-------------------------------------------------------------------------
Cerita 136 – Susterku Tersayang
Part 4: Panas Dingin
“Ah.. nggak juga pa. Aku sudah pernah berpacaran dengan orang lain.. dengan teman sekolah ketika di sekolah perawat dulu..
Atau dengan mas Totok tetangga di depan rumah itu. Semuanya nggak ada yang punya sikap seperti papa..” ujar Narsih.
“Juga.. maaf.. aku mau terus terang lagi. Aku sudah pernah main seks ketika berpacaran dengan mas Totok beberapakali..
Tapi toh aku belum pernah merasa puas seperti yang kualami dengan papa..” tambahnya.
Aduh.. senangnya bukan main aku mendengar kata-kata serupa pujian Narsih seperti itu.
Rambut Narsih kuelus dengan lembut. Narsih masih berbaring di pangkuanku di sofa.
Malam makin larut dan dingin. Birahiku timbul kembali. Dengan perlahan kuelus susu Narsih di balik daster yang tak berBH itu.
Narsih pun menggeliat. Dadanya diangkat dan bibirnya direkahkan ingin kucium.
Tak ayal kusambut bibirnya yang basah itu, dan kulumat dengan penuh nafsu birahi.
Tali dasternya kembali kubuka dan susunya kuremas-remas.
Tanganku yang lain menyusur kakinya ke atas dan ketika sampai di lipatan vaginanya..
jariku kuelus ke dalam liangnya yang sudah kembali basah dan licin.
Sebaliknya Narsih mulai mencari penisku dibalik celana kolor yang kupakai.
Tangannya dimasukkan ke balik kolor itu, dan penisku mulai dipermainkannya dengan trampil.
Aku tak tahan, lehernya kucium. Narsih mengerang lagi seperti biasanya..
“Aaaachhhh paaaaah.. eeecch..sshhhh..”
Mendengar itu aku makin panas, seluruh lehernya kujilat, dan kuberi cupang merah di bagian kiri lehernya.
Aku berani memberi cupang, karena toh selama seminggu ini Narsih pasti nggak akan ketemu suaminya.
Narsih menarik penisku keluar dari kolor, kemudian diciumnya penisku dan dijilat-jilat setengah dikulum.
Kenikmatan mulai terasa. Narsih mulai pintar mengulum penis.
Aku segera berputar mengarahkan mulutku ke vagina Narsih dan sambil penis masih tetap dikulumnya.
Tanpa melepas dasternya lidahku kujulurkan ke tempik Narsih, dan kuisap liangnya yang berlendir itu.
Narsih melepas isapan pada penisku mengerang.. “Paaaah, aaaarrrgghhh paaah.. eeenaaaak paaaah..”
Tak kupedulikan erangannya.. kucari kelentitnya dan kuisap pula..
sambil satu jariku kumasukkan ke vaginanya untuk mengorek dinding dalam depannya.
Narsih menggeliat tak teratur dan makin menjerit..
“Paaah.. sudaaaah paaaah.. aku nggaaaak kuuuaaaat.. Suuudaaaah..” Rupanya dia terangsang hebat.
Aku masih tak peduli. Korekan jariku kuteruskan ritmis.. dan mulutku berpindah ke paha dalamnya..
kujilat-jilat menyusuri sepanjang paha ke atas bawah dan sedikit kugigit kecil.
Gelinjang Narsih makin menghebat, penisku sudah dilepas, dan tangannya meremas kuat kain pinggiran sofa..
“Aaach paaa, aaaayooo paaah.. masukkan saja, aku nggak tahaaan.. paaaah..”
Kasihan juga mendengar erangannya itu, kuputar tubuhku sambil melepas t-shirt dan kolorku..
–terasa sekali dinginnya hawa pegunungan..– Narsih pun membuang dasternya.
Di sofa itu pula kulebarkan paha Narsih, kumasukkan penisku tanpa ampun ke tempiknya.
Narsih mendesah kenikmatan.. juga aku.. “Ssshhhhh, Narsiiiih..”
“Paaaah.. aku jangan ditinggal ya paaaah.. papah masih sayang Narsih paaaaah..?
Oooooccchhhh iiiichh..” desah Narsih sambil pantatnya diangkat..
sehingga penisku makin tandas masuk ke dalam tempiknya yang sempit enak itu.
“Yaa Siiiih, aakuu.. aakuu maakiin sayaaang kamuu.. kamu eeenaaaak..”
“Paaapaaah..HHhhhhhHH..”
Aku yakin erangan Narsih terdengar di luar karena begitu kerasnya tak terkendali.
Posisiku sedikit kuubah.. aku agak duduk dengan satu kaki kutaruh di lantai dan kaki lain kutekuk lututnya..
pantat Narsih sedikit kuangkat dan kutahan dengan tangan.
Gerakan penis kukontrol penuh dengan memaju-mundurkannya dibantu tanganku yang memaju-mundurkan pantat Narsih.
Aku bisa melihat masuk-keluarnya penisku di tempik Narsih.
Karena sempitnya tempik Narsih, maka ketika setiap penisku kutarik keluar, bibir depan vagina Narsih ikut tertarik keluar.
Begitu seterusnya. Pemandangan asyik itu jelas makin menaikkan birahiku ke ubun-ubun.
Narsih makin terengah-engah. Jeritannya makin menjadi-jadi..
“Oooooiiichhh paaaah, ayo cepet paaah, goyang cepeeet paaaah..”
Tangan Narsih makin mencengkeram kuat pinggiran sofa menahan birahi.
Tangan kiri kupakai meremas susunya yang bergoyang-goyang indah.
Narsih menggeliat dan merintih, mulutnya terus mendesis dan matanya terpejam. Kepalanya mulai bergoyang juga.
Aku kembali merebahkan dadaku padanya.. dan kuhangatkan tubuhnya..
kedua tangannya sekarang mencengkeram punggungku.. tanganku ikut melingkari punggungnya.
Penisku terus kukocok sambil kugeserkan pangkalnya ke kelentit yang terasa menegang.
Keringat kami mulai bercucuran.. sehingga melicinkan gesekan kulit dari dada sampai ke pubis.
“Aaadduuuuh paaaah, kamuu.. eeeenaaak.. Paaaah..”
“Kamu juga Siiiiih..”
“Aaaayooo paaaah bikinkan anak paaaaah.. aaakuuu pingin anaaaak paaaah..”
“He’eeh Siiih.. kubikinkan anak Siiih..”
Narsih memindahkan tangannya dari punggungku.. ganti dia pegang kedua paha belakangnya dengan kedua lutut ditekuk..
sehingga selangkangannya terbuka lebar-lebar.
Dia rupanya sudah begitu enak menikmati permainan itu. Tempiknya terus digoyang-goyang.
“Paaaah.. Aaakuuu eeenaaakk sekali.. Teruuuus paaaah.. gooooyaaang Narsih teeeruuuus paaaah.. ooooccchh..
Yaaa.. aaampuuuuuun.. oooooooocchhhh.. ”
Tapi, kali ini penisku agak tahan, belum ada tanda-tanda orgasme. Masih di sofa, posisi Narsih kubalik, dia di atas aku di bawah.
Dengan tertelungkup.. kedua paha Narsih kulebarkan, dengan satu kakinya menyentuh lantai.
Dengan lutut sedikit kutekuk aku masih sanggup mengontrol gerakan.
Dengan posisi itu rupanya Narsih lebih enak. Buktinya gerakan kocokan vaginanya makin cepat..
Aku pun menaik-turunkan penisku sambil kedua tanganku memaju-mundurkan pantat Narsih.
Narsih makin cepat saja bergoyang.. “Aaaaaah paaaah.. akuuu muuuulaaaai saaaampaaaai lagiiii paaaah..”
“Teruskaaaan Siiiih, akuu juga enaaak.. desisku yang memang merasa enak juga.
“Aaaayoooo paaaah.. paaah aaaakuuuu saaaampaaaai paaaah..”
betul-betul Narsih sudah sampai secepat itu setelah posisinya di atas.
Dia menggeliat dan merebahkan seluruh tubuhnya yang berkeringat banyak ke tubuhku.. padahal udara sedingin ini.
Sayang, aku belum orgasme.
“Aaaduuuh paaaaah, aku sampai duluan, padahal papa belum apa-apa. Nggak apa-apa ya pah..?”
“Nggak apa-apa Sih, nanti juga kamu bakal kugarap habis-habisan supaya aku bisa orgasme habis-habisan juga..”
“Ih, papa jahat..” katanya tetap di atas tubuhku sambil mencubit pantatku, lalu dia mencium bibirku lembut.
Agar tak kedinginan, kuajak Narsih masuk kamar.
Dan kami kembali berselimut sambil tetap bugil berpelukan berhadapan, sekali-sekali berciuman mesra.
Tidurlah sayangku.. tidurlah.. Kami tertidur sampai pagi.
Agar dingin tak terlalu menyengat, semua lampu kamar yang tadi malam hampir semua kumatikan..
kali ini kunyalakan.. sehingga suasana terang benderang.
Dari kamar mandi kami berpelukan rapat lagi, masih bertelanjang bulat di bawah selimut.
Hawa dingin menerobos masuk ke dalam kamar.
Hawa seperti ini.. ditambah dengan pergesekan tubuh kami yang telanjang..
jelas saja membuat nafsu birahi kembali menggelegak..
Apalagi pada permainan kedua tadi malam aku belum orgasme..
sehingga aku berhasrat melampiaskan ‘dendam’ di subuh yang sangat dingin ini.
Aku mulai menciumi bibir Narsih sambil menggeser-geserkan dada kami yang telanjang..
selangkangan kami saling bergesekan..
Penisku langsung bersentuhan dengan bibir vaginanya..
sehingga penisku terbangun kembali dengan sempurna.
Narsih juga sudah terangsang, lidahnya mulai mencari langit-langit mulutku.
Tanpa sadar selimut kami sudah terjatuh.. sehingga tubuh-tubuh bugil kami tak tertutup apa-apa lagi.
Ketika kulihat cermin besar di sepanjang lemari dinding.. makin menggelegaklah nafsuku..
melihat tubuh-tubuh bugil kami yang saling berpelukan tertampang jelas di cermin itu.
Narsih melihat itu agak tersipu, tapi rupanya dia juga makin terangsang..
buktinya.. lipatan selangkangannya makin digesekkan pada selangkanganku yang penisnya sudah ngaceng.
Aku menindihnya kembali sambil terus menggesekkan bagian tubuh kami..
Ugghh.. rasanya enak.. apalagi udara begitu dingin. Narsih sudah mengangkangkan pahanya lebar-lebar.
Aku gesekkan terus penisku ke permukaan bibir tempiknya. Cukup lama.
Narsih sudah merintih. “Paaah.. Masukkan saja paaah..”
Tanpa kulakukan manipulasi lagi pada susu, tempik dan kelentit.. birahi Narsih sudah sampai di puncak.
Udara dingin itulah rupanya yang menyebabkannya.
Slebb.. slebb.. segera saja kumasukkan penisku pelan-pelan ke dalam tempiknya yang sudah basah..
–betul juga, Narsih sudah terangsang berat..–
Dan agar agak sensasional.. aku bergeser sambil memegangi pantat Narsih agar penisku tak terlepas dari vaginanya..
lalu kusandarkan punggungku pada pinggir bagian kepala tempat tidur sedikit terduduk..
kakiku kuselonjorkan.. sehingga Narsih duduk di pangkuanku dengan penisku terbenam pada tempiknya.
Narsih kuminta bergerak maju-mundur.. yang kubantu dengan gerakan tanganku pada pantatnya.
Sementara mulutku menjilati kedua puting susunya yang persis ada di depan wajahku.
Narsih, lagi-lagi mulai mendesis.. “Ooooooh paaaah.. Aaaaduuuh..”
Sementara kami bergoyang maju-mundur, kulirik cermin besar di lemari dinding.
Ouwhh.. menggairahkan sekali.
Kira-kira kalau adegan ini difilmkan.. rasanya akan laku keras..
Sebab si wanitanya manis dan begitu seksi dengan tubuh yang merangsang nafsu lelaki mana pun.
Gerakannya pun pasti membuat siapa pun akan tidak tahan lama untuk segera ejakulasi.
“Narsih, lihat itu di cermin, kamu seksi banget..” kataku.
Narsih melihat cermin.. dan tanpa kuduga dia melenguh lalu mempercepat gerakan maju-mundurnya..
disertai gerakan memutar permukaan pubis atasnya agar kelentitnya langsung bergesekan dengan pangkal penisku..
Di atas.. tangannya makin erat merangkul leherku.. “Aaaaaah paaaah.. aaaaah.. Iiiichhh paaaah..”
Mungkin akibat melihat bayangan menggairahkan di cermin itu, Narsih tambah bernafsu.
Aku ikut memutar pinggulku.. sehingga pangkal penisku bisa bergesekan langsung..
dengan permukaan kemaluan Narsih bagian atas. Aku merasakan betapa nikmatnya posisi ini.
Tanpa sadar aku telah mencupang beberapa tempat di sekitar pentil susu Narsih, baik susu kanan mau pun kiri.
Biarin.. pikirku. Beberapa cupang merah-biru di tubuh Narsih makin membuat nafsuku meninggi. Tambah seksi dan hot.
“Aaah, Narsiiiih.. Kamu hebat..!”
“Papah yang hebat.. ooooooh paaaah..” erang Narsih.
Posisi ini tak bertahan terlalu lama, karena membutuhkan enersi yang cukup besar.
Narsih kubaringkan kembali miring membelakangiku menghadap cermin lemari dinding.
Lalu, selangkangannya kurenggangkan lebar, dan penisku kumasukkan dari belakang.
Bayangan di cermin makin membuatku bernafsu..
sebab dari cermin itu kami bisa melihat keluar-masuknya penisku ke tempik Narsih.
Tanganku yang bebas kupakai untuk meraba dan menggesek-gesek kelentit Narsih..
sedang mulutku melumat leher samping dan telinganya.
Merasakan perlakuan yang makin merangsangnya itu.. Narsih tanpa sungkan berteriak keras di pagi subuh itu..
“Ooiiihhh paaah, aakuuu eenaaaak paaaaaah.. paaaah eenaaak.. masukkan semuaaanyaa paaah.. seemuuaaa..!!”
“Siiiih.. aakuuu cinta kamuuu Siiiih.. Hhhh.. hhhh.. hehhh..” bibirku mendesis keenakan.
“Iiiyaaaa paaaah.. Aaaakuuuu ciiintaaaa paaaapaaah.. akuuuu cintaaa.. oooooochhhh.. paaah..”
Dari leher, lidahku turun ke punggung, kujilati dan kugigit yang bisa kugigit. Punggungnya menjadi merah-merah juga.
Kali ini hampir seluruh bagian tubuh Narsih terlukis bekas gigitan dan cupangku merah-biru.
Di leher ada cupang di bagian depan dan samping.. di daerah susu kanan dan kiri..
di pangkal paha bagian dalam, di punggung atas dan tengah.
Akua nggak tau bagaimana nanti Narsih menyembunyikan cupang yang ada di lehernya..
dari penglihatan teman-teman sepelatihannya di Malang.
“Paaaah, aaaakuuuu saampaaaai laagiii.. paaaaah.. Ooooooh.. aaaah.. paapaaaah..”
Tiba-tiba dia mendesah keras sambil menggelinjang meregang. Lemas.
Oh.. Narsih sudah orgasme duluan.. padahal rasanya aku hampir juga.
Aku tidak mau kehilangan momentum lagi untuk orgasme, aku ingin secepatnya orgasme juga.
Maka.. tak peduli Narsih sudah lemas karena orgasmenya..
Dia kuangkat dan kubaringkan telentang ke atas tubuhku dalam posisi membelakangiku.
Penisku yang masih tegang tetap menerobos tempiknya dari belakang.
Narsih yang sudah lemas itu kukocok tempiknya dengan penisku yang makin liar.
Crebb-crebb-crebb-clebb-crekk-crekk-crekk-cleebb-clebb-clebb-clekk-clekk-clekk..
Kulihat bayangan di cermin.. makin asyik adegan itu.
Terlihat betapa indahnya tubuh Narsih di atas tubuhku telentang sambil susunya kuremas dari belakang..
Sementara penisku masuk maju-mundur dari belakang.. membelah lipatan bibir vaginanya.
Kepala Narsih terkulai ke belakang dengan jari-jari meremas seprei kasur..
sambil mulutnya kulumat dengan mulutku dari samping. Ahh.. menggairahkan sekali.
Narsih hanya bisa bergumam lirih..
“Hhhh.. hehhh.. hhhh.. sssshh.. Paaaah.. paaaah.. aku nggaaak kuuuaaaat paaaah..”
Kurasakan tempiknya berdenyut-denyut.. sehingga penisku pun merasakan enaknya dipijat-pijat.
Remasan tangannya pada seprei makin menguat, sampai seprei itu tertarik.
Dalam hatiku.. apakah Narsih mulai bernafsu kembali..?
Ough.. Ternyata benar. Pantatnya digerakkan maju-mundur.. sehingga penisku seperti diperas-peras..
“Oooooh eeenaaaak Siiiih.. Betul begitu Siiiih..”
Narsih makin bergoyang tidak hanya maju mundur, juga berputar-putar.
Sementara penisku bergerak dari belakang.. tanganku mengucek klitorisnya lagi dari depan.
Terus kuucek. Narsih menggelinjang kembali dengan kerasnya, seprei makin tertarik.
“Ooooooh paaaah.. kamu jaaahaaaat paaaah.. Eeeenaaaak paaaah.. Oooooh..”
Aku sudah mulai tak tahan. Rasa geli sudah melanda sekujur tubuhku.
Akhirnya aku mendesah keras ketika air maniku memuncrat ke dalam tempik Narsih..
“Naaaaarsiiiiih.. aakuuuu keluuuaaaar.. hhhheh hhhhh..” Crott.. crott.. crott.. crott..!
Narsih juga ikutan meregang dan mendesah.. “Paaaah.. Aakuuu juugaa. Oooohhhh.. Terimakasih paah..”
Kedua tubuh kami melemas tak bertenaga lagi. Penisku lepas dengan sendirinya dari tempik Narsih..
masih memuncratkan spermanya di luar.. sehingga membasahi jembut dan paha Narsih, juga meleleh di seprei.
Segera Narsih kubaringkan ke sampingku dan kupeluk lagi erat-erat sambil kuciumi dahi..
pipi dan bibirnya dengan rasa sayang yang tak terhingga.
Semalaman ini aku telah merasakan kenikmatan yang tak ada taranya.
Hari sudah mulai terang.. Sepagian kami bercengkerama dan bercumbu sambil menikmati pemandangan alam sekitar..
lewat jendela kamar yang kubuka lebar-lebar.
Beberapakali di hari itu kami bergelut memadu cinta sepuasnya.
Dan siangnya.. setelah matahari mulai turun.. Narsih dengan berat hati kuantar ke terminal bus kembali ke Mg.
oOo
Sejak tahun ketiga masa dinasku di Puskesmas itu.. aku tinggal sendirian di rumah dinas, keluargaku..
–istri dan anak..– tinggal di rumah yang kami beli di S.. agar istri tidak kecapean pulang pergi ke kantornya yang berada di S.
Sebelumnya.. anakku lebih banyak dibawa neneknya yang tinggal di J.
Selama sisa masa dinasku itu, aku jadikan Narsih sebagai pengganti istriku.
Selama ini perselingkuhanku aman-aman saja.. meski ada staf priaku yang agak-agak curiga..
karena dia hampir memergokiku menggeluti Narsih di kamar tidur rumahku pagi hari sebelum jam kantor buka.
Di pagi hari itu.. seperti biasanya, ketika suami Narsih sudah pergi ke pabrik, pembantuku belum datang..
–biasanya pukul 7..– seperti hari-hari sebelumnya.. Narsih ke rumahku menemuiku untuk meminta ‘jatah sperma pagi’.
Tetapi.. agar tidak mencurigakan.. dia membawa makanan untuk sarapan buatku.
Sebab pembantu rumahtangganya memang diminta istriku untuk menyediakan sarapan pagi buatku setiap hari.
Biasanya dia datang ke rumah sudah memakai baju dinas melalui pintu belakang.
Pagi itu.. begitu Narsih datang langsung kuajak masuk ke kamar tidur..
–ada dua tempat yang biasa kami pakai ngeseks.. yaitu kamar tidur atau kamar periksa..–
Kedua pintu rumah.. belakang dan depan tak pernah kututup kalau Narsih ke rumah..
agar tidak membawa kecurigaan orang lain.
Untuk kegiatan ’seks harian’ seperti ini kami tak banyak melakukan foreplay..
sebab waktunya sempit dan situasinya tak aman benar.
Begitu masuk ke kamar tidur, pintu kamar kukunci, dan langsung Narsih kupeluk dan kuajak tiduran di ranjang..
Rok bawahnya kusingkap jauh-jauh ke atas.. sehingga tempik Narsih terpampang indah..
–seperti biasanya.. Narsih datang tanpa bercelana dalam. Celana dalam disimpannya di saku rok.. dan baru dipakai menjelang pulang..–
Hari itu aku hanya memakai sarung dan kaos oblong. Sarungku dan celana dalamku kulepas..
sedang kaos oblongku kusingkap saja sampai ke leher.. kemudian kutindih Narsih yang sudah merenggangkan selangkangannya lebar.
Lalu penisku yang sudah siap menunggu, tanpa berlama-lama kumasukkan ke dalam liangnya.
Kancing kemeja dan BH Narsih kubuka tanpa kulepas.. kuremas tetekya dan kulumat bibirnya..
Sampai dia merintih lirih.. “Aaaaaacchhhh paaaah.. cepeeeet kooocoook yaaang.. Cepeeet..”
Slebb..clebb.. slebb.. clebb.. Penisku kugerakkan dengan irama beraturan.. sementara nafasku memburu.
Karena terburu waktu, aku dan Narsih tak terlalu lama mencapai orgasme..
–Menurut pengalamanku; stress.. misalnya akibat desakan waktu.. ternyata bisa berperan dalam mempercepat datangnya orgasme.
Tapi pada penyebab stress lain kadang-kadang justru sebaliknya..– kurang lebih setelah sepuluh menit.
“Aaaaahhhh Siiih, aaakuuu keeluuuaaar..” desisku lirih.
Badanku mengejang.. yang diikuti dengan mengejangnya tubuh Narsih.
“Aaaakuuu juuuugaaa paaaah.. Hhhh hhhhh sssshh.. iiicchhh..”
Aku menciumnya kembali.. dan sejenak kubiarkan semprotan maniku beberapa lama di vaginanya.
Erghhhh.. Denyutan otot tempiknya terasa di ujung penis.
Aku hampir selalu puas dengan Narsih.. sebab Narsih cepat orgasme,
Padahal menurut pengakuannya dia sukar terpuaskan oleh suaminya..
sehingga dulu aku cukup cemas bakal sukar memuaskannya.
Setelah beristirahat sejenak dengan penis yang kubiarkan tetap berada di liang tempiknya..
kubantu dia membersihkan tempiknya dari lelehan spermaku dengan tissue.
Narsih segera merapikan pakaiannya.. tetapi toh tampilan wajahnya tidak sempurna betul..
karena ada bekas jilatan lidahku. Kemudian kami keluar dari kamar.
Tapi, astaga.. begitu aku mengantarkan Narsih ke luar dari pintu belakang.. kami ketemu salahsatu staf priaku, Joko.
“Oh, mbak Narsih..” katanya.. sedikit curiga karena melihat Narsih ada di rumahku sepagi itu..
dengan rias wajah yang tak sempurna.. apalagi melihatku di rumah hanya pakai kaos dan sarung yang tak terpakai rapi.
Sambil gelagapan.. Narsih menjawab.. “Oh .. eh, dik Joko.. eh.. saya mengantar sarapannya pak dokter.
Biasa.. tiap pagi dik. Perintah ibu boss.. hihihi..” sambil ketawa kecut. Narsih bergegas meninggalkan rumahku.
Ternyata Joko kebetulan pagi itu ke rumah guna minta bantuanku mengobati ayahnya yang sakit cukup parah di rumahnya.
Untungnya, Joko nggak datang ketika aku masih asyik bergelut dengan Narsih di dalam kamar.
Juga, cukup beruntung bahwa yang curiga adalah Joko..
sebab seorang lelaki biasanya tidak mudah mengobral rumor seperti halnya perempuan.. –maaf ya.. buat kaum perempuan..–
Sejak itu aku lebih berhati-hati ketika bergelut dengan Narsih di rumah.
Aku lebih sering menggunakan kamar periksa dan menyetubuhinya di atas bed periksa..
Ya.. walau sempit dan tinggi.. tetapi sedikit lebih aman.
Yang terang.. aku nggak pernah menghentikan kebiasaanku bercinta di pagi hari..
kecuali kalau ada halangan yang berarti. misalnya sedang menstruasi, atau keadaan tak memungkinkan..
karena misalnya suaminya ada di rumah.
Itu menjadi tugas rutinku.. selain karena aku menginginkannya. Itu juga kebutuhan Narsih sendiri.
Pokoknya kami berdua sudah bak suami-istri dalam persoalan seks.
Menurut pengakuan Narsih.. dia pusing kalau tak sempat bersetubuh denganku..
Sekali pun malam harinya dia sudah disetubuhi suaminya habis-habisan.
Di kemudian hari.. yang membuat kebiasaan rutin kami bersetubuh di rumah bisa berlangsung dengan lebih mulus..
adalah karena bantuan pembantu Narsih.
Pembantu Narsih bernama mbok Nah.. seorang janda yang sudah agak tua.. antara 55-60 tahun.
Begitu dekatnya Narsih dengan mbok Nah.. –dia sudah ikut sejak Narsih masih gadis.. ketika baru tinggal di rumah dinasnya..–
Sehingga hampir tidak ada rahasia Narsih yang tidak diceritakannya ke mbok Nah.. termasuk perselingkuhannya denganku.
Mbok Nah senang dan menyetujui perselingkuhan itu.. dan dia sangat membantu kami..
untuk melampiaskan hasrat seksual di hampir setiap pagi itu.. dengan cara:
Menunggui kami yang sedang bersetubuh di luar kamar..
Sekaligus mengawasi dan menyamarkan kami kalau-kalau ada orang datang ke rumah. Sulit dipercaya.. tapi nyatanya begitu.
Cuma, memang.. persetubuhan di rumah tak pernah memuaskanku 100 persen.
Sebab situasinya tak bebas.. sehingga kami tetap mencari peluang untuk bercinta di tempat lain yang jauh lebih aman.
Anehnya lagi.. Narsih tak kunjung hamil.. padahal sudah miliaran spermatozoaku yang normal menyerbu rahim dan ovariumnya.
Tak adakah spermatozoa yang mampu menembus ovumnya..?
Padahal.. aku dan Narsih sangat menginginkan seorang anak.. buah cinta kami.
Pernah Narsih kuminta memeriksakan diri ke seorang dokter obgyn.. dan dia dinyatakan normal. CONTIECROTT..!
------------------------------------------oOo-----------------------------------------