Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

(KISAH NYATA) Hilangnya Keperjakaan di Perantauan

SPORT JANTUNG!

Seperti kuceritakan sebelumnya, bahwa persetubuhan ini yang semula terjadi secara kebetulan, pada akhirnya menjadi rutinitas dan kebutuhan. Hari-hari kita selalu diisi dengan gairah dan kerinduan. Bahkan jika sedang terpisah di antara dua provinsi, pasti diisi dengan sex chat, sex phone dan saling kirim PAP nude (saat itu belum musim vicall), hingga kita sama-sama puas dan memuncak bersama.

Hingga tiba satu hari, Mbak Dewi mudik dalam kondisi yang tidak biasa, bukan masa liburan, karena ternyata anaknya sedang sakit. Katanya sedang sakit demam. Hari pertama dia di rumah, aku kuliah padat. Jadi belum bisa langsung ketemu. Pas hari kedua, Mbak Dewi bilang bahwa sakit anaknya sudah mulai mereda. Aku juga hari itu kuliah lagi longgar. Janjianlah kita di rumahnya, niatku ya mau jenguk anaknya yang sakit, ya kalo pada akhirnya terjadi persetubuhan kuanggap bonus. Gini-gini juga aku masih punya empati dong. Aseeek.

Setelah memastikan suaminya berangkat kerja dan aman, akupun tancap gas ke rumahnya. Sampai di rumah ternyata dia sudah menyambut di depan pintu dengan berbalut daster hijau, lengan you can see dan panjangnya selutut, terkihat dadanya yang menyembul dan membusung. Kakinya putih bersih dan tambak kenyal. Tersenyum manis dengan rambut tergerai. Glek, aku menelan ludah melihat kondisinya saat itu, maklum hampir dua bulan lamanya tidak isi ulang ini kontol karena dia ada kuliah di Jawa Barat. Tapi aku masih (menyengaja) jaim, hanya bercengkrama ringan sambil menanyakan kondisi anaknya.

A: "Sakit apa ade nya yang?"
MD: "Demam A, tapi sekarang sudah membaik"
A: "Oh ya, syukurlah. Di mana dia sekarang?"
MD: "Itu di kamar lagi bobo..."

Kami pun sama-sama ke kamar untuk melihat kondisinya. Ku pegang dahi anaknya memang tidak terlalu panas, memang benar mungkin sakitnya mulai reda. Selama aku melihat anaknya, kucuri pandang bahwa Mbak Dewi melihatku terus menerus. Aku terlihat masih cuek. Dia terus menatap seolah ingin mengatakan: "Ini kenapa sih Aa kok daritadi datar banget, ga kangen apa sebulan ga ketemu".

Haha. Sebenarnya sengaja aku ingin ngetes dan memancingnya. Dia terus memandang tanpa jeda dan hingga pada akhirnya aku melirik ke arahnya kemudian saling bertemu tatap. Matanya nanar dan sayu, kuyakin dia ingin segera merengkuh ragaku. Segala kenikmatan yang telah terjeda. aku pun menatapnya dalam sambil tersenyum.

Seketika kami saling mendekap dengan cepat. Saling memeluk dengan erat. Kuangkat dagunya dan langsung saling memagut dengan penuh gairah.

Heeeemmmmhhh... ssssshhh... hemmmphh...

Kami menumpahkan semua kerinduan ini dengan saling berciuman penuh gairah, sesekali berpagut lidah dan saling menjilat. Tanganku mulai meraba semua yang bisa diraba. Menyibakkan dasternya hingga ke atas, merabai kulit punggungnya, meremas pinggulnya, menjamah dan memilin-milin puting susunya. Diapun melawan dengan ganas. Menjambak rambutku. Menyibakkan kaus yang ku pakai hingga ke atas. Perlahan ciumannya turun, menjilati leher, turun lagi menjilati dada dan memilin2 pentil dadaku dengan lidahnya.

Ahhhhh... sssssshhhh... tangannya merabai kontolku dari luar celana perlahan membuka sabuk dan kait kancingnya, dibuka dengan cepat tapi tidak sampai terlepas hanya selutut. Terpampanglah benda yang sudah mulai mengeras... Mbak Dewi berjongkok di hadapanku yang sedang berdiri... Mengocok pelan dengan tangan, mencium-ciumnya dan mulai menyusuri kontolku dengan lidahnya yang seksi...

Hemmmpphh,,, slurrrppp,, slurrppp,,, Mba Dewi langsung melahap kontolku dengan penuh nafsu. Menjilat dengan telaten di seluruh bagiannya. membuatku menggelinjang nikmat, aku memejamkan mata sambil menjambak rambutnya,,, uhhhhhh,,, enaknya sayang,,, sssssshhh,,, lenguhan dan desahan keluar sambil tertahan karena khawatir anaknya bangun... Aku membungkuk menarik dagunya dan memagutnya dengan ganas...

KEMUDIAN TANPA DIDUGA!
Tanpa diduga, ada suara motor berhenti di depan rumah. Mbak Dewi tersentak seketika melepas ciumannya dan segera mengintip keluar dari jendela kamar.

"Ada misua pulang!"

Kita sama-sama kaget dan panik.

Deg...

Bingung harus gimana? Untungnya kita belum membuka seluruh pakaian.

Deg... deg...

Aku segera menaikan dan memakai celanaku. Mbak Dewi segera mengambil gamis yang ada di balik pintu dan memakainya dobel sama daster karena ga sempat kalo harus diganti. Memakai kerudung dengan tergesa gesa.

Deg..deg...deg... jantungku berdebar makin cepat. Mbak Dewi pastinya juga.

"Gimana nih", kita saling berbisik.
MD: "Masuk kolong ranjang A"
A: "Duh, ga bisa kayaknya ga bakal sempet"

Ceklek! Pintu rumah dibuka, sedang kita masih di dalam kamar.

Mbak Dewi mendorongku ke balik pintu, "Di sini aja jangan keluar" sambil keluar menyambut suaminya.

MD: "Udah pulang mas?"
S: "Iya, mas khawatir sama Ade, gimana kondisinya sekarang?"

Dan suaminya langsung nyelonong masuk ke dalam kamar.

Aku makin deg-degan dan berfikir cepat. Perkiraanku saat itu akan lebih repot kalo dia tau aku lagi sembunyi. Lebih baik keluar saja urusan terserah nanti. Akupun keluar dan nekad langsung ngajak salaman sama suaminya.

"Mas...", sapaku sambil tersenyum maksa.

Suaminya kaget, mengernyitkan dahi dan bertanya:
"Kamu siapa? Ngapain ada di kamar?"
"Ini saya nengok anaknya Mbak Dewi katanya lagi sakit", jawabku sambil berusaha tenang.

"Siapa ini de? Kenapa ada laki-laki di sini?" Tanya suaminya dengan nada meninggi.

"Ini... anaknya ibu kosku di Bandung, dia emang ternyata kuliah di sini. Mau nengok aja ke sini." Entah darimana mbak Dewi punya ide bohong ini.

S: "Ga mungkin. Pantas saja kamu akhir-akhir ini beda de. Ternyata ini yang terjadi."

MD: "Bener mas, dia anak ibu kosku di Bandung, cuma mau nengok aja"

A: "Iya mas, tadi Mbak Dewi cerita anaknya lagi sakit, saya kebetulan kuliahnya kosong jadi mampir ke sini." Ucapku menguatkan.

S: "Bohong kamu! Saya ga percaya. Sudah kamu tunggu di sini di ruang tamu, aku adukan sama warga sekalian rame di rumah ini!"

Mendengar ancamannya begitu, aku makin degdegan. Kebayang apa yang akan terjadi jika ancamannya benar-benar dilakukan. Aku kepergok selingkuh dan diarak warga, orangtuaku di kampung gimana perasaannya, dan berbagai bayangan buruk lainnya.

S: "Sini aku minta nomor orangtua kamu!"

Belum sempat aku menjawab, mbak dewi yang jawab duluan dengan nada meninggi:

"Sudah mas! Dia ga ngapa-ngapain! Cuma nengok doang! Jangan berlebihan!"

Entah suaminya takut, atau mungkin dia sendiri ragu dengan keyakinannya tapi amarahnya agak menurun.

S: "Kamu kos di mana?!", tanyanya kepadaku.
A: "Saya ga kos mas, tapi di Pondok Mahasiswa..."
S: "Pesantren?
A: "Iya, Pondok Pesantren Mahasiwa" (Sori ga ada maksud sara ya, aku kuliah emang nyambi mondok, tapi jangan salahin pondoknya, memang akunya yang bejat)
S: "Sini, saya minta nomor Pimpinan Pondoknya!"
A: "Buat apa mas?!"
S: "Sini! Atau saya laporkan dan semua warga bakal rame di rumah ini"

Dengan terpaksa aku kasih nomor telepon pimpinan pondok. Dia langsung telepon, ga tau jawaban dari sana seperti apa karena dia telepon secara pribadi tidak diloud speaker, saya hanya bisa dengar apa yang suaminya katakan di telfon, tapi suaminya ini nadanya sangat rendah, tidak marah-marah saat menelepon pimpinan pondoku:

"Assalamualaikum. Ustadz, maaf ini saya ******, bener bapak pimpinan pondok?

...

Ini, saya suaminya Dewi, saya lagi kerja, istri saya di rumah berdua sama anak saya yang lagi sakit. Pas saya ke rumah ternyata kedapatan ada Mas ***** lagi di kamar sama istri saya. Ya saya memang tidak melihat ada kejadian apa, tapi ya jelas mencurigakan kan ya? Ngapain ke rumah wanita bersuami yang sedang tidak ada suaminya?"

... (di sana kayaknya di jawab agak panjang tapi aku ga denger)

"Ya mohon ditindak lanjuti, mungkin dikasi nasehat pelajaran atau seperti apa. Namanya manusia apalagi ini mahasiswa dan juga santri masa etikanya begitu"

... (jawaban dari sana)

"Ya begitu ustadz, terimakasih."

Dia berikan HPnya kepada saya, terus saya bilang ke ustadz pondok: "Maaf Ustadz, nanti pas udah dipondok saya akan jelaskan semuanya."

(Setelah telepon begitu aku sambil mikir keras gimana cara jelasin ke ustadz di Pondok, makin runyam ini urusan. Tapi akhirnya aku bisa bersilat lidah, cuma kurang menarik diceritakan di sini. Kembali aja ke topik utama)

S: "Kamu tunggu di sini, saya belum selesai, awas jangan pergi!"

Ternyata dia ke kamar mandi, ambil wudhu dan mau sholat karena saat itu memang sudah waktu dhuhur. Dia sholat ke kamar, meninggalkan aku dan Mbak Dewi di ruang tamu. Mbak Dewi ngomong agak berbisik.

"Aa, mumpung misua lagi sholat, aa pulang aja, udah ini sisanya urusanku"
A: "Nggak apa-apa mbak, aku siap bertanggungjawab:"
MD: "Udah gpp pulang aja, nanti malah makin runyam"
Aku berfikir sejenak. "Ya udah mbak, aku sekarang pulang, nanti kalo urusannya masih panjang, aku siap bertanggungjawab." Meskipun di hati kecil sebenarnya aku sangat bingung dan juga takut.

Akhirnya aku keluar diam diam, menyalakan motor dan langsung pulang ke pondok. Sepanjang perjalanan aku ga bisa konsentrasi, fikiran melanglang buana kemana-mana. Di tengah perjalanan aku berhentu, mengetik SMS ke Mbak Dewi:

"Maafin Aku ya, yang. Kalo ada apa-apa hubungi aku, aku siap apapun yang terjadi. Gimana sekarang kondisinya?"

Tidak langsung dibalas. Setelah aku sampai pondok beberapa saat ada jawaban dari Mbak Dewi:

"Selesai sholat misuaku keliatannya udah ga marah. Dia cuma nanya: Ke mana orang tadi? Kujawab 'udah pulang'. Tapi tidak memperpanjang pembicaraan"

Entah itu yang terjadi, atau ada yang disembunyikan oleh Mbak Dewi. Cuma yang jelas aku jadi trauma, belum lagi harus nyiapin jawaban buat pimpinan pondok. Dan tentu saja, kesempatanmu untuk berhubungan lagi dengan Mbak Dewi menjadi lebih sulit.

Hingga pada akhirnya muncullah ide untuk melakukannya di luar rumah Mbak Dewi.

***

Next part, kalo lebih rame: persenggamaan di warnet sampe digerebek polisi.
 
Setan yang membuat hidup pwnuh adrenalin. G macu g enak bos. Yok update warnet dan polisi yok
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd