Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 

-------------------------------------------------------------------

Cerita 136 – Susterku Tersayang

Part 3: Makin Sayang..

“Hayo.. mulai lagi.. nakal ih..” katanya. Aku nggak peduli.. penisku mulai ngaceng lagi.
Di tempat yang agak datar dan cukup aman.. mobil kutepikan agak menjorok ke arah hutan.

Kemudian dengan cepat.. celanaku kubuka. BH Narsih kusingkap ke atas..
sehingga susunya menyembul dengan indahnya.. langsung kuisap dengan lembut puting kanannya.

Narsih mulai mendesah lagi.. “Paaaah.. aaaccchhh..”
Rok luar-dalam Narsih yang tak bercelana dalam.. kusingkap sama sekali ke atas.. sampai terlihat pusarnya.

Lidahku berpindah dari pentil susu ke paha Narsih..
Kujilati dan kugigit-gigit sampai Narsih sedikit menjerit.. “Paaaah..!!”

Selangkangannya kurenggangkan..
Pelan-pelan bibirku kuarahkan ke vaginanya yang sudah terpampang indah.. bagai bunga merekah di depan mataku.

Birahiku makin memuncak. Kulumat habis-habisan liang tempik Narsih.. sehingga dia makin mengerang setengah berteriak..
“Aaaduuh paaah.. cepet paaah, main saja yuuuk.. oooooch..!!”

Aku tak menggubris erangannya.. klitorisnya kusergap dengan lidahku dan kupilin-pilin.
Narsih merespons gerakan lidahku dengan makin mengangkat pantatnya sambil terus mengerang.

Sudah nggak tahan lagi.. aku berpindah tempat dari jok kanan ke jok kiri..
lalu menindih tubuh Narsih yang setengah bugil dan mengangkang itu.

Celana dalamku langsung kupelorot tanpa kulepas.. kemudian dibantu dengan tangan Narsih yang sudah nggak sabar..
Sslebbb.. penisku kumasukkan pelan-pelan ke tempiknya yang sudah licin tapi kenyal itu.

“Aaaach paaah.. Papa sayang Narsih paaaah..?” Dia bertanya.
“Mengapa kamu tanya itu.. jelas sayang dong .. aaah eeenaaak Siiih..” aku menjawab sambil mendesis keenakan.

Penisku kumaju-mundurkan dengan teratur.. tanpa peduli pada beberapa kendaraan yang melintas di jalan itu.
Bibirku melumat bibir Narsih yang mendesah-desah dan tubuhnya terus menggeliat.

Agar aku mudah bermanuver.. jok kurebahkan dan kumundurkan posisinya maksimal ke belakang.
Hebatnya.. walau pun dalam posisi yang tak terlalu menguntungkan karena sempit.. Narsih tetap bisa membuat gerakan yang lumayan.

Kedua kakinya dilingkarkannya ke pinggangku.. sehingga penisku bisa tandas membenam ke dasar vaginanya.
Enak juga posisi ini.. dan suasana di tepi hutan lumayan romantis. Asyik dan unik.

Agar lebih nyaman.. kancing-kancing baju atasku kucopot walau pun baju tidak kulepas.
Demikian pula kulepas kaitan belakang BH Narsih.. dan kemudian BH-nya kucopot sama sekali..
sehingga dada telanjang kami bisa bersentuhan langsung.

Kedua tangan Narsih dilingkarkan erat ke punggungku melalui sela-sela bajuku.
Kami betul-betul bersatu.. menjadi satu tubuh.. bersetubuh.. walau pun tidak bugil total.
Kunikmati persetubuhanku kali ini dengan rasa sayang.

Kuciumi rambutnya.. belakang telinganya yang membuat Narsih terhentak-hentak mengelinjangkan pantatnya..
sehingga penisku makin terkenyot oleh tempiknya yang melebar maksimal.

“Aku makin saaayaaaang kamu papaaa.. aku nggak mau dipisahkan dari kamu paaah..
Aku cinta kamu paaaah.. kamu enak paaaaah.. aaaaaaacchhhhhhhh paaaah..” erangnya sambil memejamkan mata.
Tangannya makin erat merangkulku. Punggungku dicengkeramnya kuat.

Keringat mulai bercucuran dari dada tubuh kami. Dada kami makin licin..
sehingga gesekan antara dadaku dengan kedua susu Narsih yang kenyal itu makin terasa enak dan merangsang.

Clepp-crebb-crebb-clebb-clebb-clebb.. Penisku makin kupercepat gerakannya.
Narsih makin menggelinjang dan dadanya dibusungkan.. sehingga kepalanya terkulai ke belakang.

Posisi tubuhnya makin terlihat seksi. “Aaaayoooo paaaah, aaaakuuu hampir orgasme lagi paaaah..”
Lingkaran kakinya makin dipererat.. sehingga pinggangku terjepit kuat.. penisku makin terbenam dalam.

Aku pun terangsang hebat.. rasa geli sudah pula mulai menjalar di seluruh tubuhku dan berakhir di ujung penis.
“Aku juga mau keluuuaaaaaar Siiiiiih.. Ayo Siiih.. goyang pantatmu Siih.. kocoook yang keras Siiih..”

Narsih menggeliatkan pantatnya ke sana ke mari.. sambil kedua tangan dan kakinya makin menjepitku erat.
Aku makin merasakan keindahan percintaan dan persetubuhanku dengan Narsih.

Sebentar kemudian.. Narsih berteriak hampir bersamaan dengan lenguhanku juga..
“Oooooiiiich paaaah Narsih eeeeenaaaaak paaaaah.. saaaaampaaaai paaaah..”
Aku merasakan cakaran kuku-kuku jari tangannya di punggungku.

“Akuu juuugaaaa Siiiih, ayo Siiiih rapatkan dan tekan lagi Siiiiih, aaaarrgggggh.. hhhhhhh.. Hhhhh..”
Crott.. crott.. crott.. crott.. aku pun menyemprotkan spermaku kuat-kuat ke dalam vagina Narsih.
“Semproooot keras-keras paaaah.. aaakuuuu saaa.. saaayaaang paaapaaaah.. Ooooooohh..”

Keringat kami membasahi seluruh tubuh.. dada kami yang bersatu seperti diberi pelumas oleh peluh kami berdua.
Angin berdesir dari luar mobil masuk ke sela-sela keempat jendela mobil yang sedikit kubuka agar terasa sejuk.

Oh.. indahnya persetubuhanku kali ini.. di tengah hutan jati yang lebat di atas bukit.
Aku tidak segera melepas penisku dari tempik Narsih.

Tangan Narsih sudah terkulai ke pinggir jok..
Demikian pula kakinya sudah berselonjor ke lantai mobil sambil mengangkang lemas.

Sekali-sekali kuelus rambut dan dahi kekasih gelapku ini.
Sekali-sekali kuciumi bibir dan wajahnya yang berkeringat deras.

Demikian pula buah dadanya yang licin mengkilat oleh peluh sekali-sekali kubelai dan kucium lembut.
Narsih tersenyum manis. Dia tampak sangat puas memadu cinta denganku meski bukan di tempat yang wajar.

Setelah berkemas.. kami pulang dengan pikiran yang nyaman.
Sesampai di rumah istriku mau pun suami Narsih tak mencurigai apa saja yang telah kami perbuat hari itu.

Dari hari ke hari.. menurut pandanganku Narsih makin seksi.. makin manis dan makin menggairahkan.
Benar kata orang.. bahwa biasanya seorang wanita yang sedang jatuh cinta akan lebih cantik dan ceria.
Narsih pun begitu.. saat itu dia ‘kan sedang jatuh cinta berat padaku.

Aku pun makin sayang padanya.. sampai-sampai aku sering ‘cemburu’
bila saat dibonceng motor suaminya kulihat dia melingkarkan tangan ke pinggang sang suami.

Setelah kukatakan padanya bahwa aku ‘cemburu’ melihat pemandangan seperti itu..
maka dia tak lagi pernah melingkarkan tangan ke pinggang suaminya bila melewati depan rumahku.

Lucu juga jadinya. Rupanya dia lebih mencintaiku daripada suaminya. Buktinya.. Narsih selalu menuruti setiap keinginanku..
termasuk menghentikan kebiasaannya mandi bareng dengan suaminya.. karena aku tidak suka itu.

Aku tidak pernah ingin merusak rumahtangganya.. –hubunganku dengan suaminya sangat baik..
kami biasa saling membantu pada saat-saat diperlukan..–
sebab aku pun tidak ingin rumahtanggaku rusak gara-gara perselingkuhanku dengan Narsih.

Sebesar apa pun cintaku pada Narsih.. aku masih tetap mencintai istri.. anak, dan keluargaku.
Bagiku.. cinta sebetulnya bisa dibagi.. dengan kualitas yang sama penuhnya.

Aku tetap ingin keluargaku utuh..
Sementara aku tetap bisa menyetubuhi kekasihku Narsih kapan saja aku ingin.

Di samping itu.. perselingkuhan antara aku sebagai pimpinan Puskesmas dengan Narsih yang perawat bawahanku..
tidak boleh mengganggu pekerjaan kantor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kalau pun kami ‘terpaksa’ harus meninggalkan kantor untuk melampiaskan hasrat seksual di tempat lain pada saat jam kantor..
terlebih dulu kupastikan bahwa ada petugas pengganti yang standby.. sehingga pelayanan tidak terganggu.

Biasanya aku meninggalkan kantor pada jam-jam saat pasien sudah sedikit..
atau pada hari-hari aku sedang tidak ada kegiatan ke lapangan.

Semua kegiatanku termasuk bercinta dengan Narsih selalu kurencanakan rapi jauh sebelumnya..
–paling cepat 4-5 hari sebelumnya..– sehingga semuanya beres.
Pekerjaan beres.. percintaan beres.. dan yang penting.. tidak seorang pun mencurigai hubungan gelap kami.

Untuk komunikasi, kami masing-masing kebetulan memiliki HT –handy talky..– 2 meteran ORARI..
–waktu itu belum ada telepon di daerahku.. apalagi handphone..– sehingga kapan pun aku bisa menghubunginya dengan mudah.

Suatu saat Narsih harus mengikuti pelatihan keperawatan berkelanjutan di kota Mg yang sangat jauh dari rumah selama satu bulan.
Bisa dibayangkan bagaimana kangenku padanya.. –aku kira Narsih juga mempunyai perasaan yang sama..–

Memang sih.. dia setiap Sabtu sore pulang ke rumah dan Minggu sore balik ke Mg.
Tapi saat dia pulang jelas tidak mungkin kugunakan untuk bertemu memadu cinta.
Kesempatan kami bertemu selama ini hanya pada hari kerja. Tapi aku tak kurang akal.

Ketika kebetulan istriku punya rencana mengantar anakku ke neneknya yang ada di kota J selama seminggu pada minggu depan..
aku membuat janji dengan Narsih yang ada di Mg melalui telekomunikasi radio.. –HT..–
agar bilang pada suami untuk tidak pulang pada Sabtu-Minggu depan.. dengan dalih ada acara di pelatihan itu.

Nah.. pada saat itu aku bikin janji untuk menjemputnya di suatu tempat untuk kuajak menginap semalam di P..
Sebuah kota kecil di pegunungan yang sejuk. Dia setuju dengan rencana itu.

Tepat pada hari perjanjian itu.. istriku sudah tiga hari di J dan baru pulang empat hari lagi..
sore hari aku meluncur ke tempat rendezvous dan menunggu Narsih datang dengan bus dari Mg.

Sekitar dua jam aku menunggu.. benarlah Narsih datang..
Ia mengenakan celana jin dan t-shirt ketat yang menambah keseksian dan kemanisannya.

Ternyata tak salah aku mempunyai kekasih Narsih yang bisa dipamerkan..
–Tapi akan dipamerkan kepada siapa..? Narsih pun bukan milikku..–

Selama ini, terlihat jelas banyak lelaki yang memandang Narsih dengan kagum..
–mungkin sambil menelan ludah..– terutama kalau dia sedang tak berseragam dinas hansip.

Narsih berpenampilan cukup modis dan serasi dalam berpakaian, ditunjang pula oleh bentuk tubuh dan wajah yang menarik.
Walau pun Narsih tinggal di desa kecamatan, dia tak kalah dengan ‘wanita kota’.. juga tak kalah dengan istriku yang lumayan cantik.

Bedanya Narsih hitam manis.. istriku kuning ayu. Tapi Narsih mempunyai kelebihan..
yaitu lebih seksi dan jauh lebih panas.. –tentu.. lebih memuaskan..– di tempat tidur.

Soal intelejensia.. kukira Narsih tidak kalah dengan istriku.. –tampak dari cara mengemukakan pendapat dan apa isi pendapatnya..–
kekurangannya dibandingkan istriku tentu saja adalah tingkat pendidikannya.

Narsih langsung masuk ke mobil, dan kami segera meluncur ke P yang sejuk.
Di jalan.. tak henti-hentinya Narsih menyandarkan kepalanya di bahuku..
dan sekali-sekali mencium pipi dan telinga kiriku dengan mesra.

“Aku kangen pa, kita lama ya nggak ketemu, dua minggu lebih. Di Mg aku selalu memimpikan kamu pa.
Anehnya Narsih sama sekali nggak pernah kangen pada Bakdi suamiku.. apalagi mimpi dia..” katanya.
“Kalau begitu, sama dong kangennya..” ujarku senang.

Nakalnya.. Narsih kadang-kadang secara tiba-tiba menyentuh dan meremas penisku..
ketika aku lagi konsentrasi nyetir di jalan yang berkelok-kelok itu sampai aku terkaget-kaget.

Menjelang Maghrib.. kami sampai di P dan kami mulai mencari-cari villa yang bisa disewa.
Akhirnya ketemu sebuah villa yang cukup besar dan berpemandangan indah di sekitarnya.. dengan harga sewa yang tak terlalu mahal.

Halamannya cukup luas dengan garasi terpisah dari rumah cukup untuk dua mobil.
Villa itu mempunyai 3 kamar tidur.. salahsatunya adalah kamar tidur utama dengan ukuran cukup luas.. 7 x 5 meter
dengan kamar mandi dalam yang mempunyai bath tub dan shower dengan air panas-dingin.

Di dalam kamar tidur utama terdapat lemari besar memanjang..
dengan cermin sepanjang salahsatu dinding sejajar dengan sebuah ranjang besar.

Dapur kering.. ruang makan dan ruang tamu tidak dipisahkan oleh sekat apa pun.
Pokoknya villa dengan kondisi yang lebih dari cukup untuk memadu cinta bersama kekasih sehari semalam.

Petang itu penjaga villa.. –suami-istri menjaga rumah itu di kamar belakang yang terpisah dengan rumah induk..–
kuminta membelikan makan malam dan makanan kecil, agar malam itu kami tak terganggu oleh tetek-bengek apa pun.
Sebab aku merencanakan menghabiskan akhir pekan ini dengan kenangan indah yang dahsyat tak terlupakan.

Saat maghrib tiba.. setelah mandi.. di petang yang dingin itu kami mulai bercengkerama bebas.
Saling memeluk.. mencium dan menggoda di kamar.

Lama-lama aku mulai tak tahan.. karena sudah beberapa minggu tak ketemu, aku cepat beranjak panas.
Di depan cermin rias, Narsih yang berdaster motif kembang dengan tali penutup dada di depan..
tanpa celana dalam dan tanpa BH dengan ganas sambil berdiri mulai kupeluk dari depan.

Bibirnya kulumat dengan nafsu yang berkobar, Narsih pun membalas tak kalah panasnya.
Sambil memilin lidahku, celana kolorku dipelorotnya cepat..
Hingga mengacunglah penisku dengan gagahnya, sebab aku tak memakai celana dalam.

Aku pun melolosi tali depan daster Narsih, dan tersibaklah buah dadanya yang memungkal indah itu.
Kedua pentil susunya segera kuserbu dengan jilatan lidahku..
seluruh pentil dengan areolanya kukenyot dengan kuluman lidahku tanpa ampun.

Narsih mengimbanginya dengan mengelus penisku dengan pijatan-pijatan halus.
Tubuh Narsih pun mulai menggelinjang tak teratur, sambil menggumam.. “Aku kangeeen paaah..”

Nafsuku memuncak tatkala mendengar gumamannya itu. Narsih kududukkan ke atas meja rias membelakangi cermin.
Bagian bawah dasternya kusingkap jauh ke atas sampai kelihatan jembutnya yang tipis..
dan pahanya kurenggangkan selebar mungkin dan perutku yang sudah telanjang kutaruh di sela-sela selangkangannya.

Tangan kananku mulai mengelus jembut dan turun ke bawah ke lipatan selangkangan..
sampai menemukan liang yang mulai licin berlendir.. jariku pun mengelus dan mengorek apa saja yang ada di sana.

Narsih merintih cukup keras.. “Paaaah, lama nggak begini ya paaaah.. ooooccchh.. aaaargghhhh..”
T-shirtku yang masih kupakai dilepasnya.. lalu dadaku yang sudah telanjang dengan rakusnya diciumi oleh Narsih.
Aku yang gantian menggelinjang kegelian enak. “Aduuuh Siiiih.. kamu pinter merangsang Siiih..”

Tak kalah dengannya.. dasternya pun kulepas melalui kepalanya..
sehingga sekarang kami berdua telanjang bulat.

Pemandangan itu makin menaikkan birahi berlipat-kali..
karena kami bercumbu persis di depan cermin rias.. sehingga seperti nonton blue-film.

Rupanya Narsih sudah tak tahan lagi..
sehingga, tanpa permisi penisku yang persis berada di depan vaginanya segera dimasukkannya ke liangnya.
Aku yang juga tak sabar karena sudah begitu kangen dengan tempiknya, setuju saja.

Dengan masih duduk di atas meja rias, Narsih sambil bertelekan dengan satu tangan di atas meja..
tangan satunya menarik pantatku ke tubuhnya.. sehingga.. bleseebb..

Dengan cepat terbenamlah penisku dalam-dalam ke tempiknya yang memang sejak tadi sudah siap.
“Aaaachhh paaaaah.. eeenaaaak.. Goyang paaah.. Aku kangeeen.. ayo paaaah..”

Narsih memang tak pernah menyembunyikan ekspresinya ketika bersetubuh.
Dia ucapkan semua yang dirasakannya secara lepas-bebas. Itulah yang membuatku makin lengket padanya.

Sekarang kedua tangannya disandarkan pada meja.. dadanya membusung dengan kepala agak terkulai ke belakang..
Ughh.. betul-betul pemandangan yang indah dan begitu seksi.

Kocokan penisku kukontrol ritmenya.. mundur sampai hampir terlepas.. lalu cepat kumasukkan lagi dalam-dalam..
Nah.. begitu di dalam.. kuputar dengan pangkal pubis kugeserkan ke klitorisnya. Begitu berkali-kali.

Kurasakan enaknya gerakan ini, Narsih pun merasakan hal yang sama..
Dia makin mengerang dan merespons dengan memutar pinggulnya sambil menjepit pantatku dengan kedua kakinya.

Keenakan, lebih-lebih dengan adanya tambahan rangsangan bayangan di cermin, aku menjadi mendengus..
“Narsiiih.. kamu enaaak Narsiiih.. Kita bikin anak di sini ya Siiih.. Ssshhh..”
“Iya paaah.. aaaachhhh.. Teeeruuuus.. teeeruus paaaah..”

Merasa mau orgasme.. kuhentikan gerakanku. Sebab aku nggak mau mendahului Narsih yang belum sampai..
–aku kasihan pada Narsih kalau aku duluan selesai..–

Narsih kuminta turun dari meja. Plepp..! Penis kucabut.. dan Narsih kuminta berbalik menghadap cermin.
Pemandangan menjadi makin indah.

Kurenggangkan selangkangannya sambil sedikit membungkuk, dan kumasukkan penisku dari belakang.
Narsih agak malu melihat dirinya di cermin dalam keadaan bugil disetubuhi seperti itu.

Wajahnya yang malu-malu dengan keadaan polos seperti itu makin manis dan meningkatkan birahiku..
Apalagi melihat kedua susunya yang berukuran tak begitu besar itu menggantung bagus.

Setelah penisku masuk.. tubuhnya agak kutegakkan.. kedua tanganku kubawa ke depan..
sambil kedua susunya kuraba dan sedikit kuremas..

Slrupp.. lehernya kujilat dari belakang.. sehingga Narsih melenguh kembali..
“Aaaduuuh paaaah.. kamu pintaaar paaah.. aaku.. aakuu.. eeenaaak paah..”

Tangan kiriku kuturunkan ke bawah mengocok kelentitnya, bersamaan dengan kocokan penisku di vaginanya.
Perlakuan itu kupertahankan beberapa lama.. sampai Narsih betul-betul nggak tahan..

Geliatannya menjadi tak teratur.. dan teriakannya.. –betul-betul teriak..!– makin keras..
“Aaarrgghhhh paaaah, akuuu maaauu saaampaaai paaaah, ayo teeruuss..!!”

Ibu jariku yang ada di dadanya dibawanya ke mulut dan diempotnya.
Pemandangan di cermin makin asyik. Akhirnya.. aku nggak tahan..

“Aaayoo Siiih, aku keluuuaaar Siiih..” Crott.. crott.. crott.. crott..
“Aakuu juugaa paaah.. aaccch ooocchhh.. hhh.. hhhh.. Papa sayaang.. Ooocchhh..” desahnya juga.

Air maniku menyemprot beberapakali, diterima dengan denyutan otot vagina Narsih yang nikmat.
Tubuhku dan tubuh Narsih sama-sama berkelojotan di depan cermin.
Wajahnya kutolehkan agak ke samping dan kucium mesra bibirnya.. lama sekali..

Merasa capek.. Narsih kubawa berbaring ke tempat tidur.
Kuambil selimut dan kututupkan pada kedua tubuh kami, lalu kupeluk dia berhadapan sambil kucium.
Dia akhirnya tertidur dalam dekapanku. Rupanya aku ikut tertidur.

Begitu terbangun.. kulihat jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam lebih.
Lumayan lama aku tertidur. Narsih kulihat masih pulas, suara napasnya halus dengan ritme yang teratur.

Capek sekali rupanya dia setelah mengalami perjalanan jauh dari Mg.
Kucium pipinya dan kuelus rambutnya dengan rasa sayang. Wajahnya tetap manis.

Aku pipis dan membersihkan diri ke kamar mandi.. dan ketika kulihat meja makan, di sana sudah tertata rapi makanan malam..
–pasti ditata oleh pak atau bu penjaga villa..– Pikirku..
Nah.. jangan-jangan penjaga villa mendengar ‘keramaian’ di kamar tadi..? Ah, biarin..! Batinku lagi.

Aku menyeduh kopi dan secangkir teh manis hangat untuk Narsih. Tiba-tiba Narsih sudah ada di belakangku dengan berdaster.
Maka langsung kuajak dia makan bersama, karena perut kami sudah lapar.

Setelah makan malam, kami duduk-duduk di sofa kamar tamu sambil berangkulan, kepala Narsih di sandarkan ke bahuku.
Inilah pengalaman pertama kami bisa menikmati suasana sesantai ini.

Malam itu pula aku mendengar segala problema Narsih yang menyangkut kehidupan keluarganya.
Ayah Narsih ternyata sudah beberapa lama.. sejak Narsih di SMP.. meninggalkan keluarganya tanpa kabar berita..
sehingga Narsih dan adik-adiknya.. –Narsih adalah sulung..– kurang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Katanya.. dari diriku.. selain mendapatkan kepuasan seks.. dia telah mendapatkan kasih sayang penuh.. yang selama ini didambakannya.
Selain itu juag.. aku dinilainya sebagai lelaki sejati yang bisa memperlakukan wanita dengan baik.
Sikapku halus.. galant dan menghormati wanita.

Dia selama ini juga memperhatikan bagaimana sikapku terhadap wanita-wanita lain..
Seperti terhadap istriku.. teman kantor.. tetangga.. atau pasien.

Kepribadian dan perilaku suaminya, Bakdi.. dinilai sangat jauh tak sebanding denganku.
Bakdi kekanak-kanakan dan sangat tergantung pada orangtuanya.

Narsih mengaku pernah mendapatkan perlakuan seksual secara semena-mena dari suaminya.
Misalnya.. beberapakali Bakdi ketika sedang berhubungan seksual..
memaksa memasukkan seluruh kepalan tangannya yang besar ke dalam vagina Narsih.

Aneh. Hal itu sangat menyakitkan.. baik secara fisik maupun mental.. yaitu melecehkan harga dirinya sebagai wanita.
Narsih merasa diperlakukan seperti pelacur oleh suaminya sendiri.

Perlakuan-perlakuan semacam itu sudah dialami Narsih sejak beberapa bulan setelah menikah.
Namun.. karena baktinya pada sang suami.. Narsih tidak banyak memprotes.. dia hanya menangis saja.

Dia sudah pernah menceritakan keadaannya kepada ibunya.. tetapi ibunya meminta Narsih untuk tetap sabar.
Demikian pula soal kehamilannya yang tak kunjung tiba.. padahal dia sudah kawin lebih dari dua tahun.

Ketika Narsih menceritakan semuanya itu.. tak terasa airmatanya meleleh hingga akhirnya tersedu.
“Aku kepingin mempunyai suami seperti papa Wawan. Istrimu sangat beruntung ya pa.. mendapatkan suami seperti kamu.
Tapi.. aku nggak mau mengganggu kehidupan rumah tangga papa.
Aku hanya ingin ikut merasakan kasih sayang papa yang tulus padaku. Tak lebih..” katanya.

“Jujur aku katakan.. Narsih juga selalu ingin berhubungan seks yang nikmat.
Aku nggak pernah mendapatkan kepuasan sejati dari suamiku yang kasar itu.
Mungkin aku hiperseks karena aku nggak pernah merasa puas..” cerita Narsih.

“Terus terang.. dulu sebelum ketemu papa Wawan.. aku sering mempermainkan kemaluanku sendiri..
untuk mendapatkan kepuasan. Itu pun nggak selalu berhasil. Jadi pa, aku sangat berterimakasih padamu..
karena setiap berhubungan dengan papa aku selalu bisa orgasme. Terimakasih pa..”
Katanya lagi sambil mengusap air matanya lalu merebahkan diri ke pangkuanku.

Sambil menghapus air matanya dengan tangan dan jilatan lidahku, aku menjawab..
“Narsih.. kamu jangan memujiku berlebihan. Rumput di halaman tetangga selalu kelihatan lebih hijau..
ingatku pada sebuah pemeo.. ContieCrott..!!
-----------------------------oOo-----------------------------
 
Kita ngupiiiii.. :kopi: ..

:asyik: ..igaP dooG
Eperibadi..

Noh.. di atas Nubi posting Part 3 Cerita 136..

Sialkan dikenyot..:nenen: n KEEP SEMPROT..!!
 
-------------------------------------------------------------------------

Cerita 136 – Susterku Tersayang


Part 4: Panas Dingin

Ah.. nggak juga pa. Aku sudah pernah berpacaran dengan orang lain.. dengan teman sekolah ketika di sekolah perawat dulu..
Atau dengan mas Totok tetangga di depan rumah itu. Semuanya nggak ada yang punya sikap seperti papa..” ujar Narsih.

“Juga.. maaf.. aku mau terus terang lagi. Aku sudah pernah main seks ketika berpacaran dengan mas Totok beberapakali..
Tapi toh aku belum pernah merasa puas seperti yang kualami dengan papa..” tambahnya.

Aduh.. senangnya bukan main aku mendengar kata-kata serupa pujian Narsih seperti itu.
Rambut Narsih kuelus dengan lembut. Narsih masih berbaring di pangkuanku di sofa.

Malam makin larut dan dingin. Birahiku timbul kembali. Dengan perlahan kuelus susu Narsih di balik daster yang tak berBH itu.
Narsih pun menggeliat. Dadanya diangkat dan bibirnya direkahkan ingin kucium.

Tak ayal kusambut bibirnya yang basah itu, dan kulumat dengan penuh nafsu birahi.
Tali dasternya kembali kubuka dan susunya kuremas-remas.

Tanganku yang lain menyusur kakinya ke atas dan ketika sampai di lipatan vaginanya..
jariku kuelus ke dalam liangnya yang sudah kembali basah dan licin.

Sebaliknya Narsih mulai mencari penisku dibalik celana kolor yang kupakai.
Tangannya dimasukkan ke balik kolor itu, dan penisku mulai dipermainkannya dengan trampil.

Aku tak tahan, lehernya kucium. Narsih mengerang lagi seperti biasanya..
“Aaaachhhh paaaaah.. eeecch..sshhhh..”

Mendengar itu aku makin panas, seluruh lehernya kujilat, dan kuberi cupang merah di bagian kiri lehernya.
Aku berani memberi cupang, karena toh selama seminggu ini Narsih pasti nggak akan ketemu suaminya.

Narsih menarik penisku keluar dari kolor, kemudian diciumnya penisku dan dijilat-jilat setengah dikulum.
Kenikmatan mulai terasa. Narsih mulai pintar mengulum penis.

Aku segera berputar mengarahkan mulutku ke vagina Narsih dan sambil penis masih tetap dikulumnya.
Tanpa melepas dasternya lidahku kujulurkan ke tempik Narsih, dan kuisap liangnya yang berlendir itu.

Narsih melepas isapan pada penisku mengerang.. “Paaaah, aaaarrrgghhh paaah.. eeenaaaak paaaah..”
Tak kupedulikan erangannya.. kucari kelentitnya dan kuisap pula..
sambil satu jariku kumasukkan ke vaginanya untuk mengorek dinding dalam depannya.

Narsih menggeliat tak teratur dan makin menjerit..
“Paaah.. sudaaaah paaaah.. aku nggaaaak kuuuaaaat.. Suuudaaaah..” Rupanya dia terangsang hebat.

Aku masih tak peduli. Korekan jariku kuteruskan ritmis.. dan mulutku berpindah ke paha dalamnya..
kujilat-jilat menyusuri sepanjang paha ke atas bawah dan sedikit kugigit kecil.

Gelinjang Narsih makin menghebat, penisku sudah dilepas, dan tangannya meremas kuat kain pinggiran sofa..
“Aaach paaa, aaaayooo paaah.. masukkan saja, aku nggak tahaaan.. paaaah..”

Kasihan juga mendengar erangannya itu, kuputar tubuhku sambil melepas t-shirt dan kolorku..
–terasa sekali dinginnya hawa pegunungan..– Narsih pun membuang dasternya.

Di sofa itu pula kulebarkan paha Narsih, kumasukkan penisku tanpa ampun ke tempiknya.
Narsih mendesah kenikmatan.. juga aku.. “Ssshhhhh, Narsiiiih..”

“Paaaah.. aku jangan ditinggal ya paaaah.. papah masih sayang Narsih paaaaah..?
Oooooccchhhh iiiichh..” desah Narsih sambil pantatnya diangkat..
sehingga penisku makin tandas masuk ke dalam tempiknya yang sempit enak itu.

“Yaa Siiiih, aakuu.. aakuu maakiin sayaaang kamuu.. kamu eeenaaaak..”
“Paaapaaah..HHhhhhhHH..”
Aku yakin erangan Narsih terdengar di luar karena begitu kerasnya tak terkendali.

Posisiku sedikit kuubah.. aku agak duduk dengan satu kaki kutaruh di lantai dan kaki lain kutekuk lututnya..
pantat Narsih sedikit kuangkat dan kutahan dengan tangan.

Gerakan penis kukontrol penuh dengan memaju-mundurkannya dibantu tanganku yang memaju-mundurkan pantat Narsih.
Aku bisa melihat masuk-keluarnya penisku di tempik Narsih.

Karena sempitnya tempik Narsih, maka ketika setiap penisku kutarik keluar, bibir depan vagina Narsih ikut tertarik keluar.
Begitu seterusnya. Pemandangan asyik itu jelas makin menaikkan birahiku ke ubun-ubun.

Narsih makin terengah-engah. Jeritannya makin menjadi-jadi..
“Oooooiiichhh paaaah, ayo cepet paaah, goyang cepeeet paaaah..”
Tangan Narsih makin mencengkeram kuat pinggiran sofa menahan birahi.

Tangan kiri kupakai meremas susunya yang bergoyang-goyang indah.
Narsih menggeliat dan merintih, mulutnya terus mendesis dan matanya terpejam. Kepalanya mulai bergoyang juga.

Aku kembali merebahkan dadaku padanya.. dan kuhangatkan tubuhnya..
kedua tangannya sekarang mencengkeram punggungku.. tanganku ikut melingkari punggungnya.

Penisku terus kukocok sambil kugeserkan pangkalnya ke kelentit yang terasa menegang.
Keringat kami mulai bercucuran.. sehingga melicinkan gesekan kulit dari dada sampai ke pubis.

“Aaadduuuuh paaaah, kamuu.. eeeenaaak.. Paaaah..”
“Kamu juga Siiiiih..”

“Aaaayooo paaaah bikinkan anak paaaaah.. aaakuuu pingin anaaaak paaaah..”
“He’eeh Siiih.. kubikinkan anak Siiih..”

Narsih memindahkan tangannya dari punggungku.. ganti dia pegang kedua paha belakangnya dengan kedua lutut ditekuk..
sehingga selangkangannya terbuka lebar-lebar.

Dia rupanya sudah begitu enak menikmati permainan itu. Tempiknya terus digoyang-goyang.
“Paaaah.. Aaakuuu eeenaaakk sekali.. Teruuuus paaaah.. gooooyaaang Narsih teeeruuuus paaaah.. ooooccchh..
Yaaa.. aaampuuuuuun.. oooooooocchhhh.. ”

Tapi, kali ini penisku agak tahan, belum ada tanda-tanda orgasme. Masih di sofa, posisi Narsih kubalik, dia di atas aku di bawah.
Dengan tertelungkup.. kedua paha Narsih kulebarkan, dengan satu kakinya menyentuh lantai.
Dengan lutut sedikit kutekuk aku masih sanggup mengontrol gerakan.

Dengan posisi itu rupanya Narsih lebih enak. Buktinya gerakan kocokan vaginanya makin cepat..
Aku pun menaik-turunkan penisku sambil kedua tanganku memaju-mundurkan pantat Narsih.

Narsih makin cepat saja bergoyang.. “Aaaaaah paaaah.. akuuu muuuulaaaai saaaampaaaai lagiiii paaaah..”
“Teruskaaaan Siiiih, akuu juga enaaak.. desisku yang memang merasa enak juga.

“Aaaayoooo paaaah.. paaah aaaakuuuu saaaampaaaai paaaah..”
betul-betul Narsih sudah sampai secepat itu setelah posisinya di atas.

Dia menggeliat dan merebahkan seluruh tubuhnya yang berkeringat banyak ke tubuhku.. padahal udara sedingin ini.
Sayang, aku belum orgasme.

“Aaaduuuh paaaaah, aku sampai duluan, padahal papa belum apa-apa. Nggak apa-apa ya pah..?”
“Nggak apa-apa Sih, nanti juga kamu bakal kugarap habis-habisan supaya aku bisa orgasme habis-habisan juga..”

“Ih, papa jahat..” katanya tetap di atas tubuhku sambil mencubit pantatku, lalu dia mencium bibirku lembut.
Agar tak kedinginan, kuajak Narsih masuk kamar.

Dan kami kembali berselimut sambil tetap bugil berpelukan berhadapan, sekali-sekali berciuman mesra.
Tidurlah sayangku.. tidurlah.. Kami tertidur sampai pagi.

Agar dingin tak terlalu menyengat, semua lampu kamar yang tadi malam hampir semua kumatikan..
kali ini kunyalakan.. sehingga suasana terang benderang.

Dari kamar mandi kami berpelukan rapat lagi, masih bertelanjang bulat di bawah selimut.
Hawa dingin menerobos masuk ke dalam kamar.

Hawa seperti ini.. ditambah dengan pergesekan tubuh kami yang telanjang..
jelas saja membuat nafsu birahi kembali menggelegak..

Apalagi pada permainan kedua tadi malam aku belum orgasme..
sehingga aku berhasrat melampiaskan ‘dendam’ di subuh yang sangat dingin ini.

Aku mulai menciumi bibir Narsih sambil menggeser-geserkan dada kami yang telanjang..
selangkangan kami saling bergesekan..

Penisku langsung bersentuhan dengan bibir vaginanya..
sehingga penisku terbangun kembali dengan sempurna.

Narsih juga sudah terangsang, lidahnya mulai mencari langit-langit mulutku.
Tanpa sadar selimut kami sudah terjatuh.. sehingga tubuh-tubuh bugil kami tak tertutup apa-apa lagi.

Ketika kulihat cermin besar di sepanjang lemari dinding.. makin menggelegaklah nafsuku..
melihat tubuh-tubuh bugil kami yang saling berpelukan tertampang jelas di cermin itu.

Narsih melihat itu agak tersipu, tapi rupanya dia juga makin terangsang..
buktinya.. lipatan selangkangannya makin digesekkan pada selangkanganku yang penisnya sudah ngaceng.

Aku menindihnya kembali sambil terus menggesekkan bagian tubuh kami..
Ugghh.. rasanya enak.. apalagi udara begitu dingin. Narsih sudah mengangkangkan pahanya lebar-lebar.

Aku gesekkan terus penisku ke permukaan bibir tempiknya. Cukup lama.
Narsih sudah merintih. “Paaah.. Masukkan saja paaah..”

Tanpa kulakukan manipulasi lagi pada susu, tempik dan kelentit.. birahi Narsih sudah sampai di puncak.
Udara dingin itulah rupanya yang menyebabkannya.

Slebb.. slebb.. segera saja kumasukkan penisku pelan-pelan ke dalam tempiknya yang sudah basah..
–betul juga, Narsih sudah terangsang berat..–

Dan agar agak sensasional.. aku bergeser sambil memegangi pantat Narsih agar penisku tak terlepas dari vaginanya..
lalu kusandarkan punggungku pada pinggir bagian kepala tempat tidur sedikit terduduk..
kakiku kuselonjorkan.. sehingga Narsih duduk di pangkuanku dengan penisku terbenam pada tempiknya.

Narsih kuminta bergerak maju-mundur.. yang kubantu dengan gerakan tanganku pada pantatnya.
Sementara mulutku menjilati kedua puting susunya yang persis ada di depan wajahku.

Narsih, lagi-lagi mulai mendesis.. “Ooooooh paaaah.. Aaaaduuuh..”
Sementara kami bergoyang maju-mundur, kulirik cermin besar di lemari dinding.
Ouwhh.. menggairahkan sekali.

Kira-kira kalau adegan ini difilmkan.. rasanya akan laku keras..
Sebab si wanitanya manis dan begitu seksi dengan tubuh yang merangsang nafsu lelaki mana pun.

Gerakannya pun pasti membuat siapa pun akan tidak tahan lama untuk segera ejakulasi.
“Narsih, lihat itu di cermin, kamu seksi banget..” kataku.

Narsih melihat cermin.. dan tanpa kuduga dia melenguh lalu mempercepat gerakan maju-mundurnya..
disertai gerakan memutar permukaan pubis atasnya agar kelentitnya langsung bergesekan dengan pangkal penisku..

Di atas.. tangannya makin erat merangkul leherku.. “Aaaaaah paaaah.. aaaaah.. Iiiichhh paaaah..”
Mungkin akibat melihat bayangan menggairahkan di cermin itu, Narsih tambah bernafsu.

Aku ikut memutar pinggulku.. sehingga pangkal penisku bisa bergesekan langsung..
dengan permukaan kemaluan Narsih bagian atas. Aku merasakan betapa nikmatnya posisi ini.

Tanpa sadar aku telah mencupang beberapa tempat di sekitar pentil susu Narsih, baik susu kanan mau pun kiri.
Biarin.. pikirku. Beberapa cupang merah-biru di tubuh Narsih makin membuat nafsuku meninggi. Tambah seksi dan hot.

“Aaah, Narsiiiih.. Kamu hebat..!”
“Papah yang hebat.. ooooooh paaaah..” erang Narsih.

Posisi ini tak bertahan terlalu lama, karena membutuhkan enersi yang cukup besar.
Narsih kubaringkan kembali miring membelakangiku menghadap cermin lemari dinding.

Lalu, selangkangannya kurenggangkan lebar, dan penisku kumasukkan dari belakang.
Bayangan di cermin makin membuatku bernafsu..
sebab dari cermin itu kami bisa melihat keluar-masuknya penisku ke tempik Narsih.

Tanganku yang bebas kupakai untuk meraba dan menggesek-gesek kelentit Narsih..
sedang mulutku melumat leher samping dan telinganya.

Merasakan perlakuan yang makin merangsangnya itu.. Narsih tanpa sungkan berteriak keras di pagi subuh itu..
“Ooiiihhh paaah, aakuuu eenaaaak paaaaaah.. paaaah eenaaak.. masukkan semuaaanyaa paaah.. seemuuaaa..!!”

“Siiiih.. aakuuu cinta kamuuu Siiiih.. Hhhh.. hhhh.. hehhh..” bibirku mendesis keenakan.
“Iiiyaaaa paaaah.. Aaaakuuuu ciiintaaaa paaaapaaah.. akuuuu cintaaa.. oooooochhhh.. paaah..”

Dari leher, lidahku turun ke punggung, kujilati dan kugigit yang bisa kugigit. Punggungnya menjadi merah-merah juga.
Kali ini hampir seluruh bagian tubuh Narsih terlukis bekas gigitan dan cupangku merah-biru.

Di leher ada cupang di bagian depan dan samping.. di daerah susu kanan dan kiri..
di pangkal paha bagian dalam, di punggung atas dan tengah.

Akua nggak tau bagaimana nanti Narsih menyembunyikan cupang yang ada di lehernya..
dari penglihatan teman-teman sepelatihannya di Malang.

“Paaaah, aaaakuuuu saampaaaai laagiii.. paaaaah.. Ooooooh.. aaaah.. paapaaaah..”
Tiba-tiba dia mendesah keras sambil menggelinjang meregang. Lemas.
Oh.. Narsih sudah orgasme duluan.. padahal rasanya aku hampir juga.

Aku tidak mau kehilangan momentum lagi untuk orgasme, aku ingin secepatnya orgasme juga.
Maka.. tak peduli Narsih sudah lemas karena orgasmenya..

Dia kuangkat dan kubaringkan telentang ke atas tubuhku dalam posisi membelakangiku.
Penisku yang masih tegang tetap menerobos tempiknya dari belakang.

Narsih yang sudah lemas itu kukocok tempiknya dengan penisku yang makin liar.
Crebb-crebb-crebb-clebb-crekk-crekk-crekk-cleebb-clebb-clebb-clekk-clekk-clekk..

Kulihat bayangan di cermin.. makin asyik adegan itu.
Terlihat betapa indahnya tubuh Narsih di atas tubuhku telentang sambil susunya kuremas dari belakang..
Sementara penisku masuk maju-mundur dari belakang.. membelah lipatan bibir vaginanya.

Kepala Narsih terkulai ke belakang dengan jari-jari meremas seprei kasur..
sambil mulutnya kulumat dengan mulutku dari samping. Ahh.. menggairahkan sekali.

Narsih hanya bisa bergumam lirih..
“Hhhh.. hehhh.. hhhh.. sssshh.. Paaaah.. paaaah.. aku nggaaak kuuuaaaat paaaah..”

Kurasakan tempiknya berdenyut-denyut.. sehingga penisku pun merasakan enaknya dipijat-pijat.
Remasan tangannya pada seprei makin menguat, sampai seprei itu tertarik.

Dalam hatiku.. apakah Narsih mulai bernafsu kembali..?
Ough.. Ternyata benar. Pantatnya digerakkan maju-mundur.. sehingga penisku seperti diperas-peras..
“Oooooh eeenaaaak Siiiih.. Betul begitu Siiiih..”

Narsih makin bergoyang tidak hanya maju mundur, juga berputar-putar.
Sementara penisku bergerak dari belakang.. tanganku mengucek klitorisnya lagi dari depan.

Terus kuucek. Narsih menggelinjang kembali dengan kerasnya, seprei makin tertarik.
“Ooooooh paaaah.. kamu jaaahaaaat paaaah.. Eeeenaaaak paaaah.. Oooooh..”

Aku sudah mulai tak tahan. Rasa geli sudah melanda sekujur tubuhku.
Akhirnya aku mendesah keras ketika air maniku memuncrat ke dalam tempik Narsih..

“Naaaaarsiiiiih.. aakuuuu keluuuaaaar.. hhhheh hhhhh..” Crott.. crott.. crott.. crott..!
Narsih juga ikutan meregang dan mendesah.. “Paaaah.. Aakuuu juugaa. Oooohhhh.. Terimakasih paah..”

Kedua tubuh kami melemas tak bertenaga lagi. Penisku lepas dengan sendirinya dari tempik Narsih..
masih memuncratkan spermanya di luar.. sehingga membasahi jembut dan paha Narsih, juga meleleh di seprei.

Segera Narsih kubaringkan ke sampingku dan kupeluk lagi erat-erat sambil kuciumi dahi..
pipi dan bibirnya dengan rasa sayang yang tak terhingga.
Semalaman ini aku telah merasakan kenikmatan yang tak ada taranya.

Hari sudah mulai terang.. Sepagian kami bercengkerama dan bercumbu sambil menikmati pemandangan alam sekitar..
lewat jendela kamar yang kubuka lebar-lebar.

Beberapakali di hari itu kami bergelut memadu cinta sepuasnya.
Dan siangnya.. setelah matahari mulai turun.. Narsih dengan berat hati kuantar ke terminal bus kembali ke Mg.
oOo

Sejak tahun ketiga masa dinasku di Puskesmas itu.. aku tinggal sendirian di rumah dinas, keluargaku..
–istri dan anak..– tinggal di rumah yang kami beli di S.. agar istri tidak kecapean pulang pergi ke kantornya yang berada di S.
Sebelumnya.. anakku lebih banyak dibawa neneknya yang tinggal di J.

Selama sisa masa dinasku itu, aku jadikan Narsih sebagai pengganti istriku.
Selama ini perselingkuhanku aman-aman saja.. meski ada staf priaku yang agak-agak curiga..
karena dia hampir memergokiku menggeluti Narsih di kamar tidur rumahku pagi hari sebelum jam kantor buka.

Di pagi hari itu.. seperti biasanya, ketika suami Narsih sudah pergi ke pabrik, pembantuku belum datang..
–biasanya pukul 7..– seperti hari-hari sebelumnya.. Narsih ke rumahku menemuiku untuk meminta ‘jatah sperma pagi’.

Tetapi.. agar tidak mencurigakan.. dia membawa makanan untuk sarapan buatku.
Sebab pembantu rumahtangganya memang diminta istriku untuk menyediakan sarapan pagi buatku setiap hari.

Biasanya dia datang ke rumah sudah memakai baju dinas melalui pintu belakang.
Pagi itu.. begitu Narsih datang langsung kuajak masuk ke kamar tidur..
–ada dua tempat yang biasa kami pakai ngeseks.. yaitu kamar tidur atau kamar periksa..–

Kedua pintu rumah.. belakang dan depan tak pernah kututup kalau Narsih ke rumah..
agar tidak membawa kecurigaan orang lain.

Untuk kegiatan ’seks harian’ seperti ini kami tak banyak melakukan foreplay..
sebab waktunya sempit dan situasinya tak aman benar.

Begitu masuk ke kamar tidur, pintu kamar kukunci, dan langsung Narsih kupeluk dan kuajak tiduran di ranjang..
Rok bawahnya kusingkap jauh-jauh ke atas.. sehingga tempik Narsih terpampang indah..
–seperti biasanya.. Narsih datang tanpa bercelana dalam. Celana dalam disimpannya di saku rok.. dan baru dipakai menjelang pulang..–

Hari itu aku hanya memakai sarung dan kaos oblong. Sarungku dan celana dalamku kulepas..
sedang kaos oblongku kusingkap saja sampai ke leher.. kemudian kutindih Narsih yang sudah merenggangkan selangkangannya lebar.

Lalu penisku yang sudah siap menunggu, tanpa berlama-lama kumasukkan ke dalam liangnya.
Kancing kemeja dan BH Narsih kubuka tanpa kulepas.. kuremas tetekya dan kulumat bibirnya..
Sampai dia merintih lirih.. “Aaaaaacchhhh paaaah.. cepeeeet kooocoook yaaang.. Cepeeet..”

Slebb..clebb.. slebb.. clebb.. Penisku kugerakkan dengan irama beraturan.. sementara nafasku memburu.
Karena terburu waktu, aku dan Narsih tak terlalu lama mencapai orgasme..

–Menurut pengalamanku; stress.. misalnya akibat desakan waktu.. ternyata bisa berperan dalam mempercepat datangnya orgasme.
Tapi pada penyebab stress lain kadang-kadang justru sebaliknya..– kurang lebih setelah sepuluh menit.

“Aaaaahhhh Siiih, aaakuuu keeluuuaaar..” desisku lirih.
Badanku mengejang.. yang diikuti dengan mengejangnya tubuh Narsih.
“Aaaakuuu juuuugaaa paaaah.. Hhhh hhhhh sssshh.. iiicchhh..”

Aku menciumnya kembali.. dan sejenak kubiarkan semprotan maniku beberapa lama di vaginanya.
Erghhhh.. Denyutan otot tempiknya terasa di ujung penis.

Aku hampir selalu puas dengan Narsih.. sebab Narsih cepat orgasme,
Padahal menurut pengakuannya dia sukar terpuaskan oleh suaminya..
sehingga dulu aku cukup cemas bakal sukar memuaskannya.

Setelah beristirahat sejenak dengan penis yang kubiarkan tetap berada di liang tempiknya..
kubantu dia membersihkan tempiknya dari lelehan spermaku dengan tissue.

Narsih segera merapikan pakaiannya.. tetapi toh tampilan wajahnya tidak sempurna betul..
karena ada bekas jilatan lidahku. Kemudian kami keluar dari kamar.

Tapi, astaga.. begitu aku mengantarkan Narsih ke luar dari pintu belakang.. kami ketemu salahsatu staf priaku, Joko.
“Oh, mbak Narsih..” katanya.. sedikit curiga karena melihat Narsih ada di rumahku sepagi itu..
dengan rias wajah yang tak sempurna.. apalagi melihatku di rumah hanya pakai kaos dan sarung yang tak terpakai rapi.

Sambil gelagapan.. Narsih menjawab.. “Oh .. eh, dik Joko.. eh.. saya mengantar sarapannya pak dokter.
Biasa.. tiap pagi dik. Perintah ibu boss.. hihihi..” sambil ketawa kecut. Narsih bergegas meninggalkan rumahku.

Ternyata Joko kebetulan pagi itu ke rumah guna minta bantuanku mengobati ayahnya yang sakit cukup parah di rumahnya.
Untungnya, Joko nggak datang ketika aku masih asyik bergelut dengan Narsih di dalam kamar.

Juga, cukup beruntung bahwa yang curiga adalah Joko..
sebab seorang lelaki biasanya tidak mudah mengobral rumor seperti halnya perempuan.. –maaf ya.. buat kaum perempuan..–

Sejak itu aku lebih berhati-hati ketika bergelut dengan Narsih di rumah.
Aku lebih sering menggunakan kamar periksa dan menyetubuhinya di atas bed periksa..
Ya.. walau sempit dan tinggi.. tetapi sedikit lebih aman.

Yang terang.. aku nggak pernah menghentikan kebiasaanku bercinta di pagi hari..
kecuali kalau ada halangan yang berarti. misalnya sedang menstruasi, atau keadaan tak memungkinkan..
karena misalnya suaminya ada di rumah.

Itu menjadi tugas rutinku.. selain karena aku menginginkannya. Itu juga kebutuhan Narsih sendiri.
Pokoknya kami berdua sudah bak suami-istri dalam persoalan seks.

Menurut pengakuan Narsih.. dia pusing kalau tak sempat bersetubuh denganku..
Sekali pun malam harinya dia sudah disetubuhi suaminya habis-habisan.

Di kemudian hari.. yang membuat kebiasaan rutin kami bersetubuh di rumah bisa berlangsung dengan lebih mulus..
adalah karena bantuan pembantu Narsih.

Pembantu Narsih bernama mbok Nah.. seorang janda yang sudah agak tua.. antara 55-60 tahun.
Begitu dekatnya Narsih dengan mbok Nah.. –dia sudah ikut sejak Narsih masih gadis.. ketika baru tinggal di rumah dinasnya..–
Sehingga hampir tidak ada rahasia Narsih yang tidak diceritakannya ke mbok Nah.. termasuk perselingkuhannya denganku.

Mbok Nah senang dan menyetujui perselingkuhan itu.. dan dia sangat membantu kami..
untuk melampiaskan hasrat seksual di hampir setiap pagi itu.. dengan cara:
Menunggui kami yang sedang bersetubuh di luar kamar..
Sekaligus mengawasi dan menyamarkan kami kalau-kalau ada orang datang ke rumah. Sulit dipercaya.. tapi nyatanya begitu.

Cuma, memang.. persetubuhan di rumah tak pernah memuaskanku 100 persen.
Sebab situasinya tak bebas.. sehingga kami tetap mencari peluang untuk bercinta di tempat lain yang jauh lebih aman.

Anehnya lagi.. Narsih tak kunjung hamil.. padahal sudah miliaran spermatozoaku yang normal menyerbu rahim dan ovariumnya.
Tak adakah spermatozoa yang mampu menembus ovumnya..?
Padahal.. aku dan Narsih sangat menginginkan seorang anak.. buah cinta kami.

Pernah Narsih kuminta memeriksakan diri ke seorang dokter obgyn.. dan dia dinyatakan normal. CONTIECROTT..!
------------------------------------------oOo-----------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd