada pangkal kemaluan Mas Diran.

Tangannya menarik dan jambaki gelimang rambut kemaluan itu. Dia juga mengelusi dan memijit halus bijih pelir Mas Diran.
Jari-jarinya merabai biji itu dan saat datang geregetannya dia sedikit memijit.. sehingga Mas Diran berteriak kecil merasakan ngilunya.

Dia rabai kepala yang mirip topi baja tentara Nazi itu.
Larsih bisa merasakan betapa licin dan mengkilatnya kepala penis Mas Diran yang sangat mengeras itu.
Jari-jarinya seakan mengelusi pucuk terong ungu yang licin besar.

Kemudian jari-jari itu merabai seputar lingkar leher penis itu untuk kemudian bergerak lagi merabai kepala serta lubang kencing kemaluan Mas Diran itu.

Jangan dikata nikmat yang dirasakan Mas Diran dari permainan jari-jari lentik dan rabaan tangan lembut Larsih ini.

"Duuhh.. Dikk, teerruuss.. Enak bangeett.. Dik Larsihh..”

Hati Larsih dirambati semacam perasaan tersanjung dan puas saat mengetahui Mas Diran menerima kenikmatan remasan tangannya.

Mas Diran mulai maju-mundur menggoyang-goyangkan pantatnya. Dia berharap Larsih mengocoki batangnya pula.
Goyangan maju-mundur pantat Mas Diran menandakan dia tak mampu menahan derita kenikmatan itu.

Mendengar rintihan yang keluar dari mulut Mas Diran, Larsih membayangkan..
Seandainya penis Mas Diran yang segede ini menembusi vaginanya, rintihan macam bagaimana yang akan keluar dari mulutnya itu.
Dan.. Betapa nikmat pula yang akan diraih dan didapatkan Larsih.
Kembali vaginanya menggatal.. dan terus melelehkan cairan birahinya hingga celana dalamnya semakin kuyup.

Permainan tangan Larsih itu memang bukan untuk menghilangkan kegatalan birahi kemaluan seorang lelaki.
Lumatan, pijatan dan urutan tangan Larsih itu justru mendongkrak syahwat Mas Diran untuk lebih dipuaskan lagi.

Kenikmatan remasan tangan Larsih membuatnya serasa terbang ke awang-awang. Nikmat itu kini mulai mencari terminal transitnya.
Nikmat itu harus ada saat terminalnya sebelum nyambung ke nikmat berikutnya.

Mas Diran merasakan air maninya mendesak-desak untuk keluar dari saluran penisnya.
"Ach.. Ww.. Uuch.. Aacchh..” terdengar ah uh Mas Diran merasakan desakan nikmatnya.
Air mani ini tentu akan sangat pekat karena telah lebih sebulan tak pernah tersalurkan.

Murni istrinya tak pernah punya waktu untuk berasyik masyuk melepas kerinduan dengan Mas Diran.
Dan kini ada Larsih perempuan 'hot' istri tetangganya yang dengan tangan lembutnya sedang mempermainkan saraf-saraf peka di sekujur batang tubuh penisnya yang gede panjang itu.

Dan lebih-lebih lagi mulut Larsih yang memperdengarkan desahan-desahan erotis itu yang semakin memacu syahwat birahinya,
"Enak ya maass.. Tangan Larsih..?? Terus ya Maass..?? Mas Diraann.. Larsih juga senaanng sekali bisa memuaskan Maass..”

"Enak, maass..?” tanya dalam desah Larsih berulang-ulang.
Tak pelak lagi pantat Mas Diran semakin tak terkendali maju-mundurnya. Rasanya air maninya tak akan mampu ditahan lagi.

Mas Diran kembali menghiba.. "Diikk Larsiihh.. Kencengin dong remasannyaa.. Cepetin.. Kocok-kocookk.. Yang cepeett..!” Erangnya penuh nikmat.

"Ayyoo, Ddikk, Mas Diran mau keluarr, nniihh..”

Dengar ucapan terakhir Mas Diran, Larsih tanggap. Dan lebih dari itu memang Larsih telah sangat menunggunya.
Dia ingin penis Mas Diran menyemprotkan pejuh-nya. Dia ingin tangannya kena semprotan air mani Mas Diran yang pasti sangat hangat itu.

Larsih juga ingin menyaksikan betapa air mani Mas Diran akan tumpah sangat banyak dan kental.
Larsih ingin merabai air mani kental itu. Mungkin juga akan dia jadikan lulur untuk dadanya, bahkan untuk lulur wajahnya..
Mungkin juga Larsih akan menciuminya atau menjilati air mani itu.

Larsih nggak tahu kenapa dan bagaimana keinginan seperti itu tiba-tiba hadir dari dalam dirinya.
Keinginan seperti itu bahkan tak pernah muncul saat berhubungan badan dengan suaminya selama ini.
Larsih terlampau merasa jijik saat air mani Tono kesenggol tangannya sekalipun.

Dan biasanya dia cepet-cepet cebok sesudah bersebadan dengan Tono.
Dia ingin selekasnya terbebas dari cairan yang menjijikkannya dalam liang vaginanya.

Tetapi dengan Mas Diran ini, justru dia mendapatkan dorongan nafsu birahi yang beda.
Rasanya Larsih Ingin melahap apapun yang keluar dari tubuh Mas Diran.

Dipercepatnya kocokan tangannya. Penis Mas Diran terasa semakin menegang dan semakin keras dalam genggaman tangannya.
Larsih merasakan pegal menggenggam penis segede itu.

"Yaa.. yaa.. teruss Dik Larsihh.. Enakk bangeett diikk.. Larsiihh, oohh Larsiihh, Larsiihh..”
Mas Diran menyongsong puncak nikmatnya sambil meracau memanggil manggil nama Larsih.

Pantatnya semakin kuat dan cepat maju-mundurnya.

Ah.. Akhirnya datanglah..
Dengan meremasi tangan Larsih dan juga menahan agar tangan itu terus mijat-mijatnya Mas Diran menunggu air maninya tumpah..
"Ampuunn.. Dik Larsihh.. Ampuunn.. Dik Larsiihh .. Enak banget Dik Larsihh..”

Diawali dengan meregang-regang sesaat penis Mas Diran menyemprotkan sperma dengan kerasnya.
Genggaman tangan Larsih merasakan sebuah kedutan yang sangat keras. Crott.. crott.. crott.. crott..!
Urat besar penis Mas Diran mengedut dan memompa keluar muncrat cairan putih kental. Air mani Mas Diran deras terpompa keluar.

Mungkin ada sekitar 8 atau sembilan kedutan besar yang memompa dan memuncratkan cairan putih kental itu.
Tangan Larsih merasakan cairan hangat berlumuran pada sekujur lengannya.

Telapak tangannya merasakan ada pelumas hangat kental yang memperlicin genggamannya.
Air mani Mas Diran telah berlelehan pada tangan dan lengan Larsih.

Untuk sementara Mas Diran merasakan kelegaan yang sangat mendalam.
Kehausan syahwatnya telah mendapatkan saluran keluar dengan muncratnya spermanya.

Kini dia membiarkan saat tangan Larsih mengendorkan dan melepaskan remasan pada kemaluannya.
Mungkin Larsih ingin menyaksikan sperma yang berlumuran di tangannya.

Dia menarik lengannya. Dia memang ingin melihat bagaimana air mani Mas Diran kini belepotan di tangannya.
Dia juga ingin sekali hidungnya mendekat untuk mengendusi baunya.

Dan saat tangannya keluar nyeplos dari lubang dinding itu Larsih langsung menyaksikan betapa air mani Mas Diran telah belepotan pada telapak, jari-jari dan lengan tangannya.

Mata Larsih melihat tangannya menjadi lebih indah dan sangat menggairahkan dengan sperma yang berserakan itu.
Saat mendekatkan tangannya yang berlepot itu ke wajahnya, hidungnya menangkap bau yang khas.
Bau air mani. Air mani yang keluar dari penis Mas Diran.

Pelan dan dengan lembut, Larsih mengusap-usapkan tangannya ke wajahnya.
Dia gunakan cairan kental yang keluar dari penis Mas Diran sebagai masker untuk mempercantik wajahnya.

Kemudian dia juga lulurkan sebagian lainnya ke leher dan kemudian dadanya.
Dia pencet-pencet dan lumur buah dada dan puting susunya dengan air mani itu.

Dia tak perlu malu pada Mas Diran. Karena dengan sedikit menjauh dan menepi ke dinding, Mas Diran tak akan bisa melihat apa yang dia lakukan.
Sebatas untuk melumuri bagian tubuhnya, Larsih telah memuaskan dirinya dengan air mani Mas Diran itu.
Memang Larsih belum tega hatinya untuk menjilat sperma itu. Perasaan jijiknya masih menguasainya.

Hingga sore hari tak ada bisikan antar dinding yang terdengar. Mas Diran tergolek lemas di ranjangnya. Dia langsung tertidur.
Dan Larsih sibuk menunggu air mani yang dilulurkan di seantero tubuhnya mengering sendiri.

Dia menikmati sensasi erotik dari cara itu.
Rasanya Larsih ingin membiarkan sperma kering itu tetap nempel pada tubuhnya sampai kapanpun.

Saat suaminya pulang, bekas-bekas lulur sperma Mas Diran di wajah dan lehernya telah ngelotok dan lepas.
Tono tidak lagi melihat sesuatu yang aneh di wajah dan lehernya itu.
Sementara pada dadanya Larsih telah menutupinya dengan kaos oblong yang memang dipakai sehari-harinya.

Dengan membiarkan kering dan ngelotok sendiri sperma Mas Diran yang dilulurkan ke tubuhnya Larsih mendapatkan semacam kepuasan erotis.

Sesekali bau khas air mani itu masih menyirat pada hidungnya.
----------------------------------
 
----------------------------------

Bagian 2

Malam itu, sebagaimana malam-malam yang lain Tono makan bersama istrinya.
Secangkir kopi dan sepiring pisang goreng telah melengkapi kegiatan makan malam mereka.
Sesekali tanpa sepengetahuan suaminya, Larsih melirik ke lubang nikmat di dinding itu.

Hatinya berdesir saat mengingat betapa lewat lubang itu tangannya telah menggenggam dan meremasi penis Mas Diran yang gede, keras dan hangat milik Mas Diran.

Larsih masih terkesan saat penis Mas Diran berkedut dengan kerasnya yang kemudian disusul dengan muncratnya air mani yang berlepotan di tangannya.

Sementara itu di rumah sebelah, Murni sedang sibuk merangkai bunga kering yang menjadi hobi utamanya.
Setiap ada kesempatan dia mampir di toko depan tempat bekerjanya untuk membeli bahan-bahan bunga kering.
Secara sambilan dia juga menjual hasil karyanya kepada siapa yang berminat. Banyak teman-teman atau tetangganya yang membeli hasil karya Murni.

Mas Diran, suaminya mendukung hobi istrinya yang juga terbukti bisa menghasilkan tambahan uang untuk dapurnya ini.
Walaupun terkadang dia harus sedia berkorban.
Sering Murni lupa membuatkan kopi saat suaminya hendak berangkat kerja.
Bahkan dalam pemenuhan konsumsi libido seksnya selaku suami istri, Murni juga kurang memberikan perhatian kepada Mas Diran.

Tadi sore mereka nggak sempat ketemu lama karena begitu Murni pulang, Mas Diran sudah siap hendak tugas jaga malam.
Murni juga nggak terlampau perhatian pada dinding rumahnya yang bolong-bolong itu.

Sesekali nampak suaminya menambal dengan kertas koran untuk kemudian disapu dengan cat dinding.
Sebelum berangkat menuju tugas malamnya, Mas Diran memastikan bahwa lubang tempat masuk tangan Larsih saat meremasi penisnya tadi tidak menarik perhatian istrinya.

Ah.. Indahnya lubang itu.
Masih terkenang betapa lewat lubang itu tangan lembut Larsih telah memberikan nikmat melalui remasan-remasannya.
Dia ingin sepulang kerja besok bisa mengulangi kenikmatan itu. Dia akan memberikan kejutan bagi Larsih.
Sore itu Mas Diran berangkat ke tempat kerjanya dengan membawa penisnya yang ngaceng sepanjang jalan.

Sepanjang malam itu Larsih tak bisa nyenyak tidurnya. Dia masih menyimpan obsesi birahinya.
Keasyikan ber-asyik masyuk dengan Mas Diran tadi siang belum memberikan akhir nikmat yang tuntas.
Memang dia merasa cukup puas saat mendengar bagaimana Mas Diran mendesah dan merintih karena remasan serta lumatan-lumatan tangannya.

Dia juga sangat puas bisa melulur wajahnya, lehernya dan dadanya dengan air mani Mas Diran.
Tetapi vaginanya sendiri yang sempat basah dan sangat gatal tadi belum menerima sentuhan apapun untuk menyalurkan syahwatnya.

Larsih nampak gelisah dalam tidurnya. Obsesi birahinya sempat terbawa dalam mimpi. Dia melihat Mas Diran sedang menyetubuhi istrinya Murni.
Dia menyaksikan betapa Murni menjerit nikmat saat kemaluan Mas Diran yang gede panjang itu menusuki vaginanya.
Kemudian dilihatnya pula bagaimana Murni nungging dan Mas Diran memasukkan senjatanya dari arah belakang.
Dia melihat bagaimana Murni mengaduh dan merintih merasakan hebatnya kenikmatan syahwat yang diraihnya.

Belum lagi usai mimpinya Larsih terbangun. Udara rumah kontrakannya yang sempit itu serasa sangat panas.
Dia perlu turun dari ranjang untuk minum untuk mengobati tenggorokannya yang kehausan.

Dilihatnya suaminya begitu lelap tidurnya. Mungkin karena bekerja seharian, Tono langsung tertidur begitu selesai makan malam tadi.
Begitulah yang sering ditemui Larsih dalam kehidupan suami istrinya.

Hingga pagi hari, praktis Larsih tak bisa benar-benar memejamkan matanya.
Ingatan akan peristiwa yang terjadi bersama Mas Diran kemarin siang benar-benar membuatnya menyimpan dendam syahwat yang memerlukan saluran keluar.

Betapa kemaluan Mas Diran itu demikian menggoda sanubarinya.
Penis yang demikian gede dan tegar itu pasti akan membuat setiap perempuan yang kehausan birahi siap bertekuk lutut kepada Mas Diran.

Dan mimpinya tentang Murni istri Mas Diran yang nampak demikian nikmat menerima tusukan penis suaminya..!?
Mungkinkah dia meniru Murni seperti dalam mimpinya..?

Mungkinkah dia nungging di depan lubang itu dan Mas Diran mau menusukkan kemaluannya dari sebelah dinding yang lain..?
Cukup lebarkan lubang itu untuk kemaluan Mas Diran..? Bisakah hal itu terjadi padanya..?

Ahh.. Bagaimana aku mesti menyampaikan keinginanku ini pada Mas Diran..? Demikian pikir Larsih.
Ah, bagaimana nanti sajalah.

Dari ranjangnya Larsih sempat mengamati lubang di dinding itu.
Lubang yang telah memberikan nikmat siang hari tadi dan akan memberikan nikmat-nikmat yang lain pada siang hari nanti.
------------

Sesudah menemani suaminya sarapan pagi dan kemudian melepaskannya untuk berangkat kerja Larsih kembali menyibukkan dirinya membereskan rumahnya.
Saat menyapu di depan, dia sempat menyaksikan Murni istri Mas Diran berangkat kerja pula.

Pada kesempatan itu Mas Diran yang melepas istrinya mengedipkan matanya.
Itulah bahasa teguran di pagi hari yang langsung membuat hati Larsih berdesir.

Sesudah diperhitungkan cukup jauh Tono maupun Murni meninggalkan rumah masing-masing, mereka berdua, Larsih dan Mas Diran bergegas mendekat ke lubang kenikmatan kemarin itu.

"Dik Larsihh..” panggil Mas Diran dalam bisikan dari sebelah dinding.
"Mas kangen banget niihh..” sambungnya.
"Mas nggak bisa tidur semalaman. Mas pengin menyentuh Dik Larsih seperti kemarin itu..”

"Sama Mas, aku juga nggak bisa tidur.. Aku mimpi Mas Diran bermesraan dengan Mbak Murni, loh..”
"Asyik banget. Sampai Mbak Murni jerit-jerit karena kenikmatan..” cerita Larsih tentang mimpinya.

"Ah, masa sih. Tapi Dik Larsih nggak marah toh..?” Goda Mas Diran.
"Ya, nggak toh. Khan sama istrinya sendiri..” begitu goda balik Larsih.

Tiba-tiba dilihatnya Mas Diran memberikan kejutan.
Tangan kirinya berhasil menguak lebih lebar lubang dinding itu dengan cara melipat triplek itu ke samping hingga tangan kanannya kini lebih leluasa untuk bergerak.
Lubang itu menganga kira-kira selebar ubin 20 X 20 cm.

Larsih jadi ingat kembali mimpinya. Tetapi..? Mungkinkah membuat lubang yang lebih leluasa lagi..?
Agar dia bisa nungging di depan lubang itu..??

Tetapi dengan adanya lubang itu untuk sementara telah cukup membuat situasi dan hubungan menjadi lebih berkembang.
Tanpa saling berkesepakatan Larsih dan Mas Diran langsung melongok ke lubang.
Mereka bisa saling pandang. Dalam pandangan penuh kehausan kedua insan saling mengamati wajah lawannya.

Dalam saling pandang itu Larsih dan Mas Diran semakin saling mendekatkan wajahnya.
Mata-ketemu mata dalam pancaran pandang yang sangat dalam.

Mereka juga saling mengamati pipi, dagu, hidung dan bibir lawannya dengan penuh kehausan.
Mereka masing-masing ingin mendapat tetapi sekaligus juga memberi.

Yang terjadi kemudian wajah-wajah itu saling mendekat. Mendekat. Mendekat.
Hingga nafas masing-masing saling menghembus wajah lawannya.

Hingga Larsih maupun Mas Diran bisa saling merasakan dan menangkap kehangatan wajah lainnya. Mereka saling menyentuh dan berciuman.
Ah.. Betapa kalau dua pasang bibir yang penuh dendam birahi berjumpa.
Saling sedot dan lumat lidah untuk menghapus dahaga. Setiap bibirnya serasa ingin meneguk sebanyak-banyak ludah pasangannya.

Desah-desah yang dalam saling bersambut. Kecipak bibir yang terkadang lepas dari gigitan atau sedotannya sering nyaring terdengar.
Kedua wajah haus itu saling memilin berputar sedikit untuk meraih posisi nikmat.

Mas Diranlah yang memulai melepas pagutan. Dia sedikit undur dari lubang nikmat itu.
Dia susulkan tangan kanannya menerobos dinding. Mas Diran mengulang kenikmatan kemarin. Kembali meremasi buah dada Larsih.

Larsih sedikit merana karena lepasnya bibir Mas Diran tetapi dia tidak protes.
Dia kini menyambut tangan Mas Diran pada susunya. Dia juga ingin kembali merasakan apa yang telah dia dapatkan kemarin.

Dia ingin rasakan kembali remasan tangan tangan Mas Diran pada bagian-bagian peka pada tubuhnya.
Dia bahkan menuntun tangan Mas Diran untuk menyentuhi puting susunya.

Uhh, jari-jari kasar inii.. Langsung memberikan nikmat dengan menyentuhku.. demikian desah Larsih dalam hati sambil matanya merem melek merasakan remasan jari-jari kasar Mas Diran pada kulit buah dadanya yang lembut dan mulus itu.

Kemudian saat jari-jari itu memilin putingnya.. "Aduuhh.. maass.. Aku nggak tahan mass.. E.. Ee.. Nak bangett, maass.. amppuun..”
Mas Diran sangat menyenangi jeritan siksaan nikmat dari mulut Larsih itu.

Pilinan pada putingnya semakin di putar-putar dan pelintir kecil. Terdengar nafas Larsih yang sangat memburu.
Mas Diran tahu betapa nikmat yang kini melanda syahwat Larsih.

Tangan Mas Diran juga merabai ketiaknya..
"Dik Larsih, Mas pengin menciumi ketiak Dik Larsih inii.. Mas pengin menjilati susu Dik Larsih..” bisiknya.
"Mas pengin menggigit-gigit pentil inii diikk.. Mas pengin melumat-lumat ketiakmu, Diikk..” demikian erang dan rintih Mas Diran yang berkesinambungan.

Larsih sangat tersanjung dan nikmat mendengar suara Mas Diran itu.
Gelora nafsunya terbakar hebat. Rasa haus yang sangat tiba-tiba menyerang tenggorokan Larsih..

"Aku haus, Maass.. akuu hauss.. Mas Diran..” Dia renggut tangan Mas Diran dari remasan susunya.
Dia kembali mengulum jari-jari kasarnya itu dengan penuh nafsu.

Larsih juga mulai menggigit penuh gereget pada batang-batang jari itu.
Entah dalam bayangan erotis macam apa, batang-batang jari kasar milik Mas Diran itu ternyata memberikan saluran akan obsesi syahwatnya.
Lidah dan ludah Larsih melumat dan membuat kuyup jari-jari itu.

Mas Diran merasakan betapa semakin histeris perempuan yang istri tetangganya ini.
Sementara itu dia juga merasakan penisnya semakin menuntut untuk dipuaskan.
Nalurinya melihat dan mengatakan bahwa Larsih bisa memberikan jalan menuju kepuasan itu.

Seperti mengalir begitu saja, tiba-tiba Mas Diran ingin bangun berdiri. Dia seakan tahu apa yang diinginkan Larsih.
Dia tarik cepat tangannya dari mulut Larsih dan keluar dari lubang itu.

Seperti rasa haus anak bayi yang belum tersembuhkan, tetapi botol minumannya telah direnggut dari mulutnya, begitulah perumpamaan bagi Larsih yang kembali kecewa saat tangan dan jari-jari Mas Diran ditarik dari kulumannya,

"Aacch, Maass.. Mass, toloong, Mas Diraann.. aku hauuss bangeett Maass..”
Larsih merana seperti hendak menangis sambil mengasongkan wajah dan bibirnya ke arah lubang nikmat itu.

Tidak lama, tiba-tiba tangis dan iba Larsih mendapatkan sentuhan. Jari-jari kasar Mas Diran kembali menyentuh hendak meruyak bibirnya.
Bibir haus Larsih langsung mencaploknya. Tetapi kenapa jari-jari ini jadi cepat membengkak..?

Dan, aahh.. Kok ada bau lelaki yang sangat kuat.. sepintas bau yang mengingatkan saat bersebadan dengan Tono suaminya..

Dengan sedikit heran Larsih mundur sesaat dari celah nikmat itu. Dia kaget saat mengetahui apa yang barusan dicaploknya.

Sebuah batang dengan ujung berbentuk bongkahan licin mengkilat dan berwarna merah kecoklatan.
Dan.. Larsih langsung tahu bahwa itu adalah kemaluan Mas Diran. Edaann..

Larsih tidak menduga kalau Mas Diran akan mengasongkan penisnya untuk dia kulum ke mulutnya.
Tetapi itulah rupanya yang Mas Diran inginkan.

"Iseplah Dik Larsih.. aku pengin banget Dik Larsih mengisep inii.. ayyoo, dikk, Mas pengin merasakan mulut Dik Larsih..”

Aah.. Bagaimana aku bisa menolak permintaan Mas Diran.
Aku sendiri sangat kehausan untuk menyalurkan keinginan seksku..
demikian suara batin Larsih.

Dia mencoba mengamati batang dan kepala penis Mas Diran. Duh, bukan main.. Kemaluan lelaki itu sangat mempesonanya.
Mata Larsih yang indah itu belum pernah menyaksikan kemaluan lelaki selain kecuali milik suaminya. Matanya belum pernah melihat penis segede dan setegar itu.

Kenapa kepalanya sebegitu mengkilat seakan menahan tekanan yang sangat kuat dari dalamnya..?
Bukankah karena Mas Diran sangat mendendam birahi padanya..??

Dan itu, lubang kencingnya yang besar menganga, nampak ada cairan bening yang meleleh keluar.
Itukah yang namanya pelumas..? Cairan yang hanya keluar saat birahinya terangsang..??

Larsih masih terbengong saat Mas Diran kembali mengasong-asongkan kemaluannya dan minta agar Larsih mengulum dan mengisepnya..
"Ayyoo, Dik Larsih.. Mas pengin Dik Larsih menciumi dan menjilati inii.. ayoo, diikk..”
Bisik rintih dari balik dinding yang berulang-ulang diperdengarkan oleh Mas Diran.

Merasa terdorong oleh rasa iba, tanpa sadar sepenuhnya tangan Larsih langsung meraih batang gede dan hangat itu untuk digenggamnya.

Ah, bagi tangannya batang ini tak begitu asing.
Bukankah kemarin siang Larsih telah mengurut-urut dan mengocokinya hingga cairan kentalnya tumpah.

Tetapi kini, oohh .. Lihatlah, dengan matanya betapa Larsih bisa melihat urat-urat kasar melingkar-lingkar di sekujur batang itu.
Dan lihatlah betapa kencang dan mengkilat kepalanya karena mendendam birahi.

Lihatlah betapa sangat mempesona dan menantang lubang kencing ini.
Tak pelak lagi, Larsih menjadi histeris menyaksikan apa yang kini dalam genggamannya.

Dengan histeris pula, sambil setengah menutup matanya mukanya ke depan dan mengusapkan ujung kemaluan Mas Diran itu ke wajahnya.
Ujung kemaluan yang melelehkan lendir pelumas itu diusapkannya ke pipinya.

Sepintas hidungnya juga mengendus untuk menangkap aroma kemaluan Mas Diran itu.
Ooohh .. Sedap sekali.

Ahh, Mas Dirann.. Biarlah aku memuaskan kehendak syahwatmu.
Biarlah aku ciumi dan kulum kemaluanmu yang mempesonakan ini.
Biarlah aku jilat dan bikin kuyup dengan ludahku batang yang tegar dan panas ini.


Sinilah, biar kuisep-isep dengan sepenuh nikmat birahiku..
Dan.. Genjotlah maju-mundur penismu ke dalam mulutku. Goyangkan pantatmu, Mas Diran.

Begitulah racau batin Larsih yang mengalir berkesinambungan. Larsih semakin lupa diri.

Sambil jari dan tangannya memilin-milin dan memijit batang kemaluan itu, mulutnya yang kini terisi penuh oleh ujung penis yang gede dan berkilatan itu nampak bergerak memompa.

Larsih melakukannya dengan merem melek.
Kemudian ganti, lidahnya bergerak menjilat dari pangkal batangnya hingg ujung lubang kencing kemudian dengan bibirnya yang mengecup-ngecup.

Dia merasa seperti terbang ke awang nikmat yang tak bertara.
Larsih menemukan dambaan dan obsesinya. Larsih larut dalam prahara nafsu seksualnya.

Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran dilanda gamang syahwat dari celah dinding rumah kontrakannya yang disebabkan isepan mulut mungil Larsih itu.

Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran langsung terlempar ke pucuk-pucuk kepuasan libidonya.
Jangan tanyakan betapa Mas Diran merasa mendapatkan jawaban atas keresahan dan impian erotisnya pada Larsih selama ini.

Dan walaupun ada dinding pembatas, tetapi kini Larsih impiannya itu ada di depannya.
Larsih, istri tetangganya yang meresahkan syahwatnya selama ini sedang meciumi, menjilati dan mengulum penisnya.

Dan itu tak seberapa lama..
Kenikmatan tak bertara itu langsung mendongkrak nafsu birahi Larsih dan Mas Diran.
Larsih yang menjadi sangat histeris menjilat, mencium, mencaplok, mengulum dengan penuh gereget kemaluan Mas Diran.

Dan sebaliknya Mas Diran yang mendapatkan limpahan histeris birahi Larsih hingga syahwatnya menjadi terpacu.
Kandungan spermanya terangsang untuk cepat menyemprotkan air maninya keluar.
Saraf-saraf peka di seputar selangkangan Mas Diran berinteraksi dan tak mampu bertahan.

Urat-urat yang menyalurkan sperma dari kandangnya mulai berdenyut memompa keluar.
Mas Diran merasakan air maninya mau muncrat.

Pada Larsih dia teriak dalam bisiikan.. "Dik Larsih.. a.. Ak.. Kku.. Mm.. Mauu.. Keluaarr.. niihh. Booleehh..”
Ayyoo, Mass.. inilah yang kutunggu.. demikian suara batin Larsih.

"Bantuin Dik. Tolong sambil dikocok-kocok.. tolong Dik Larsihh..”
Kemudian serta merta Larsih meningkatkan rangsangannya pada kemaluan Mas Diran.

Tangannya mengocok dan menguruti batangnya sambil ditusuk-tusukkannya ujung ludahnya pada lubang kencing kemaluan itu.
Kemudian disapunya kepala yang mengkilat itu dengan lidahnya hingga menyentuh seputaran lehernya.

Tak mungkin lagi dipertahankan.
Mas Diran merasakan seluruh saraf-saraf di seputar kemaluannya mulai meregang untuk menjemput muncratnya air mani.

Tangannya kini memerlukan ada yang dipegang. Tetapi tak ada pada dindingnya yang bisa diraih oleh tangan Mas Diran.
Akhirnya dialihkannya pegangan pada sandaran kursi di dekatnya.
Tangannya memerlukan sandaran itu untuk menahan getaran kenikmatan yang semakin datang menderanya.

Tak mungkin lagi.. "Aacchh.. Dik Larssihh.. Dik Larsihh.. Keluaarr..!!” Teriakan penuh nikmat dari mulut Mas Diran.

Larsih merasakan seperti kemarin.
Bedanya, kalau kemarin tangan kanannyalah yang merasakan kedutan besar penis ini, kini rongga mulutnyalah yang menanggung kedutan itu.

Beda yang lain adalah, kalau kemarin sperma Mas Diran tumpah terserak ke segala arah, termasuk melumuri tangannya, maka kini sebagian besar kedutan-kedutan itu untuk memompa air mani yang akan muncrat dalam rongga mulut Larsih.

Dan selebihnya yang dibiarkan lepas jatuh ke lengan dan tangannya, Larsih ingin kembali melulur wajah dan tubuhnya dengan air mani itu.
Untuk awet muda, katanya.

Mas Diran langsung rubuh terpuruk. Spermanya yang nyemprot keluar demikian banyaknya. Tenaga Mas Diran tersedot habis.
Kini dia terbaring telanjang di ranjangnya sambil menariki satu-satu nafas panjangnya.

Dia tidak pernah menyangka bahwa Larsih istri tetangganya itu akan minum atau makan spermanya.
Selama ini dengan Murni sekalipun, Mas Diran tak pernah mau menyuruh menjilati kemaluannya.
Apalagi menampung sperma di mulut macam Larsih ini.

Tetapi Larsih ini memang terlampau 'panas'. Dia bukan sebagaimana perempuan biasa lainnya. Larsih ini termasuk perempuan luar biasa.
Benar juga kata orang, perempuan yang tampilannya macam Larsih ini akan sangat kuat dan liar saat bermain di ranjang.
Perempuan yang tidak mudah dipuaskan.

Larsih masih menyibukkan dengan lulurnya. Air mani Mas Diran telah meratai leher dan dadanya.
Dia heran kenapa bisa melayani lelaki macam Mas Diran. Apapun yang Mas Diran mau dengan rela dia memberikannya.

Yang masih tetap heran, kenapa akhirnya dia tanpa merasa jijik bisa minum sperma Mas Diran.
Ternyata rasa sperma itu tak beda dengan telor putih ayam kampung yang sering dia dan suaminya minum sehabis mereka melakukan kewajiban suami istrinya.

Ahh.. Aku jadi pengin minum lebih banyak, begitu pikir Larsih.
-------------------------

Pada malam harinya kembali sebagaimana biasanya, Larsih menemani suaminya Tono saat makan malam.
Secangkir kopi, kesukaan suaminya dan sepiring kacang rebus menyertai mereka bercengkerama di depan tevisi-nya.

Larsih menyandarkan kepalanya pada bahu Tono. Nampak seakan tak ada hal yang serius dalam kehidupan mereka, khususnya sepanjang hari itu. Tono tidak melihat hal-hal yang aneh di rumah tangganya.

Larsih mencoba mengamati lubang yang kini bisa terkuak lebih lebar itu. Tak ada hal yang mengkhawatirkan.
Sesaat hatinya berdesir ketika ingat apa yang telah berlangsung melalui lubang itu di siang hari tadi.

Pada pagi hari esoknya, hal-hal rutin kembali berjalan.
Larsih mengantarkan hingga ke pintu depan saat melepas suaminya berangkat kerja.
Demikian pula Mas Diran, melepas Murni sambil menutup pagar halamannya.

Ketika mereka perhitungkan Tono maupun Murni sudah cukup jauh dari rumah, kembali mereka bergegas menuju ke lubang dinding.
Dialog yang menembus dinding antara Larsih dan Mas Diranpun dimulai.

"Dik Larsiihh.. Mas kangen banget nihh..”
"Mana pipi indahmu..?? Mana bibir indahmu..??” Rayuan Mas Diran mengalir.

Dengan hanya bercelana pendek 'hot pant', Larsih mendekat ke dinding.Mereka kembali saling pandang melalui lubang itu kemudian berpagutan.

Bermenit-menit mereka saling gigit, sedot dan jilat. Mereka saling minum ludah lawannya.
Segala gaya dan cara sebatas kemungkinan yang bisa dilakukan melalui lubang itu, mereka lakukan.

"Mass.. lubangnya bisa lebih gede lagi, nggak, siihh..?”
"Aku pengin lebih lebar lagi. Jadinya kita bisa puaass.. Banget..” rajuk Larsih pada Mas Diran.

Mas Diran tahu, itu adalah isyarat hausnya syahwat Larsih.
Mas Diran tahu, dengan lubang yang lebih lebar hubungan antar kelamin bisa dilakukan lebih maksimal. Dia juga menginginkan hal yang sama.

Mas Diran mencoba mengamati dinding itu.
"Sana Dik Larsih bikin kopi dulu buat Mas, nanti aku cari akal supaya lubang ini lebih leluasa tanpa kelihatan oleh orang..”
Mas Diran sudah terbiasa menyuruh Larsih. Entah yang bikin kopi, atau nggoreng nasi, atau bikin sambel kecap dan sebagainya.

Kemudian dia mencari peralatan di kotak raknya. Dia patahkan lembaran dinding itu lebih ke kanan, tanpa membuatnya lepas dari ikatannya.
Dia tempelkan sedikit kertas dengan lemnya.. sehingga bisa berfungsi seperti engsel pintu.

Dia tunjukkan pada Larsih patahan itu dan kemudian membuka lubangnya.
Wwoo.. ini mah macam pintu saja, demikian surprise yang dirasakan oleh Larsih.

Sebuah lubang dinding selebar kurang lebih berukuran lebar 40 cm dan tinggi 30 cm dengan mudah dibuka maupun ditutup tanpa kelihatan menyolok oleh siapapun.

Tetapi mereka sepakat, setiap sore akan menutup dengan tempelan koran untuk menghilangkan jejak sama sekali.
Memang jadi sedikit repot, tetapi biarlah, yang penting aman.

Mereka langsung mencoba perdana lubang itu. Kini kepala Larsih atau kepala Mas Diran bisa nyeplos ke kamar sebelahnya.
Mereka tertawa senang. Kini Mas Diran bisa melihat betapa Larsih sangat seksi dengan 'hot pant'nya.

"Sini, Dik.. Aku mau sun ini, ya..” dia raih pinggul Larsih untuk didekatkan ke depannya.
Kemudian wajahnya berusaha melekat ke selangkangan istri tetangganya itu.
Larsih tertawa tertahan karena kegelian. Dia menggelinjang.

Tetapi Mas Diran tidak berhenti di situ. Kini tangannya bisa meraih dan melepasi kancing-kancing 'hot pant' Larsih.
Dan ditariknya turun 'hot pant' itu hingga tinggal celana dalamnya saja yang tinggal.

Mas Diran langsung kembali melekatkan wajahnya ke celana dalam itu. Dia mencoba mengendusi vagina Larsih.
Hidungnya menangkap semburat bau kencing pada vagina itu yang membuat birahinya langsung bangkit.

Larsih sangat tersanjung. Bibir dan dagu Mas Diran yang menyentuhi pangkal pahanya membuat nafsu birahinya terdongkrak.
Dia meremas kepala Mas Diran sambil mendesah berat.. "Duuhh.. Mmaass.. Maass..”

Mas Diran belum puas juga. Ditariknya hingga celana dalam itu hingga lepas dari tempatnya.
Kini nampak vagina Larsih yang diselimuti bulu-bulu lembut itu.

Kembali diraihnya pinggul Larsih. Dan dibenamkannya wajahnya ke selangkangannya.
Kini lidahnya menjulur untuk menjilat-jilat.

Larsih merasakan jilatan Mas Diran pada kemaluannya.
Dia tidak pernah membayangkan Mas Diran mau dan rela menjilati vaginanya yang tentu bau pesing itu.
Sekali lagi dia sangat tersanjung. Suaminya, Tono tak pernah mau melakukan itu.

Rasa nikmat saat lidah menyentuhi bibir vaginanya membuat nafsu birahi Larsih langsung membara di pagi hari itu.
Dia ingin Mas Diran mau menjilat untuk lebih merangsangnnya lagi.

Dia tarik kursi plastik di sampingnya. Dia angkat satu kakinya ke atas kursi itu.
Selangkangan Larsih langsung terbuka dan memudahkan Mas Diran lebih merasuk ke dalamnya.

Kenikmatan yang melanda membuat tangan Larsih langsung kembali meremasi kepala dan rambut Mas Diran.
Dia mendesah sambil menggoyang pantatnya, mendorong-dorong menjemput jilatan dan sedotan bibir Mas Diran.

Mas Diran merasakan betapa legit vagina Larsih. Mungkin Tono jarang menikmati vagina istrinya ini.
Urat-urat bibir vagina itu masih sangat kencang.

Dan saat terlanda birahi vagina ini menunjukkan betapa kerasnya remasan dinding vaginanya.
Walaupun cairan birahinya terus mengalir, ternyata lidah Mas Diran tak mampu menembusinya.

Penis Mas Diran ngaceng. Dia membayangkan betapa nikmatnya kalau kemaluannya bias menembusi vagina istri tetangganya ini.

Mas Diran mulai melakukan ancang-ancang.
Dia ingin Larsih benar-benar menggelinjang hingga pada akhirnya dia minta agar Mas Diran memasukkan kemaluannya ke liang vaginanya.

Tangan Mas Diran mulai menyertai bibirnya mengolah saraf-saraf peka pada vagina itu.
Dengan lidahnya lebih memusatkan jilatan pada kelentit atau klitoris Larsih, jari-jari tangannya yang kukuh mulai melakukan penetrasi pada lubang vagina Larsih.
Jari-jari yang gede dan kasar itu sangat menggelitik saraf-saraf dinding vagina yang memang telah lama menantinya.

Larsih merasakan betapa dinding-dinding lubang vaginanya mencengkeram erat-erat jari-jari Mas Diran.
Duuhh.. Rasaya aku nggak tahan banget, niihh.. begitu desah pelan Larsih.

Saat jari-jari itu mengocok-ocok kemaluannya Larsih berteriak histeris..
"Mas Diran, Mas Diran, Mas Diran.. Ampuunn.. Larsih nggak bias tahaann.. Aammppuunn..!”

Merasa upayanya nampak berhasil Mas Diran semakin mempercepat kocokkan sekaligus membuat variasi dengan juga mengaduk putar jari-jarinya hingga seluruh dinding kemaluan Larsih tersedak jari-jari kasarnya itu.

Tak ada ampun lagi. Larsih cepat melakukan perubahan posisi.
Dia tarik lepaskan jari Mas Diran.. dan kemudian dengan kedua tangannya dia menggeret meja makan untuk dipepetkan ke lubang dinding itu..

"Mas Diran, aku pengin banget merasakan yang lebih gede.. Aku pengin penis Mas Diran menusuki vaginaku. Ayyoo, maass..” Larsih tak mampu memilih kata-kata lagi.
Keinginannya dia lontarkan secara vulgar kepada Mas Diran sambil dia naik dan kemudian telentang ke meja makan itu.

Dia mengangkat kedua kakinya sambil menghadapkan vagina dan pantatnya tepat pada arah lubang dinding itu.
Dia melipat kakinya hingga pahanya menyentuh dada.

Dari balik lubang dinding, kini Mas Diran menyaksikan citra 3 dimensi melalui lubang ukuran 40 cm X 30 cm.
Citra 3 dimensi itu adalah vagina Larsih yang muncul dengan mulus dan sangat menantang sanubari dan birahinya.

Vagina itu nampak basah. Tetapi walau basah.. rupanya tak mampu untuk menutupi hausnya tusukan penisnya.
Vagina Larsih yang tampak macam ini sangat membakar syahwat Mas Diran.

Dan inilah puncak dari usahanya. Larsih yang istri tetangganya itu kini telah benar-benar menyerahkan kekayaannya yang paling rahasia.
Larsih kini benar-benar menyerahkan kehormatannya padanya. Larsih telah menyerahkan vaginanya untuk memuaskan penisnya.

Dengan penuh pengendalian tempo dan perasaannya, Mas Diran mendekatkan bibirnya.
Dia ingin Larsih benar-benar tersiksa oleh prahara syahwatnya.

Dia ingin istri tetangganya itu benar-benar memohon agar penisnya menembusi gua garbanya.
Menembusi liang vaginanya dan menggaruk-garuk dinding-dindingnya.

Mas Diran melumati kemaluan Larsih.
Dia mencium dan menjilat kemaluan yang menantangnya itu, seperti saat dia sedang mencium dan melumati bibirnya.

Bibir vaginanya dia rasakan seperti bibirnya. Klitorisnya menjadi lidahnya.
Dan cairan birahi yang mengalir deras itu dia anggap ludahnya. Dia lahap semua dengan penuh kerakusannya.

Larsih histeris. Mas Diranlah yang membuat Larsih histeris. Larsih tak berdaya.
Tangannya tak bisa menjadi sarana untuk melampiaskan kegatalan nikmat yang kini bak puting beliung melemparkan dan menenggelamkan dirinya ke dalam lautan nikmat yang tak bertara.

Tangannya menggapai angin.. mencari sesuatu yang bisa diremas-remas atau dicabik-cabik. Yang akhirnya dia bisa raih adalah buah dadanya sendiri.
Larsih dengan sepenuh emosi syahwatnya nampak seakan-akan hendak merobek atau mencabik-cabik susunya.
Seakan-akan dia ingi mencopoti puting-putingnya.

Kegatalan yang luar biasa itu membuat dia kelabakan dan memohon dalam tangisannya..
"Ampunn, Mass.. ampuunn.. ayoolahh Mass.. Cepat masukiinn.. ampunn..”

Tangisan itu belum juga menyentuh hati Mas Diran.
Tetapi keindahan sensual yang memancarkan nafsu syahwat luar biasa dari vagina Larsih ini sangat sayang untuk dilewatkan.

Bibir dan lidahnya masih menikmati pancaran sensual itu. Bahkan lidahnya kini berusaha menembusi lubang sempit vagina Larsih.
Lubang yang menebar aroma vagina dari seorang perempuan yang istri tetangganya itu.

Tangisan Larsih justru menambah semangat birahinya untuk melanjutkan jilatan dan sedotannya.
Tangan Mas Diran kembali melakukan rangsangan.

Kalau tadi jari-jarinya menusuki lubang vagina, kini jari-jari itu mulai merambah lubang anus Larsih.
Dia memang belum menusukkan ke anus itu.

Tetapi elusan-elusan kulit kasarnya mengakibatkan Larsih tak lagi mampu mengendalikan desahannya.
Dia tak lagi membisik. Desahan yang keluar dari mulutnya bukan tak mungkin terdengar dari ruang Mak Sani.
Untungnya sampai saat ini Mak Sani belum pulang dari rumah anaknya.

Penis Mas Diran benar-benar telah menegang dalam ukurannya yang maksimal.
Pada saat birahinya ada di puncak tertinggi macam sekarang ini, penis itu tegak kaku mengarah naik sekitar 60% mencuat ke atas.

Batangnya bergeligir penuh dengan otot yang memompa darahnya.
Otot itu melingkar-lingkat sejak dari batas leher hingga ke pangkal kemaluannya.
Kepala penisnya berkilat-kilat.. seakan hendak meledak menahan desakan birahi dari dalamnya.

Lubang kencingnya yang sangat menantang untuk jilatan lidah para perempuan terus menerus mengalirkan cairan birahi yang siap untuk melumasi vagina Larsih yang telah siap ditembusinya.

Di bawah batangnya bijih pelirnya nampak menggelantung, dengan bungkus kulitnya yang membulat dengan penuh kerur-kerut bak bundaran bijih salak muda yang baru dipetik.
Siapapun yang melihatnya pasti tergoda untuk memainkan kuluman bibir atau jilatan lidah pada bijih pelir Mas Diran itu.

"Amppuunn, Mass.. Larsih bisa jantungan Maass.. masukin Maass.. Aku rindu penismu Mas Diran.. mana penismu.. Mana penismuu..??”
Larsih sudah semakin tak mampu lagi menahan kata-kata vulgarnya.
Dia benar-benar telah berada di ambang kritis yang harus diatasi oleh Mas Diran.

Dan Mas Diran kini memahami. Dia juga puas mendengar ucapan Larsih terakhir itu.
Mas Diran menikmati betapa Larsihlah yang minta agar kemaluannya merasuki gua garba penuh kenikmatan yang dimiliki istri tetangganya itu.
Larsihlah yang memohon agar penisnya menusuk vaginanya.

Kini Mas Diran bergerak pasti. Bibir dan lidahnya meninggalkan sedot dan jilatannya.

Dia bangun dan mengatur posisinya.
Dia sedikit bergeser ke depan sambil mengarahkan penisnya yang ngaceng kaku itu ke lubang kemaluan Larsih.

Dia tuntun ujung penisnya yang berkilatan itu untuk menyentuh vagina Larsih yang sudah demikian haus menunggunya.

Bibir vagina itu nampak menegang dan juga memancarkan sedikit kilatan yang disebabkan dorongan darahnya yang menekan ke arah permukaannya.

Clebb..! Saat kepala itu menyentuhnya, Larsih terlonjak.

Dia tahu situasi di balik dinding itu telah berubah. Dia tahu Mas Diran telah siap menusuki lubang vaginanya.
Dia tahu bahwa sebentar lagi kenikmatan yang tak terkirakan akan melandanya.
Dia tahu dan telah siap apabila Mas Diran akan menonjok-nonjokkan kemaluannya pada bibir vaginanya untuk bisa mulus menembusinya.
Dan itulah yang terjadi.

Slebb..! Kepala penis Mas Diran terasa mulai menekan.
Bibir vagina atau gerbang vaginanya yang sudah demikian menanti seakan kini menjual mahal.
Bibir itu tidak demikian saja mengijinkan penis Mas Diran masuk.

Bibir itu seakan merapatkan barisan untuk menahan serbuan penis.
Bibir itu merapat dan membuat lubang vagina menyempit.

Itulah kenikmatan luar biasa yang mengawali penetrasi seorang Mas Diran ke vagina Larsih.. istri tetangganya yang binal ini.

Slepp.. slepp.. slepp.. Berkali-kali tonjokkan penis itu dilakukan. Berkali-kali serbuan penis dilancarkan hingga akhirnya mulai terkuak.

Jlebb..! Lubang vagina Larsih mulai memberi kesempatan dan melepas sedikit demi sedikit cengkeramannya.
Gerbang vagina memberikan ruang hingga kepala penis Mas Diran melesak masuk hingga batas lehernya.
Bagi Mas Diran hal ini sudah sangat cukup. Upaya berikutnya tak terlampau sulit.

Dikocok-kocokkannya kepala penisnya pada ruang sempit itu hingga cairan birahi Larsih tak lagi terbendung.
Kocokan-kocokan itu menghasilkan dinding pertahanan vagina jadi sangat licin.
Dan kondisi licin macam itulah yang membuat vagina Larsih benar-benar tak mampu menahan desakan penis Mas Diran.

Dari balik dinding Larsih seperti kemasukan setan. Tangan-tangannya yang terus membetoti susunya dan menarik-nark serta memilin puting-putingnya kini disertai kepalanya yang terus bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Goyangan kepalanya itu demikian histeris hingga rambut-rambutnya awut-awutan terlempar sana-sini.

Tonjokan penis Mas Diran telah membuat Larsih sama sekali kehilangan kontrol diri.
Dia tak mampu lagi membendung banjirnya cairan pelumas pada bibir vaginanya.

Dia kini merasakan betapa senti demi senti batang kemaluan Mas Diran menembus gerbang vaginanya.
Dia kini merasakan betapa dinding-dinding vaginanya mulai mencengkeram dan menghambat setiap senti batang penis Mas Diran untuk bergerak maju menembus lubangnya.

Larsih merasakan betapa cengkeraman dinding vaginanya itu membuahkan nikmat syahwat yang tak terhingga.
Saraf-saraf peka yang menebar di seluruh permukaan dinding itu melakukan interaktif dan menjemput nikmat dengan remasan-remasannya.

Mas Diran yang merasakan cengkeraman vagina Larsih.. terkadang justru melambatkan atau menghentikan sama sekali dorongan penisnya untuk menembus lebih ke dalam.
Dia ingin menikmati betapa cengkeraman itu menjadi empotan yang meremas.

Saat saraf-saraf itu berusaha menahan.. terjadilah pegangan erat pada batangnya.
Tetapi itu hanya sesaat. Berikutnya.. pegangan itu pasti kendor dan melemah sebelum kembali memegang erat.
Siklus itulah yang membuat rasa empot-empot pada batang penis Mas Diran.

Tetapi semua itu hanyalah sebuah 'awal' atau 'pembukaan'. Penis Mas Diran akan terus bergerak maju.
Dan vagina Larsih akan terus mengisap masuk bak rahang ular piton yang menelan mangsanya.. dan tak mungkin melepaskannya.

Pantat Larsih menggoyang untuk menjemput dan melahap 'mangsa'-nya itu.
Pantat Larsih juga menggoyang untuk mengurangi derita nikmat yang melandanya.
Pantat itu menggoyang seirama dengan gerak laju penis Mas Diran yang terus bergerak menembus vaginanya.

Dan apabila 'pembukaan' itu telah lewat, maka yang dirasakan Larsih kini adalah sebuah benda panas dan sangat kenyal memenuhi rongga vaginanya.
Tak ada celah kosong sejak gerbang hingga mentok ke dinding rahimnya.

Batang itu dengan sesak menembusi lorong penuh nikmat milik Larsih.
Sesak itu terjadi karena ada dua arah penyebabnya, yanitu batang kemaluan Mas Diran yang sangat gede dan dinding vagina Larsih yang mencengkeram, menyempit dan menjepit.

Tetapi anehnya tak ada satupun yang merasa dirugikan.
Mas Diran dan Larsih justru menemukan nikmat dari apa yang kini sedang berlangsung itu.

Kini kembali Mas Diran membuat kemaluannya diam tanpa gerak dalam kepadatan ruang vagina Larsih.
Ujung penisnya merasakan dinding batas. Itulah dinding rahim Larsih.
Kemudian vagina Larsih itu dengan cepat mengempot-empot meremasi batang penisnya.

Larsih kembali lagi mengoyang-goyang pantatnya. Dia dilanda rasa gatal yang sangat.
Dia ingin penis Mas Diran mulai menarik dan mendorong.

Dia ingin merasakan pompaannya kemaluan gede dan panjang milik Mas Diran itu.
Dia ingin merasakan gosokan atau gesekan batang penis dengan dinding-dinding lubang vaginanya.

Dan terjadilah. Mas Diran mulai pelan menarik. Hanya setengahnya.
Kemudian kembali mendorong hingga mentok ke dinding rahim. Kemudian diulanginya route itu berkali-kali.

Setiapkali Mas Diran menambah kecepatan. Dan pada setiap tusukan maupun tarikan desah dan rintih Larsih menyertai dengan penuh iba derita nikmat.

Dan saat penis Mas Diran mulai memompa dengan ritmis dan tempo yang semakin sering, kedua orang itu saling memperdengarkan desahan dan nafas-nafasnya yang memburu.

Dan saat pompaan semakin sering dan cepat yang mengakibatkan meja makan Larsih berderit-derit, serta dinding penuh syahwat pembatas kamar mereka berderak-derak, mulut Larsih dan Mas Diran memperdengarkan suara konser desah dan rintih penuh irama.
Jangan tanya lagi tentang racauan. Semua kata-kata vulgar tumpah berserakan mengalir dari kedua mulut yang asyik masyuk itu.

Pada ghalibnya semua yang ada 'pembukaan' memang harus diikuti dengan 'akhiran'.
Dan siapa atau apapun saat menyongsong titik 'akhiran' itu selalu berusaha menumpahkan semua beban-beban agar pada 'pemberhentian' nanti bisa berlangsung lunak, menyeluruh dan tuntas.

Saat Mas Diran merasakan betapa air maninya tak mungkin bisa terbendung, dan kini tengah merambati saraf-saraf di sekitar kemaluannya untuk muncrat, dia menengadahkan wajahnya ke langit-langit.

Dia memusatkan seluruh dirinya untuk menyambut muncratnya spermanya.
Dia merasakan betapa nikmat dan legitnya vagina Larsih yang kini sedang dalam pompaannya.

Larsihpun menghadapi kenyataan yang sama.
Kerinduan berbulan-bulan yang ditanggungnya, kemudian pula limpahan birahi tak tertahankan selama hari-hari terakhir ini menggiring dirinya untuk menapaki orgasme yang memang jarang dia dapatkan.

Dia merasakan sebuah sensasi erotik yang luar biasa saat penis Mas Diran merasuki ruang sempit lubang vaginanya.
Dia merasakan betapa dinding-dindingnya yang penuh saraf peka begitu mencengkeram untuk merasai betapa penis itu memberikan nikmat tak bertara pada dirinya.

Dia kini merasakan tonjokan yang semakin cepat dari kemaluan Mas Diran.
Dia merasakan bahwa Mas Diran sedang mendekati muncratnya air maninya ke haribaan kemaluannya.

Dia merasakan betapa desahan Mas Diran tak lagi mampu menahan puncratan itu.
Bak kuda betina yang sangat binal dan liar Larsih berusaha menggantikan atau mempercepat pompaan Mas Diran.
Meja makannya terdengar berderit-derit menahan gerakan Larsih yang menerima dorongan Mas Diran maupun karena goyang yang dia buat.

Larsih ingin air mani Mas Diran nyemprot di dalam vaginanya.
Larsih merindukan sperma yang panas melaburi dinding vaginanya.
Larsih menginginkan Mas Diran melampiaskan dendam birahinya dalam sekapan lubang vaginanya dan menyirami dinding rahimnya.

Mas Diran merasakan saat puncak itu tak jauh lagi.
Dia merasakan betapa air maninya mengaliri dan merambati otot-ototnya menuju pintu akhir untuk tumpah.

"Ahch, aacch..!" Akhirnya.. crattt.. crett.. cratt.. cratt..

Tangan-tangan Mas Diran menggapai dinding-dinding datar itu.
Dia cakar-cakar tambelan koran-koran yang berkelupasan. Dia remasi serpihannya.

Air mani Mas Diran muncrat tak terbendung. Penisnya berkedutan memompa keluar cairan kentalnya.
Dia berteriak tertahan. Penisnya lebih dia benamkan dengan menekannya kuat-kuat ke dinding rahim Larsih.

Sementara Larsih menerima apa yang berlangsung dengan tampilan lebih histeris.
Orgasmenya sendiri ternyata hadir membarengi semprotan air mani Mas Diran.

Kedutan penis Mas Diran dalam kemaluannya disambut dengan semprotan hangat cairan birahinya.
Betotan tangannya pada buah dadanya mengencang seakan hendak mencopot susunya dari tempatnya.

Bibirnya menggigit bibirnya sendiri hingga terluka dan mengalirkan darah kecil.
Pantatnya berputar-putar seakan ingin menelan seluruh kemaluan gede Mas Diran itu.

Cairan birahi Larsih terus bertumpahan. Dia mengalami apa yang sering orang sebut sebagai 'orgasme beruntun'.
Setiap tusukan kemaluan Mas Diran disertai pula dengan muncratnya cairan birahi Larsih.

Setiap kedutan pompa sperma Mas Diran dia timpali dengan erang dan rintih nikmat orgasmenya.
Mungkin Mas Diran menyemprotkan 6 atau 7 kali air maninya. Dan sebanyak itu pula Larsih mengalami orgsame beruntunnya.

Dan.. Mereka langsung jatuh tersungkur begitu segalanya usai.
Tubuh Larsih merosot lunglai ke lantainya. Mas Diran telentang di lantainya pula.

Keduanya hanya memperdengarkan nafas-nafas berat dan panjangnya sambil keringatnya yang mengucur deras untuk menyalurkan kelelahan yang tak terhingga.

Nampak lubang di dinding itu menggapai-gapai kena angin dari jendela. Serpihan kertasnya yang hampir lepas melambai.
Lubang, jendela dan serpihan kertas rumah kontrakan itu menjadi saksi betapa Mas Diran dan Larsih telah bersama-sama merengkuh nikmat syahwat yang paling nikmat sepanjang pengalaman mereka.

Larsih masih merasakan apa yang baru saja usai. Penis Mas Diran yang demikian sesak masih meninggalkan pedih.
Tetapi bukannya sesal. Dia masih ingin bangkit untuk kembali merasakan kenikmatan luar biasa itu.
Kenikmatan syahwat yang belum pernah dia alami sebelumnya itu.

Mas Diran tergolek. Dia belum bisa sama sekali melepaskan ingatan nikmat yang barusan dia alami.
Masih terasakan pada batang kemaluannya, betapa vagina Larsih memijit-mijit dan mencengkeram demikian hebatnya hingga spermanya penuh tumpah pada lubang nikmat itu.
Mas Diran ingin bangkit lagi untuk merasai kembali kenikmatan tak bertara itu.

Beberapa saat kemudian..
Larsih mengajak Mas Diran makan. Dia telah menyimpan makanan untuk makan siang berdua.
Larsih telah memasak untuk suaminya yang bisa disimpan beberapa hari.

Melalui lubang itu Mas Diran bersama Larsih saling bersuapan.
Terkadang Larsih mengigit sepotong makanan untuk disuapkan ke gigitan Mas Diran.

Mereka juga melaksanakan makan siang bersama dari lubang syahwat yang sama.
Hari itu mereka mengulangi kenikmatan-kenikmatan yang pernah diraihnya.
Mereka melakukan berbagai macam jalan nikmat yang pernah meraka lakukan melalui lubang dinding itu.

Mas Diran sempat memuncratkan air maninya hingga 4 kali sampai dekat ke jam 5 sore hari itu.
Sementara Larsih sudah tahu bagaimana mendapatkan 'orgasme beruntun'.
Entah berapakalipula orgasme beruntun datang menerpa dan berhasil diraihnya.

Sesudahnya.. sesuai kesepakatan sebelumnya mereka menambal lubang dinding dengan kertas koran yang ada.
Larsih mengembalikan letak meja makan sebagaimana sebelumnya.
Meja makan di mana sebentar lagi dia akan makan malam bersama Tono suaminya.

Demikianlah kisah ini.
Selama Mas Diran kebagian gilir jaga malam, selama beberapa hari ini hingga genap satu minggu, menghabiskan waktu siangnya untuk berasyik masyuk bersama Larsih istri tetangganya.

Hal itu kemudian berulang pula pada setiap 2 minggu berikutnya.
Lubang kenikmatan itu mereka rawat dengan baik hingga tak seorangpun.. baik itu Tono suami Larsih maupun Murni istri Mas Diran mencurigainya.

Keadaan itu terhenti saat ada peristiwa baru.
Peristiwa yang menunjukkan betapa bumi dan kehidupan di atasnya terus berputar.

Karena prestasi kerjanya Tono ditunjuk menjadi kepala cabang kantor angkutannya di Sampang, Madura.
Dalam tempo 1 minggu keluarga Tono dan Larsih sudah menempati rumah baru di Sampang.
Sebuah rumah batu, lengkap dengan perabotan, kamar mandi sendiri dan kendaraan kijang bekerja.
Pada saat liburan pasangan Tono dan Larsih sering berekreasi meninjau kota-kota atau tempat-tempat bersejarah yang banyak tersebar di pulau Madura.

Dengan cepat Larsih menyesuaikan keadaan. Dia kini menjadi lebih matang.
Dia mulai tahu bahwa kenikmatan bisa diraih dalam berbagai cara.
Bahkan dia sering menuntun Tono menapaki kepuasan ranjang pengantin mereka.

Setahun setelah tinggal di Madura, pasangan Tono dan Larsih dikaruniai anak perempuan yang secantik ibunya.
Tono ingin anaknya nanti bisa meneruskan sekolah bapaknya hingga mencapai sarjana.

Akan halnya Mas Diran. Dia kini diangkat menjadi pegawai administrasi dan koordinator keamanan gudang tempat dia bekerja.
Mas Diran tidak perlu lagi kerja malam.
Dari kantornya Mas Diran diberi kesempatan untuk mendapatkan rumah yang layak dengan kredit lunak dari bank.

Sejak itu Mas Diran dan Murni selalu bisa menonton TV bersama, makan malam bersama dan berlibur bersama dalam suasana keluarga yang lengkap, utuh dan penuh kegembiraan.

Akhirnya Murni hamil. Seorang bayi lelaki yang kuat dan tampan telah lahir untuk pasangan Mas Diran dan Murni.
Mas Diran tidak ingin mewarisi tugas bapanya yang hanya Satpam itu. Dia ingin anaknya nanti bisa jadi Caleg dari partai favoritnya. (. ) ( .)
--------------------------------------------
 
Bimabet
Cerita 23 – Lari Pagi Berakhir di Ranjang

Bu Dirga


Kenalkan nama saya.. Anis. Usia 38 tahun.. tinggi 150 cm dan berat badan 60 kg.. warna kulit coklat kehitaman serta rambut lurus.
Sekitar 40 hari yang lalu.. tepatnya di hari minggu sekitar jam 5.00 subuh.. aku keluar rumah untuk olahraga atau berlari subuh sebagaimana yang kulakukan setiap hari Minggu subuh.

Namun.. kali ini lari subuh yang kulakukan sangat bermakna.. sebab aku ditemani oleh seorang tetangga dekat. Sebut saja namanya ‘Dirga..’
Dia adalah istri sah orang lain yang sudah memiliki 2 orang anak.. tapi penampilannya masih cukup menarik. Kulitnya mulus.. putih dan tubuhnya langsing.

Ketika aku keluar melewati pintu pagar.. secara samar-samar aku melihat sesosok tubuh dengan kaos warna hitam melekat di tubuhnya serta celana setengah panjang tergantung di atas lututnya membuka pintu rumahnya lalu mengikutiku.

Aku tetap saja jalan agak cepat dan berpura-pura tidak memperhatikannya.. tapi saat aku memasuki sebuah lorong.. iapun semakin dekat di belakangku.
Aku sangat yakin kalau Dirga sengaja mengejarku untuk berlari subuh bersama.

"Pak.. tunggu Pak..!" Panggilnya dari belakang.. tapi aku tetap berlari.. tapi sengaja kukurangi kecepatannya agar ia bisa lebih dekat denganku.

"Pak Nis.. tunggu donk Pak.. aku capek nih.. kita sama-sama aja..!" Teriaknya dengan suara yang tidak terlalu keras.

Setelah kudengar nafasnya terengah-engah karena jaraknya sudah semakin dekat denganku.. mungkin sekitar 10 meter di belakangku.. aku lalu berhenti menunggunya.. sebab kedengarannya ia capek sekali.

"Ada apa Bu.. kenapa ibu mengejarku..?” tanyaku sambil berhenti.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya mengejar bapak agar kita bisa lari bersama.. biar lebih santai dan kita bisa sambil ngobrol.." katanya dengan nafas terputus-putus karena kecapean.

Setelah Dirga berada di samping kiriku.. kami lalu lari bersama.. tapi kali ini tidak terlalu kencang.. bahkan terkesan lari-lari kecil.. yang penting tubuh kami bisa bergerak-gerak.. sehingga terkesan berolahraga pagi.

"Ngomong-omong.. apa ibu juga secara rutin lari subuh setiap hari minggu..?” Tanyaku pada Dirga sambil berlari kecil.

"Nggak kok.. cuma kebetulan kudengar pintu rumah bapak terbuka dan kulihat bapak keluar berpakaian olahraga.. sehingga tiba-tiba aku juga tertarik untuk menyegarkan tubuh dan menghirup udara subuh.." jawabnya.

"Kenapa Nggak sekalian keluar sama suami ibu atau anak-anak ibu..?” Tanyaku lagi sambil tetap berlari.

"Anu Pak.. suami saya itu baru saja pulang dari jaga malam.. maklum kerjaan Satpam jarang sekali bermalam di rumah.." jawabnya santai.
Kebetulan suami Dirga tugas malam sebagai satpam pada salahsatu perusahaan swasta di kota kami.

Mendengar ucapan Dirga itu.. aku jadi terpancing untuk bertanya lebih jauh tentang kehidupan rumah tangganya.
Apalagi kami sudah sering bicara humor. Aku sangat paham kalau Dirga orangnya terbuka.. lugu dan sedikit genit.
Aku merasa berpeluang besar untuk bertanya lebih banyak padanya soal hubungannya dengan suaminya.

"Maaf Bu.. kalau aku terlalu jauh bertanya. Jadi kedua anak ibu itu dicetak pada siang hari semua donk.. sebab suami ibu jarang berada di rumah pada malam hari..” kataku pada Dirga.. namun ia tetap tidak tersinggung.. bahkan nampaknya ia tetap bersikap biasa-biasa saja.

"Bukan pada siang hari Pak.. tapi pada subuh dan pagi hari.. sebab biasanya suami saya pulang pada subuh hari dan langsung saja mengambil jatah malamnya.. apalagi dalam keadaan ia haus..” katanya santai.

Setelah capek.. kami beristirahat sejenak di atas jembatan sambil bersandar di pagar besi jembatan.
Kebetulan di atas jembatan itu banyak orang sedang ngobrol dan membahas masalahnya masing-masing.

"Bu Dirga.. kalau begitu waktu anda berhubungan dengan suami anda selalu singkat dan dilakukan secara terburu-buru.. sebab anak-anak anda sudah mulai bangun.. lagipula suami anda sangat ngantuk kan..?" pancingku padanya.

"Yah.. begitulah kebiasaan kami.. lalu mau apa lagi jika memang waktunya yang paling tepat hanya saat itu.
Sebab di siang hari.. anak-anak kami pada berkeliaran dalam rumah dan tamu-tamupun yang datang harus disambut.." katanya serius.. tapi tetap santai.

"Kalau begitu anda tidak pernah menikmati hubungan suami istri yang sebenarnya sebagaimana layaknya suami istri.." pancingku lagi.

"Kok kenapa tidak.. kami merasa sama-sama menikmatinya. Buktinya kami punya dua orang anak.." katanya serius sekali sambil memandangiku.

Tanpa berhenti bicara.. kami lalu berjalan lagi memutar ke jalan menuju rumah kami kembali.
Aku coba memikirkan apa lagi yang dapat kutanyakan pada Dirga mengenai hubungannya dengan suaminya.

Ini kesempatan emas bagiku untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang kehidupannya di atas ranjang bersama suami.. sebab aku berniat membuat ia penasaran agar merasa membutuhkan sex lebih dari yang didapatkan dari suaminya.
Aku sebenarnya ingin merangsang dia agar mau melakukan bersama denganku.

"Bu Dir.. seks itu sebenarnya melebihi dari apa yang anda lakukan bersama suami anda.
Suami-Istri harus menikmati kepuasan berkali-kali minimal selama 3 jam tanpa sedikitpun rasa tergesa-gesa dan takut.
Menerapkan berbagai macam gaya dan posisi. Anda tentu tidak sempat menikmati semua itu khan..?” Jelasku pada Dirga panjang lebar.

"Oh yah.. tapi bagaimana caranya jika suamiku tidak memungkinkan melakukan hal itu atau tidak mau melakukannya..?” Tanyanya serius.
Nafas Dirga sangat keras kedengaran ketika ia selesai menanyakan hal itu.. bahkan sempat memandangiku dengan penuh harap dan bergairah.

"Sekiranya ada orang lain yang bersedia memberikan kenikmatan itu pada Ibu Dirga.. apa ibu tidak keberatan menerimanya..?” tanyaku lebih berani.

"Orang lain siapa misalnya..?” tanyanya sambil berhenti.

"Sa.. Sa.. Saya misalnya. Maaf ini hanya sekedar misal Bu.." jelasku sedikit khawatir kalau-kalau ia tersinggung dan memarahiku.

"Be.. Betulkah ucapan bapak itu..? Mana bapak mau sama saya..?" ucapnya seolah tak percaya.

"Boleh saja terjadi jika memang hal itu sama-sama dibutuhkan.. apalagi terhadap wanita cantik lagi muda seperti ibu Dirga ini.." balasku lagi sambil tersenyum memandangi wajah bu Dirga yang bertubuh langsing itu.

"Ha.. Ha.. Ha.. bisa aja bapak ini. Gombal ni yee.." katanya terbahak.

"Betul Bu. Aku serius. Aku tidak main-main nih..” kataku tegas.

Mendengar ketegasanku itu.. Ibu Dirga tersentak kaget dan tiba-tiba meraih tanganku lalu mengajakku berhenti di pinggir jalan.

Sambil kami berhadap-hadapan dengan jarah sekitar 2 jengkal.. Dirga lalu berkata.. "Bila ucapan bapak itu benar dan serius.. akupun serius dan bersedia. Tapi bagaimana caranya Pak agar perbuatan kita lebih aman..?” tanyanya.

"Suamimu biasanya bangunnya jam berapa..?” tanyaku lebih mengarah lagi.

"Biasanya jam 11.00 atau 12.00 siang.." jawabnya serius sekali.

"Kebetulan sekali.. istri dan anak-anakku mau pulang kampung membesuk keluarga. Mungkin jam 5.00 sore baru balik.
Bagaimana kalau ibu bilang sama anak-anaknya bahwa ibu mau ke pasar.. lalu ibu masuk ke rumahku..?” tawaranku lebih lanjut.

"Hmm.. Oke.. tunggu saja Pak. Sebentar.. aku akan masuk dari pintu belakang rumah bapak biar tidak ada yang melihatku.." katanya berbisik.. sepertinya menerima ajakanku.

Setelah kami sepakat kami lalu berpisah dan lewat jalan yang berbeda agar tetangga tidak curiga pada kami.. apalagi sudah jam 6.30 menit.

Hanya sekitar 5 menit setelah aku masuk ke rumah.. pintu belakang rumah kelihatan terbuka dengan pelan.
Ternyata bu Dirga menepati janjinya. Ia masuk dengan pelan tanpa mengganti pakaian yang dipakainya tadi.
Hanya saja bau tubuhya terasa lebih harum menyengat di hidungku.

"Bu.. adakah yang melihat ibu ke sini..?” tanyaku setelah aku menutup dan mengunci pintu depan dan belakang.

"Tidak ada Pak. Suamiku masih tertidur nyenyak dan anak-anakku lagi main di luar dengan teman-temannya. Aku mengunci pintu dari luar.." katanya sambil jalan menuju tempat tidurku.

Setelah kami duduk berdampingan di pinggir tempat tidur.. kami sempat bertatapan muka tanpa sepatah katapun sejenak.
Namun.. karena kami sudah saling penasaran dan saling terbakar nafsu.. maka kami lalu segera berbalik arah.. sehingga kami saling berhadap-hadapan dengan jarak yang dekat sekali.

Karena dekatnya.. maka nafas Dirga terasa menyapu hidungku yang membuat aku sedikit gemetar.
"Ayo Bu kita mulai permainannya.." pintaku sambil kuulurkan kedua tanganku untuk meraih kedua tangannya.

"Terserah bapaklah. Aku turuti saja kemauan bapak.." katanya sambil menatap wajahku.

Mendengar jawabnya.. tanpa membuang waktu lagi mulailah kulakukan serangan.
Mula-mula aku menyentuh kedua tangannya.. lalu naik ke lengan.. bahu.. leher.. pipi dan telinganya sampai mengelus-elus rambut dan dagunya.

Dirga hanya diam menerima perlakuanku. Namun setelah kedua tanganku merangkul punggungnya dan mencium pipi dan bibirnya.. iapun mulai bergerak membalasnya.. sehingga kami saling berpagutan dan mengisap.

"Boleh saya masukkan tanganku Bu..?” Tanyaku sambil menyelusupkan kedua tanganku masuk di balik kaos yang dipakainya dan secara perlahan menembus masuk di balik BH tipis yang dikenakannya.
Dirga hanya mengangguk sambil merangkulku dengan keras dan merapatkan tubuhnya di tubuhku.. sehingga terasa hangatnya di dadaku.

"Boleh kubuka pakaiannya Bu..?” Tanyaku lagi setelah puas memainkan kedua payudaranya dari dalam pakaiannya.
Ia lagi-lagi hanya mengangguk dan melonggarkan rangkulannya guna memudahkan aku melucuti pakaiannya.

Setelah kaos dan BH yang dikenakannya semuanya terlepas dari tubuhnya.. aku sejenak melepaskan rangkulan dan pagutan untuk memperhatikan indahnya bentuk tubuhnya yang telanjang.. menyisakan celana dalam saja.. terutama kedua payudaranya yang tergantung di dadanya.

Aku sempat terperangah ketika menyaksikan kedua payudaranya yang sangat putih dan mulus.. bahkan ukurannya cukup sederhana dan masih keras seperti belum pernah terjamah saja.
Maklum kedua anaknya tidak pernah menetekinya.. sebab menurut pengakuannya kedua anaknya sejak lahir memang dibiasakan meminum air susu kaleng dengan botol.

Setelah puas memandanginya.. aku segera meraih kedua bukit kembarnya dan menyerangnya secara bergantian dengan mulutku.
Kuisap putingnya berkali-kali agar ia cepat terangsang. Dirga hanya bergelinjang dan berdesis.

Sedaritadi aku memang sudah tak sabar ingin meremas dan menciumi payudara indah tersebut beserta puting susunya yang sudah tegang menantang itu.
Sesekali tubuh Dirga membusung tiapkali aku menghisap puting susunya yang mancung itu.

"Aduh.. cepat buka Pak.. aku sudah tidak tahan nih. Ayo Pak.." pintanya berkali-kali.. sambil merintih menahan nikmat.. namun aku sengaja tidak pedulikan ucapannya.
Bahkan aku semakin mempercepat isapanku pada teteknya.. lehernya.. pusarnya dan seluruh tubuh telanjangnya.

"Ayo donk Pak.. buka cepat pakaiannya.. aku sudah tak tahan.." pintanya lagi mulai gemas akibat ulahku.

Kali ini kubuka bajuku lalu celana panjang yang kupakai berlari tadi.
Setelah tersisa hanya celana kolorku saja.. aku lalu menurunkan celana setengah panjang yang dikenakannya.. sehingga kami sama-sama setengah bugil.

Kami saling berpelukan dan bergulingan di atas kasur sambil saling meraba seluruh tubuh.
Kuteruskan aksiku.. dengan meraba vagina wanita cantik ini dan ternyata celana dalamnya sudah basah sekali.
Tanpa pikir panjang segera kugusur hingga tersingkap ke bawah lalu langsung kutarik celana dalamnya hingga lepas dari pangkal pahanya.

Sekarang bukan cuma payudara Dirga yang terlihat jelas tetapi juga vaginanya dapat jelas kulihat.
Perempuan ini masih sedikit malu-malu ketika aku berhasil melucuti celana dalamnya.
Sebelah tangannya masih 'oura-pura' berusaha untuk menutupi vaginanya yang tercukup rapi itu.

Namun aku tak ambil pusing, jemariku segera bekerja di sana. Jari telunjuk dan jari kelingkingku membuka bibir vagina Dirga yang sudah basah itu sementara jaru tengan dan jari manisku kuarahkan ke dalam vaginanya.
Dengan gerakan menusuk-nusuk membuat Dirga semakin kalang kabut dibuatnya.

Desahan demi desahan tak terhindarkan lagi keluar dari mulutnya.
“Akhh.. Pakkhh.. jangan di situ.. akhhh..” desahnya lagi saat jemariku berkarya di liang kewanitaannya.

Cairan pelumas segera kembali meluber membasahi bibir vagina wanita cantik ini.
Memang soal permainan jari aku sudah ahli. Istriku saja sampai kubuat orgasme dengan jari saja.

Klitorisnya mulai menegang dan tanda dia akan orgasme semakin dekat saja.
Beberapa menit kemudian berkat permainan jemariku di vaginanya ditambah dengan cumbuan tangan dan bibir beserta lidahku di sepasang payudaranya, Dirga mencapai klimaksnya.

Dia mendesah cukup keras sambil menahan jeritan nikmat.
Bibir bawahnya dia gigit sendiri menahan sensasi kenikmatan yang meluap dari dalam dirinya.
Tubuhnya mengejang sesaat lalu setengah menit kemudian dia lemas. Peluh membasahi tubuh seksi dan montok wanita ini.

"Pak.. ayo dong Pak. Masukkan cepat.. aku sudah ingin sekali menikmatinya biar cepat selesai.." bisiknya agak malu.. sambil menarik tubuhku lebih dekat ke arah kemaluannya.

Aku patuhi permintaannya.. Blass..! Dengan mudah membuka kedua pahanya.. sehingga nampak jelas kelentitnya yang mungil berwarna merah jambu muda.
Terasa sedikit basah oleh cairan pelicin yang keluar dari sela-sela vaginanya.
Bulu-bulu yang tumbuh di sekitarnya cukup tipis dan rapi seolah terawat dengan baik.

"Tahan donk sayang.. waktu kita masih panjang. Lagipula kan aku akan tunjukkan semua permainanku yang belum pernah ibu rasakan.." rayuku sambil meraba-raba dan sesekali menusuk-nusuk dengan telunjuk pada lubang yang sedikit menganga di antara kedua pahanya itu.

"Boleh kucium dan kujilat inimu Bu..?” tanyaku sambil mendekatkan kepalaku ke selangkangannya.

"Terserah dech.. tapi jangan lama-lama.. sebab aku semakin tak tahan lagi.." katanya pasrah.

Slurrpp.. Segera kusosor bibir vaginanya. Sontak Dirga bergelinjang kuat.
Pantatnya terangkat-angkat ketika aku menusuk-nusukkan lidahku ke lubang kemaluannya.. apalagi saat aku menggigit-gigit kecil kelentitnya yang agak keras dan kenyal itu.

Ia semakin berdesis dan setengah berteriak akibat perlakuanku yang mengasyikkan itu.
Ia sangat menikmatinya.. bahkan menekan kepalaku lebih dalam lagi.

"Boleh kumasukkan sekarang Bu..?” tanyaku meski aku yakin ia sangat mendambakannya daritadi.

Secara perlahan tapi pasti.. ujung kontolku mulai menyentuh kelentitnya lalu bergeser mencari lubangnya.
Setelah ketemu.. Slebb.. sedikit demi sedikit mulai menyelusup masuk.

Jlebb..! Dengan sedikit dorongan akhirnya kepala penisku masuk juga ke dalam liang senggamanya diiringi dengan desahan yang keluar dari mulut perempuan seksi ini.

“Pak Anisshh.. akhhh..” desahnya sambil memalingkan mukanya ke samping.. mungkin dia malu karena penisku sekarang sudah menjebol batas kesetiaannya kepada suaminya.
Sekarang penis pria yang bersarang di vaginanya bukanlah milik suaminya.. melainkan milik orang lain.

“Erghh.. bu Dirga, ternyata vaginamu masih sempit ya. Suamimu pasti senang tiap hari dapat jatah dari bu Dirga..” ujarku dan Dirga semakin bersemu dadu pipinya.

Wajahnya memerah dan tak ada satu patah katapun terucap dari bibir manisnya itu.. namun sebentar kmeudian..
“Akhhh.. pelan pakhh..” ujar Dirga ketika aku mulai kembali mendorong masuk batang penisku yang tersisa.
Hehe.. apa mungkin penisku ini lebih besar dari milik suaminya atau memang vagina Dirga yang memang sempit.

Perlahan tapi pasti akhirnya aku berhasil melesakkan seluruh bagian penisku ke dalam vagina Dirga.
Clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. Pelan-pelan aku mulai menyodok-nyodok penisku yang bersarang di liang kewanitaan perempuan cantik tetanggaku ini.

Tapi dasar wanita yang sudah sangat penasaran.. maka ia segera menarik punggungku dan mengangkat tinggi-tinggi pantatnya.. sehingga kontolku amblas seluruhnya tanpa bisa lagi kukendalikan.

"Aahhkkhh.. Uukk.. Hhmm.. Eeanaakk.. Sesekaali. Teerus Pak.. ayoo.. Gocokk.. Llrr.. Hh.. Aauuhh..”

Itulah suara yang sempat dikeluarkan dari mulut Dirga ketika gocokan kontolku semakin keras dan cepat. Ia bagaikan orang kehausan yang menemukan air minum.

Diteguknya keras-keras dan napasnya seolah terputus sejenak menahan rasa kenikmatan yang kuberikan.
Tanpa bicara lagi.. Dirga langsung memutar tubuhnya.. sehingga ia berada di atas mengangkangiku.

Ia bagaikan orang naik kuda. Bunyi pantatnya sangat keras beradu dengan perutku.. karena ia duduk di atasku sambil membelakangi wajahku.

"Akkhh.. Uuhh.. Uuhh.. Aakkhh..” Suara itulah yang sempat keluar dari mulutku ketika kurasakan nikmatnya vagina Dirga yang menjepit kemaluanku. Ia seolah tak kenal lelah dan tak mau berhenti melompat di atasku.

"Akkhh.. Buu.. Buu.. ' berhenti dulu donk. Kita istirahat dulu. Aku kecapean nih..!" teriakku ketika kurasakan ada cairan hangat yang mulai mau menyelusup keluar di ujung perutku.
Tapi Dirga tetap saja bergerak dan bergoyang pinggul di atasku tanpa peduli ucapanku.

Karena ia tak mau berhenti.. aku segera bangkit dan berlutut.. sehingga ia secara otomatis nungging di depanku.
Aku langsung hantam dari belakang dan menggocok keras serta cepat hingga terasa cairan hangatku sudah berada di ujung penisku.

Aku sudah tidak peduli di mana mau tumpah.. apa di luar atau di dalam kemaluan Dirga. Yang penting puas.

"Pak.. cepat donk.. terus gocok dengan keras.. ayohh.. Uuhh.. Aahh.. Uummhh.. Auhh..” erang nikmat Dirga terputus-putus.

Sedetik kemudian Dirga berteriak sedikit keras: "Aiihh.. Aakuu.. Kkeeluuaarr.. Pakk..!"
Dan saat itu pula aku tak mampu mengendalikan diri.. sehingga cairan hangatkupun tumpah ke dalam rahim Dirga.

"Erghhh..!" Cratt.. cratt.. cott.. crott.. crott.. ! Apa mau dikata.. nasi sudah jadi bubur. Kami saling memberi kenikmatan yang luar biasa.

Pertemuan kemaluan kami terasa sangat rapat dan seolah melekat.. sehingga terasa gemetar seluruh tubuh kami.
Dirga langsung telungkup dan merapatkan perutnya ke kasur.. sementara aku tetap menindihnya.

Setelah hampir 2 menit kami tidak bergerak.. akhirnya kami saling telentang puas.
Namun.. tiba-tiba muncul rasa ketakutan dalam hati saya kalau-kalau Dirga hamil akibat cairan kentalku masuk ke rahimnya.

"Pak.. terimakasih atas kenikmatan yang kau berikan. Aku sama sekali baru kali ini merasakannya.
Ternyata selama ini aku belum pernah merasakan kepuasan dan menikmati sex yang sebenarnya dari suami saya.
Kepuasan yang kuterima dari suami saya selama ini hanyalah semu dan ..”

Belum selesai bicara.. aku segera memotongnya dan berkata: "Maaf Bu bila kenikmatan yang sempat kuberikan masih sedikit.. sebab sedianya aku akan memberikan sebanyak mungkin.. tapi lain kali saja.. sebab aku capek sekali. Habis kita baru saja lari subuh.." balasku.

Setelah itu.. kami saling berpelukan dan memberi ciuman perpisahan.. lalu kami bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh.
Di dalam kamar kami saling berbisik karena takut ada orang lain yang mendengar pembicaraan kami.

Setelah kami berpakaian lengkap seperti semula.. aku lalu membuka pintu belakang rumahku dan memeriksa kalau-kalau ada orang lain yang lalu lalang dan mencurigakan.. tapi ternyata sepi.

Aku masih mau tahan agar Dirga istirahat sejenak untuk melanjutkan ronde berikutnya.. tapi tiba-tiba Dirga melihat jam tangannya lalu segera pamit keluar karena katanya sudah pukul 10.10 menit siang.
Suaminya sudah hampir bangun. Iapun cepat-cepat kembali ke rumahnya.

Besoknya kami sempat ketemu seperti layaknya tetangga dan kami pura-pura bersikap biasa-biasa saja.. namun hari Minggu berikutnya kamipun kembali berlari subuh bersama.. tapi kami hanya sepakat untuk mengulangi persetubuhan kalau ada kesempatan kapan-kapan saja.

Aku menjanjikan tips yang lebih nikmat lagi.. dan iapun setuju.. Hehehe.. E dan D (. ) ( .)
--------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd