Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

--------------------------------------------------

Cerita 84 – Rezeki Nomplok Tak Terduga

Tante Murni

Putri tetangga sebelah rumahku namanya Dwi. Masih sekolah sih. Usianya mungkin baru menjelang 18 tahun.
Terus terang aku naksir sama Dwi yang ramah ini.

Walaupun sebenernya tubuh tante Murni, ibunya.. lebih matang dan menggiurkan.. aku tak mencoba untuk naksir..
Sebab selain aku menaruh hormat sama dia.. juga seleraku hanya kepada wanita yang lebih muda saja. Jadi.. Dwi-lah sasaranku.

Kaki Dwi sungguh indah. Panjang, mulus dan dihiasi bulu-bulu halus, apalagi pahanya.
Aku sangat menikmati kalau ngobrol dengannya di ruang tengah atau di ruang tamu.

Dwi kalau di rumah senang mengenakan T-shirt ketat dan celana pendek.
Ngobrol sambil sesekali mencuri pandang ke paha mulus berbulu halusnya.

Aku nggak tau apakah Dwi udah punya pacar atau belum, kawannya banyak.
Kenal makin dekat sama Dwi membuatku semakin bernafsu untuk menggeluti tubuh idealnya.

Faktor lain yang membuatku bernafsu adalah aku yakin Dwi masih perawan.
Terus terang aku bukannya belum pernah berhubungan seks.
Walaupun masih kuliah.. aku pernah berhubungan seks dengan X orang.. tapi baru sekali merasakan perawan.

Yang pertama, keperjakaanku kuserahkan kepada mahasiswi perguruan tinggi swasta yang sudah tak perawan lagi.
Namanya Niken.. makanya aku sering dipanggil ‘SonKen’ –Sony Niken..–
Beberapakali aku menikmati seks sama dia sampai dia dropp-out dan akhirnya ‘jualan’ diri. Hubunganku putus.

Yang kedua, ini yang menarik, dengan sahabatku, teman kuliah seangkatan –2 th lebih muda dariku..–
Kami sebenarnya hanya teman akrab saja, sering belajar bersama, bahkan tidur bersama. –tidur beneran lho..!–

Dia sering menginap di kamarku kalau kami mengerjakan tugas sampai larut malam.
Juga aku sering menginap di kamarnya.. tapi ‘tak terjadi apa-apa’.. orang cuman sahabat erat.

Setelah 2 tahun amat dekat, terjadilah..
Aku benar-benar terharu dia dengan ikhlas menyerahkan segalanya kepadaku dan tak menyesalinya.
Hubungan seks dengan perawan dan disusul hubungan-hubungan berikutnya memang luar biasa nikmatnya..!

Kembali ke Dwi. Aku begitu bernafsu ingin menyetubuhi Dwi karena sudah pernah mengalami nikmatnya perawan.
Hanya, kesempatannya yang belum kudapatkan, sampai pada suatu saat ..

Pagi-pagi sekitar jam 6 lewat. Aku mencari-cari buku lama yang kutaruh di gudang.
Letak buku-bukuku rupanya ada yang memindahkan.
Aku harus memindahkan peti milik temenku untuk mencapai barangku dalam gudang yang sempit dan tak berlampu itu.

Dengan susah payah kugeser peti yang lumayan berat itu..
dan dari bawah peti, seberkas kecil sinar yang sumbernya dari lantai bawah menarik perhatianku.

Kuintip ke bawah, tak begitu jelas.
Nakalnya.. aku mulai mengorek dempul di antara 2 papan lantai gudang itu agar pandangan ke bawah lebih jelas, itu kamar mandi!

Kamar mandi siapa..? Aku coba me-reka. Kamarku tepat di atas dapur.. terus gudang ini di sebelah agak ke depan dari kamarku.
Jelas.. ini kamar mandi keluarga Dwi dan keluarganya..! Untung aja bukan kamar mandi anak kost di bawah yang dua-duanya batangan.

Berarti, aku punya peluang buat mengintip Dwi lagi mandi..! Kuintip ke bawah lagi, persis di atas bak air.
Lagi enggak ada orang. Kukorek lagi dempul itu agar mendapatkan posisi ‘strategis’ .. bisa mengamati ruang buat mandi.

Berikutnya, kuatur barang-barang di gudang supaya aku dapat ruang yang nyaman buat mengintip.
Membayangkan Dwi yang lagi mandi di situ dan akan tampak jelas tubuhnya dari depan atas.. penisku ngaceng.

Tapi lubang itu tampak nyata sehingga orang yang masuk gudang akan tau ada lubang di situ..
Sebab berkas sinar dari bawah makin jelas. Ada akal.. tindih aja pakai peti.. sewaktu diperlukan tinggal menggeser petinya.

Tapi kenapa musti pakai peti..?

Akhirnya lubang itu aku tutup aja pakai kardus yang berisi barang-barang ringan supaya mudah menggesernya.
Beres. Kalau pintu gudang itu selalu tertutup.. mudah-mudahan lubang buatanku itu tak tampak dari bawah.

Beberapa menit aku nongkrong di gudang berharap Dwi akan mandi, penantian yang sia-sia.
Sekarang hampir setengah tujuh.. jelas aja Dwi udah berangkat sekolah.

Kubersihkan bekas korekan dempul lalu tutup lubang itu dengan kardus.. aku keluar.
Baru beberapa menit aku membaca buku di kamar, kudengar pelan gemericik guyuran air di bawah sana.

Nah..! Bergegas aku ke gudang, tapi ragu-ragu. jelas bukan Dwi yang mandi.. mungkin Tante Murni.
Ah engga enaklah. Ada rasa segan mengintip tubuh wanita molig yang kuhormati itu.

Kuurungkan niatku.. aku balik ke kamar.
Bunyi guyuran air itu membuatku membayangkan Dwi yang mandi dan ‘adikku’ berdiri lagi.

Pikiran kotorku segera muncul, Dwi dan Ibunya kan sama-sama ‘gitar’.. sama-sama mulus dan indah.
Bahkan ibunya punya buah dada yang lebih besar.. kenapa nggak dicoba..? Kan cuma mengintip aja.

Singkirkan dulu rasa hormat itu. Okey.. aku ke gudang lagi.. menyingkirkan kardus dan mengintip.
Sialan..! Pak Fadli rupanya. Sekejap kemudian aku balik ke kamar lagi.

Tapi aku mendapatkan kenyataan bahwa posisi mengintipku memang benar-benar strategis.
Besok pagi aku harus bangun lebih pagi. Suatu tugas yang berat.. sebab aku biasa bangun siang.

Tapi demi tubuh Dwi yang mulus menggairahkan. Esok harinya aku dibangunkan waker tepat jam 6.
Sejenak aku mikir.. kenapa aku setel waker pagi-pagi benar..? Gedebyur bunyi guyuran air itu yang mengingatkanku.

Cepat-cepat aku ke gudang, menyingkirkan kardus.. menutup pintu gudang dan mengintip.
Sialan lagi..! Memang benar Dwi yang lagi mandi.. tapi sudah selesai.

Aku hanya sempat menikmati bahu dan punggung mulusnya dan sedikit belahan di dada.
Tubuh mulusnya sudah tertutup handuk dan siap mau keluar. Besok harus lebih pagi..!

Hari berikutnya.. mungkin karena takut telat bangun.. jam 4 pagi aku sudah melek.
Dan jam 5 tepat aku sudah ambil posisi di gudang yang tertutup.. menunggu.

Kira-kira setengah jam aku menunggu .. pertunjukan dimulai..
Lampu kamar mandi menyala.. berkas sinar masuk.. aku bersiap.

Benar Dwi dengan T-shirt dan celana pendek masuk. Aku berdebar.
Dibuka kaosnya melalui kepala.. sehingga tampaklah bra warna merah.

Belahan susunya makin jelas ketika dia menunduk melepas celana pendeknya.
Dan makin jelas lagi ketika branya dia lepas juga.

Wow .. susunya..! Ukurannya sedang-sedang aja.. tapi benar-benar membulat.
Ujung buah dadanya bulatan coklat yang amat kecil.. dan putingnya begitu kecil hampir tak tampak.
Khas buah dada seorang ABG. Wow keren..!!

Celana dalam warna merah muda dilepas juga. Jembutnya hanya sedikit di ujung selangkangannya.
Tadinya aku mengharapkan lebatnya jembut.. sebab kaki dan lengan Dwi berbulu.

Tapi justru aku bisa menikmati gundukan kewanitaan Dwi yang mulus.
Penisku tegang. Kupelorotkan kolor celana pendekku dan mulai mengelus-elus batangnya.

Di rumah aku memang biasa memakai oblong dan celana kolor pendek tanpa celana dalam.
Aku mulai mengocok waktu Dwi menyabuni tubuh mulusnya.

Kocokan tambah cepat ketika dia dengan agak lama menyabuni sepasang buah dadanya sambil meremas-remas..
seolah memang sengaja merangsangku.
Sampai akhirnya.. aku tak bisa menahan lagi untuk menyemprotkan air maniku ketika Dwi mengucel-ucel susunya dengan handuk..

Sejak itu.. mengintip Dwi mandi menjadi ‘tugas wajibku’ yang rutin. Kadang sampai muncrat.. seringnya hanya ‘menggantung’.
Kalau tak bisa ‘nyampai’ begini.. aku meneruskan kocokanku di kamar sambil berkhayal menyetubuhi Dwi.

Tak enak memang kalau hanya ‘menggantung’ saja. Begitulah kerjaanku hampir setiap hari..
Sampai pada suatu pagi seseorang memergoki tingkah rutinku.. Rutinitas membuat jenuh.

Pagi itu sehabis ngintip Dwi aku tak berhasil orgasme.
Maklum.. pemandangan yang sama dan rutin.. mengurangi efek rangsangan.

Aku benar-benar ingin meningkat dengan menyetubuhi Dwi.. tapi kayanya tak mungkin..
Gagal mencapai puncak.. kusimpan kembali penisku lalu duduk di kasur.

"Dik Son.." seseorang memanggilku.. kaya'nya suara tante Murni.
"Ya tante..?"
"Tante ingin bicara, boleh masuk..?"

Bergegas aku berbenah diri.. untung penisku udah cukup surut sehingga tak menonjol di kolor tanpa celana dalamku.
Aku membuka pintu.. di depanku berdiri tante Murni dengan dasternya seperti biasa.

Wajahnya kelihatan lebih segar.. jadi makin tampak putih.
Daster yang biasa dipakai itu memang agak ketat.. cukup menonjolkan lekukan tubuhnya.

"Silakan masuk tante.." kataku hormat.
"Tumben, pagi-pagi.. ada apa tante..?" Lanjutku.

Tante Murni masuk.. menutup kembali pintu kamarku dan duduk di kursi belajarku.. satu-satunya kursi yang tersedia.
Aku kembali duduk di kasurku menyender ke dinding.

Tante Murni duduk menghadapku menyilangkan kakinya.
Karena posisiku lebih rendah.. aku ‘terpaksa’ mengamati sepasang kaki indah tante Murni.

Hmm.. Ternyata lebih indah dari punya Dwi.
Aku sama sekali tak pernah mengamati tante Murni.. karena memang minatku pada anaknya.
Baru kali ini aku menikmati kaki indahnya.

"Gini Son .." tak berlanjut. diam agak lama.
"Kenapa tante..?"

"Tante mau bicara langsung saja ya .." katanya.

Tiba-tiba aku berdebar. Ada apa nih.? Mungkinkan dia menyuruhku pindah..
sebab aku dengar ada keponakannya yang baru masuk Unibraw jurusan bahasa Inggris.. dan sedang cari tempat kost..?

Semoga jangan deh.. aku udah amat betah di sini.. lagian aku bisa kehilangan Dwi..

"Tante tau apa yang Dik Sony kerjakan tiap pagi.." Jderr..!

Suaranya pelan.. halus.. tapi bagi telingaku bagai petir di cuaca buruk.. menggelegar.
Memang sudah hukum alam.. barang busuk toh akhirnya tercium juga.

Aku tak menjawab.. hanya tertunduk malu.. amat malu.
Bayangkan.. orang yang aku hormati ini tau setiap pagi aku mengintip anak gadisnya mandi..!!

"Kenapa Dik Sony lakukan hal itu..?"
"Hmm.. eh .." gugup banget.. keringat dingin.

"Kenapa Son..?"
"Maafkan saya tante.." hanya itu.

Dia diam menunggu kalimatku berikutnya.

"Dwi kan Sony anggap adik sendiri.." lanjutnya lagi setelah aku membisu.
"Benar tante.. mohon tante maklum.."

"Maklum apa Son..?"
"Umur saya sudah cukup untuk menikah.. tapi sekolah belum selesai.. jadi saya suka me ..itu.."

"Masturbasi maksud Dik Sony..?" Beuhh..! Langsung aja tante ini.
"Benar tante.. saya hanya membutuhkan rangsangan untuk melakukan itu.." lancar aja jawabku sekarang.

"Okey, tante bisa memaklumi, cuman tante khawatir kalau Sony keterusan trus berbuat ke Dwi"
"Enggak dong tante.."sahutku cepat.

"Okey, Sony janji ya..?" Katanya sambil bangkit dan ikut duduk di kasur di sebelahku.
"Dwi itu masih kecil.. dan belum pernah kenal lelaki.." katanya lagi.

Benar juga dugaanku, Dwi masih perawan.

"Saya janji tante.."
"Jangan teruskan ya, Son..?"

"Baik tante. Tapi tante nggak bilang bapak kan..?"
"Tergantung .."

"Tergantung apa tante..?" Tanyaku sambil mulai berani memandang wajahnya.. ingin tau.
Aduhh.. daster tante berkancing di tengah-tengah dadanya.

Di antara dua kancing itu ada tepi kain yang menganga.. menampakkan sedikit bulatan daging putih.. tepi buah dada tante.

Dasar kurang ajar.. udah dimarahin masih sempat juga mencuri pandang ke dada montok tante..
"Ada syaratnya Son.." katanya sambil meluruskan kaki dan menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri.
Tepi dasternya sedikit tersingkap.. menampakkan sedikit paha yang putih dan mulus itu..

"Apa tante..?" Mendadak penisku mulai menggeliat. Celaka nih.. aku tak pakai celana dalam.
"Satu.. kamu tak boleh mengulangi lagi.."
"Sony kan udah janji tante.."

"Dua.. jangan sekali-kali mengganggu Dwi.."
"Sony udah janji juga khan, tante.."

"Tiga .." Diam. Lagi-lagi aku memandangnya menunggu.
Tante masih membisu, menatap tajam mataku.

Aku ‘ngeri’.. mataku sedikit ke bawah menghindari tatapannya.. tetapi justru menemukan pemandangan lain.
Dada besar tante Murni bergerak naik-turun seirama alunan nafasnya yang ternyata mulai memburu..! Ada apa nih..?

"Yang ketiga apa tante..?" Tanyaku kian penasaran.
Tante Murni masih diam.. masih tajam menatapku.. nafasnya tambah ngos-ngosan.
Aku makin bingung..!

Tiba-tiba tante Murni melepas kancing dasternya yang paling atas..
Perlahan tapi pasti.. lalu kancing kedua.. dan stop. Belahan dada putih itu terhidang di depanku.

Belahan ‘dalam’ yang menunjukkan bulatnya buah kembar di samping kiri dan kanannya.
Ergghh.. Penisku makin tegang..!

Masih menatap tajam.. diraihnya tanganku dan dituntunnya ke belahan itu.
Aku langsung merasakan lembutnya dada tante. Tante Murni menginginkanku..?

Tapi aku kurang yakin.. tanganku masih pasif menempel di dadanya.
"Yang ketiga.. Sony harus memuaskan tante.." Huffh.. barulah aku yakin.

Tanganku langsung bergerak.. menyusup dan meremas. Baru aku menyadari ternyata Tante Murni tak memakai beha.
Kenapa tak kulihat dari tadi..? Memang nggak ada niat sih. Sekarang sih berminat.. kontolku udah ngaceng..

"Ooohh.. terus Son.." reaksinya ketika aku makin semangat meremasi dadanya.

Benar-benar dada istimewa.. besar.. lembut halus.. putingnya sudah mengeras..
tapi tentu saja tidak sekenyal dada sahabat sekuliahku yang kuperawani. Hehe..

Tante merebahkan tubuhnya ke kasur terlentang. Aku langsung menindih tubuhnya. Empuk..
Kedua tangannya meraih kepalaku.. dan kami lalu berciuman.. ciuman panas.. Lidah si tante begitu ‘ganas’ mengerjai mulutku.

Tangannya ke bawah.. srett.. memelorotkan kolorku dan.. ctap..! Langsung menggenggam penisku.
Dilepaskan ciumannya dan matanya melirik ke bawah. "Punya Sony keras dan ohh.." desahnya.

Kusingkirkan tepi-tepi kain dasternya.. sehingga buah dadanya secara utuh terbuka.. lalu kuserbu dengan mulutku.
Dengan gemas bukit kembar itu aku ucel-ucel. tante mengerang menikmati ucelanku.

Tapi ia melarangku untuk menggigiti buahnya. "Jangan Son. Entar berbekas Son.." desahnya. Benar juga.
Tanganku juga ke bawah.. menyingkap dasternya dan menelusup celana dalamnya.

Basah kuyup.. Lalu kupermainkan itilnya dengan ujung telunjuk. "Oooghh.. Sonn..hhhh.." desahnya lagi.
Tak hanya itilnya.. jariku terus ke bawah, menusuk. "Oow..! Pelan..pelan dong Son.." protesnya lirih.

Cepat-cepat kutarik jariku.. lalu menusuk lagi, perlahan. "Aahh.. teruss.. Son.. lebih dalam.. ohh.. sedapp.."
Liang vaginanya makin membasah. Tiba-tiba tante Murni menolak tubuhku.. jariku terlepas.

Tante langsung melepas kolorku.. Tuink..! Penisku mencuat.
"Ayo Son.. masukin ya.. tante udah nggak tahan nih.." pintanya.

Kulepas dasternya dan kupelorotkan celana dalam.. jembutnya tebal.. itilnya menonjol gede..
Tapi lubangnya kok engga kelihatan..?

Tubuh telanjang tante Murni tergolek dengan kaki terbuka lebar.
Masa’ sih.. liang memeknya begitu sempit..? Kubuang oblongku.

Kutempatkan kedua lututku di antara pahanya yang mengangkang..
Plepp.. perlahan kutempelkan penisku di bawah memeknya.

"Pelan-pelan.. ya.. Son.. tante udah lama engga ngerasain beginian.."
"Iya tante.." Udah lama nggak pernah..?

Aku mulai menusuk. Slebb..! "Ohhh.."
Busyet..! Mentok. Tekan lagi dengan menambah tenaga. Slebb..!!

Uuhh.. sempitnya. Rasanya aku tak percaya..
Wanita matang berusia sekitar 35 tahun ini kok punya liang vagina yang sempit banget.

Sambil menggoyang pinggul.. aku menambah tenaga tusukanku lagi. Jlebb..!! Nah.. masuk deh.
"Aaahh.. terus Son.. ohh.." desahnya sambil menggoyang badannya maju-mundur-kanan-kiri.

Slebb.. Tusuk lagi sampai penisku tertelan habis.. blessepp..!
Ughhh.. Terasa banget jepitan dinding vaginanya..
Dan di ujung sana.. terasa ada ‘tembok’ yang mengelusi kepala penisku.. lembut.. hangat.

Clebb.. clebb.. crebb.. crebb.. crebb.. clekk.. clekk.. Aku mulai memompa.
Pompaanku dibalas. Pinggulnya bergerak-gerak ‘aneh’.. tapi efeknya luaaarrrr biasa..!!

Arrrgghh.. Batang penisku serasa dilumati dari pangkal sampai kepalanya.

Lalu masih ditambah dengan variasi. Ketika pinggulnya berhenti dari gerakan aneh itu..
tiba-tiba aku merasakan jepitan teratur di dalam sana.. sekitar 4-5 kali denyut menjepit.. baru bergoyang aneh lagi.

Wuahh..!! Tak kusangka.. sedap juga wanita dewasa ini..!! Ahhh.. Menyesal aku.. karena selama ini tak memperhatikannya.
Wanita dengan wajah yang biasa-biasa saja.. tubuh molig.. punya ketrampilan berhubungan kelamin yang istimewa..
Gerakan anehnya makin bervariasi.

Terkadang aku malah meminta tante Murni berhenti bergoyang buat menarik nafas panjang.
Lumatan dan kemutan dinding-dinding vaginanya pada penisku membuatku geli-geli dan serasa mau 'nyampe'.

Aku tak ingin cepat-cepat sampai.. masih ingin menikmati ‘elusan’ liang vagina.
Tapi tante Murni makin galak.. gerakannya makin liar .. Hingga aku menyerah.. tak mampu menahan lebih lama lagi.

Justru aku makin cepat bergerak mengimbangi goyangan pinggulnya.
Aku sedang menuju klimaks.. mendaki puncak.. saat-saat yang paling nikmat..

Dan akhirnya.. pada tusukan yang terdalam.. crott.. crott.. crott.. crott..
Kusemprotkan maniku kuat-kuat di dalam liang nikmatnya.. aku mengejang.. melayang.. menggeletar..

Pada detik-detik aku melayang tadi.. tiba-tiba kakinya yang tadi mengangkang diangkat dan menjepit pinggulku kuat-kuat.
Amat kuat.

Lalu tubuhnya mengejang beberapa detik.. mengendur dan trus mengejang lagi..
"Aaahhhhh..!!" Tante Murni benar-benar teriak.
Aku khawatir teriakannya terdengar sampai lantai bawah.. makanya kututup mulutnya dengan mulutku.

Beberapa detik dia histeris. Lalu jepitan kakinya terasa mengendur. Kakinya jatuh ke samping. Tangannya juga. Dia rebah dan lemas ..
Beberapa saat kemudian.. setelah nafasnya mulai teratur.. "Terimakasih Son.." bibirku diciumi.

"Saya juga tante.." kataku jujur.
"Sony hebat lho.. Son..?" Pujinya.

"Kenapa tante..?"
"Udah lama tante ‘puasa’ lho.."

"Ah masa’ sih..?"
"Benar Son.."

"Emangnya bapak ..?"
"Dia impoten Son, udah lama nggak beginian Son.." sambil memelukku.

"Tante jangan bilang ke bapak ya.."
"Iyaa dong Son, gila apa..!?"

"Maksud saya, tentang mengintip itu.."
"Jangan khawatir Son, asal Sony .."

"Syarat yang ketiga..? Syarat yang nikmat begini sih okey aja tante.." potongku.
Tante Murni langsung menciumi mukaku.

Dari pengalamanku bersetubuh dengan tante Murni.. aku mendapatkan pelajaran baru yang bisa mengubah persepsiku tentang wanita:
‘Umur belasan atau tigapuluhan ternyata sama nikmatnya.. tergantung ketrampilannya dalam bermain’. Hehe.. (. ) ( .)
-----------------------------------------------
 
------------------------------------------------

Cerita 85 – Kenangan Hitam Masa Lalu

Chapter 1

Gosip
tentang Gatot semakin tersebar luas. Dari mulut ke mulut, gosip itu hinggap ke gang demi gang..
lalu mampir ke desa-desa sampai akhirnya seisi kompleks tau kalau Gatot dijemput polisi pas tengah malam tadi.

Orang-orangpun berkata:
Gatot, seorang pemuda pengangguran telah mengangkat kembali pamor kompleks sebagai tempat judi nomor wahid di kota.

Dulu kompleks ini memang dikenal sebagai tempat lahirnya para penjudi kelas kakap.
Tapi sejak beberapa tahun belakangan cerita itu tak pernah terdengar lagi.
Entah karena tobat atau karena takut, orang-orang seakan sepakat untuk menghapus cerita itu.

Dan di depan kompleks kini sudah dibangun Polsek. Beberapa polisi juga tinggal di sini.
Tiap malam ada ronda bergilir dari warga kompleks. Pak Camat juga punya rumah di sini.. tepat di belakang rumah Gatot.

Anak-anak kompleks hampir semuanya sekolah di madrasah yang berdampingan dengan Polsek.
Setiap ada kesempatan.. entah itu pengajian ataupun arisan.. pak Camat selalu berceramah..
Yang intinya.. meminta warga agar terus menjaga ketertiban dan keamanan kompleks serta menjaga nama baik kompleks.

Tapi tetap saja Gatot dan judi merajalela. Tiap malam, Gatot berangkat ke pasar lama yang sudah jadi arena perjudian.
Dan dia pulang ketika orang sibuk berangkat kerja. Dia selalu naik motor yang entah darimana dia dapatkan.

Sebenarnya sudah beberapakali Gatot didatangi polisi. Dia pernah didatangi ketua RT dan memberinya nasihat.
Konon.. setiap ada yang datang ke rumahnya dan memberinya nasehat agar sadar dan tobat.. Gatot selalu mengangguk sopan..
kemudian masuk ke dalam.. Pas keluar.. di pinggangnya sudah terselip golok.

Konon juga pak RT langsung diam dan pergi begitu diberi hidangan golok.
Maka tidak ada lagi yang berani datang ke rumahnya, takut kalau golok itu melayang sesuka hati.

Semakin menjadi-jadilah Gatot sang penjudi. Tidak ada lagi yang berniat menghentikannya.
Satu-satunya orang yang merasa sangat sedih adalah Murti.. yang kini sudah jadi istri pak Camat.

Gatot dan Murti sudah berkawan akrab sejak kecil. Bahkan sampai sekarang mereka tinggal berdekatan..
Hanya dibatasi tembok setinggi setengah meter.. yang memisahkan dapur rumah Gatot dengan dapur rumah pak Camat.

Selain menjadi istri pak Camat.. Murti juga menjadi guru agama di Madrasah.
Tentu gosip tentang Gatot membuat Murti serasa ditohok dari belakang.
Sama seperti yang lainnya.. Murti juga tak kuasa menghentikan Gatot.

Karena tak kuat membayar listrik, pak Camat memberi sambungan dari rumahnya ke rumah Gatot dan itu gratis.
Pun demikian dengan air.. Gatot setiap sore selalu mengambil bertimba-timba air dari mesin pompa milik pak Camat.
Bahkan Gatot juga menumpang jemuran di samping rumah pak Camat.

Murti sering dengan terpaksanya mendatangi rumah Gatot untuk mencari pakaian suaminya yang terbawa bersama pakaian Gatot.
Entah Gatot tidak sengaja atau memang sengaja mengambil pakaian suaminya.. Murti tidak berani berprasangka.
Dia takut menuduh Gatot sebagai pencuri.

Gatot memang nakal.. itu yang diingat Murti. Seketika Murti teringat pada masa-masa kecilnya bersama Gatot.
Ketika masih ingusan.. Gatot hanyalah bocah kurus kerempeng tapi punya wajah ganteng.
Dia sering mendorong-dorong Gatot sampai terjatuh.. membuat bocah itu menangis.

Dulu Gatot sangat cengeng.. lebih suka bermain sama anak perempuan karena takut pada sesama bocah lelaki.
Semasa kecil Gatot dapat julukan bencong.

Murti juga sering merasa malu kalau mengingat betapa ia dulu setiap hari mandi bersama Gatot.
Ia sering menarik-narik ’ulat’ milik Gatot. Dan Gatot selalu membalas dengan memukuli ’bukit kecilnya’.

Sampai kelas empat sekolah dasar.. ia masih sering mandi bareng Gatot.
Gatot juga sering belajar dan nonton TV di rumah Murti sambil menunggu ayah Murti pulang.

Keluarga Murti sudah menganggap Gatot sebagai anak sendiri. Jadi setiap pulang kerja.. ayah Murti selalu membawakan Gatot cemilan.
Dulu Gatot adalah anak yang baik dan penurut. Banyak sekali kenangan bersama Gatot yang tak mudah dilupakan oleh Murti.

Tapi Gatot dulu lain dengan Gatot sekarang. Ada yang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Gatot yang cuma sempat sekolah sampai kelas dua SMP.. seakan mewarisi perilaku ayahnya.
Siapa di seantero kompleks yang tidak kenal ayah Gatot..? Para orang orang tua pasti tau persis kelakuan cak Karso, ayahnya si Gatot.

Kalau pagi.. cak Karso memang bekerja normal sebagai sopir truk.
Tapi begitu malam tiba.. cak Karso beralih profesi.. membuka warung kopi di pintu masuk kompleks.

Tentu bukan semata kopi yang dijual. Mulai dari air putih biasa sampai minuman anggur beralkohol luar..
biasa semuanya bisa didapat dan dinikmati dengan bebas, menemani permainan kartu dengan taruhan tak kalah luar biasa.
Cak Karso adalah pelopor judi yang membuat kompleks ini begitu tersohor hingga keluar kota.

Gatot kecil sering menemani ayahnya dan mengaku senang karena orang- orang sering memberinya uang jajan.
Gatot juga mengaku suka kalau diajak minum-minuman yang katanya berasa nikmat.

Sejak itulah Gatot kecil mulai menampakkan perubahan total.
Dan semakin menjadi-jadi ketika ibunya meninggal dengan tragis.. gara-gara dipertaruhkan judi oleh cak Karso.

Yu Darti, ibunya Gatot.. meninggal tak lama setelah tiga hari tiga malam diperkosa secara bergiliran oleh para begundal.
Cak Karso dengan kejamnya menjadikan istrinya sendiri sebagai tumbal permainan judi.

Yu Darti yang merupakan bunga desa.. akhirnya lebih memilih mengakhiri hidup daripada menanggung aib dan malu.
Sedangkan cak Karso tiba-tiba raib.. menghilang entah ke mana.. meninggalkan Gatot seorang diri.

Jadilah Gatot anak sebatang kara.. putus sekolah.. hidup dari belas kasihan orang.
Salahsatu alasan yang jadi penyebab kuat dia menjadi penjudi kawakan.

Toh sampai sejauh itu Murti masih bisa menahan rasa sedihnya. Murti tetap memberikan listrik dan air gratis..
juga masih membolehkan Gatot menumpang jemuran. Seburuk apapun kelakuan Gatot, dia adalah teman dekatnya.

Gatot memang kurang ajar. Dia pernah mengintip Murti mandi, juga sering menggoda Murti kalau pulang dari mengajar.
Puncaknya.. Murti merinding bila mengingat kejadian itu..

Saat Gatot datang ke rumahnya.. lalu masuk ke kamarnya dan menggerayanginya yang lagi tidur.
Murti mengira itu adalah pak Camat, suaminya.. maka iapun diam saja.
Sudah kebiasaan suaminya, meminta 'jatah' di siang hari bolong seperti ini.

Meski merasa lain.. karena terasa lebih kasar.. Murti tidak pernah curiga saat Gatot mulai memeluk dan menciuminya.
Ia juga tidak menolak begitu Gatot mulai melepas daster putih yang ia kenakan.

Setelah mencumbuinya sebentar.. Gatot mulai membuka bra tipisnya dan melepaskan celana dalamnya.
Setelah itu sedikit demi sedikit Gatot mulai menikmati jengkal demi jengkal seluruh bagian tubuh Murti.. tak ada yang terlewati.

Dalam keremangan kamar.. Murti bisa melihat penis Gatot yang disangka suaminya.
Benda itu tampak mulai menegang.. tetapi belum keras sepenuhnya.
Ukurannya yang agak lebih besar masih belum membuat Murti curiga.

Dengan penuh kasih sayang Murti meraih batang kenikmatan Gatot..
dan memain-mainkannya sebentar dengan kedua belah tangannya.. untuk kemudian mulai dikulumnya dengan lembut.

Terasa di dalam mulutnya.. batang penis Gatot mulai hangat dan mengeras.

Murti terus menyedot batang panjang itu sambil sesekali matanya terpejam..
menahan nikmat akibat kocokan jari-jari Gatot di liang vaginanya.
Ia masih belum menyadari siapa sebenarnya laki-laki di depannya ini.

Gatot kemudian membalas dengan meremas-remas kedua payudara Murti yang terlihat sangat menantang.

Remasan Gatot membuat Murti mulai merasakan denyut-denyut kenikmatan yang bergerak dari puting payudaranya..
dan terus menjalar ke seluruh bagian tubuhnya yang lain.

Terutama lubang vaginanya.. yang kini terasa semakin basah dan lengket akibat kocokan jari-jari Gatot.

Murti melirik ke atas.. ingin mencium sang suami.. tapi Gatot dengan lihai menyembunyikan mukanya di punggung perempuan itu..
hingga lagi-lagi Murti tidak mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Bahkan agar lebih mengelabui Murti.. Gatot turun ke bawah dan mulai menjilati vagina sempit Murti.
Ia menyembunyikan mukanya di celah selangkangan istri pak camat itu.

Dengan liar lidahnya menyapu dan mengulum daging kecil klitoris milik Murti yang terlihat begitu mungil dan menggemaskan.
Murti kaget sekaligus sangat kewalahan menerimanya.. karena sebelumnya pak Camat tidak pernah melakukan hal yang seperti itu.

Tubuh Murti langsung bergetar menahan nikmat.. peluhnya mengucur begitu deras..
dengan diiringi erangan-erangan kecil dan nafas tak tertahankan ketika ia merasakan rasa yang begitu nikmat ini.

Pelan tapi pasti.. dengan posisi saling membelakangi.. mulai dirasakannya penis Gatot.. yang masih disangka suaminya..
mulai terbenam sedikit demi sedikit ke liang vaginanya.

Rasa gatal yang dirasakan Murti sejak tadi kini berubah menjadi rasa nikmat yang amat sangat..
saat penis Gatot yang telah ereksi sempurna mulai bergerak-gerak pelan.. maju-mundur menggesek liang vaginanya.

Murti merasa suaminya lebih jago dalam permainan ini.. beda dengan biasanya. Tapi sekali lagi.. Murti tidak curiga.
Ia menganggap.. mungkin pak Camat telah banyak belajar hingga sekarang jadi sedikit lebih pintar.

Akhirnya.. dengan mata terpejam dinikmatinya goyangan laki-laki itu.

Murti begitu meresapinya.. hingga
tak sampai lima menit kemudian ia sudah berteriak kecil saat sudah tak mampu lagi menahan gejolak birahinya.

Tubuhnya yang montok meregang sekian detik..
sebelum akhirnya rubuh di ranjang ketika puncak kenikmatan perlahan meninggalkan tubuhnya.

Murti memejamkan matanya sambil menggigit kecil bibirnya..
saat merasakan sisa-sisa orgasme yang membuat vaginanya terus mengeluarkan denyut-denyut ringan penuh kenikmatan.

Gatot menyusul tak lama kemudian.. laki-laki itu dengan cepat menarik penisnya dan beberapa detik kemudian..
Crett.. crett.. crett.. crettt.. air maninya tumpah dan menyembur dengan derasnya ke tubuh dan wajah cantik Murti.

Murti gelagapan.. tapi dia berusaha membantu dengan mengocok penis ’suaminya’ sampai air mani Gatot habis.. menetes seluruhnya.
Murti sedang asyik menjilati penis itu.. saat Gatot berbisik.. ”Aku benar-benar puas, Mur.. kamu memang hebat..!" Pujinya.

Seketika Murti berbalik.. terkejutlah ia karena yang sedang ia ciumi penisnya adalah Gatot.
Spontan ia mengusir laki-laki itu.. dan lalu menangis sejadi-jadinya di kamar.. sampai suaminya pulang.

Pak Camat bingung melihat keadaan Murti.. tapi ia tak pernah tau apa yang sebenarnya telah terjadi.

Sejak kejadian itu.. Murti selalu mengunci semua pintu dan jendela bila sendirian di rumah.
Dia takut Gatot akan masuk lagi sesuka hati.

Sampai tersiar berita yang masih dari bisik-bisik warga kompleks. Gatot tidak hanya berjudi di pasar lama.
Gatot diam-diam sering mengajak teman-temannya untuk berjudi dan minum sampai teler di rumahnya.
Jelas itu adalah hal yang mencemaskan Murti.

Bahkan sering juga ada perempuan yang menginap di rumah Gatot sampai berhari-hari.
Yang jelas perempuan itu bukan istri Gatot.. karena sampai umur tigapuluh dua tahun ini Gatot masih seorang duda.

Bisik-bisik tetangga itulah yang membuat Murti perlu berdialog dengan pak Camat.
“Mas Joko.. pepatah bilang nila setitik akan merusak susu sebelanga..”
“Artinya..?” Joko sang pak Camat bertanya.

“Masa’ sih mas Joko nggak tau..? Artinya.. sebanyak apapun kebaikan yang kita lakukan.. akan rusak oleh keburukan..”
Murti menjawab sambil memperbaiki posisi berbaringnya.

“Apa hubungannya dengan kita, Murti..?”
“Bukan kita, mas. Tapi kompleks kita ini..”

“Maksudmu tentang Gatot..?” Murti mengangguk. Pak Camat menarik napas panjang.
Murti menunggu pak Camat bicara, tapi suaminya itu cuma tersenyum.

Murti terpaksa ikut tersenyum. Senyum yang kecut dan kelu.
Setelah itu mereka tak bicara lagi.. karena lebih memilih untuk meneruskan keintiman yang tertunda.

Pak Camat dengan penuh nafsu melumat bibirnya..
sementara Murti tersenyum manja saat memegang batang pak Camat yang memang sudah berdiri daritadi.

Laki-laki itu dengan sigap membuka kancing baju serta kait BH yang Murti pakai.
Murti membalas dengan menarik kepala suaminya ke arah buah dadanya yang sudah terpampang bebas.

”Isap, mas.. isap putingnya. Ughhhh..!” Pinta Murti tak tahan lagi.

Tapi belum puas pak Camat mengisapnya..
Murti sudah dengan cepatnya menunduk dan mengulum batangnya yang sudah semakin mengeras dan menegang..

"Ah.. Mur, baru kali ini kamu mengisap penisku..” desahnya keenakan.
Dia tidak pernah tau.. ada satu peristiwa yang membuat Murti jadi nakal seperti itu.

"Penis mas besar sekali.. dan ah.. berurat lagi.. seperti kawat baja.." desah Murti tak mau kalah.

Pak Camat agak bingung mendengar perkataan istrinya.. Besar..? Berurat..?
Perasaan, penisnya tidak sampai seperti itu. Lalu.. burung siapa yang dibicarakan oleh Murti..?

Pak Camat sudah ingin bertanya.. saat Murti mulai mengisap barangnya semakin cepat..
sambil kedua tangannya menggoyang-goyangkan bola kenikmatan yang ada di bawahnya..
membuatnya jadi tak tahan dan akhirnya mengurungkan niat.

Malah yang ada.. tanpa terasa pak Camat sudah mulai menunggangi tubuh bugil Murti.
”Kamu cantik banget, Mur..” seiring perkataan itu.. blessepp.. melesaklah penis pak Camat menembus vagina sempit Murti.

”Oughh..” mereka menjerit bersamaan dan mulai menggoyangkan tubuh masing-masing.

Persetubuhan itu berlangsung singkat karena beberapa menit kemudian pak Camat sudah melenguh penuh kepuasan.
"Ahh.. Mur, aku keluar..! Ahh..” dia tekan pantatnya kuat-kuat dan menyemburkan spermanya di lorong sempit vagina Murti.

Murti menerimanya dengan agak kecewa. Baru saja dia merasa nikmat, pak camat sudah keburu keluar.
Tidak seperti .. ah.. dia tidak boleh mengatakannya.
Murti sadar kalau apa yang ada di pikirannya bisa saja membuat pak Camat marah besar.

Sambil membiarkan pak Camat merangkul tubuhnya..
Murti juga membiarkan angannya terbang menjelajahi masa lalunya bersama Gatot kecil.
---------------

Bagi kebanyakan warga kompleks.. Gatot muda dan Murti muda bagaikan Rama dan Sinta.
Gatot yang ketampanannya mewarisi kecantikan Yu Darti.. sangat cocok dan serasi bila sudah berjalan berdua dengan Murti..
yang memang sudah cantik sejak bayi.

Setiap ada acara Agustusan di kompleks.. Gatot dan Murti selalu berpasangan bila tampil di panggung.
Gatot yang masih lugu dan pemalu sering membuat warga tertawa bila sudah dijahili Murti di atas panggung.

Pokoknya di mana saja dan mau ke mana saja.. keduanya selalu bersama.

Murti ingat ketika baru masuk SMA.. ayahnya sering meminta tolong pada Gatot agar mengantarnya ke sekolah.
Gatot yang pengangguran senang saja mengantar Murti ke sekolah.. karena kalau sudah berdua dalam mobil..
Murti sering lupa diri kalau sudah bukan anak kecil lagi.

Tingkah Murti masih seperti bocah dan menganggap Gatot masih bocah juga.
Gatot senang karena Murti cuma mengikik geli tiapkali dia meremas buah dada yang lagi ranum-ranumnya.

Gatot senang.. karena Murti cuma merem-melek kalau dia mengelus dan menjilati paha yang sedang mulus-mulusnya.
Itu setiap hari Gatot lakukan kalau mengantar Murti sekolah. Sampai akhirnya Murti sadar bahwa itu terlarang.

Sejak sadar itulah Murti tidak mau lagi diantar Gatot.
Terakhir Murti diantar Gatot dan dalam mobil Gatot berusaha memelorotkan celana dalamnya.

Murti yang sudah sadar berusaha mempertahankan diri.. namun karena kalah kuat.. diapun cuma bisa menangis.
Ajaib.. tangisannya itulah yang membuat Gatot menghentikan niat busuknya.

Padahal rok dan celana dalam Murti sudah teronggok di jok belakang.
Tuhan memang maha besar.. hingga Murti masih tetap perawan.

Sejak saat itu Gatot tak pernah lagi mengantar Murti.
Dan Murti kemudian mengganti seragam sekolah dengan seragam muslimah dan berkerudung.

Sejak gagal memperkosanya.. Murti tidak pernah lagi melihat Gatot berkeliaran di kompleks.

Kemudian Murti tau kalau ternyata Gatot menyewakan rumah peninggalan orangtuanya..
dan menggunakan uang hasil sewa rumah itu untuk pergi merantau ke luar pulau.

Orang-orangpun senang.. dan berpikir kalau Gatot tidak seperti ayahnya yang pemabuk dan penjudi.

Umur delapanbelas tahun.. Gatot sudah meninggalkan kompleks.
Enam tahun sejak meninggalkan kompleks.. terdengar kabar yang makin membuat warga memanjatkan puji syukur.
Gatot telah menikah dengan gadis anak ulama terkenal di perantauannya.

Mau tidak mau Gatot harus menyesuaikan dengan kehidupan istrinya.
Setiap hari Gatot memakai baju gamis dan menjadi tukang adzan di masjid.

Ketika Gatot dipercaya oleh mertuanya untuk mengelola pondok pesantren..
semakin besyukurlah warga kompleks.. karena Gatot benar-benar berbeda dengan ayahnya.

Namun dua tahun kemudian Gatot berubah. Kabar yang berembus mengatakan kalau Gatot mulai menyalahgunakan fungsi pondok.
Dia mulai meniru perilaku ayahnya. Gatot mengganti musik qasidah dengan musik rock.

Persatuan hadrah dia tambahi dengan konsep lagu mancanegara.
Para santri tidak diwajibkan untuk sholat lima waktu. Santri pria tidak lagi dibatasi untuk bertemu santri wanita.

Pengajian rutin berubah menjadi acara makan makan dan minum.
Tentu saja mertuanya marah besar. Dan istrinya menanggung malu besar.

Tidak sampai tiga tahun perkawinan itu kandas tanpa dikaruniai seorang anak.
Tuhan pasti tidak meridhoi Gatot menjadi seorang ayah.. karena takut akan menjadi seperti ayahnya.

Gatot cerai dan mendapat harta bagi warisan dari istrinya berupa mobil dan uang tunai beberapa puluh juta.
Orang-orang mulai yakin kalau Gatot memang tak lebih baik dari ayahnya.

Ketika Gatot kembali pulang ke kompleks.. maka ketika itulah perlahan tapi pasti dia mengubah kompleks menjadi seperti dulu.
Harta yang didapat dari hasil perceraiannya ludes dalam sekejap.. termasuk mobil.

Awalnya Gatot berjudi kecil-kecilan bersama tukang tukang ojek..
tapi kemudian beralih ke judi yang lebih besar di pusatnya judi.. yakni pasar lama.

Semakin hari Gatot bukannya semakin kaya, tetapi justru semakin hidup susah dengan tumpukan utang di sana-sini.
Sampai tersiar kabar kalau pas tengah malam tadi Gatot digelandang ke kantor polisi.
---------------

Murti menarik napas dan melemaskan urat-urat setelah beberapa lama berada dalam himpitan pak Camat.
Tubuhnya yang masih terlihat segar dan montok telentang penuh keringat.

Murti mendehem ketika pak Camat mau meminta lagi. Pak Camat paham artinya itu.
Murti membiarkan pak Camat keluar kamar.
Dia sendiri kemudian menyusul keluar untuk membersihkan diri dan sholat Ashar.

Sehabis sholat.. Murti berjalan menuju dapur.
Namun belum sampai di sana.. dia mendengar bel rumah berbunyi diiringi ketukan pintu dan ucapan salam.
Murti mengurungkan niat memasak dan berjalan menuju pintu. Begitu pintu terbuka.. Murti kaget setengah mati.

Di hadapannya telah berdiri Gatot dengan keadaan babak belur.
Gatot berdiri menyandar pada kusen pintu seakan untuk menopang tubuhnya agar tak jatuh.

Antara takut dan kasihan Murti mempersilakan masuk.. namun Gatot menolak dan tetap berusaha untuk berdiri tegak.

“Mur, suamimu ada..?” Kata Gatot dengan suaranya yang parau.
Dulu suara Gatot sangat bening dan jernih karena sering dipakai untuk mengaji dan qiro’ah.

“Ada. Untuk apa kamu cari suamiku..?” Murti agak khawatir juga kalau-kalau Gatot nantinya akan menyakiti suaminya.
“Tak usah takut, Murti. Aku tidak akan menyakiti siapapun. Tolong panggilkan saja pak camat..”

Murti masuk ke dalam.. dan tak lama kemudian keluar menemui Gatot bersama suaminya.
Melihat keadaan Gatot.. pak Camat yang tadinya agak takut menjadi kasihan.

“Ada apa, Gatot..? Masuk saja ke dalam..” pak Camat menuntun Gatot dan mendudukkannya di kursi ruang tamu.

Murti bergegas ke belakang untuk membuat minuman lalu muncul lagi dan duduk di samping suaminya.

“Saya sangat memohon bantuan, pak Camat..” kata Gatot tanpa berani menatap Murti..
teringat apa yang telah ia lakukan pada teman mainnya itu.

Gatot cuma berani mengangkat wajahnya sesekali untuk memandang pak Camat, lalu menunduk lagi.

“Kalau itu masih di dalam kemampuan saya, pasti kamu akan saya bantu, Gatot..”
“Saya ingin meminjam uang pada pak Camat..”

“Berapa..?”
“Sepuluh juta, Pak. Untuk bayar utang. Kalau sampai besok saya tidak bisa melunasi.. polisi akan menahan saya..”
Murti dan pak Camat saling berpandangan dalam berjuta makna.

Sepuluh juta adalah jumlah yang besar.. apalagi yang meminjam adalah Gatot.. seorang penjudi.

Mereka bimbang. Sejujurnya mereka dan semua warga kompleks senang kalau Gatot di penjara agar kehidupan warga tenang..
tapi di sisi lain naluri kemanusiaan mereka bicara.

Alangkah kasihan kalau Gatot harus mendekam di penjara cuma gara-gara utang.
Apalagi ketika kemudian Gatot menyodorkan sertifikat tanah dan BPKB motor di atas meja.. semakin bimbanglah mereka.

“Untuk apa semua ini, Gatot..?” Tanya pak Camat.
“Itu adalah jaminan yang bisa bapak simpan. Saya sangat memohon, Pak..” pinta Gatot memelas.

Murti menangis dalam hati. Gatot yang kini di hadapannya tak ubahnya dengan Gatot semasa masih bocah..
yang menangis bila menginginkan sesuatu.
Gatot kini memang tidak menangis, tetapi Murti tau pria itu berjuang agar tidak menjatuhkan air mata.

Pak Camat mengajak Murti ke dalam dan berbisik-bisik. Intinya mereka berdiskusi antara memberi atau tidak.
Sejurus kemudian, mereka mengangguk-angguk dan keluar lagi menemui Gatot.

“Saya akan bantu kamu, Gatot. Untuk sementara biar semua ini kami simpan..” kata pak Camat.
“Silakan, pak Camat. Saya sangat berterimakasih..”

“Ini juga sedikit buat pengobatanmu. Pergilah ke Puskesmas..”
“Sekali lagi terimakasih, pak Camat. Saya mohon diri..”

“Nanti malam saya antar uangnya ke rumahmu, Gatot..”
“Baik, pak Camat. Assalamualaikum..”
“Wa’alaikum salam..”

Pergilah Gatot. Tinggal Murti dan pak Camat yang memandang kepergiannya dengan nanar.
Gatot.. pria paling ditakuti di kompleks, kini seperti kehilangan kegarangannya.
Tubuhnya sempoyongan berjalan pulang. Pak camat dan Murti menghela napas lalu menutup pintu.

Dalam lubuk hati terdalam, Murti berharap semoga doa yang selama ini dia panjatkan demi memohon kebaikan Gatot, terkabul.
Dia dan semua warga kompleks ingin menyaksikan Gatot bertobat yang sebenar-benarnya tobat.

Murti bahkan ikhlas seandainya Gatot tidak mampu membayar utang padanya asalkan pria itu menunjukkan perubahan yang nyata.

“Mas Joko ada ide..?” Tanya Murti pada suaminya saat mereka sedang makan malam.
“Ada. Aku akan mempekerjakan dia sebagai sopir kita..”

“Apa mas Joko tidak malu menanggung beban seorang penjudi dan pemabuk seperti Gatot..? Ingat nama baik mas sebagai camat..”
“Setiap orang bisa bertobat, Murti. Semoga hari ini adalah hari pertobatan bagi Gatot..”

Murti mengangguk membenarkan perkataan pak Camat. Tuhan memberi kesempatan pada umatnya untuk bertobat.
Semoga Gatot tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Murti ingin melihat Gatot sholat dan mengaji seperti dulu.
Murti ingin mendengar suara Gatot mengumandangkan azan di mushala kompleks seperti dulu.
Yang terpenting lagi, Murti ingin Gatot berhenti judi dan mabuk.

Ini adalah awal kisah Murti dan Gatot.. dua insan yang seperti ditakdirkan untuk saling bersama.

Kini Gatot telah kembali dalam lingkaran kehidupan Murti. Gatot menjadi sopir pak Camat dan keluarganya.
Gatot kembali mengantarkan Murti ke mana saja meski tidak seperti dulu lagi.

Murti tidak lagi mengumbar kemolekan tubuhnya.
Dia selalu keluar berbusana muslimah untuk menjaga image sebagai istri seorang camat..

Juga sebagai guru madrasah yang digugu dan ditiru para muridnya.
-------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd