Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

--------------------------------------------------------------

Cerita 122 - Istri Anak Buahku

Hartini

Ceritanya
dimulai sewaktu aku ditugaskan sebagai staf di pabrik pengolahan minyak sawit di salahsatu perkebunan di Sulawesi.
Ini adalah kisah nyataku. Sebut saja namaku Alex.. umurku saat itu 27 tahun.. dan belum menikah.

Sebagai seorang staf yang baru pindah ke daerah perkebunan.. di mana masyarakat yang tinggal sangat berjauhan..
kecuali karyawan dan staff perkebunan yang sengaja dibuat dalam satu perumahan..
mutlak sebagai pendukung utama opersional yang sewaktu-waktu bisa dipanggil dalam waktu 24 jam.

Walaupun sebagai staf.. karena sebelumnya perumahan sudah diisi oleh sebagian karyawan yang sudah duluan menempati..
aku menempati rumah kopel kayu.. –dua rumah dempet menjadi satu bangunan..– ketiga dari ujung.. dan agak kecil..
yang sebenarnya fasilitas untuk karyawan biasa.

Manager pabrik sendiri menganjurkan agar memindahkan karyawan yang sudah menempati fasilitas rumah.. –rumah single beton..–
yang sebenarnya diperuntukkan bagi staf bujangan maupun keluarga..

Tapi untuk mengambil hati para karyawan.. yang mana nantinya juga akan menjadi bawahan saya..
akhirnya sayapun minta agar diizinkan menempati rumah kopel ketiga dari pinggir.. menghadap ke timur..
berhadapan dengan rumah yang menghadap ke barat.. dibatasi oleh jalan besar belum diaspal tapi sudah dikerasin.

Rumah tetangga sebelah kiri yang agak berjarak tanah kosong selebar satu rumah.. ditempati oleh karyawan laki-laki yang sudah berkeluarga..
tetapi istrinya masih tinggal di rumah orangtuanya.. jauh dari lokasi perkebunan.
Biasanya dia pulang sekali sebulan untuk mengantarkan gaji bulanan untuk nafkah anak istrinya.

Rumah sebelah kanan yang merupakan pasangan rumah kopelku.. ditempati oleh karyawan laki-laki berumur 35 tahun..
Sebut saja namanya Nardi.. bersama istrinya yang berumur sekitar 33 tahun.. sebut saja namanya Hartini.

Hartini walaupun bukan termasuk wanita kota.. tapi sangat modis dan mengikuti kemajuan zaman.. disesuaikan dengan kondisi ekonomi.
Yang paling membuatku sangat kagum adalah bentuk payudara yang sangat berisi.. dan body yang cenderung montok.

Dengan kondisi rumah kopel kayu seperti itu.. biasanya sepelan apapun pembicaran ataupun gerakan dalam rumah akan terasa di rumah sebelah.
Dan saat itu kebetulan Nardi masuk dalam shift-1 di bawah pimpinanku.

Karena saya masih bujangan dan memang bukan tipe yang rajin ngurus rumah..
maka biasanya aku makan di warung yang berada di luar lingkungan perumahan.. berjarak sekitar 500 meter dari perumahan pabrik 50 meter dari pabrik.

Sementara untuk cuci pakaian.. aku usahakan cuci sendiri.. walaupun hanya satukali seminggu.
Seringkali kalau udah malam atau hujan.. terpaksa aku tidak makan nasi.. hanya mengandalkan mi instant yang direbus seadanya.

Karena mungkin kasihan.. pada suatu sore sepulang kerja shift-1 pagi.. kami bertiga.. aku.. Nardi dan Hartini ngobrol di teras..
Saat itu Nardi yang menjadi bawahanku itu.. menyarankan agar makan di rumahnya saja setiap hari dengan membayar secukupnya kepada istrinya.
Akhirnya terjadi kesepakatan untuk makan setiap hari sekalian cuci pakaian ditanggungjawabi oleh Hartini.

Nah.. karena setiap hari berdekatan dan makan bersama.. semakin lama hubungan kamipun semakin akrab..
hingga tidak sungkan lagi aku ngobrol berdua Hartini tanpa suaminya.

Awal kejadian.. pada suatu sore sepulang kerja sekitar jam 16.00..
Nardi masih lembur di pabrik untuk mencari tambahan.. aku dan Hartini duduk ngobrol santai di teras.

Saat itu aku menanyakan kenapa mereka yang sudah menikah 9 tahun belum punya anak.
Dia dengan malu-malu bercerita bahwa mereka sudah sangat menginginkan anak.

Sampai saat ini Hartini sudah periksa ke dokter.. dan dinyatakan tidak ada masalah.
Namun sayangnya sang suaminya sendiri.. katanya tidak mau periksa.. karena merasa tidak ada kelainan dalam hal fisik..
Selain itu juga kebutuhan batin istrinya masih sanggup terpenuhi.. katanya.

Dari situ.. semakin lama pembicaraan kami semakin bebas..
Sampai aku bercerita bahwa pernah mempunyai bekas pacar yang fisiknya agak montok seperti Hartini..

Lalu iseng-iseng aku mengatakan bahwa biasanya wanita yang cenderung gendut mempunyai payudara yang lembek dan turun..
serta rambut vagina sedikit dan jarang-jarang.

Hartini membantah bahwa tidak semuanya begitu.
Dia sendiri mengatakan bentuk kepunyaannya sangat bertolak belakang dengan yang saya katakan.

Karena penasaran kukatakan bahwa Hartini pasti bohong.. tapi dia menyangkal..
Akhirnya.. dengan jantung berdebar keras.. takut kalau Hartini marah.. aku meminta tolong.. – menantangnya..– apabila bersedia ingin melihatnya.

Tapi mungkin demi menjaga agar dia tidak dianggap murahan.. dia menolak keras..
Namun terus kurayu dan memohon dengan muka pura-pura dibuat menhiba.. ditambah alasan bahwa sudah kangen banget sama pacar..
–saat itu berada di Jakarta..– yang biasanya sekali seminggu bertemu.. akhirnya dia mengatakan dengan pipi merah..
bahwa aku boleh melihat dia.. tapi dari jauh dan tidak boleh menyentuhnya.

Hahaha.. dengan senang hati aku tentu saja dengan cepat menyetujuinya. Dengan gerak malas-malasan atau dibuat pura-pura berat hati..
dia lantas berjalan menuju kamar belakang yang berdampingan dengan kamar depan..

Tak lupa ia juga menutup jendela belakang yang berhadapan dengan lahan perkebunan masyarakat..
untuk menjaga apabila secara kebetulan ada orang yang bekerja di lahan tersebut.

Kemudian dia berdiri sambil tersenyum malu-malu kepadaku.. yang jelas tak mau melepaskan pemandangan indah tersebut dari jendela depan..
Sengaja kuatur posisiku masih di teras.. tetapi kepalaku melongok ke dalam rumah..
seakan-akan kalau orang melihat dari halaman ataupun lewat dari jalanan.. kami sedang berbicara dengan orang yang berada di dalam rumah.

Jarak antara posisi dudukku –di perbatasan teras rumahku dengan rumahnya..– berjarak sekitar empat meter saja ke posisi dia berdiri di kamar belakang.
Dengan lagak seorang model.. dia bergerak pelan-pelan membuka kaos birunya.. sambil berjalan ke kiri dan kanan secara perlahan..
hingga ke balik pintu kamar..

Sampai mata saya kadang tidak mampu melihat pemandangan yang mengasyikkan..
Tetapi setiap ia mau ke arah balik pintu.. perlahan aku teriak.. “Tin.. jangan sampai ke situ dong..! Gua nggak bisa lihat nih..!”

Hmm.. Sepertinya Hartini memang sengaja membuat saya penasaran. Kaos yang ditarik ke atas lalu dijepit oleh ketiaknya..
Terlihatlah beha berwarna merah menyala.. seakan-akan tidak mampu menutupi semua payudara montok putih yang menyembul keluar..
dari bagian atas behanya.. seakan-akan protes mengapa dia dijepit terlalu keras.

Setelah mendiamkan sekitar 30 detik.. sambil tersenyum mengedipkan mata sebelah kepadaku..
dia lalu mulai membuka kancing depan behanya.. dan membiarkan cup behanya menjuntai ke bawah..

– Haaa.. akhirnya saya ketahui bahwa Hartini mempunyai ukuran 36.. namun cupnya saya kurang tau.. belum tau pada saat itu.
Yang jelas.. satu telapak tanganku masih belum bisa menutupi sebelah payudaranya.. dia mempunyai beha yang tidak mempunyai kancing di belakang..–

Mataku seakan-akan mau keluar melihat pemandangan tersebut.. sedangkan dia sendiri seakan-akan bangga..
menatap bagaimana aku sangat terpesona dengan payudaranya dengan puting sebesar ujung rokok mild.. berwarna coklat kemerahan.

Dalam 30 detik seakan-akan aku tidak bernafas.. seolah tidak mau melepaskan pandanganku..
Sampai akhirnya dia berseru pelan.. “Udah ya.. ntar lagi suamiku pulang..!” Aku tidak dapat berkata apapun saat itu..

Sesudah merapikan pakaiannya.. Hartini kembali ke teras.. seakan-akan tidak terjadi apa-apa.. kecuali berdiam diri dan duduk di teras rumahnya.
Sedangkan aku sudah pindah duduknya kembali ke teras rumahku sendiri.

Setelah beberapa lama.. perlahan ia berkata.. “Jangan bilangin sama siapa-siapa.. ya..?” Kelihatannya Hartini sangat ketakutan apabila diketahui orang lain.
“Jelas dong.. masa’ gua bilangin sama orang..? Kan gua juga menanggung risiko..” Jawabku menenangkannya.

Tak lama kemudian.. dari jauh kelihatan Nardi sudah pulang bersama teman-temannya yang ikut lembur.
Kami pun berusaha berbicara normal. Tidak perlahan lagi.. tetapi membicarakan yang lain.

Setelah menaiki tangga.. Nardi langsung menyerahkan tas bekalnya kepada Hartini..
Hartini langsung membawa masuk sambil memberesi tempat bekal suaminya.

Beberapa saat kami.. aku dan Nardi ngobrol sebagaimana layaknya bertetangga..
walaupun dia tetap menaruh hormat karena bagaimanapun kalau di pabrik dia menjadi bawahan saya.

Malamnya aku terus memikirkan peristiwa tadi sore..
Kenapa dia bersedia menunjukkan sesuatu yang harusnya hanya boleh dilihat oleh suaminya..?
Padahal dia mengatakan dalam hal kepuasan batin dia mengakuinya.
Dalam hati.. aku berniat untuk lebih jauh.. lagipula mengingat bahwa Hartini tidak marah. Malah seakan memberi ‘sinyal’.

Besoknya kira-kira dalam situasi yang sama.. sepulang kerja kami ngobrol kembali. Kuberanikan untuk memancing lagi.
“Kemarin memang benar ya.. punya kamu memang bagus sekali.. bukan karena beha..”

Dia tersenyum manis sedikit malu.. mungkin merasa bangga dengan pujian yang keluar dari mulutku.
“Tapi saya nggak yakin bahwa rambut bawah kamu bukan seperti yang saya lihat.. punya bekas pacar saya dulu..”

Dengan masih tertawa kecil dia memperbaiki rambutnya dengan kedua tangannya.
“Kan kemarin aku bilang apa.. Sekarang minta itu.. sekarang ini.. besok minta yang lain lagi dong.
Awas lho.. nanti ketahuan pacarmu yang sekarang di Jakarta.. tau rasa deh..” ledeknya.
“Nggak mungkin dia tau.. kecuali kamu yang bilanginnya..” tukasku agak menekan.

Walaupun aku menjawab tidak perlu khawatir.. tapi dalam hati aku bertanya kenapa malah justru pacarku yang dia khawatirin..?
Bukannya diri sendiri atau suaminya. Hehe..

Nmaun berkat bujukan dan rayuan seorang laki-laki walaupun bukan seorang ahli.. akhirnya dia berkata perlahan..
“Tapi ingat ya.. hanya sebentar.. dan sekali ini saja ya. Aku takut nanti ketahuan sama suamiku.. bisa dibunuh aku nanti.
Sekalian awasi orang lain.. mana tau ada yang mau ke sini..” katanya setengah berbisik.. mengiyakan.

Wuahh.. Sontak saja senang bukan main rasanya.
Aku hanya mengangguk cepat.. tak sabar melihat pemandangan yang akan kusaksikan.

Perlahan Hartini berjalan menuju kamar belakang.. sambil kunikmati geolan pantatnya yang seperti pantat bebek sedang berjalan.
Pemandangan dari belakang membuat penisku sudah mulai naik.. dan langsung membereskan posisi kontol agar tidak sakit terjepit.

Sesampai di kamar.. dia pun sepertinya agak gugup.. Ia mengintip sekeliling luar rumah dari celah papan.
Sebentar kemudian baru dia naikkan rok katun berwarna hitam setinggi lutut sampai celana dalam merahnya kelihatan.

Wuahh.. Mataku seakan tidak mau berkedip.. takut melewatkan pertunjukan gratis tersebut.
Dia menatapku dengan mata gugup.. sepertinya ingin pertunjukan tersebut cepat selesai.

“Lex.. udah lihat kan..!?” Teriaknya perlahan seperti berbisik.
“Kan belum dibuka.. tadi udah janji boleh lihat dari jauh. Kalau nggak.. aku aja deh yang buka ke situ ya..?”

Sahutku dengan perlahan.. sambil mata mengawasi sekeliling.. tapi aku yakin masih kedengaran kepada dia.
“Jangan .. jangan ke sini.. di situ aja..” dia menjawab sepertinya ketakutan.

Aku menganggukkan kepala.. tanda mengerti. Dia kemudian melepaskan lagi rok yang sebelumnya diangkat.. sampai jatuh seperti posisi biasa..
Lalu kedua tangannya masuk dari bawahnya.. menurunkan celana dalamnya hingga lepas dengan sebelah tangan masih memegangi celana dalam..

Kemudian Hartini mengangkat roknya kembali ke atas. Ya ampun.. Vaginanya sepertinya tertutupi oleh pegunungan hitam.
Dia menatapku dan mengangguk dengan ekspresi meminta persetujuan agar selesai.

Aku sendiri berusaha agar lebih lama lagi menonton.. Tapi 15 detik kemudian dia langsung membungkuk dan memakai kembali celana dalamnya.
Kemudian dia membuka pintu kamar belakang untuk menghilangkan kecurigaan suaminya apabila pulang nantinya..
Setelah itu ia langsung menuju dapur untuk memberesi makan malam kami nantinya.. Hingga tidak bertemu lagi sampai kami makan malam.

Dalam hati aku mulai yakin bahwa aku tidak bertepuk sebelah tangan.
Selama ini.. apabila aku merasa horny.. kulampiaskan dengan onani di kamar sambil tiduran ataupun di kamar mandi.

Nah.. semenjak kejadian tersebut.. aku mulai berani memeluk.. mencium maupun meraba.. sekalian menciumi buah dadanya..
Semua kulakukan saat Hartini mau mengantarkan pakaian bersih dan menyusun di lemari pakaianku yang kutempatkan di kamar tidurku.

Biasanya.. sewaktu dia mau ngantar pakaian di depan pintu kamar.. dia sudah kasih kode jari di mulut.. memberi info tidak aman.
Apabila aman.. dia cuma senyum kecil.. aku mengartikan isyarat aman. Di saat seperti itulah biasanya aku bisa menikmati bibir maupun teteknya.

Kadang saking gemasnya aku tak sadar mengisap puting buah dadanya sampai dia kesakitan dan berbisik..
“Lex.. Jangan keras-keras. Emang nggak sakit..!?” Katanya kesal. Biasanya aku langsung minta maaf dan mengelus-elus buah dadanya dengan mesra.

Ada kalanya Hartini tidak mau dicium karena sedang pake pewarna bibir.. katanya nanti kalau dicium bisa hilang.. suaminya bisa curiga..
Sampai-sampai sewaktu memberikan uang makan dan cuci pakaianku pun selalu kutaruh sendiri di tengah buah dadanya..
baru kemudian kututup sendiri behanya dan diakhiri dengan senyum dan cium.
-----------

Puncak perselingkuhan kami adalah saat aku akan masuk shift sore.. masuk jam empat sore dan biasanya pulang jam 12 malam..
Sedangkan kalau buah sawit sedang panen raya dan menumpuk biasanya diteruskan sampai pagi.

Setiap shift sore biasanya aku pulang sekitar jam 7 atau 8 malam untuk malam.. sementara bisa bergantian dengan asistenku.. biasanya jatah satu jam.
Nah.. suami Hartini, Nardi.. biasanya karena tidak punya kendaraan.. malas pulang dan sudah membawa bekal dari rumah sore harinya.

Sore itu.. sekitar jam 3 siang aku sudah mandi dan bersiap-siap berangkat.. karena sebagai kepala shift harus koordinasi dulu..
dengan kepala shift pagi.. aku masih memakai handuk bertelanjang dada di kamar..

Tak lama Hartini datang ke kamarku sambil menaruh jari di atas bibir.. pertanda tidak aman.
Aku berbisik.. “Emang di mana suamimu..?”
“Itu masih lagi tidur di kamar..” jawabnya perlahan.

Hartini lantas berjalan menuju lemari pakaianku.. sambil tangan kirinya mencubit puting tetekku.
Sontak saja merasa kegelian lantas berusaha membalas dengan mencubit teteknya.

Dia mengelak sambil berbisik.. “Jangan sekarang.. ntar malam aja.. waktu pulang makan..”
“Di mana..?” Balasku.

“Ntar ke kamar saja langsung.. pintu belakang tidak kukunci.. hanya ditutupkan saja..”
“Tapi nanti jangan pake apa-apa ya..” godaku pelan sambil main mata. Aku diam sejenak.. memikirkan kata-katanya..

Sambil berjalan ke teras aku masih sempatkan meraba pantatnya sampai dia menepiskannya.
Aku agak kaget juga memikirkan.. ada apa Hartini malah mengundang malam-malam ke kamarnya..?
Sampai di pabrik aku tidak konsentrasi mengawasi karyawan melakukan tugas masing-masing.. masih memikirkan apa maunya Hartini.

Aku sengaja agak lebih lama pulang makan malamnya.. sekitar jam 8.30 malam.
Sementara suasana perumahan sudah agak sepi.. karena gerimis dari sore.

Aku langsung menempatkan motor dinas ke belakang rumah agar tidak menyolok dari luar.
Kemudian aku masuk rumah dan menyalakan lampu. Sebentar kemudian dari celah papan.. kuiintip rumah sebelah..

Hmm.. kelihatan suasana rumah itu sangat gelap.. karena biasanya pada saat tidur memang kebiasaan lampu dimatikan.
Pandangan orang dari luar.. kalau lampu sudah dimatikan.. biasanya enggan bertamu. Kecuali paling tidak kalau tidak benar-benar penting sekali.

“Tin.. udah tidur ya.. ke sini dong..!?” Teriakku pelan.. sampaidua kali saya berteriak pelan..
Hartini mendekat.. dibatasi oleh papan pembatas berbisik.. “Pintu belakang tidak dikunci.. Alex aja yang ke sini..”

Aku pun lalu berjalan menuju ke belakang rumah sambil mematikan lampu ruang tengah..
Sehingga dari luar kelihatan saya sudah pergi kembali ke pabrik.

Karena sangat gelap aku harus membiasakan mata dulu.. baru mengawasi sekeliling.
Mengingat kaos kerja yang kupakai berwarna putih.. aku membukanya dan menyangkutkan di pintu belakang sebelah dalam.
Lalu berjingkat-jingkat perlahan saya menuju pintu belakang rumah Hartini.

Dengan sangat hati-hati kudorong pintu.. takut mengeluarkan bunyi.. kemudian berjalan pelan sekali sambil menahan nafas..
takut getaran kakiku di lantai papan kedengaran sama orang lain.

Memasuki kamar depan.. Hartini kelihatan tengah berbaring dengan memakai kain sarung sebatas dada..
kaos you can see berwarna pink.. yang bisa kulihat dari cahaya lampu jalan di depan rumah.. masuk dari celah papan kayu.
Hartini sepertinya berpura-pura memejamkan mata.

Tak buang waktu.. aku langsung jongkok di sampingnya dan meraba buah dadanya tanpa membuka kain sarungnya.
Dia melirik sambil tangannya mencubit pipiku. Aku teruskan dengan mencium bibirnya.

Tak lama kemudian dia pun membalas.. tanganku mulai menurunkan kain sarungnya dan menaikkan kaos sampai buah dadanya kelihatan penuh.
Saat itu Hartini tidak memakai beha lagi.. seperti godaanku siang harinya.

Agak lama kami berciuman sambil tangan kananku meremas-remas kedua buah dadanya.
Ughh.. aku merasa sudah sangat horny.. begitu juga penglihatanku kepada Hartini.

“Tin.. mau nggak kita masukin..? Ntar gua buang di luar deh..” Bisikku.
“Lex.. jangan dibuang di luar..” jawabnya pelan sambil memelukku lebih keras sambil mencium pipi kiriku.

“Lah.. ntar kalau hamil gimana dong..? Bisa bahaya kita..” sahutku bingung dengan jawabannya.
Tanganku masih terus memutar-mutar putting kirinya.

Tangan kiriku memangku lehernya sambil menahan berat tubuhku.. karena saat itu saya masih jongkok.
“Biar aja. Aku kan punya suami. Kalau aku hamil kan wajar..” katanya beralasan.

“Tapi kalau nantinya anaknya lahir mirip gua.. gimana dong..? Suamimu bisa curiga loh..”
Dia menatap saya memelas.. seperti meminta pertolongan.. aku merasa kasihan melihat wajahnya.

“Tolongin aku ya Lex.. pokoknya dikeluarin di dalam aja. Saya tanggung kamu tidak akan apa-apa. Aku pengen hamil Lex.
Aku ingin buktikan kepada keluarga suamiku bahwa aku tidak mandul..” katanya seperti memohon.

Oiya.. aku baru teingat.. Hartini pernah cerita;
bahwa beberapa keluarga suaminya diam-diam sudah menganjurkan agar suaminya mencari istri lagi kalau ingin punya anak.

“Kamu sudah yakin..?” Aku ingin menegaskan lagi bahwa dia memang meninginkannya.
“Iya Lex.. tolongin aku ya..” bisiknya langsung mencium bibirku.

Aku pun membalas ciumannya setelah yakin dia memang sangat menginginkannya.
Sambil tetap berciuman tanganku mulai menarik turun kain sarungnya sampai lepas melewati kaki.

Kulepaskan bibirku.. turun ke puting buah dadanya sambil tangan kananku meraba pangkal paha.
Sepertinya celana dalam Hartini sudah agak basah.

Hartini mendesah pelan sambil tangannya masih memeluk kepalaku..
sekali-kali berusaha menekan ke arah teteknya yang sedang saya putar-putar pakai lidah..

Sambil tanganku menarik celana dalamnya turun lepas dari kakinya dibantu dengan gerak pantat Hartini yang terangkat.
Mataku sekali-sekali melirik ke arah vagina yang ditumbuhi rambut yang lebat..

Perlahan tanganku meraba-raba menyisihkan rambut yang lebat agar tanganku bisa masuk ke lubang vaginanya.
Refleks tangan kiri Hartini menangkap tangan kananku dan menariknya ke atas tanpa melepaskannya lagi.

Saat itu mulutku mulai turun ke arah perut.. tetapi sesampai pusar Hartini menolak..
Ia menahan kepalaku agar jangan sampai ke memeknya.

Aku berusaha pelan-pelan menarik kepalaku.. sampai mulutku hampir mencium vaginanya.
Tiba-tiba Hartini bangun duduk. Aku kaget dan takut dia marah.

Sambil menatapku dia melingkarkan tangannya ke leherku.. berbisik.. “Jangan cium.. bau. Aku nggak mau dicium itu..”
“Nggak bau kok Tin.. malah harum. Sebentar aja ya..” kataku merayu sambil cium lehernya.

Hartini menggelinjing dan sambil mendesah pelan.. “Pokoknya jangan ya Lex.. kamu masukin aja punya kamu..”
Tangannya meraba ke arah penisku.. yang sudah menegang tapi tidak maksimum karena kurang konsentrasi..
sebab setiap saat harus mengawasi suara di sekeliling rumah.

Saat itu aku malah masih memakai celana kerja telanjang dada. Hartini berusaha membuka gesper.. tapi agak kesulitan.
Aku lantas bangkit dan membuka sendiri sampai benar-benar telanjang. Lalu kutunjukkan penisku kepada Hartini.. dia membuang muka.

Kupegang kepalanya.. bermaksud agar dia mau mengoral penisku.. tapi dia bertahan tidak mau.
Akhirnya kami kembali berbaring di tempat tidur.. menetralkan suasana sambil kembali memulai cumbuan.

Aku dan Hartini sepertinya sudah kembali sama-sama horny.. maka kuputuskan mengangkat kaki kanan untuk merenggangkan kedua kakinya.
Sedikit demi sedikit kakinya mulai ngangkang sampai kedua kakiku bisa masuk.. siap untuk memasuki lubang surga.

Tapi Hartini memelukku dengan erat sampai mulutnya menyumpal mulutku dan membisiki..
“Kita di lantai aja ya. Jangan di sini. Soalnya tempat tidurnya berisik nanti..”

Tanpa menjawab aku langsung bangun turun dari tempat tidur..
Hartini ikut bangun sambil bawa sebuah bantal dan berbaring merenggangkan kakinya di lantai.

Aku yang sudah nggak sabaran langsung mengambil posisi. Tak lupa kaos pinknya saya buka sampai lepas melewati kepala.
Tangan kananku memegang penis.. mengarahkan ujungnya ke lipatan vagina yang saat itu sudah banyak mengeluarkan cairan.

Sesaat sesudah menyentuh bibir vaginanya.. kami berdua saling memandang.. seakan-akan meminta persetujuan..
mulutku mencium mulut Hartini dan langsung dibalas sambil memeluk erat.

Slepp.. slepp.. slepp.. kugesek dan tekan penisku ke arah memeknya dengan perlahan.
Hartini menyambut dengan gerakan menjepitkan kedua kakinya ke kakiku.. menggerakkan pinggulnya ke atas menyambut gesekan penisku.

Hghhhh.. heghhhh.. nikmat sekali rasanya penisku menggesek gundukan lembut vagina Hartini.
Mata Hartini sendiri terpejam-pejam menikmati sensasi gesekan tersebut.. sementara tangannya menekan pantatku.

Mesin nafsu dalam tubuh kami sudah panas.. sehingga kami tidak merasa ada hal lain dalam pikiran kami.
Hanya keinginan untuk mencapai orgasme yang ada dalam benak kami berdua.

“Tin.. gua masukin ya. Nggak nyesal kan..?” Bisikku kembali memastikan.
Hartini tidak menjawab.. hanya menganggukkan kepala pelan.. tapi terasa bahwa dia sudah merespon..

Slebbb.. Pelan-pelan aku masukin penisku yang berukuran diameter 4 cm dan panjang 15 cm.
“Hufftt..” Aku menahan nafas.. begitupun Hartini menikmati saat indah tersebut.

Walaupun vagina Hartini sudah mengeluarkan banyak cairan.. sepertinya masih bisa kurasakan betapa saat memasuki memeknya terasa nikmat..
Jlebb.. sampai sesudah masuk semua.. kudiamkan sambil memandang muka Hartini yang memejamkan matanya.

Sesaat kemudian dia membuka matanya.. dan langsung membuang mukanya sembari merapatkan pelukannya sambil mencium leherku.
Dengan bertumpukan kedua siku di lantai.. mulai kunaikturunkan pantatku..
sampai kedengaran kecipak dari liang vagina Hartini seperti bebunyian tepukan tangan di air. Plokk.. cplokk.. cplokk.. plokk.. plokk..!

Beberapa lama kugenjot penisku di liang memeknya.. kami berguling berganti posisi.
Ganti Hartini yang di atas tubuhku.. skala nafsu yang tinggi sudah kami capai naluri kami sudah menyatu.

Sambil berciuman kembali.. Hartini yang berada di atas tubuhku mulai menggeser selangkangannya dan mengarahkan vaginanya ke penisku.

Lembut .. digesekkannya belahan liang vaginanya ke ujung penisku. Otot kelaminku segera merasakan sebuah celah licin terbuka.
Rasa licin dan hangat mulai melingkupi permukaan penisku.

Slebb.. kutekan pantatnya.. dan blessepp.. penisku semakin dalam menyeruak dan menggesek dinding vagina.
Hartini mendesah lembut menerima tekanan tersebut.

Selanjutnya dengan mengangkat sedikit pundaknya.. Hartini mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur dengan lembut.
Ughhhhh..! Nikmat sekali sensasi yang ditimbulkan oleh gerakan pinggul Hartini ..

Terlebih lagi dia mengkombinasikan dengan gerakan menghentak lembut.
Efeknya.. tidak hanya aku yang merasakan tapi setiap tekanan lembut yang dilakukan Hartini membuat dia mendesah..

“Oooogghhhh..!” Maju-mundur beberapakali kemudian menghentak lembut lagi.
“..Ooggghhhh..” erang Hartini sambil memejamkan matanya.

Terlihat jelas wajahnya menggambarkan kenikmatan yang sedang diburu dan sedang dinikmatinya.
Bintik keringat kecil mulai muncul di keningnya sementara punggungnya terasa mulai basah juga.

Aku mengimbangi gerak pinggul Hartini dengan mendorong pantat ke atas setiap Hartini menghentak pinggulnya ke bawah..
membenamkan batang penisku jauh ke dalam liang nikmatnya.

Gerak kami semakin liar.. seiring dengan suhu tubuh kami yang semakin meningkat.
Panassssss dan nikmaatttt .. menyatu dalam setiap gerak tubuh kami.

Tak lama kemudian kurasakan Hartini dengan bertumpu pada kedua kakinya.. menaik-turunkan pantatnya..
sehingga penisku yang berada di bawahnya seakan-akan keluar-masuk..

Aku hanya bisa mendesah keenakan dan sesekali ikut irama pantatnya dengan mengangkat pantatku.
Demikan pula desahan yang keluar dari mulutnya semakin tidak teratur.. terengah-engah..
dengan desisan disertai lenguhan serta ceracau.. terdengar di telingaku.

Menit demi menit.. berlalu kurasakan Hartini kulihat semakin liar tak terkendali..
Sepertinya ia tengah melepas segala beban yang ditanggungnya selama ini.

Hartini tampak menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan.. menggoyang-goyangkan pantatnya naik-turun.. maju-mundur..
seakan hendak menggilas batang penisku dengan pantatnya.. seakan kenikmatan yang tiada tara sedang melandanya.

Ia memelukku.. menindihkan badannya di atas tubuhku.. sambil tak henti-hentinya menggoyang-goyangkan pantatnya..
terus.. terus.. dan terus.. Arghh.. betapa nikmat.. Ketika kurasakan cengkraman pada penisku semakin keras..

Ketika kurasakan adanya goncangan dari tubuh mulusnya..
Ketika kurasakan adanya jeritan dan rintihan halus yang keluar dari mulutnya..
Ketika kurasakan adanya getaran yang melanda tubuhnya.

Beberapa saat kemudian.. “Heghh.. hegh.. heghh..” Tubuhnya melenting laksana busur.. sembari menghenyakkan pinggulnya,,
kembali membenamkan batang penisku di kedalaman liang nikmatnya.

“Hhhhh.. hhh..!” Dengusan keras terdengar setiap tubuhnya memutar atau melonjak.. merupakan irama musik yang indah di telingaku..
menandai dimulainya pengejaran kenikmatan saat mendaki tebing gairah.. menuju puncak nikmat duniawi.

“Sshh.. Ohhh.. ouhh..” keluhannya sesekali terdengar dibarengi dengan tubuh yang gemulai menggelepar.. mendekati puncak kenikmatan.
Ah.. lu sendiri yang berbuat.. lu sendiri yang mengeluh..? Pikirku nanar.

“Lex..hhhh.. ngghhh..!” Dengan pinggulnya bergerak dahsyat.. maju menyentak-nyentak.. tegang.
Menyentak ke belakang.. tegang. Menyentak ke depan..!

Dibarengi keluhan panjang setengah mengedan.. istri bawahanku itu menghempaskan dirinya ke puncak nikmat.. ekstasenya..
membawa ia seperti terbang ke awang-awang.
Tubuhnya mengejang dan mulai melemas perlahan.. Kudekap serata mungkin tubuh kejang yang telanjang itu dalam pelukku.

Kucengkeram.. kedua buah bokong indah telanjang yang masih bergeletar itu..
Semerta sekuat tenaga kugoyangkan pula pinggulku dalam gerakan bergetar-getar.. cepat.
Menjejal-jejalkan batang penisku yang setadian megap-megap nikmat.. digerus lepitan nikmat vaginanya.

Dengan tangan menjambaki rambutku.. tubuhnya seperti bergetar menindihku..
lalu tidak berapa lama kurasakan suatu yang hangat membasahi si prajurit di dalam liang nikmatnya.. terasa tubuhnya makin melemas..

Hartini terdiam sambil memeluk dengan posisi di atas tubuhku.. dengan nafas yang masih memburu.. meletakkan kepalanya di dadaku..
Sementara itu.. penisku masih tertancap di dalam liang vaginanya..
Dinding memeknya terasa berdenyut-denyut seperti mengurut batang penisku di dalam sana.. Ughh.. kurasakan sesuatu yang enak banget..

Nih.. serangan balasannya..! Ujarku dalam hati, mewakili batang penisku yang kini berbalik menyerbu liang pertahanan musuh.

“Sssshhh.. auhh..ahh. Ssshhh.. Ohhhh..!” Kubegitukan.. Hartini cuma melenguh dalam keluhan nikmat terpatah-patah..
Mendesah-desah sensual.. menikmati deraan panjang nikmat yang bertalu menghantamnya.

“Ssshh.. Ahh.. Aaghhh..!” Aku ga tau berapakali dirinya berhasil menyentuh puncak-puncak nikmat lanjutan..
melalui geletaran kejantananku di kewanitaannya.. akibat goyangan dahsyatku saat 'memangku' dirinya itu.

Namun sepertinya tubuh Hartini tak tahan juga menggapai nikmatnya berkali-kali tersebut.
Pada akhirnya.. tubuh langsing telanjang nan indah itu kembali menggelepar-gelepar juga.. untuk kemudian melunglai.. lemas..
dalam dekapanku yang segera memeluknya lagi.

“Udah nyampe Tin..?” Bisikku lembut.. mesra setengah mencanda.. sembari kukecupi mesra sisi telinganya..
Uhh.. betapa indah rasanya momen itu.. Entahlah.. mungkin ini seperti sensasi yang pertamakali dia rasakan..

Memang ada kenikmatan tersendiri ketika melihat raut wajah kepuasan tergambar di matanya..
ketika kulihat ia menengadahkan kepalanya dengan menjerit dan merintih..
menandakan telah dicapainya titik klimaks yang mungkin lama diidamkannya.

Nah.. kini upaya selanjutnya adalah: membangkitkan kembali stamina perempuan yang sudah lemas kehabisan tenaga.
Pikirku mereka-reka rencana beberapa waktu ke depan.

Maklum.. ia tadi mengumbar tenaga birahi tanpa terkendali.. jelas saja lupa ngatur nafas.
Jadi.. kubiarkan saja beberapa jenak Hartini meresapi indahnya keintiman yang baru berlalu..

Dan.. pada akhirnya ia pun mulai sadar.. bahwa ada sesuatu yang demikian keras.. berkedut-kedut..
tetap mengganjal penuh di kewanitaannya.. vaginanya.

Penisku masih kokoh.. bagai tiang pancang.. pasak bumi.. berkedut-kedut kejal di liang nikmatnya.
Masih tangguh.. manggut-manggut nikmat di dalam lorong nikmat sana.

Tanpa melepaskan penisku dari dekapan liang memeknya.. perlahan kubalikkan tubuhnya.. kini kembali aku menindihnya..
Memulai kembali.. menghela persetubuhan kami.. aku harus menuntaskan kenikmatankujuga.

Clebb-clebb-clebb-clebb-clebb-clebb.. kutikamkan keluar-masuk lebih cepat berkali-kali penisku di liang vaginanya..
Hingga tiba-tiba kedua kaki Hartini menjepit keras kedua kakiku..

Aku sampe kesusahan mengangkat pantat.. sampai-sampai.. saat pantatku kuangkat terasa berat..
karena pantat Hartini juga ikut terangkat dan kurasakan leherku digigit.
Kupikir mungkin dia sudah orgasme lagi.. Tapi kurasakan juga ada yang mendesak dari penisku.

“Kamu udah keluar lagi ya..?” Tanyaku.. karena jepitan kakinya terasa semakin lama semakin lemah..
sampai kini telapak kakinya sudah menapaki lantai kayu lagi seperti semula.
Dia tidak menjawab hanya mencari-cari mulutku dengan mulutnya dan melumat lidahku.

“Gua udah mau keluar nih.. keluarin di luar aja ya..?” Bisikku sesaat setelah bisa melepaskan lidahku dari mulutnya..
memastikan.. karena aku masih takut risikonya di kemudian hari.

“Tolongin aku Lex..aku ingin sekali hamil..” terdengan suaranya seperti mau nangis meminta.
Tapi tangan kanannya sudah ditaruh di atas pantatku.. seolah menjaga agar aku tidak melepaskan penisku dari jepitan liang vaginanya.

“Ya udah.. tapi kamu harus jaga rahasia ini baik-baik ya..?” Jawabku akhirnya.
“Iya.. iya.. nggak usah khawatir.. tapi janji jangan dibuang di luar ya..” bisiknya lagi.

Tidak kujawab.. tapi mulai menggenjot memeknya lagi.. yang sepertinya semakin kurang menjepit..
mungkin karena sudah berapakali mengalami orgasme.. seraya mulutku mengulum lidahnya.

Bisa kurasakan bahwa saat ini gerakan menghentak yang keras dan sedikit kasar akan membuat kenikmatan itu semakin indah.
Sepertinya Hartini juga kembali merasakan hal yang sama.. orgasme mengejarnya lagi..!

Dia segera menjepitkan kakinya ke pinggulku.. sementara aku sambil bertumpu pada kedua lutut yang ditekuk..
mulai gerakan menghentak dengan keras dan cepat.

Hentakan demi hentakan kami lalui. Rasa nikmat menjalar semakin keras mengiringi setiap hentakan pinggul kami berdua.
Jepitan kaki Hartini makin mengeras lagi.. diiringi tubuhnya yang mulai melengkung sementara tangannya bergerak liar..
seolah mencari-cari apapun yang bisa ia gapai.

Mata Hartini memejam.. sementara kepalanya mengeleng ke kiri ke kanan setiapkali aku menghentak.
“Ouchhhh.. ouchhhh.. oghhh.. aghhhhhhhhh..!” Tiba-tiba tubuhnya melengkung..

Sementara tangannya bergerak pindah mencengkeram keras ke dua pahaku.
Nyut.. nyutt.. Vaginanya terasa meremas penisku lebih keras. Dia kembali mencapai orgasmenya.. entah untuk yang keberapakali.

Aku sendiri sudah merasakan ujung penisku juga berkedut dengan keras.. tanda akan segera klimaks.
Clebb-clebb-crebb-crebb-crebb-crebb-clebb.. Sambil genjotanku semakin cepat..

Kubisikkan di telinganya.. “Gua udah mau keluar..” sementara telah menggelegak segera akan terpancar dari tubuhku.
Sementara tangan kanannya makin menekan pantatku kian keras.. ditambah kedua kakinya menekan belakang pahaku dari atas..
sambil tangan kirinya memeluk leherku dengan ketat.. sampai akhirnya..

Makin kupercepat gerakan pinggulku.. sesaat kemudian tubuhku bergetar mengejang.
“Oouchhhhhh..” mulutku mengulum mulut Hartini seakan mau menghabiskan saat itu.

Dan terasa ada yang keluar dari kontolku membasahi memek Hartini. Crott.. croott.. crott.. crott..
Kutekan penuh setandasnya setiapkali cairan tersebut memancar. Ahhhhh .. nikmatnya perjuangan ini.

Sampai rasanya tidak ada lagi yang dikeluarkan.. baru saya menghentikan genjotan kontolku di liang memeknya.
Kami terbaring diam dengan nafas yang masih menderu. Kulirik Hartini.. terlihat kepuasan terpancar di wajahnya.

Beberapa saat kemudian kami terdiam.. dengan bertumpukan kedua siku tangan.. dan penisku sengaja kutumpukan ke vagina Hartini.
Aku terdiam tidak bergerak.. sambil memandangi mukanya yang terpejam.. manis sekali.

Kukecup bibirnya dan berbisik.. “Tin.. aku balik ya.. kelamaan ntar orang lain bisa curiga..”
“Ehh..mm.. Makasih ya Lex.. makan malamnya sudah aku taruh di rumahmu tadi.. sebelum kamu datang..” jawabnya pelan.. lemas.

Tetapi ketika aku mau melepaskan penisku dari vaginanya.. dia meraih leherku dan sesaat mencium bibirku dengan mesra.
Ketika sudah dilepaskan aku langsung bangkit berdiri dan mencari celanaku yang lupa kutaruh di mana.

Hartini masih tiduran dan merapatkan kakinya.. memandangku.. dia lalu mengarahkan telunjuknya ke tempat tidur..
Tapi yang kulihat malah celana dalamnya. Kuambil dengan tangan kiri untuk kuserahkan kepada Hartini ..

Dia malah menarik tangan kananku.. dan tangan kanannya menyambut celana dalam seraya menyuruhku pelan agar jongkok.
Kuikuti saja tanpa tau kemauannya.

Ohh.. Hartini melap kontolku yang masih basah dengan cairanku yang bercampur dengan cairannya sendiri..
menggunakan celana dalam putihnya tadi.. Aku tersenyum dan meremas buah dadanya dengan tangan kiri.
Kemudian telunjuknya menunjukkan di mana tadi celana kulepaskan.

Sesaat sesudah aku memakai celana.. aku berjongkok untuk mencium dia dan pamit..
Sekalian berterimakasih atas bonus cuci pakaian dapat cuci penis.. hehe.. Dia tersenyum manis.. sambil mencubit pelan pipi kiriku.
-----------

Begitulah.. sampai sekitar 6 bulan kemudian kami sering melakukan hubungan suami istri setiap ada kesempatan..
Meskipun tidak setiap berhubungan Hartini mendapat orgasme.. kadang kurayu dia dengan alasan biar lebih cepat hamil..
walaupun dia sedang tidak menginginkannya.. atau takut ketahuan orang lain.. yang penting birahiku terpuaskan.

Enam bulan kemudian aku menikah.. dan istriku menjadi seorang ibu rumah tangga yang tinggal bertetangga dengan Hartini..
Anehnya.. empat bulan sesudah menikah istriku malah hamil. Hehehe..

Kadang aku merasa kasihan kepada Hartini.. walaupun kami berhubungan sekitar enam bulan seperti suami istri.. belum hamil-hamil juga.
Bahkan hingga aku mutasi ke Jakarta kembali.
Dia hanya sedih menatap kepergian kami sewaktu mau meninggalkan perumahan.. tanpa kata-kata perpisahan.. (. ) ( .)
------------------------------------------------------
 
----------------------------------------------------------------

Cerita 123 – Sunat Kelentit

Nyai Suhaeti
sekeluarga tengah bersuka cita kedatangan sebuah rombongan yang hendak menyunting anaknya, Surahmi.
Anak gadisnya yang berumur 19 tahun memang sudah waktunya dinikahkan.

Di kampungnya.. yang berada di pedalaman.. usia 19 dianggap sudah sangat matang untuk berumah tangga.
Bagi masyarakat setempat.. gadis usia 15 tahun biasanya sudah dinikahkan. Maka Surahmi yang dipanggil Ami dianggap perawan tua di kampungnya.

Sore harinya.. Nyai Suhaeti dan sang suami mengunjungi rumah Abah Imam Abdul.. Imam kampung untuk meminta petuah beliau.
Tidak jauh memang.. hanya berjarak kurang lebih 400-500 meter saja.

Nah.. sebagai seorang pemimpin agama.. memang Imam selalu dimintai petuahnya oleh warga kampung.
Imam Abdul mengajar di sebuah surau dan memiliki banyak pengikut warga kampung.

Pengikutnya sangat patuh pada seruan Imam tanpa membantahnya.. karena warga kampung sangat percaya pada beliau.
Imam Abdul memang dekat dan mengenal sejarah setiap warga kampung.. terutama yang lebih muda darinya.

Misalnya.. kapan lahirnya, kapan cukur pertamanya (saat bayi).. kapan berkhitan.. tamat baca Quran atau tidak, status nikahnya..
dan sebagainya.. karena soal tersebut sebelumnya selalu dirujuk pada Abah Imam.

"Saya ingin menanyakan sesuatu pada Abah Imam, masalah ini sangat pelik untuk dipecahkan,..” kata Nyai Suhaeti tergagap-gagap.
"Katakan saja, kalau bisa menjawab akan saya jawab..” jawab Imam berwibawa.

"Berat mengatakannya, Abah Imam..” nyai Eti masih menahan pertanyaannya.
"Katakan saja, semua masalah ada jalan keluarnya,..” Imam masih menunjukkan wibawa sebagai ahli konsultasi.

"Ini soal anak saya si Ami, Abah..” nyai Eti masih sepenggal-sepenggal bercerita.
"Tak apa, lanjutkan..” Imam mulai hilang kesabaran.

"Anak saya waktu kecil dulu sakit-sakitan, makanya dia tidak disunat..” Nyai Eti akhirnya mengutarakan masalahnya.
"Oooh.. Begitu, tapi disunat itu wajib menurut agama.. walaupun dia perempuan..” jawab Imam agak terperanjat (salah suhu dalilnya)

"Tapi dia sudah besar, apa masih harus disunat juga, Abah Imam..?” Tanya Nyai Eti.
"Wajib..! Jika tidak nanti persetubuhan mereka jadi haram karena berzina. Anaknya Ami nanti menjadi anak haram diluar nikah.
Suaminya tidak layak jadi wali pada anaknya nanti..” jawab Imam penuh wibawa.

Keluarga Nyai Eti tidak mempertanyakan lagi.. mereka percaya seutuhnya dalil yang keluar dari Abah Imam..
tanpa rujukan lain yang lebih bisa dipercaya di kampung itu..

Apalagi mereka sekampung mayoritas buta literatur dan masih tak tersentuh teknologi elektronik apapun.
Sedangkan Imam pernah merantau dan belajar agama pada guru yang diceritakan hebat-hebat.

Nyai Eti meminta nasihat Imam bagaimana menyunatkan anak gadisnya, Ami yang berumur 19 tahun.
Keluarga Nyai Eti ingin proses sunat tidak diketahui warga sekampung karena malu.
Mereka menganggap masalah ini rahasia.. dan meminta Abah Imam sendiri yang menyunatkan Ami nantinya.

Si Imam kemudian meminta keluarga Nyai Eti menyiapkan beberapa jenis kain serta bumbu dapur..
Mereka berdiskusi tentang prosesi selanjutnya menyunat Ami di malam Jumat selanjutnya.

Seperti dijanjikan.. Nyai Eti dan Ami datang berdua ke kediaman Imam.. supaya tidak diganggu, Nyai Eti diminta pulang duluan.
Ami menyusul nanti setelah diperiksa.. karena rumahnya juga tidak terlalu jauh.

"Abah harus melihat kemaluan Ami untuk membuat persiapan menyunat..” Imam mulai membuka prosesinya.
Dengan patuh, Ami masuk dalam kamar periksa/ruang kerja di rumah Imam, tanpa curiga.
Dia tidak mau anaknya nanti bergelar anak haram seperti yang diancamkan Imam pada ibunya.

"Nah, Ami.. tiduran di kasur itu, buka semua pakaianmu, tutupi dengan sarung.
Abah mau periksa badan Ami buat kasih obat yang sesuai, Ami tiduran dulu. Abah mau siap-siap.."

Ami patuh melepas semua bajunya lalu menutupi dada hingga pahanya dengan sarung.
Dia berasa tidak nyaman dan malu dengan kondisinya saat itu.

Dia juga takut.. karena ibunya pulang duluan meninggalkannya hanya berdua dengan Abah Imam Abdul untuk berobat sebelum disunat.
Ami bertanya-tanya.. pemeriksaan Abah Imam akan seperti apa nantinya.

Setelah beberapa menit, Imam masuk ke kamar periksa. Dengan penuh keyakinan dan wibawa, Imam menghampiri Ami.
"Udah dilepas semua bajunya..?” Abah Imam bertanya. Ami hanya mengangguk, Abah Imam tidak banyak berbicara.. duduk di sebelah Ami.

Dia menyusul peralatannya di pinggir kasur, ada mangkuk, baskom berisi air, gayung kecil, botol minyak dan peralatan lain.
Abah Imam membaca beberapa potongan ayat sambil tangannya menyingkap bagian atas sarung di badan Ami..
memperlihatkan bagian atas buah dada Ami tapi tidak menampilkan putingnya.

Ami berdoa saja agar Abah Imam tidak terlalu menurunkan sarungnya hingga melihat putingnya.
Abah lalu Imam menggosokkan sedikit air dari baskom pada pangkal buah dada Ami sambil terus membaca ayat.

Badan Ami langsung mersepon sentuhan tangan Abah Imam. Imam lalu menarik kain sarung sampai ke pinggang Ami.
Dia mengambil sedikit minyak dari botol kecil dan meneteskannya pada kedua puting Ami yang berwarna merah bergantian.

Jemari Abah Imam mengoleskan minyak pada puting Ami sambil mengurut kedua puting Ami hingga Ami mendesah dilanda sensasi birahi.
Sebelumnya Ami belum pernah merasakan sensasi seperti itu.

Kemudian Abah Imam kembali menutupkan kain sarung ke atas dada Ami lalu beralih ke bagian bawah tubuh Ami.
Dia menarik kain sarung ke atas hingga sepinggang.. menampilkan kemaluan Ami yang berjembut sangat rimbun.

"Hey.. Ami gak pernah bercukur jembut ya..?" Ami sangat malu dan hanya menggelengkan kepalanya.
Memang jembutnya tidak pernah dicukur semenjak pertamakali tumbuh. Ami tidak pernah memikirkan untuk memangkasnya.

"Kalau rimbun begini nanti pas disunat harus upacara potong rambut dulu.. kaya bayi yang baru lahir..” Abah Imam menerangkan.
"Tapi kalau cukur pertama bayi kan banyak yang datang, Abah..?” Ami bersuara ragu-ragu.
"Iya..” Abah Imam menjawab sepotong.

"Abah Imam aja sendiri yang cukurkan, bisa kan..?” Ami bertanya dengan cemas.
"Kerja abah jadi dobel nih.. selain nyunat Ami juga cukur jembut. Mesti satu-satu dikerjakan..” Abah Imam menjelaskan lagi.

"Coba buka selangkanganmu, Abah mau periksakan kelentit Ami. Ini yang terpenting.. karena bagian ini yang Abah sunat.."
Ami hanya menurut arahan Abah Imam.
Abah Imam mengarahkan wajahnya pada kemaluan Ami yang berjembut rimbun sambil kembali membaca ayat.

Dia mengambil minyak dan mengoleskan pada kelentit Ami. Dicubitinya kelentit Ami hingga memerah dan mengembang.
Cairan bening mulai keluar dari kemaluan Ami yang sudah terbuka lebar.

Ami merasakan sangat terangsang walaupun dirinya malu. Dia menahan sensasi nikmat dari kelentit dan kedua putingnya.
Kembali dia merasakan sensasi aneh dalam tubuhnya.

Abah Imam sebagai lelaki normal naik syahwatnya melihat kemaluan anak gadis di depannya.
Memek sang gadis yang membukit.. rambut-rambut hitam halus yang rimbun menghiasinya, kelentit yang sudah menegang.

Jengger-jengger memek yang menganga (labia), desahan nafsu yang keluar dari mulut berbibir tipis si gadis..
dan bau khas memek yang menerpa lubang hidungnya membuat Abah Imam tak dapat menahan gejolak nafsunya.

Bau memek anak perawan sungguh membangkitkan syahwatnya.. Tangannya gemetar saat mengusap dan memainkan kelentit Ami.
Basah dan licin jemarinya oleh cairan bening yang meleleh keluar dari rongga kemaluan Ami.

Abah Imam meneruskan mengurut kelentit si gadis yang makin membengkak.
Rasa nikmat semakin menjadi dirasakan Ami hingga terasa lendir hangat makin banyak keluar dari rongga kemaluannya.
Jengger kemaluannya juga semakin gatal dan perlahan membengkak.

Lubang kelaminnya terasa berdenyut-denyut dan kembang kempis seperti ingin menghisap sesuatu.
Dengan mata yang sayu, Ami melihat kain sarung yang dipakai Abah Imam sedikit basah dan ada semacam kayu tercetak di balik kain sarung itu.

Tindakan Abah Imam selanjutnya membuat Ami semakin terperanjat.. Abah Imam menyibakkan kain sarung yang ditutupi bagian bawah badannya..
hingga tampak oleh pandangan mata Ami batang kemaluan Abah Imam Abdul yang sudah keras berdiri menegang.
Sebelumnya Ami belum pernah melihat batang kelamin pria dewasa.. kini kelentitnya semakin gatal dan terasa nikmat.

Abah Imam mengambil sebuah wadah dan meletakkan di bawah kemaluannya lalu mengambil gayung..
kemudian ia membasahi kepala batang kemaluannya dengan menyiram air baskom yang berisikan beberapa bunga.
Bibir Abah Imam masih komat-kamit seperti membaca doa dan mantra.

Nafsu birahi Ami semakin membubung melihat batang kelamin Abah Imam yang sudah menegang keras.
Tiba-tiba kemaluannya terasa semakin gatal. "Mau ngapain sekarang Abah Imam..?” Tanya Ami dengan suara tertahan.

"Abah sedang mengasah supaya lebih tajam.. kelentit Ami itu sudah alot.. liat karena sudah dewasa.."
Ami hanya mengangguk saja. Mungkin benar perkataan Abah Imam.

Dia biasa makan masakan sayur rebung yang empuk saat muda namun akan mengeras saat rebung itu berubah menjadi batang pohon bambu saat menua.
Kelentitnya pun serupa.. kini di usia 19 tahun.. pasti sama alotnya seperti bambu yang asalnya rebung empuk.. begitu pikirnya.

"Kalau anak kecil perempuan.. kelentitnya disunat pakai pisau. Tapi karena Ami sudah dewasa maka Ami harus disunat dengan memakai ini..”
Jelas Abah Imam pada Ami sambil menunjukkan kelaminnya.

"Ami paham maksud Abah..?'' Tanya si Abah lagi.
"Paham, paham Abah Imam.." Ami menjawab lemah.

Abah Imam kemudian mendekatkan dirinya pada Ami yang mengangkang.. dibukanya lubang kemaluan Ami semakin lebar.
Diarahkannya batang kemaluan miliknya yang sudah mengeras ke arah lubang kelamin Ami yang terbuka.

Setelah merasa tepat.. Sleppp.. pelan-pelan Imam mendorong kepala kontolnya yang mengembang ke garis memek Ami yang terbuka.
Abah Imam menyundul-nyundulkan kepala pusakanya di sana.. pada kelentit Ami membuat pantat Ami terangkat-angkat kegelian.
Clepp.. clepp.. clepp.. clepp.. clepp.. mengocoknya perlahan.. hingga perlahan memek Ami mulai mengeluarkan lendir beningnya.

"Ami tahan saja ya. Abah Imam mau memulai menyunatkan kelentit Ami ini.
Pertamanya akan terasa sakit.. tapi bertahanlah.." ujar Abah Iman dengan suara makin bergetar menahan syahwat.

Ami hanya mengangguk.. sundulan-sundulan kepala kontol Abah Imam di kelentitnya memberikan kenikmatan baginya yang baru dirasakannya.
Ami memejamkan matanya menunggu tindakan Abah Imam selanjutnya.

Abah Imam sudah tidak tahan lagi.. saat lendir dari memek Ami semakin banyak keluar membasahi kontolnya..
Slebb.. Abah Imam mulai mendorong semakin kuat.
Plepp..! Mulanya.. kepala kemaluannya meleset ke arah lubang pantat Ami. Slepp.. Ami melonjak karena kaget.

Percobaan kedua kepala zakar berwarna hitam kemerahan itu tergelincir ke arah kelentit Ami.
Clepp.. Ami merasakan geli dan nikmat.

Kali ketiga.. Imam memegangi batang kontolnya. Kepala kontol yang mengembang di arahkan tepat pada liang memek Ami yang meremas dengan erat.
Keringat membasahi kening Abah Imam. Dia tidak boleh kalah dari anak gadis di depannya. Hidangan di depan mata harus dinikmati hangat-hangat.

Imam membasahi kepala pusakanya dengan lendir kemaluan Ami. Imam tau bahwa Surahmi tengah dilanda nafsu syahwat.. sama sepertinya.
Lendir birahi milik Ami semakin banyak mengalir dari liang kelaminnya.

Slepph.. Clebb..! "Erghh.." Imam menekan semakin kuat pada lubang kemaluan Ami yang berdenyut-denyut.
Jlebb.. Kepala kemaluan Imam terbenam juga hingga menyisakan sebagian batangnya saja.

Blessep.. Ditekan lagi hingga kini separuh batang kemaluan Abah Imam sudah masuk lubang sempit kemaluan Ami dengan susah payah.
Jlebbh..! "Auuw.. akhh.. auuwww...!” Ami memekik karena merasa sakit.

"Ami tahan sebentar saja. Ini sedang disunat sama Abah Imam kelentit Ami. Sakitnya cuma sebentar, kok.."
Ujar Abah Iman berusaha menenangkan Ami yang kesakitan.

Keringat membasahi badan kedua makhluk itu. Kegadisan Ami sudah ditembus kejantanan Abah Imam.
Imam yang berperngalaman enggan serangannya gagal.

Tangannya menahan pinggul si gadis.. paha Ami dibuka lebar-lebar. Blesebb..!
Dengan cepat kemudian ditekan batang kemaluannya hingga seluruh batang menyelam dalam lubang sempit.

Beberapa saat.. Imam membiarkan batang kelaminnya terbenam dalam jepitan kewanitaan si gadis.
Nyutt.. nyutt..nyutt..nyutt.. Dinding-dinding di dalam liang memek Ami berdenyut.. merespon benda asing tumpul yang menginvasi.

"Huuhh.." Abah Imam menarik nafas.. bangga karena batang kemaluannya yang sudah tua masih mampu menerobos lubang sempit.
Kelamin anak gadis yang baru dikenalkan pada batang kelamin pria.

Imam mulai menggoyangkan pinggulnya maju-mundur pelan-pelan. Slebb.. clebb.. slebb.. clebb.. slebb.. clebb..
Ami merasakan kemaluan Abah Imam terlalu besar menusuk memeknya yang masih sempit.

Setiap gerakan batang kemaluan Abah Imam menimbulkan nyeri bagi Ami.
Tapi bagi Imam, rasa nikmat luar biasa saat pusakanya terjepit rongga memek yang baru pertamakali dimasuki kejantanan lelaki.
Inilah nikmatnya gadis perawan yang selama ini diidamkan olehnya.

Imam semakin ganas.. semakin lama batang kemaluannya semakin lancar keluar masuk lubang memeknya Ami.
Crebb.. clebb..clebb.. crebb.. crebb..crebb.. clebb.. clebb.. clebb.. menimbulkan bebunyian unik..

Lendir pelumas keluar secara alamiah dari rongga kelamin mengurangi rasa sakit yang menyerang Ami..
Kini digantikan dengan kenikmatan yang mulai dirasakannya.

"Ooooh.. aaahhh..” lenguhan mulai keluar dari mulut Ami. Tak disadarinya ringisan sakit berganti menjadi lenguhan nikmat.
Akhirnya Ami membiarkan dirinya terbuai mengikuti kayuhan birahi Abah Imam.

Ami memejamkan mata.. mencoba menikmati sensasi nikmat yang pertama dirasakannya.
Batang kemaluan Imam meluncur tanpa halangan menyentuh pangkal rahim si gadis muda.

Ami mengerang setiapkali si Abah menusukkan pusakanya di bawah sana.
Gesekan demi gesekan.. sodokan demi sodokan sungguh membuai Ami semakian menikmati sunatan yang tengah berlangsung.

“Nghhh..hhh..ghhkk..” Lenguhan panjang mengalun dari mulut Ami disaat dirinya mencapai klimaks.
Sekujur badannya mengejang beberapa detik sebelum kembali lunglai.
Keringat bercucuran membasahi tubuh telanjangnya hingga kulitnya yang putih bersih berkilat terkena cahaya.

Syahwat Abah Imam semakin menggila melihat tubuh anak gadis yang sangat cantik dan montok terkulai pasrah tak berdaya di depannya..
dengan kedua paha yang mulus mengangkang dan bibir kewanitaan yang mungil.. menjepit erat batang kemaluan Imam yang cukup besar.

"Sekarang kamu nungging, merangkak. Abah Imam harus sunat Ami dari belakang.."

Ami hanya menurut. Imam membantu Ami membalikkan badannya hingga posisi gadis itu kini menungging..
lalu batang kelaminnya diarahkan kembali di antara pangkal kedua paha Ami dari belakang.

Clebb.. Jlebb..! “Heghh..!” “Hngghh..” Dengan sekali sentak.. Imam menarik pinggul Ami ke arahnya..
Hingga kepala batang kemaluannya membelah dan dijepit dengan erat oleh bibir-bibir kewanitaan perempuan muda.

Untuk kesekiankalinya.. pusaka laki-laki itu menerobos masuk dalam liang kemaluan Ami..
Kembali Abah Imam menekan pantatnya sampai-sampai perutnya menempel pada pantat Ami yang duburnya dipenuhi jembut rimbun.

Dengan liar.. Abah Imam menggerakkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat sambil mulutnya mendesis-desis keenakan..
merasakan kontolnya terjepit dan tergesek-gesek dalam liang memek yang masih sempit.

Ami kembali merasakan pangkal rahimnya serasa ditekan-tekan. Hanya kenikmatan saja yang dirasakan olehnya saat itu.
Batang kemaluan Abah Imam terasa semakin mengeras tegang. Ami merasakan batang kemaluan Abah Imam bergetar dalam lubang kelaminnya.

“Hengghh..! Crott.. crott.. crott.. crott.. Sambil mengerang panjang.. akhirnya Abah Imam menumpahkan isi dari kantong zakarnya..
air mani ke dalam rahim Ami dengan deras. Benih Abah Imam terasa hangat menerpa mulut rahim Ami.

Bersamaan dengan itu Ami mengalami orgasme yag keduanya.
Ami mengerang menyusul Imam dengan keras. “Nghhhh..hhhh..!” Srrr.. srrr.. srrrr.. srrrr..

Hingga sesaat kemudian suasana menjadi sunyi..
Hanya suara nafas Imam terdengar naik-turun di atas tubuh menungging Ami yang masih menyatu dengan tubuhnya.
Ami sudah sangat keletihan.. tidak mampu bergerak lagi. Begitu juga dengan Abah Imam kehabisan tenaga.

"Ami sekarang boleh pulang. Tadi Ami sudah Abah sunatkan. Jangan lupa datang empat hari lagi.. malam Selasa datang lagi kemari..
biar jembut-jembut Ami Abah cukurkan.. sekaligus bisa Abah periksa sunatan Ami udah sembuh atau belum.."
Abah Imam memberitau Ami setelah keduanya sudah kembali berpakaian. Ami hanya mengangguk.

Dalam hati Surahmi berpikir.. dia sanggup disunat setiap hari kalau begini caranya.
Bukannya sakit.. tapi justru nikmat.

Ami tersenyum sambil melangkah keluar rumah Abah Imam Abdul.
Ahh.. dasar.. si Abah Imam Aliran Sesat. Haha.. (. ) ( .)
-------------------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd