Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keterusan

KETERUSAN
Part 03 - Extend

Setelah update sosial media pagi tadi, Mela, lagi-lagi menghilang dari jangkauan. Hapenya tak bisa dikontak, dan semua sosial medianya tak bisa dihubungi. Seharian ini, otakku berpikir keras, gimana caranya bisa menghubungi istriku, yang entah, sedang bersama siapa dia sekarang.

“Ahhh… Selain Mila, Mela kan punya sohib dekat yang lain… Hmmm.. Siapa ya namanya…” Celetukku yang tiba-tiba tersadar akan teman dikantor lama istriku yang juga tinggal tak jauh dari rumahku. Kuscrool ratusan kontak yang memiliki hubungan dengan Mela, hingga akhirnya “Ahhhh. Triaaaa…!!” Girangku ketika menemukan nomor kontak sohib istriku itu. Dan tanpa menunggu lama, segera saja kukirimkan pesan basa-basi kepadanya.

“Haaaaiii Tria. Dirumah nggaaaa…?” Kukirim pesan pembuka ke nomornya.

Contreng satu.
Contreng dua.
Namun tak kunjung biru.

“Mungkin dia pagi gini masih sibuk…” Ucapku sambil melanjutkan ke pesan selanjutnya. “Tria, ini aku, Dimas, lakinya Mela. Kalo ada waktu, tolong kabarin ya..” Kirimku lagi. Yang kali ini, kusertakan namaku, supaya Tria, bisa sedikit mengingat.

Namun lagi-lagi, pesanku tak dibalas.

“Aku harus menemuinya…” Ucapku spontan yang kemudian mengambil kunci mobilku. Setelah itu aku segera meluncur ke tempat tinggalnya.

Selama diperjalanan, otakku terus berpikir. Siapa ya, tujuan alternatif selain Tria yang bisa kumintain informasi. Yah sekedar jaga-jaga, semisal teman Mela satu ini, kurang responsif. Tahu sendirilah, jika teman wanita tuh tak seluruhnya berkenan dan mau untuk membuka rahasia terdalam sohibnya. Meskipun yang meminta itu, adalah pasangan resminya.

“Aku harus mencari cara, gimana supaya Tria mau berterus terang kepadaku…” Pikirku yang ketika melewati salah satu toko retail, sebuah ide tiba-tiba mencuat di benakku. Aku mendadak ingat, jika Tria adalah seorang Janda satu anak yang diceraikan karena masalah financial.

Tanpa berpikir panjang, aku segera berbelok ke toko tersebut guna sekedar membawa buah tangan untuk Tria. Kuambil beberapa sembako, susu, dan beberapa cemilan ringan. Kumasukkan kedalam kardus besar dan kubawa kembali ke tujuan semua.

20 menit kemudian, aku telah tiba dikomplek perumahan dimana Tria tinggal. Kuturun dari mobilku, membawa salah satu tentengan di tangan, lalu mengetuk pintu rumahnya.

TOK TOK TOK.
“Hallooo…? Permisi….” Sapaku dari luar pagar. Tak ada jawaban.

TOK TOK TOK.
“Hallooo…? Permisi….” Sapaku dengan ketokan dan nada yang jauh lebih keras.

“Iyaaaaaa…” Jawab si pemilik rumah menyahut salamku dari dalam. Dan tak lama kemudian, muncul sesosok wanita semok bertubuh sintal dari balik pintu rumahnya.

“Hai Triaaa…..” Sapaku tanpa berlama-lama ketika melihat wajah yang aku kenal dekat.
“Nggg. Siapa ya…?” Sahut Tria sambil melongok-longok dari kejauhan.

“Aku Dimas….” Ucapku lagi sambil melambaikan tangan. “Lupa ya…? Aku Lakinya Mela…”
Sejenak, Tria terdiam. Wajahnya seolah berpikir. “Owalaaaaaahhhhh. Heeeiii. Mas Dimas…” Ucap Tria dengan wajah seperti tersadar dari ingatannya, “Kemana aja Mas…? Lama nih nggak kelihatan…”
“Hehehe. Nggak kemana-mana kok… Disini-sini aja…” Ucapku sedikit basa-basi, “Boleh aku masuk..?”

“ASTAGA… Iya-iya. Boleh… Sebentar Mas… Aku sampe lupa mempersilakan masuk…” Ucap Tria yang dengan buru-buru, keluar dari balik pintu dan melangkah ke teras. Membukakan gembok pagar.

CKLEEENG…
“Yuk masuk Mas…” Ucap Tria membuka pintu pagarnya, “Kirain siapa…”
“Iya…” Ucapku yang kemudian masuk kedalam rumah.
“Sini-sini Mas…” Ajak Tria yang kemudian melangkah lebih dulu masuk. Mempersilakan ku untuk mengikutinya.

Dasar lelaki normal, melihat langkah Tria yang berada sekitar 2 meter didepanku, membuat kedua mata ini seketika menatap lurus kedepan. Ke bongkahan pantat bulat Tria yang bergoyang-goyang seiring gerak kakinya ketika melangkah. Aku baru sadar, jika sedari tadi, teman istriku ini menyambutku, dalam keadaan masih mengenakan pakaian tidur berbahan satin. Yang sekilas tak dapat menyembunyikan tubuh moleknya.

“Duduk Mas… Mau minum apa…?”
“Ahhh. Apa aja…” Jawabku basa-basi. Kemudian duduk disofa ruang tamunya yang empuk, “Arga mana..?” Sambungku sekedar basa-basi ringan. Menanyakan putra semata wayang Tria yang tinggal bersama dirinya.
“Arga di rumah Mama, Mas… Maklum, kalo bareng aku, ga ada yang jagain kebutuhannya…” Sahut Tria dengan suara serak basahnya sambil tersenyum,”Tau sendiri khan, kalo suamiku, si Wondo sudah …………….”

Aku mengangguk, “Jadi… Kalo gitu… Disini kamu disini dong…?” Tanyaku lagi.
“Yaaahh. Mau gimana lagi…?” Ucap Tria sambil menaikkan pundak mulusnya, “Emang Mas mau tinggal bareng disini…? Buat sekedar nemenin…? Hehehe….”

AAAHHH. ASSSEEEM.
Sebuah penawaran yang sangat menggiurkan. Siapa coba yang bisa menolat untuk nemenin wanita semok beranak satu ini. Terlebih ketika melihat pinggangnya yang begitu meliuk karena tebalnya pantat Tria terlihat begitu lembut. Membuat darah birahiku langsung berdesir seketika.

Tapi, sekarang bukan waktunya buat mencari masalah baru. Aku harus fokus ke tujuan awal.

“Tadi pagi.. Aku kirim pesan. Tapi sepertinya kamu sibuk…”
“Ehhh..? Masa sih…?” Sambung Tria yang kemudian bergegas ke kamar tidur kemudian mengambil hapenya, “Ahhhh. Iyaa… Maap… Hehehe…”
“Iya gapapa… Maklum… Wanita karier… “ Celetukku mulai mengajak bercanda.

“Karier apa riiieeerrrr… Aku cuman sedang berberes tanaman… Hahahaha. ” Tawa Tria renyah, sambil menunjukkan tangannya yang terlihat belepotan tanah. “Eh iya. Ada perlu apa ya Mas…? Tumben libur-libur kemari… Mela mana…?”

“Hmmm…. Justru itu sih…. Yang mau aku tanyain…”
“Heeeeeh…? Nanya…?” Heran Tria mendengar kalimatku, “Nanya apa’an ya?”

“Sorry ya Tria… Ngggg… Aku…. Gimana ya ngomongnya…. Aku…” Sumpah, rasanya susah banget.
“Apaan sih…? Jangan bikin aku penasaran gini ah…” Sewot Tria tak mampu menunggu lama.
“Hehehe…. Iya-iya… Aku cuman pengen tahu aja…. Hhmmm.…Kamu kenal Fadil ngga?” Ucapku langsung to the point.

“Fadil?” Dahi Tria berkerut. Dan alisnya bertautan.
“Iya.. Fadil, temen kantor Mela dulu…. Nggg…. Dia temen kamu juga deh kalo nggak salah…”
“Fadil Fadil Fadil….” Ucap Tria berusaha mengingat-ingat, “Fadil… Hmmm… Oh.. SI BOAAA…. “ Pekik Tria dengan mata berbinar, “Iya… Aku kenal Mas… Emang kenapa ya…?”
“Boa?” Ucapku sedikit berpikir. “Maksudnya..?”

“Eeeeeh… “ Tria buru-buru menutup mulutnya. Terlihat, ada sedikit kepanikan wajah cantiknya. Disusul dengan semu merah, yang ikut muncul di kedua pipinya. “Maksud aku... Fadil…” Sambungnya berusaha meralat. “Emang kenapa ama tuh anak..?”

Aku tak langsung menjawab pertanyaan Tria, aku sengaja menatap gadis cantik dihadapanku yang masih sedikit kikuk karena salah tingkah.

“Kamu tahu nomor kontaknya Fadil ngga?”
“Nggg, tau…. Sih…” Jawab Tria yang sepertinya sudah tahu dengan maksud pertanyaanku.
“Boleh? Aku minta…?”
“Ngggg… Sebentar… Sepertinya… Aku masih nyimpen deh…” Ucap Tria yang kemudian duduk disofa seberangku. Wajahnya fokus, mengurut nama kontak di handphonenya.

Sejenak, kuperhatikan sosok wanita yang duduk didepanku ini. Dalam balutan baju tidur berwarna maroon, kulitnya terlihat begitu kontras. Meskipun belepotan tanah, namun kulit putihnya, terlihat berkilauan tertimpa cahaya ruangan. Wajahnya cantik, berkilau karena keringat, dengan tepi dahi yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Pundaknya terbuka, memamerkan lehernya yang jenjang nan putih serta pundaknya yang mulus.

Aduh, jelita sekali wanita dihadapanku ini.

Pandanganku perlahan turun, ke belahan payudaranya yang terkadang terlihat ketika bergerak. Aku yakin, siang itu, Tria tak mengenakan beha. Karena dari penampakan dan goyangan payudaranya, terlihat begitu bebas, tanpa tertopang penahan sama sekali.

Kaki Tria, pun tak luput dari pengamatanku. Pahanya putih. Lututnya bening. Dan betisnya mulus. Ditambah ada sedikit tatto di dekat mata kaki sebelah kirinya, membuat penampilan wanita muda ini, semakin menggairahkan. Belum lagi, ketika ia duduk berseberangan denganku, terkadang terlihat juga kancut krem dengan gundukan hitam menjendul dari dalam sana. Menandakan jika ada hutan rimbun yang bersembunyi di balik situ.

ASUU…
Gemuk sekali isi kancutnya. Membuat mataku susah berpindah dari pesona tengah selangkangannya.
Terlebih ketika melihat jari-jari kakinya yang bersih dan bening, membuat batang penisku semakin menggeliat.

“Husshh. Kamu disini mencari kontak si kampret. Bukan malah menikmati pemandangan tubuh sohib istrimu” Ucap batinku sekedar mengingatkan. Buru-buru, aku seka wajahku. Mengusir pikiran kotor yang berkelebat dikepalaku.

“Aku udah lama sih nggak kontak-kontakan bareng Boa. Eeeeh…. Maksud aku, Fadil. Jadi aku nggak tahu ini nomornya masih nyala apa ngga….” Ucap Tria yang tak sadar dengan gelagat nafsuku. Terus fokus mencari kontak Fadil sambil mengutak atik-hapenya

“Hmmm. Putingnya terlihat… Hmmm.. Sepertinya… Warnanya coklat muda… ” Otak ngeresku kembali berpendapat sembari memerintahkan darah birahi terus mengisi rongga pembuluh darah penisku
HUSH…

“Ahhh. Ini… Aku masih ada nomornya…” Girang Tria sambil tersenyum padaku.

“Oh. Tria, kenapa kau sekarang terlihat begitu cantik..”
Rutukku dalam hati ketika menatap wanita bertubuh seksi tanpa suami, yang berbinar dimataku.

“Eehh.. Mantap.. Berapa nomornya…?” Ucapku sedikit merespon, tanpa melepas liuk tubuhnya dari tatapanku.
“Ini Mas… Coba kamu ketik… 085618…………………” Ucap Tria mendikte. Menyebutkan nomor telephon Fadil dengan perlahan.

Melihat mulutnya komat-kamit ketika menyebutkan angka, aku hampir tuli karenanya. Aku benar-benar tak dapat mendengar apa suara yang terucap dari bibirnya. Aku seperti terhipnotis, karena yang bisa kutangkap oleh indera tubuhku, hanyalah kecantikan dan keseksian Tria.

“Mas..? Halloo…?” Ucap Tria sambil melambaikan tangannya kewajahku.
“Eehh. Iya…? Oh… Oke oke… Terimakasih ya…” Ucapku sedikit tersadar sambil menyimpan nomor barusan, “Oh iya, ini aku bawain sedikit cemilan, buat temen weekend….” Sambungku mencoba mengalihkan pembicaraan sambil menyerahkan kerdus sembako dan cemilan yang sedari tadi, tergeletak malas di sudut ruang tamu.
“Waaah…. Dalam rangka apa ini…? Serius ini buat aku…?”

“Hmmm. Ga dalam rangka apa-apa kok… Aku…Pengen aja sih… Nafkahin wanita cantik yang udah tak bersuami…” Celetuk mulutku yang tak sadar dengan apa yang kuucapkan.
“Maksudnya?” Wajah Tria mendadak ketus.

GEBLEEEKK
Bukan gitu kali cara ngomongnya.

“Ehhhhh. Maap-maap…” Ralatku langsung tersadar, “Bukan begitu, maksudku… Aku pengen menjalin silaturahmi aja kok…. Karena udah lama kita, aku, Mela, dan kamu, tak bertemu… Jadi ya, sekedar kiriman perkenalan lagi… Gitu maksudnya…”
“Ohhh… Kirain….” Mendengar penjelasanku, Wajah Tria langsung melunak, dan tersenyum. “Makasih banyak loh Mas…. Jadi ngerepotin kaya gini….”

“Hehehe enggak kok….Santai aja….” Ucapku basa-basi sambil beranjak meninggalkan Tria di sofa ruang tamunya, “Yaudah kalo gitu, aku pamit dulu ya Tria... Have a nice weekend…”

Namun, ketika sudah berjalan beberapa langah dan hendak melangkah keluar apartement, Tria tiba-tiba berkata pelan. “Pasti Mela sedang bareng ama Fadil ya Mas…?”

***​

Beberapa saat setelah membaca diary istriku, aku tak dapat berpikir tenang. Otakku selalu berpikir jorok mengenai dirinya. Kemanapun istriku pergi, imajinasiku me-liar. Pikiranku langsung kotor. Penuh dengan berbagai kemungkinan binal Mela yang entah berlaku apa disana.

Aku benar-benar tak dapat membendung semua rasa penasaranku yang meluap-luap. Sampai-sampai, ketika aku tiba dikantor, aku benar-benar tak produktif. Segala aktifitasku berantakan. Seharian, aku tak fokus dengan apa yang kukerjakan. Moodku naik turun, bawaanku jadi uring-uringan, sehingga membuat kinerja teamku berantakan.

“Aku kerja diluar dulu ya gaes, nanti kita berkabar lagi…” Ucapku pamit ke anak buahku. Kuraih tas kerjaku, kemudian melangkah cepat keluar kantor.

Segera saja aku memutuskan untuk pergi ke coffee shop, yang tak jauh dari rumahku. Sekedar mencoba menenangkan hatiku. Kunyalakan rokok kretekku. Kuhirup nikotin dalam-dalam, dan kuhembuskan kuat-kuat, berharap penat yang ada dikepalaku, bisa ikut keluar bersamaan dengan asap rokok dari mulutku.

SFFFFFFF. HAAAAAAHHHH….
Kupesan segelas kopi pahit dan beberapa snack. Kupilih tempat duduk yang agak tersembunyi di sudut coffee shop sambil mengeluarkan salah satu diary istriku dari dalam tas kerjaku. Kemudian kubaca dengan seksama sembari menunggu pesananku datang.

***
# DEAR DIARY

112. Asinnya Air Laut


Setelah ujian akhir, aku dan beberapa teman di kelasku, memutuskan untuk mengadakan acara jalan-jalan ke pantai. Sekedar refreshing setelah satu tahun menjalani masa pembelajaran yang memusingkan kepala.

Awalnya, ayah dan ibu sedikit tak setuju dengan rencana jalan-jalan ini. Namun karena nilaiku yang cukup memuaskan, pemikiran mereka pun sedikit berubah. Terlebih, untuk acara refreshing ini, aku ta perlu mengeluarkan uang sepeser pun.

Sebenarnya, tak dapat dikata “tak perlu mengeluarkan uang sama sekali” sih, lebih tepatnya, aku dibayarin oleh pacar baruku supaya bisa ikut. Yup. Betul, setelah putus dengan Rahmat, aku sudah mendapat penggantinya. Seorang siswa kelas 3 bernama Luki. Yang mana ia mengungkapkan perasaan cintanya kepadaku, meskipun saat itu, aku masih menjadi pacar Rahmat.

Luki, adalah anak pengusaha rotan. Cukup kaya dan terkenal di sekolahan. Wajahnya lumayan ganteng, tubuh atletis karena memang dia rajin sekali berolah raga. Dadanya bidang tegap dengan bongkahan pantatnya yang begitu bulat dan kencang. Meskipun tak pernah ia pamerkan disekolah, aku bisa tahu, tubuh Luki cukup bagus jika dibandingkan dengan teman sepantarannya.

Alasanku mau menerima cinta Luki, sebenarnya dari hal yang sepele. Ia bisa memberikanku, apa yang tak bisa diberikan Rahmat. Salah satunya, kerelaannya untuk menjadi tumpuan harapan dikala Rahmat tak bisa berbuat apa-apa. Salah satunya adalah ketika aku meminta bantuan ke Rahmat untuk menalangi uang refresing akhir sekolah.

“Aku tak punya uang sebanyak itu Mel…” Ucap Rahmat dengan alasan standart lelaki tak bermodal. Minta dipuaskan oleh auratku, dia bisa. Tapi begitu aku minta hal sepele seperti ini, ia enggan.

FIX. Lelaki seperti itu, langsung membuatku benar-benar jijik. MOKONDO.

“Nih, pake uangku aja Mel…” Ucap Luki tanpa basa-basi, sambil menyodorkan beberapa uang plastik berwarna merah ke genggaman tanganku. Sebuah kalimat yang langsung membuatku benar-benar luluh karenanya. Meskipun Luki tak mengharapkan rasa cintaku, akan tetapi, apa yang ia lakukan saat itu, langsung mendapatkan ruang dihatiku.

Di acara jalan-jalan kelas waktu itu, kami memutuskan untuk berlayar ke pulau seberang dan menyewa beberapa rumah penduduk dipantai. Didampingin oleh wali kelas masing-masing, kami menghabiskan waktu sesukanya. Ada yang jalan-jalan ditepi pantai, ada yang berenang, ada yang mancing, dan ada yang memilih tiduran sepanjang hari.

Sedangkan aku, aku memilih untuk jalan bersama Luki ke villa sewaannya. Iya, Luki sengaja ikut jadwal kelasku, hanya demi bisa berduaan bersamaku. Ia menyewa satu tempat tak jauh dari tempatku menginap, seorang diri.

“Biar aku gak malu, dan lebih privasi” Katanya dengan wajah memerah.

Awalnya, ia mengajakku makan malam sambil menunggu matahari terbenam. Duduk ditepi pantai sambil ngobrol hingga matahari benar-benar tak terlihat lagi. Sebenarnya aku bingung juga, ngapain ngobrol selama ini jika katanya mau makan malam. Tapi belum sempat aku bertanya, tiba-tiba Luki mencium bibirku

CUUUUPPPPPPP
Ciuman bibir Luki, benar-benar menghanyutkan dan membuatku terlena. Terlebih, tangan kanannya tanpa basa-basi, langsung menyusup kebalik kaosku dan meremas tetek kiriku dengan lembut.

“Uhhhh… Luki ternyata jago dalam berciuman…” Pikirku. Karena ketika diciumnya, aku merasakan tubuhku langsung gemetaran merasakan geli-geli enak yang luar biasa. Tangan Luki perlahan-lahan menaikkan bawahan kaosku, melucuti pakaian atasku hingga terlepas seluruhnya dari tubuhku. Membuat pundak, punggung dan tetekku seketika dingin karena hembusan angin laut. Setelah itu, tangan cekatan Luki bergerak ke punggungku dan,

CTEKK
Kait behaku terlepas dan bulatan tetek besarku, seketika jatuh. Terbebas menggelayut dengan sempurna. Bergoyang manja seiring lepasnya penutup dada dari tubuhku.

Untuk beberapa saat, pacar gelapku itu memandangi kedua tetekku secara bergantian. Mengagumi bulatan daging putih besar dengan pentil mengacung keras yang tumbuh didadaku. Ditiupinya, pentil kanan kiriku sembari mengusap, memencet dan memelintir daging mungilku hingga begitu keras.

“Ohhhh. “ Aku mengerang. Aku tak mengira, jika lelaki culun berkacamata seperti Luki, bisa begitu jago dalam mempermainkan nafsu wanita.

“Isep tetekku sayang” Mulutku spontan berucap. Entah karena nafsu atau karena memang tidak kuat lagi menahan geli. Aku langsung menarik kepalanya maju. Mendekat, dan memintanya menghisap kedua pentilku kuat-kuat.

“Aaaaah… Sayaaaang…. Uuuhhhh….” Aku mengerang seketika karena tak mampu menahan gejolak nafsuku. Bahkan ketika Luki mulai menarik-narik pentil kerasku, eranganku semakin tak tertahankan lagi. “Aaaaaaghhhh… terus Sayaaang… Isep yang kenceeeng…”

SAYANG?
Baru sekali jalan, aku sudah memanggil Luki dengan sebutan Sayang?
Sebenernya tidak juga sih.

Memang, ini adalah liburan panjang pertamaku bersama Luki. Namun, sebelum liburan ini, pemuda culun itu sudah beberapa kali jalan denganku. Meskipun baru sekedar makan dan nonton aja sih. Yah, paling sekedar cium dan raba-raba tetek aja. Tak lebih dari itu.

SLUUURRRRP
Jilatan lidah Luki di pentilku, benar-benar membuatku terangsang. Lendir memekku, segera saja merembes, membasahi celana dalam yang aku kenakan. Jilatan Luki memang hebat. Biarpun ia belum mempermainkan memekku, akan tetapi ia benar-benar mahir mempermainkan titik sesitif tubuhku.

Bahkan, ketika tangan Luki mulai meraba celana dalamku, secara otomatis aku langsung membuka kedua pahaku lebar-lebar. Tanpa berpikir dua kali untuk menuruti keinginan cabulnya. Kusingkap bawahan rok yang kupakai hingga pusar. Membuat celana dalam berwarna merahku, langsung terlihat dengan bebas.

“Kamu seksi…” Ucap Luki yang tanpa meminta ijin, langsung menyelipkan tangannya kedalam celana dalamku. Merogoh lipatan daging kemaluanku yang sudah begitu basah karena ulah mesumnya.
Sumpah, rasa itik ketika dicolek-colek, rasanya bukan main. Membuatku secara otomatis melenguh dan makin membuka lebar kedua pahaku.

“Kamu udah basah…?” Tanya Luki berlagak bodoh ketika mencolek liang memekku. “Kamu sange..?”

Aku hanya mengangguk kepala. Dan seolah lupa diri, aku langsung meminta jemari tangan Luki untuk segera mempermainkan celah kemaluanku.

CLEK CLEK CLEK CLEK
Suara basah lendir memekku. Berkecipak seiring debur ombak yang mulai pasang. Meninggi seiring bergulirnya malam.

“Oooohhhhhhh….. Saaayyaaanngg…” Erangku menjadi-jadi ketika klitorisku digelitik. Kugoyang- goyangkan pantat dan pinggulku, seolah mencoba mencari tambahan kenikmatan. Mengimbangi keliaran gerakan jari tangan Luki di lubang di memekku.

CLEK CLEK CLEK CLEKCLEK CLEK CLEK CLEK
Semakin lama, gerakan jari Luki semakin cepat. Menggelitik klitorisku yang semakin gatal.

Hingga akhirnya aku merasakan, ada rasa panas yang seolah mendesak keluar dari dalam memekku. Yang semakin lama, semakin kuat. Hingga membuat, perut bawahku serasa tegang. Dan beberapa detik kemudian,

CREEETTT CREEETTT CREECEEEETT CREEEETT CREEEEETTTT
Liang memekku berkedut hebat. Otot-ototnya mengejang. Dan mengantarkan sebuah gelombang nikmat yang rasanya seperti meremas-remas isi organ dalam yang ada dimemekku.

“Oooohhh… Nggghhh… Shhhh…. ” Aku hanya bisa berteriak ketika merasakan kedut nikmat di memekku itu. Rasanya sungguh luar biasa. Tubuhku serasa begitu ringan. Pikiranku plong. Dan syaraf-syarafku mengendur.

Tubuhku lemas, tersandar dikerasnya batu karang, dan mengangkang. Otot pahaku tak sanggup mengantupkan kaki, membuat celah vaginaku terbuka lebar tanpa penutup sedikitpun.

Dan ketika kulihat kearah Luki, aku tak sadar, jika ia sudah tak bercelana samasekali. Kontolnya
Begitu panjang. Gagah menjulang hingga hampir menyentuh pusar. Rupanya saat aku terpejam menikmati kedut orgasme, ia sudah membuka celana beserta kancutnya.

Aku tertegun menatap kontol lelaki berkacamata yang sudah begitu keras itu. Ngaceng. Tegak berdiri.

“Sayang… Gede banget kontolmu…” ucapku spontan yang tanpa meminta ijin, langsung meraih batang perkasanya. Rasanya hangat Dengan urat-urat yang tampak bertonjolan di sekitar batang kemaluannya. Kepala kontolnya begitu besar, seperti jamur yang berwarna merah merona. Membuat tangan mungilku, hampir tidak cukup untuk menggenggamnya.

“Isep kontolku dong, Sayang… “ Kata Luki seolah tahu jika nafsuku bangkit kembali.

Dan seolah terhipnotis, aku langsung cium kepala kontolnya. Menjilat pelan batang kontolnya dari bawah ke atas. Lalu dengan sekali lahap, kumasukkan kepala kontol gedenya itu ke mulutku.

HAAPPP
Kutelan kepala kemaluannya yang besar. Lalu kuisap kuat-kuat mulut kontolnya yang ber-precum. Luki hanya bisa merem melek keenakan. Merasakan kenikmatan dari hisapan mulutku yang terus menyedot lubang kencingnya kuat-kuat. Kepalaku naik turun sembari mulai mengurut batang besar ditanganku.

SLUURP SLUURRPP SLUURRPPP
“Oohhh Melaaa… Terus Sayang… Jago banget kamu ngisep kontolku… Ohh Melaaa..” Erang menyebut namaku berulang-ulang. Semakin ia belingsatan, semakin bernafsu pula sedotan, jilatan dan kocokan tanganku.

SLUURP SLUURRPP SLUURRPPP
“Melaa.. Enak banget lidahmu Sayang… Ohh Melaaa… Kocok terus Sayang… Hisap terus Sayaang…” Raung Luki yang dalam sepersekian detik berikutnya, kurasakan batang kontolnya membesar. Berdenyut dengan hebat disertai dengan semburan cairan kental berwarna putih kekuningan dari lubang kencing kontolnya

CROOT CROOT CROOOCROOOT CROOT CROOOTTT.
Lima semburan air mani, menyembur begitu cepat kearah wajah dan mulutku. Begitu juga leher dan dadaku.

“Melaaaaaaaa…..” Jerit Luki melampiaskan kenikmatan ejakulasinya, “Buka mulutmu Sayang…” Pintanya sambil melesakkan batang kontolnya yang masih meneteskan pejuh kedalam mulutku.

Tanpa sempat menolak, kulakukan saja permintaan mesum Luki. Melahap kontol besarnya yang masih meneteskan pejuh itu. Menyedot sisa-sisa pejuh yang tersisa dari batang kontolnya, sampai benar-benar bersih dan tak ada setetes pejupun yang tersisa.


***

“Pasti Mela sedang bareng ama Fadil ya Mas…?” Tanya Tria
“Kok…? Kamu bisa tahu…?” Balasku dengan nada kaget.
Tria tak menjawab. Ia hanya melihatku dengan tatapan mata yang begitu sayu. Tersenyum sambil menganggukkan kepala

“Memangnya…. Semisal Mela tak ketahuan keberadaannya dimana….”
“Ia pasti bersama Fadil…” Potong Tria dengan mata masih menatapku sayu.

Lagi-lagi, kuseka wajahku yang tak berkeringat. Menatap gelisah kearah Tria yang masih duduk disofa rendahnya. Mendadak tumitku tiba-tiba bergerak, membuat lututku naik turun secara spontan.

“Kamu mau makan siang ga Mas…? “ Tanya Tria yang sepertinya tahu tentang kegelisahanku, “Kita makan bareng yuk. Aku lapar…”

- - - - - - -​

Selama beberapa menit kedepan, Tria terlihat sibuk memasak untuk menghidangkan menu pengganjal lapar. Memotong, merebus, mencacah, dan menggoreng. Ia terlihat begitu cekatan. Mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain.

“Cobain racikan cemilan siangku Mas, sembari menunggu makanan utama siap…” Ucap Tria menghidangkan segelas minuman segar ke hadapanku.
“Eh. Iya. Terimakasih…” Ucapku bingung, karena ia menyodorkan banyak jenis makanan kepadaku. Meskipun hanya sekedar biskuit, nuget, risol, dan pisang goreng, akan tetapi perhatiannya kepadaku sempat membuatku besar kepala.

“Dan Ini hidangan spesialnya… Spagetti saus rendang…” Sambung Tria sambil memamerkan keahlian masaknya. “Yuk Mas. Dimakan….” Ajaknya yang segera mengambilkan sepiring spagetti, dan beberapa macam toppingnya.
“Gausah repot-repot bu…”
“Udaaahh. Gapapa kok… Mas mau krupuk…? Aku ambilin ya..?”

“Krupuk…? Buat apa makan spagetti pake krupuk…?” Ucapku yang makin segan karena jamuan Tria padaku tak berhenti-berhenti.

“Abisin loh ya Mas… “ Sahutnya lagi yang kali ini, ikut menyantap hidangan buatannya.

Perhatian sekali wanita cantik yang ada didepanku ini. Meskipun aku bukan orang terdekatnya, akan tetapi perlakuannya padaku, terlihat begitu tulus. Bahkan, sekilas aku jadi bertanya-tanya, kenapa wanita secantik Tria, bisa sampai diceraikan oleh suaminya.

Terlebih ketika aku melihat ke arah Tria yang cara duduknya cukup berantakan, membuatku dapat melihat kemulusan betis, lutut dan paha dalamnya, menjadikan batang penisku yang semula tenang, ikut-ikutan gelisah karenanya. Kancut berwarna kremnya juga tak sungkan-sungkan lagi terlihat, seolah menyapa penisku yang semakin tegang karenanya. Apalagi ketika Tria, membetulkan tali dasternya yang melorot, membuatku langsung tersedak, karena melihat bulatan payudara dan aerola coklat mudanya.

“Uhuk-uhuk… Uhuk-uhuk… “ Seketika aku batuk-batuk panjang. Mukaku memerah menahan sedak tenggorokanku.
“Astaga. Pelan-pelan makannya mas…?” Panik Tria langsung meletakkan piring spagettinya dan membungkuk kearahku. Secara spontan, wanita cantik itu menjulurkan tangan dan menepuk-nepuk punggungku seolah tak peduli dengan lubang di leher baju tidurnya yang menganga lebar dihadapanku.

“Uhuk-uhuk… Uhuk-uhuk… “Aku makin tersedak. Melihat goyangan payudara Tria yang bergelayut seiring tepukan tangannya.

ANJIMMM
“Besar juga tuh tetek… Putih… Dan… Putingnya mungil… “ Ucapku dalam hati sambil tak henti-hentinya menatap asset menawan Tria dengan mataku.

“Mas… Mas…?” Panggil Tria seolah menyadarkan dari lamunanku.
“Eehhh….”
“Ngelihat apa Mas…?” Tanya Tria dengan senyum diwajahnya

KAMPREETT
Tria tahu kemana arah mataku memandang.

“Suka…?” Tanya Tria lagi.
“Suka banget… Abisan makanan masakanmu enak…” Ucapku langsung mengalihkan pembicaraan.
“Bisa sampe ngejendol gitu Mas…?” Bisik Tria yang secara tak kukira, melirik penuh arti ke tengah selangkanganku.
“Hiyak. Ngejendol karena kekenyangan makan buuu… “ Jawabku sekenanya sambil malu-malu membetulkan posisi batang penisku yang makin mengeras. Terserah Tria melihatnya atau tidak.

“Hahahaha….” Mendadak wanita dihadapanku ini tertawa terbahak-bahak. “Bisa aja cara ngelesmu Mas… Kaya bajayyy… Hahahaha….”
“Abisan… Cowok normal mana yang ga bakal ngejendol kalo berhadapan dengan wanita secantik kamu buuu…”
“Iihhhssss.. Iihhhssss.. Iihhhssss.. Ngegombal deh… Aku bilangin Mela aaaahhhh…” Sahut Tria menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum, namun, beberapa detika kemudian, matanya melotot dan buru-buru menutup mulutnya, “Ehh… Mela khan sedang….”

“Seneng-seneng bareng Boa…” Ucapku membalas senyum Tria
“Maap Mas, bukannya aku bermaksud menyinggung… “

“Iya Gpp… “ Aku hanya tersenyum, menatap wajah Tria yang seperti serba salah, “Oh iya.. Kalo boleh aku tahu, sejauh apa kamu kenal Fadil…?”

“Hmmm… Fadil…” Mata Tria melirik kearahku, sekedar mencari tahu raut emosi diwajahku. Dan setelah tahu wajahku yang datar, ia kembali melanjutkan kalimatnya, “Fadil… Sebenernya adalah mantannya Mela yang entah keberapa…”
“Berapa lama Mela ama Fadil…?”
“Nggak tahu juga… Mereka putus nyambung ga jelas…”
“Lalu… Kenapa kamu panggil Fadil dengan sebuatan Boa..?”

“Kalo itu… karena….. Ngggg…” Tria sejenak kembali melirik kearahku, Lagi-lagi melihat reaksiku terlebih dahulu sebelum berucap lagi.
“Kenapa sih…?” Tanyaku tak sabaran.
“Tapi… Mas jangan kaget… Atau pun marah ya…”
“Kenapa harus marah…?”
“Pokoknya kalo aku ceritain alasannya, Mas ga boleh marah…”

“Sebuah permintaan yang aneh….” Pikirku yang tanpa berpikir panjang, langsung menganggukkan kepala.

“Jadi… Fadil… Dipanggil dengan sebutan Boa… Tuh karena…. “ Tria menarik nafas panjang, “Karena ukuran kontolnya… Diatas ukuran rata-rata cowok pada umumnya, Mas…”

ANJIIIIMMMMM
Penjelasan macam apa pula ini?

“Diatas ukuran rata-rata pada umumnya…?” Ulangku sedikit tak percaya dengan apa yang aku dengar.

Tria mengangguk.
“Sebesar apa…?” Tanyaku yang entah kenapa, tiba-tiba merasa penasaran.
Lagi-lagi tria mengangguk. “Besar sekali, Mas… Panjang… Tebal… Kira-kira, kalo aku ibaratkan…. Mirip tangan bayi…. Cuman bedanya… Batang kontolnya Fadil, penuh urat-urat… Kepalanya besar, dan biji pelernya juga besar….” Jelasnya dengan sangat mendetail.

“Woooww….” Ucapku spontan, “Memangnya… Kamu pernah ngelihat…?”
“Kontol Fadil…?”
“Iya…”
“Gimana aku nggak ngelihat…? Fadil tuh ya mas, kalo pake celana kerja, jarang banget pake celana dalem… Jadi… Tuh uler udah keliatan jelas banget di selangkangannya, Mas…” Cerocos Tria menjelaskan, “Lalu, kalo maen kekosan aku… Seringnya cuman pake kaos dan celana pendek aja.. Jadi pasti aku bisa ngelihat selangkangannya ngejendol gede gitu… Yaahh. Mungkin… Gedenya… Mirip-mirip punya kamu lah kayanya…”

“Beneran mirip…?” Tanyaku sedikit berbangga hati.
“Iya… Mirip kok… Tapi pas kontol Fadil sedang tidur… Hahahahaha….”

KAMPREEEETTT
Bisa-bisanya wanita cantik didepanku itu membanding-bandingkan selangkanganku ketika bercerita tentang kemaluan Fadil. Yang langsung membuatku merasa dongkol, karena ukuran penisku disamakan penis Fadil ketika masih lembek.

“Ohh… Sial…” Lagi-lagi, aku mencoba membetulkan posisi penisku dihadapan Tria. Meskipun sedikit minder karena penjelasan Tria, tetap saja aku sedikit terangsang karenanya.
“Hahaha. Kamu ngaceng Mas…?” Tawa Tria lagi-lagi terdengar.
“Ngggg.. Dikit… “

“Hahahaha…” Tawa Tria makin panjang sambil melirik kearah selangkanganku. “Kamu pasti ngaceng gara-gara ngebayangin Mela bersama Fadil ya…?”
“Yaaa.. gitulah…” Jawabku dengan muka terasa panas. Mungkin karena nafsuku mulai terkumpul .

“Mela tuh sebenernya cewek yang gampang banget buat ditaklukin kok Mas…” Celetuk Tria sedikit memberi petunjuk
“Ditaklukin gimana…?”
“Yaaaa… Selama kamu punya kontol besar… Kamu pasti bisa nyuruh Mela ngapain aja…” Sambung Tria sambil tersenyum.

“Hmmmm…. Nyuruh Mela ngapain aja ya…?” Lagi-lagi aku membetulkan batang penisku yang semakin keras. Tak peduli dengan tatapan Tria yang berulangkali memandang lurus kearah tonjolan di selangkanganku.

“Aku jadi penasaran…“ Ucapku sedikit terpotong.
“Yaa…? Penasaran kenapa tuh…?”
“Yaaaaa. Penasaran aja.. Kira-kira, apa yang bakal dilakuin mereka ketika sedang berduaan…”
“Owwww… Pengen tahu aja…? Atau pengen tahu banget nih…?”
“Terserah…” Tak kupedulikan pertanyaan jebakan Tria barusan. Kuambil minuman dimeja yang ada dihadapanku, dan langsung kutenggak habis.

“Hahahaha… “ Tawa Tria kembali menggelegak, “Kamu lucu Mas…”
“Lucu…?”
“Pikiranmu pasti kalut ya mas…? Ngebayangin Mela bersama Fadil…”

Aku ta menjawab pertanyaan Tria. Kepalaku tertunduk menatap gelas kosong yang kuputar-putar ditanganku. Bola mataku sesekali menatap lurus kedepan, kearah lutut dan kaki putih mulus Tria yang ada dihadapanku.

“Wajar sih…” Celetuk Tria, “Kalo pikiranmu saat ini sedang ngeres seperti itu… Berpikir alasan kenapa Mela susah sekali dihubungin… Berpikir tentang Mela yang sedang bermesra-mesraan bersama mantannya disana… Aku aja, yang temen deketnya, kadang juga mikir gitu Mas. Ga kamu aja….

Dua insan, mantan lebih tepatnya. Yang sedang kembali kasmaran, saling memadu kasih di tempat yang jauh dari pengawasan pasangan. Aku yakin pasti bakalan mengambil kesempatan yang ada…. Terlebih lagi, si cowok, punya sesuatu yang tak dimiliki oleh banyak lelaki lain. Uhhh. Aku aja sampe ngilu ngebayanginnya…”

“Ngilu…?” Tanyaku spontan.
“Hihihihi… Iya. Gimana coba? Kalo kamu lihat sendiri, pasti kamu bakalan ngerasa iri Mas…” Jelas Tria yang kali ini, menenggak minuman yang ada dimeja, “Kontol Fadil tuh besar banget… Pas sedang lemes aja, kepala kontolnya sering ngejuntai nongol dari celah kolornya….”

“Se… Sebesar itu-kah…?” Tanyaku terbata-bata
“Iya, besar banget… Malah kadang, kalo ngaceng, kepala kontolnya sering keluar dari ban pinggang celana kolornya… Sampe ngelewati pusernya Mas… “

ASTAGA…
Mendengar penjelasan Tria, tiba-tiba, otakku membayangkan sosok penis besar sialan itu.

ANJIM…
Membuat penisku semakin keras.

“Lalu… Kalo semisal mereka sedang pengen mesra-mesraan dijam kantor, mereka selalu meminjam kamar kosan aku, Mas…” Jelas Tria merasa bersalah
“Mesra-mesraan tuh maksudnya ngentot…?”
“Please deh… Kalo bukan buat ngelakuin itu… Mau ngapain juga mereka selalu pinjem kamar kosan aku Maass…” Ucap Tria gemes sambil memutar mata bulatnya, “Sampe-sampe aku buatin aja kunci cadangan kamar kosan aku buat mereka berdua…”

“Sampe segitunya ya…?” Ucapku
Tria mengangguk sambil melirik kearah penisku yang semakin keras. “Makanya, sampai sekarang pun… Aku yakin, Mela masih susah benget buat ngelepas Fadil… Dan aku berani taruhan, kalo Mela dan Fadil sekarang… Sedang…. Yah… Kamu tahu sendirilah Mas….”

ANJIM
Mendengar kalimat-kalimat Tria, membuat penisku makin meronta.
Ingin sekali rasanya kujadikan wanita kesepian didepanku ini sebagai sarana pelampiasan kekesalanku saat itu.



Bersambung,
By Tolrat
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd