--------------------------------------------------
Cerita 61 – Jadi Pemuas Tetanggaku
Part 2
Tapi.. harus kuakui bahwa jauh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam..
aku sangat mengharapkan kenikmatan yang dulu kudapat saat disetubuhi Cakra. Aku tidak bisa mendapatkannya dari Mas Hendra.
Karena itulah.. ketika mandi sore itu aku tanpa sadar melakukan masturbasi di bawah shower membayangkan kokohnya dada Cakra yang bidang.. perutnya yang sixpack.. dan penisnya yang keras. Membayangkan diriku disetubuhi lagi olehnya.
Pada hari kelima di siang hari, aku sedang sibuk menyapu rumah. Mas Hendra seperti biasa sedang sibuk di kantor.
Tadi dia sempat SMS mengatakan kalau nanti akan pulang malam karena harus menyelesaikan lembur di kantor.
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Sebuah nomor asing tertera di layar ponselku.
“Halo..” aku menyapa seseorang di ujung telepon sana.
“Gaby.. ini aku, Cakra..” ujarnya, singkat. Seketika jantungku langsung berdebar-debar.
“Iya mas, ada apa..?” Tanyaku, agak gemetar.
“Nanti malam jam satu.. datanglah ke rumahku lewat belakang. Datanglah tanpa pakaian.
Saat aku melihatmu keluar dari pintu belakang rumahmu.. kamu harus sudah telanjang.
Awas kalau kamu tidak melakukannya. Aku akan menculik suamimu dan membunuhnya..!” Ancam Cakra, lalu langsung menutup teleponnya.
Aku ternganga. Aku harus berjalan menyeberang pekarangan belakang rumah sejauh 20 meter malam-malam tanpa pakaian satu pun..!?
Astaga.. Preman ini benar-benar gila..! Aku benar-benar takut dengan ancaman Cakra.
Ia punya banyak teman sesama preman yang sewaktu-waktu bisa menyakiti Mas Hendra.
Aku tidak mau terjadi.. karena aku yakin Mas Hendra tidak akan menang melawan mereka. Mau tak mau aku harus menuruti kemauan Cakra.
Aku berdebar-debar saat membayangkan diri pergi ke rumah Cakra malam-malam tanpa pakaian sehelai pun.
Bagaimana jika ada yang melihatku..? Apa yang hendak Cakra lakukan kepadaku..?
Saat sedang merenung itu.. tiba-tiba aku sadar bahwa vaginaku sudah basah.. aku menginginkan hal itu terjadi lagi padaku..
mengingat tadi pagi ketika bercinta dengan Mas Hendra di kamar mandi aku gagal meraih kepuasan..
Mas Hendra keluar duluan seperti biasanya.. aku ingin menyelesaikan birahiku yang belum tuntas ini..
-----------------------
Selepas petang.. aku melamun sendirian di ruang tamu. Aku bimbang.
Aku berencana untuk memenuhi keinginan busuk Cakra.. demi keselamatan Mas Hendra.
Tapi aku juga belum siap. Aku tidak rela Cakra menyetubuhiku lagi.
Lagipula aku juga tidak berani pergi ke rumahnya malam-malam tanpa pakaian.
Itu adalah hal gila.. yang sungguh tidak layak dilakukan oleh perempuan baik-baik sepertiku.
Aku coba meminta kepada Cakra untuk membatalkan niatnya itu. Barangkali ia masih punya hati untuk mendengar permintaanku.
Segera kuraih ponselku lalu meneleponnya. Setelah beberapakali terdengar nada sambung, teleponku diangkat.
“Halo..” kata Cakra di ujung telepon sana.
“Halo Mas Cakra.. ini aku, Gaby..” ucapku, dengan nada agak gemetar.
“Mas.. aku tidak bisa menuruti kemauan Mas Cakra. Tapi aku mohon dengan sangat, Mas.. jangan celakakan Mas Hendra..”
“Ketentuanku sudah jelas..! Kalau kamu nggak mau, tanggung sendiri akibatnya..!” Bentak Cakra. Seketika rasa takut mendera hatiku.
“Aku mohon, Mas. Aku nggak bisa melakukan hal itu. Tolong, Mas..” aku mulai terisak.
“Masabodoh..! Besok pagi saat Hendra berangkat kerja aku dan teman-temanku akan menculiknya..!
Kamu siap-siap saja mendengar kabar duka tentang Hendra..” kata Cakra, tajam.
Aku menutup mulutku, tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bakalan menimpa Mas Hendra jika aku tidak mau memenuhi keinginan Cakra.
Tubuhku lemas. Pikiranku pun kacau.
Tiba-tiba, Cakra menutup teleponnya. Aku panik.. lalu segera meneleponnya lagi.
“Mas.. Mas.. baiklah, nanti malam aku akan datang ke rumah Mas Cakra.
Tapi tolong.. izinkan aku memakai pakaian. Kali ini tolong kabulkan permintaanku, Mas.
Aku akan melakukan apa pun yang Mas Cakra mau. Apa pun. Tapi aku mohon biarkan aku memakai pakaian saat ke rumah Mas Cakra nanti..”
aku berucap dengan hati-hati supaya Cakra tidak kehilangan kesabaran.
“Kemauanku sudah jelas. Nggak bisa ditawar lagi..” Cakra berkata dengan singkat.. lalu menutup teleponnya. Aku langsung terduduk lemas.
****
Mas Hendra baru pulang pada jam 9 malam. Ia kelihatan sangat lelah. Aku merasa kasihan sekali.
Ia telah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami, dan tentu saja menabung.
Kami bermimpi untuk membeli rumah.. sehingga tidak perlu mengontrak lagi.
“Mas, langsung mandi, ya. Aku akan memanaskan makanan, lalu kita makan bersama-sama..” kataku kepada Mas Hendra.
“Lho, kamu belum makan..?”
“Belum, Mas. Aku sengaja menunggu Mas Hendra..” ujarku, lembut. Mas Hendra tersenyum.. lalu bergegas ke kamar mandi.
Mas Hendra terlihat lebih segar setelah mandi. Kami pun segera makan malam.
Mas Hendra makan dengan lahap. Rupanya ia benar-benar kelaparan.
Tenaganya terkuras untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya yang menumpuk.
Setelah makan, kami langsung masuk ke kamar.
“Sayang, aku capek banget. Aku tidur duluan, ya..” ujar Mas Hendra.. lantas memejamkan matanya.
Aku tersenyum, lalu mengecup keningnya.
Tidak berapa lama kemudian ia tampak tertidur dengan pulas.. sementara aku masih terjaga karena gelisah.
Sebenarnya aku bersyukur Mas Hendra pulang dalam keadaan lelah.
Kalau sudah begitu.. biasanya ia akan tidur sampai pagi tanpa terbangun sama sekali.
Jadi sepertinya nanti aku bisa pergi ke rumah Cakra dengan tenang.
Selanjutnya aku mencoba tidur.. dan sudah memasang alarm pukul setengah satu dinihari.
Lumayan jika aku bisa tidur selama satu atau dua jam. Tapi mataku tidak kunjung terpejam.
Aku terlalu gelisah. Aku sudah coba membaca buku.. tapi tetap saja rasa rasa kantuk tidak kunjung datang.
Hingga akhirnya tanpa terasa waktu yang ditentukan telah tiba.
Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul satu kurang limabelas menit.
Aku beranjak dari tempat tidur dengan perlahan, lalu keluar kamar.
Sesaat sebelum menutup pintu, aku memandang Mas Hendra yang sedang tidur nyenyak.
“Mas, maafkan aku..” ujarku.. lirih, nyaris terisak. Untuk berjaga-jaga.. aku mengunci pintu kamar dari luar.
Aku berpindah ke kamar tidur tamu.. berdiri di depan cermin besar di sana.
Dengan mengeraskan hati aku mulai melucuti dasterku hingga tinggal mengenakan pakaian dalam saja.
Kurapikan rambutku.. lalu menjepitnya dengan jepitan rambut.
Saat lenganku terangkat.. tampak ketiakku yang halus dan mulus. Tadi siang aku memang baru saja mencukurnya.
Aku melepas BH-ku perlahan.. hingga tersingkaplah dadaku yang bulat dan indah.
Kemudian aku melepas celana dalam. Aku memandang tubuhku dari depan cermin.
Daerah kewanitaanku tampak memesona.. dengan bulu-bulu hitam yang tercukur rapi.. kontras dengan pahaku yang putih dan berisi.
Dalam hati aku kagum pada tubuhku sendiri.. begitu sintal dan mulus. Padahal aku tidak pernah melakukan perawatan tubuh secara khusus.
Segera aku menuju pintu belakang. Tak kusangka.. rupanya Cakra sudah menunggu di pintu belakang rumahnya sambil merokok.
Kupandangi sekeliling dengan berdebar-debar.. takut ada orang yang melihatku.
Huff.. Setelah menarik napas.. aku langsung melangkah menuju rumah Cakra. Ya.. tanpa pakaian sehelaipun..! Benar-benar telanjang..!
Berjalan dengan napas memburu.. aku sangat takut bila sampai ketahuan orang.
Setibanya di sana ku langsung menghampiri Cakra.
Ia tampak terpukau sejenak.. melihat tubuhku dari atas ke bawah dengan pandangan penuh kekaguman.
Risih rasanya dalam situasi itu.. aku lalu memaksanya masuk ke dalam rumahnya. Cakra membawaku ke kamarnya.
Aku langsung duduk di tempat tidurnya sambil berusaha menutupi dada dan kemaluanku..
sementara ia keluar sebentar untuk menutup pintu belakang.
Setelah masuk kamar ia langsung mengunci pintunya.. lalu membuka kausnya.
Lagi-lagi aku terpesona dengan dadanya yang bidang dan perutnya yang sixpack..
tubuh yang menjadi objek khayalanku saat aku bermasturbasi beberapa hari yang lalu.
“Gaby.. terimakasih sudah datang..” ujarnya sambil terkekeh.
Aku hanya membuang mukaku.. sembari menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Cakra menghampiriku lalu berusaha menciumku. “Ayo Gaby, layaniku aku lagi..” ujarnya.
Kata-katanya benar-benar kurang ajar.. seolah-olah aku adalah pelacur yang bisa dinikmatinya kapan saja.
Aku berusaha menghindar. Namun upayaku kalah oleh tangan Cakra yang kekar.
Ia berhasil menarik wajahku.. lalu mencium bibirku dengan penuh nafsu.
Aku gelagapan menerima ciumannya. Lidahnya bermain-main di dalam mulutku.. sementara tangannya meremas-remas dadaku.
Menki aku benci mengakuinya.. tapi gairahku perlahan mulai bangkit. Tanpa aku sadari.. aku membalas ciuman Cakra tidak kalah panasnya.
Kami berciuman selama beberapa saat. Kemudian Cakra menurunkan ciumannya ke arah leherku.. lantas turun lagi hingga dadaku.
Slrupp.. slrupp.. Ia menjilat-jilat payudaraku.. dan sesekali mencupangnya.
Aku hanya bisa pasrah menerima cumbuan yang begitu nikmat itu.
Gairahku semakin terbakar saat Cakra mengangkat tanganku, lalu melumat ketiakku.
“Ssshhh.. ssshhh..” aku melenguh keenakan.
Cakra berhenti sejenak.. lalu mengambil tali di samping tempat tidur. Sepertinya ia sudah menyiapkan tali tersebut.
“Mau buat apa, Mas..?” Tanyaku dengan napas tertahan.. takut Cakra akan bertindak macam-macam.
“Sudah.. kamu diam saja. Sini tanganmu..!” Sergah Cakra.
Aku tidak berkata apa-apa lagi.. kemudian menyerahkan kedua tanganku kepadanya, pasrah.
Dia mengikat tanganku dengan erat.. lalu mengangkatnya dan mengikatnya ke tiang tempat tidur.
Kini tubuhku telentang dengan kedua tangan terangkat dan terikat.
Cakra terkekeh.. mulai menjilati dan mencupang dadaku. Aku mendesah-desah tak karuan.
Kemudian Cakra membuka pahaku. Tanpa banyak kata ia langsung menjilat vaginaku.
Aku semakin belingsatan. Aku menahan gairah dengan merapatkan pahaku hingga kepala Cakra tertekan.
Cakra memainkan lidahnya di liang vaginaku pintarnya. “Ahhh.. ouhhh..” Desahanku semakin keras.
Namun, aku berusaha menahannya ketika teringat bahwa di rumah itu juga ada nenek Cakra.
Aku tidak mau dia tiba-tiba terbangun lalu melihatku sedang digauli oleh Cakra di rumahnya. Mau taruh di mana mukaku..?
Kenikmatan yang aku rasakan semakin hebat.. seiring dengan jilatan Cakra yang semakin cepat.
Lidahnya benar-benar lincah. Aku dibuatnya melayang. Tubuhku menggeliat-geliat.. namun tanganku tidak bisa apa-apa karena terikat kuat.
Setelah puas mengoralku Cakra melepaskan ikatanku.
Ia membuka celananya dengan cepat.. lalu menyodorkan penisnya yang sudah tegak itu ke mukaku.
Aku tidak kuasa menolaknya.. lalu langsung mengulumnya dengan perlahan.
Penis Cakra berbau anyir.. namun entah kenapa bau tersebut malah semakin meningkatkan nafsuku.
Kini sudah tidak ada lagi Gaby sang istri setia. Yang ada hanya Gaby yang sedang diperbudak nafsunya sendiri.
Cakra melenguh keenakan sambil memejamkan matanya. Ia tampak begitu menghayati kulumanku.
Ia meremas-remas kepalaku.. menimbulkan sensasi tersendiri dalam diriku.
Aku pun semakin semangat mengoral penis Cakra yang semakin lama semakin keras itu. Penis Cakra membuatku terkagum-kagum.
Sangat keras.. tegak.. dan perkasa. Aaah.. aku ingin kembali merasakan penis yang luar biasa itu..
Seolah-olah bisa membaca pikiranku.. Cakra menghentikan kulumanku lalu merebahkanku.
Aku memandangnya dengan pandangan sayu karena nafsu. Dadaku turun naik seiring dengan napasku yang memburu.
Cakra menaikkan kedua kakiku.. mulai menggesek-gesekkan ujung penisnya di vaginaku.
“Aaah.. Aaah..” aku hanya bisa mendesah menahan rasa gatal yang luar biasa di vaginaku.
“Mas.. jangan, Mas..” ujarku, lirih. Tanganku menahan perut Cakra yang kotak-kotak itu.. bermaksud mencegahnya.
Meskipun aku sangat menginginkan penis Cakra.. namun rupanya sebagian diriku masih ingat bahwa aku adalah istri orang.
Istri Mas Hendra.. pria baik hati dan pekerja keras.
Cakra tidak peduli dengan upayaku yang sia-sia itu. Pelan-pelan ia mulai mencobloskan penisnya.
Slebbb.. “Jangan, Mas.. Ooouuuuuh..”
Aku melenguh panjang saat penis Cakra masuk menyeruak dengan leluasa ke dalam liang kenikmatanku yang sudah basah itu.
Lantas Cakra mulai menyetubuhiku. Crebb.. clebb.. jlebb.. jlebb.. jlebb.. clebb.. clebb..
Ia menggenjotku hingga ranjang yang menjadi saksi kenikmatan kami berdua berderit-derit.
“Bagaimana rasanya, Gaby.. enak, kan.. enak, kan..?” Ujar Cakra sambil menyeringai.
Sungguh sebuah pertanyaan yang kurang ajar.
Namun, aku benar-benar telah dikuasai nafsu. Aku malah menjawab.. “Iya, Mas.. terus, Mas.. terus..”
Desahanku sepertinya membuat nafsu Cakra semakin memuncak.
Ia memegang kepalaku, lalu melumat bibirku dengan ganasnya, sambil tetap menggenjot dengan kuat.
Setelah beberapa lama, dia berhenti menggenjot.. lalu menyuruhku menungging.
Aku menuruti kemauannya dengan pasrah. Cakra meremas belahan pantatku yang padat itu.
Sepertinya ia sangat gemas. Ia menjilat-jilatnya dan bahkan menggigit-gigitnya.
Ia tidak peduli meskipun aku mengaduh kesakitan. Ia tetap memainkan bongkahan pantatku itu dengan kasar.
Setelah puas, Cakra lantas memasukkan penisnya.
Mataku langsung terpejam merasakan sensasi saat penis Cakra yang keras itu kembali menyeruak masuk ke vaginaku.
Cakra mulai menggenjot lagi sambil mencengkeram belahan pantatku dengan kuatnya.
Plok.. plok.. plok..!! Begitu bunyi yang muncul saat paha Cakra beradu dengan pantatku. Oooh.. nikmat sekali rasanya.
“Terus, Mas.. setubuhiku aku.. perlakukan aku semaumu.. terus, Mas..” aku mulai meracau tak jelas.
Tanganku memegang tiang tempat tidur dengan erat. Aku benar-benar telah diperbudak oleh nafsu. Vaginaku pasti sudah basah sekali.
Saat penghuni rumah yang lain tertidur lelap, aku dan Cakra memadu kasih dengan panasnya.
Seorang istri yang cantik namun tak berdaya.. digauli oleh seorang preman bertubuh kekar.
Preman itu telah memberiku kenikmatan yang tidak aku dapatkan dari suami yang sangat aku cintai.
Tidak lama kemudian, Cakra berhenti menggenjot. Ia berpindah posisi ke bawahku. Rupanya ia menginginkan posisi woman on top.
Aku secara spontan naik ke atas tubuhnya.. lalu mengarahkan vaginaku ke penis Cakra.
Perlahan-lahan kuturunkan tubuhku.. “Nghhhh..” Slebb.. penis kekarnya melesak masuk memenuhi rongga senggamaku.
Aku menggigit bibir sambil mendesah. Pada posisi itu Cakra tidak menggenjot sama sekali.
Terpaksa aku menaik-turunkan tubuhku untuk mendapatkan kenikmatan kembali.
Kali ini aku yang bergerak aktif. Tanganku meraba-raba dada Cakra yang bidang.
Aku menggoyang-goyangkan pinggul dengan mata terpejam sambil mengahayati rasa nikmat yang mendera tubuhku.
Saat aku membuka mata, aku lihat Cakra sedang memandangiku sambil terkekeh.
Tangannya berada di belakang.. menyangga kepalanya dengan santai. Aku merasa malu sekali.
Aku seperti seorang pelacur binal yang sedang mendaki puncak kenikmatan bersama seorang berandal.
Tiba-tiba Cakra merengkuh tubuhku lalu melumat bibirku. Salahsatu tangannya memainkan dadaku yang putih dan padat itu dengan kasar.
Tanpa sadar aku membalas ciumannya dengan tidak kalah ganas pula.
Aku mengisap-isap lidah Cakra.. lalu menelan ludahnya yang masuk ke dalam mulutku.
Sementara itu, Cakra menggenjotku dalam gerakan yang cepat.
“Oouh.. ouhh.. aku mau keluar, Mas..” kataku di sela-sela ciuman panas yang kami lakukan.
Cakra membalas ucapanku dengan mempercepat gerakannya. Vaginaku terasa seperti mau meledak.
Tubuhku menegang kuat. Kedua tanganku memeluk Cakra dengan erat, seolah tidak mau lepas.
Aku sudah benar-benar lupa bahwa dia adalah preman yang kerap berlaku kasar kepada suamiku.
Tidak lama kemudian.. “AAAaaaaaah..!” Aku menjerit tertahan.
Kepalaku mendongak ke atas, dan mataku sayu. Aku serasa terbang ke awang-awang.
Aihhh.. Waktu seolah-olah berhenti. Aku telah mencapai orgasme dalam posisi woman on top.
Aku telah meraih kenikmatan yang luar biasa..!
Cakra terlihat memperlambat genjotannya. Sepertinya ia memberiku kesempatan untuk menikmati orgasme tersebut.
Setelah beberapa detik.. aku langsung mencium bibir Cakra dan memeluknya dengan erat..
Entahlah.. aku seperti berterimakasih kepadanya karena telah memberiku kenikmatan yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Cakra hendak menuntaskan semuanya. Ia kembali menggenjot dengan cepat sambil mencengkeram pantatku.
Napasnya terasa memburu. Kali ini aku membantunya dengan memainkan kedua putingnya dan mengulum telinganya.
Aku melakukannya secara spontan. Aku benar-benar sudah seperti seorang pelacur.
Leher Cakra terlihat tegang, dan kemudian.. “Aaaaaah.. Aahh..” Cratt.. crott.. crott.. crott..!
Ia telah mencapai orgasmenya. Aku merasakan hangat spermanya menyembur di dalam vaginaku.
Untuk keduakalinya.. rahimku terisi oleh cairan kelelakiannya.
Setelah itu kami terdiam, tetap dalam posisi semula. Napas kami tersengal-sengal.
Peluh menghiasi tubuhku dan tubuh Cakra. Aku merasa lemas sekali, juga mengantuk.
Kalau saja itu adalah rumahku, maka aku akan langsung tertidur. Tapi, aku harus pulang.
Aku segera beranjak dari tempat tidur, melepas penis Cakra dari vaginaku.
“Mas, aku pamit pulang. Keburu pagi..” ujarku sambil merapikan rambut.
Cakra masih terbaring lemas di ranjang. Ia hanya menyahut singkat. “Ya.. pulanglah. Terimakasih untuk malam ini.”
Rupanya preman begundal ini bisa juga berterimakasih.. batinku, heran.
Aku teringat, dulu ia juga pernah berterimakasih kepadaku saat menurunkanku di depan rumah setelah aku melayaninya.
Sepertinya ia merasa puas sekali hingga bisa berucap terimakasih seperti itu.
Aku segera keluar dari kamarnya, menuju pintu belakang. Setelah celingak-celinguk dan memastikan tidak ada orang di sekitar sana..
aku langsung melangkah dengan cepat menuju rumah.. tentu saja masih dalam keadaan telanjang.
Namun, sekarang kondisiku lebih kacau. Rambut acak-acakan.. tubuh berkeringat.. dan vagina terasa lengket.
Setelah tiba di dalam rumah, aku bergegas mengunci pintu.. lalu membersihkan diri sekenanya di kamar mandi.
Aku sangat lelah dan mengantuk. Seusai mengenakan pakaian, aku masuk ke dalam kamar.
Kulihat Mas Hendra masih tertidur dengan pulas. Ia tidak tau kejadian apa yang baru saja dialami oleh istrinya.
Perlahan kurapikan selimut yang tersingkap dari tubuh Mas Hendra, lalu mengecup kening suamiku itu.
Lagi-lagi aku sedih saat teringat bahwa aku mau saja melayani nafsu bejat Cakra.. dan bahkan turut menikmatinya.
Ahhh.. Aku benar-benar merasa bersalah. Mas Hendra, mohon maafkan aku.. ucapku dalam hati. Tak terasa, air mataku mengalir.
Meskipun sedih.. namun tubuhku terasa nyaman dan lega setelah meraih puncak kenikmatan bersama Cakra tadi.
Tidak lama kemudian, aku pun tertidur saking lelahnya.
-----------------------
Tak terasa, seminggu sudah sejak peristiwa gila itu terjadi. Sudah seminggu ini pula Cakra tidak terlihat di rumahnya.
Mungkin ia sedang ‘bertugas’ bersama teman-temannya, membajak truk-truk yang melewati daerah kekuasaan mereka.
Peristiwa malam itu benar-benar membuatku geleng-geleng kepala. Aku hampir tidak percaya telah melakukannya..
meninggalkan suamiku pada tengah malam buta.. lalu berjalan ke rumah Cakra dalam keadaan telanjang bulat.
Kejadian itu masih saja terbayang-bayang. Sensasinya begitu luar biasa.
Oooh.. mengingatnya membuatku bergairah. Jantungku berdebar-debar. Harus aku akui.. nafsu seksku rasanya semakin meningkat saja.
Namun, sayang seribu sayang Mas Hendra tidak bisa mengimbanginya.
Aku sudah sering memancing-mancingnya, tapi ia seperti tidak paham sama sekali.
Akhirnya aku pun memilih untuk bermasturbasi demi memuaskan hasratku yang semakin tinggi ini.
Sensasi yang aku rasakan ketika berjalan ke rumah Cakra tanpa sehelai benang pun sungguh tak terlupakan.
Kadang aku ingin mengulang lagi sensasi itu.
Seperti yang aku lakukan dua hari yang lalu. Saat itu aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsuku. S
etelah suamiku tidur.. aku berjalan kaki ke sawah di dekat rumah dengan mengenakan daster dan membawa senter.
Sesampainya di sana, aku nekat melepaskan seluruh pakaianku. Kemudian aku bermasturbasi di sana..
duduk di pinggir sungai di bawah langit malam yang begitu cerah.
Dengan berdebar kuremas-remas payudaraku sendiri serta menggesek-gesekkan vaginaku.
Ah.. rasanya nikmat sekali. Sensasi bertelanjang bulat di ruang terbuka meningkatkan gairahku.
Saat itu tidak tebersit sedikitpun dalam pikiranku bahwa bisa saja ada orang yang melewati sawah itu.
Aku sudah tidak peduli. Yang aku cari hanyalah kenikmatan.
Seiring gairah yang semakin meninggi, aku membaringkan tubuhku di tanah sambil terus memainkan vaginaku.
Tentu saja tubuhku menjadi kotor, namun aku tidak peduli. Aku terus bermasturbasi, sambil membayangkan diri diperkosa oleh Cakra.
Aku melenguh menahan kenikmatan yang semakin lama semakin naik ke ubun-ubun.
Suara desahanku berpadu dengan bunyi gemericik sungai.
Lama-kelamaan vaginaku seperti mau meledak. Aku berusaha menahannya sekuat mungkin.
Kedua belahan pahaku merapat.. menekan tanganku yang sedang memainkan vaginaku.
Aku tahan.. aku tahan.. aku tahan.. hingga akhirnya.. Oooohhh.. tiba-tiba saja sejumlah air bening memancar kuat dari vaginaku.
Aku mendesah panjang. Mataku terpejam. Tangan kananku meremas daun-daun yang berserakan di tanah.
Tubuhku bergetar hebat. Aku benar-benar terbang ke awang-awang. Aaah.. rasanya sungguh tiada tara.
Baru kali ini aku bermasturbasi sampai ‘muncrat’ seperti itu.
Malam itu aku berhasil mencapai puncak kenikmatan yang begitu luar biasa.. sendirian tanpa pasangan.
Kemudian aku segera memakai kembali pakaianku. Sekadarnya saja tanpa celana dalam.. sebab tubuhku kotor terkena debu dan tanah.
Sesampai di rumah, aku pun segera mandi.. lalu tidur nyenyak sekali.
****
Pagi ini entah kenapa gairahku meningkat lagi. Padahal aku harus segera berangkat ke pasar dan berbelanja.
Tiba-tiba saja sebuah ide gila tebersit di kepalaku, yakni pergi ke pasar dengan pakaian yang minim tanpa mengenakan celana dalam.
Aku kaget sendiri kenapa bisa sampai mendapatkan ide seperti itu. Tentu saja aku tidak mau melakukannya.
Pagi-pagi seperti ini banyak juga tetanggaku yang datang ke pasar, dan aku tidak mau mereka melihatku tampil seksi di tempat umum.
Meskipun aku sudah mati-matian menolak ide gila itu, tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkannya.
Aku seperti menantang diri sendiri untuk melakukannya. Aku benar-benar dibuat frustasi.
Hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk mengikuti kata hatiku. Memutuskan untuk melakukan hal gila tersebut..
****
Aku berkaca di kamar. Hmm.. terlihat begitu seksi.. hanya memakai baju terusan mini yang biasa aku pakai untuk tidur.
Baju itu memperlihatkan pundak dan sedikit belahan dadaku.
Panjang roknya satu jengkal di atas lututku.. sehingga pahaku yang padat dan putih mulus itu bisa terlihat jelas.
Aku merasa semakin seksi saat setelah mengikat rambut panjangku ke atas hingga tengkukku yang bersih dan mulus tersingkap.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke pasar yang agak jauh supaya tidak bertemu dengan tetanggaku.
Butuh waktu setengah jam-an menuju ke sana. Aku harus ke terminal dahulu dengan angkot, lalu naik bus besar sampai di depan pasar yang aku maksud.
Aku berangkat dari rumah dengan memakai jaket untuk menutupi bagian atasku.
Bagaimanapun aku harus tetap berpakaian dengan sopan saat masih berada di sekitar rumahku.
Syukurlah perjalanan cukup lancar. Hingga tidak terasa sampailah aku di tempat tujuan.. sebuah pasar tradisional yang cukup besar.
Setelah turun dari bus, aku langsung menuju toilet dengan langkah cepat. Jantungku berdebar-debar.
Di dalam toilet, aku mengatur napasku sejenak. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa aku siap untuk melakukan hal ini.
Aku mulai melepas jaket sambil menarik napas. Kemudian aku melepas BH-ku perlahan-lahan.
Samar-samar puting susuku tampak dari balik baju. Kemudian aku pun menanggalkan celana dalamku.
Kini tubuh sintalku hanya terbungkus selembar baju terusan yang relatif mini.
Sementara jaket.. BH.. dan celana dalam segera aku masukkan ke dalam tas.
Sesaat aku sempat ragu.. apakah aku akan tetap meneruskan rencanaku ini..
berkeliling pasar tradisional dengan hanya memakain baju seksi tanpa celana dalam.
Tapi aku berpikir.. semuanya sudah terjadi sampai sejauh ini. Jika dibatalkan, maka pasti aku akan menyesal.
Aku membuka pintu toilet dengan hati mantap, kemudian menuju kotak pembayaran kebersihan yang dijaga oleh seorang lelaki muda.
Ia sedang membaca koran. Setelah aku memasukkan uang ke dalam kotak.. aku mengucapkan terimakasih kepada lelaki tersebut.
Ia mendongakkan kepalanya untuk membalas ucapanku itu. Aku lihat ia terperangah saat melihatku yang tampak begitu seksi.
Entah apa reaksi apa yang bakal ditunjukkannya bila ia tau bahwa aku tidak mengenakan pakaian dalam sama sekali.
Aku mulai berkeliling. Dadaku berdesir merasakan sensasi yang luar biasa ini.
Pertama-tama aku menghampiri lapak buah yang dijaga oleh seorang pria paruh baya.
Aku pura-pura melihat-lihat buah yang ada di sana, padahal sebenarnya hendak memperlihatkan keseksian tubuhku kepada pria tersebut.
Aku sengaja memeriksa buah pisang yang menggantung di atas dengan mengangkat lenganku.
Ketiakku yang mulus pun terlihat jelas. Tak hanya itu, payudaraku juga tampak lebih menantang.
Baju terusan yang aku pakai juga terangkat –bagian roknya..– sehingga pahaku yang putih mulus itu tersingkap.
Sekilas aku melirik kepada si pedagang buah.
Ada sensasi yang luar biasa ketika melihat pedagang buah itu terpaku melihatku.. menikmati setiap lekuk tubuhku dengan matanya.
Ohhh.. betapa bergairah aku.. Saat melakukan hal tersebut, jantungku benar-benar berdegup kencang.
-----------------------------------------------