Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG JALAN HIDUP SIAPA YANG TAHU

Status
Please reply by conversation.
EPISODE 23

Sepulang dari rumah kakaknya, Farhan dan Aisyah menjumpai Ibunya duduk di ruang tengah. Menyapa sebentar, Farhan segera ke kamar, meninggalkan Aisyah berbincang dengan Hasnah. Sampai hari ini, ada satu hal yang belum bisa hilang dari pikiran Farhan. Ia penasaran sekali dengan kehidupan seksual Ayah Mertuanya. Dengan istri 3 dan saling berdampingan, apakah pernah mereka main bersama? Atau ada semacam kesepakatan untuk jadwal bersenggama? Adakah yang paling favorit diantara mereka bertiga sehingga mendapatkan jadwal kunjungan lebih banyak? Dan masih banyak pertanyaan lain perihal itu. Farhan penasaran, tapi tidak mungkin Ia bertanya pada Aisyah.


Memikirkan hal itu jadi menaikkan birahi Farhan. Selama menikah, mereka memang belum pernah bercinta di rumah ini. Kepulangan sebelumnya bertepatan dengan jadwal menstruasi istrinya. Farhan menginginkan hal itu. Dua hari yang lalu adalah waktu terakhir mereka bersetubuh.


AISYAH

"Kenapa Mas matanya genit begitu?"

"Hehehe."

"Ada maunya nih pasti."

"Nggak ada sih. Cuma pengen bermesraan aja."

"Masih jam berapa ini, Mas? Ibu masih belum tidur."

"Kan ya nggak masalah, cuma bermesraan ini."

"Berdasarkan pengalaman sih nggak berhenti sampai di sini."

"Kamu wangi sekali sih, Sya."

"Ssttt. Ada suara Mama kayaknya."


Mereka berhenti sebentar. Samar-samar, terdengar percakapan antara Hasnah dan Fitri, istri ketiga Ustad Bagir. Tapi tentu saja Farhan tidak peduli. Ia terus saja mengendus istrinya. Diperlakukan begitu bikin Aisyah naik juga. Seks dengan Farhan adalah salah satu kegiatan favoritnya kini. Ia jadi menikmati setiap sentuhan dan permainan di sekujur tubuhnya. Aisyah tidak pernah menolak, bukan karena kewajiban tetapi memang Ia juga menginginkan. Kali ini pun, godaan itu tidak bisa dibiarkan. Mereka sudah bercumbu. Di luar, Hasnah dan Fitri masih berbincang. Pasangan itu tidak peduli. Birahi sudah tinggi.


"Massss."


Hanya lenguhan yang bisa dilakukan oleh Aisyah. Suaminya telah melucuti pakaian yang Ia kenakan. Hanya bra dan celana dalam yang masih menempel. Sekujur tubuh Aisyah bergetar. Vaginya mulai basah. Mengetahui hal itu, Farhan segera bergerak. Ia penuhi lubang kenikmatan itu dengan lidah dan jari-jari perkasanya. Sekali lagi, Aisyah hanya bisa melenguh, mendesah menikmati setiap sentuhan yang diberikan. Ada sensasi tersendiri bagi Aisyah bercinta dalam kondisi begini. Entah mengapa, sayup-sayup suara orang tuanya yang sedang berbincang semakin menambah gairah. Farhan juga merasakan hal yang sama. Ia seperti ingin menunjukkan keperkasaan. Pikirannya sedikit dipengaruhi dengan bayangan bagaimana seks yang dilakukan oleh mertuanya. Ada sedikit obsesi dalam diri lelaki itu.


"Masssssss. Ooooooohhhhh."


Penis gagah itu sudah masuk ke sarangnya. Adegan yang selalu dinantikan Aisyah. Ia sangat menikmati bercinta dengan Farhan. Bahkan beberapa waktu lalu, mereka bercinta 10 hari non-stop. Hanya jadwal menstruasi yang menghentikan kegilaan itu. Gilanya, beberapa kali mereka melakukannya lebih dari satu kali dalam sehari. Aisyah sampai berpikiran bahwa Ia bagai pelacur. Tapi semua benar-benar dinikmati oleh wanita alim itu. Suaminya berhasil membuatnya ketagihan dengan seks.


"Ahhhhh. Kalau aku teriak gimana ini ooohhhh."

"Keluarkan, sayang."

"Masss. Ohhhhh."


Tubuh itu menempel bagai perangko dengan kertas. Farhan mengerjai istrinya dari belakang. Sudah tidak ada lagi kain yang menghalangi dua sejoli itu. Mereka disatukan oleh birahi, direkatkan keringat yang mulai keluar pelan-pelan.


"Awwww, aku mau dibawa kemanaa?"


AISYAH

Farhan membopong tubuh istrinya. Dengan hati-hati, Ia mendudukkan tubuh seksi berkeringat itu ke meja rias di sebelah pintu. Segera setelahnya, adegan nikmat itu berlanjut. Farhan tak memberi ampun, terus menghujami vagina istrinya dengan tusukan-tusukan meyakinkan. Tak kuat menahan, Aisyah menggigit pundak suaminya. Ia ingin berteriak tapi lekas sadar bahwa di luar ada dua orang berbincang.


"Massss. Ooohhhhh."

"Ahhhh. Syaaa. Ohhhh."


Teriakan tertahan itu menemui ujung. Aisyah memeluk tubuh Farhan kencang sekali. Ingin meledak rasanya. Sensasi bercinta yang lain. Tubuhnya masih bergetar, menikmati sisa-sisa kenikmatan yang tak bisa digambarkan lagi.


Di ruang tamu, Fitri mohon pamit kepada Hasnah. Pikirannya tidak fokus. Ia datang malam itu dengan tujuan ingin membicarakan acara selamatan rutin di keluarga mereka. Kebetulan, kali ini akan diadakan di kediamannya. Hasnah adalah orang yang selalu bertanggung jawab atas urusan dapur. Ia meminta saran karena suami mereka meminta undangan kali ini jumlahnya ditambah. Sedang serius membicarakan maksud, Fitri justru diberikan sajian suara-suara yang tak asing di telinga. Ia kenal betul desahan-desahan itu. Bahkan ada beberapa kali teriakan kecil. Pikirannya kabur, segala rencana yang Ia bawa dari rumah ambyar seketika. Obrolannya dengan Hasnah malah jadi kacau. Fitri yakin Hasnah mendengar suara yang sama. Jelas sekali masuk ke telinganya. Apalagi suasana di luar mulai sepi. Akhirnya keputusan membicarakan esok hari diambil. Wanita setengah baya itu pulang dengan birahi yang sedikit meninggi. Malam ini bukan gilirannya dikunjungi sang suami. Meskipun jadwal kunjungan, rasanya sudah tak sama lagi. Ustad Bagir makin tua, kemampuannya jelas menurun. Terkadang Ia merindukan masa-masa awal pernikahan yang membuatnya kagum dengan suaminya. Menjadi istri ketiga membuatnya jadi favorit. Meskipun hanya berlangsung sementara karena setelahnya sang suami berkata jika Ia harus adil. Fitri menikmati masa itu. Makin hari, Ia makin merindukannya. Sampai di rumah, Ia segera masuk kamar. Anak-anaknya sudah tidur. Ia mengunci pintu, mematikan lampu, dan melepas semua bajunya. Birahinya tak dapat ditahan lagi. Fitri tenggelam dalam nafsu. Nafasnya terengah-engah. Ia mencari cara memuaskan dirinya sendiri.


Sementara di dalam rumah pasangan yang sedang menikmati sisa-sisa orgasme itu, ada seorang wanita yang sedang kelimpungan. Ia tahu, Fitri pamit pulang bukan karena urusan selesai. Mereka mendengarkan hal yang sama. Dasar anak dan menantunya agak kurang ajar. Sudah tahu ini belum terlampau malam. Ia yakin mereka mendengar suaranya berbincang dengan Fitri. Namun Hasnah mafhum jika masa bulan madu itu belum berakhir. Ia dulu juga begitu. Sebelum hamil Aisyah adalah masa-masa yang akan selalu dirindukan. Apalagi sebagai istri kedua, tujuan pernikahannya adalah segera memiliki anak. Maka persetubuhan itu terjadi dengan frekuensi yang tak sedikit. Suaminya sedang dalam masa keemasan saat itu. Ia yang baru mengenal seks dibikin ketagihan. Dengan sabar, Ustad Bagir mengajarinya. Sampai kemudian Ia menggemari aktivitas itu. Ah, Ia hanya sedang rindu. Sudah lama Hasnah kehilangan keperkasaan suaminya. Usia tentu menjadi penyebab utama. Ia yakin Fitri juga merasakan hal yang sama. Mungkin hanya Laila, istri pertama Ustad Bagir yang tak terlalu masalah. Ia sudah memasuki masa menopause. Saat ini, suaminya hampir tak pernah menggauli istri pertamanya. Kondisi itu seharusnya membuat frekuensi dikunjungi suami bertambah. Tapi yang terjadi tidak semudah itu. Hasnah berusaha keras menekan birahinya. Ia harus mandi. Biasanya itu menjadi cara yang paling manjur.


***


"Aisyah pamit dulu ya, Bah."

"Iya hati-hati."

"Kakak kalau seminarnya jadi kabari saja ya."

"Iya itu mending menginap di rumah Aisyah saja."

"Lihat nanti ya, kalau jadi."

"Mari semua ya, assalamualaikum."


Seperti yang sudah-sudah, pasangan itu pulang selepas isya'. Dalam perjalanan kembali ke rumah, Aisyah mengajak suaminya berbincang tentang banyak hal. Semakin hari, wanita itu makin senang berdiskusi apapun dengan Farhan. Suaminya juga selalu terbuka, seperti kesepakatan mereka sejak awal. Tentu ada satu hal yang belum pernah disampaikan Farhan hingga saat ini. Hubungannya dengan Winda masih terus berlanjut. Dia sadar benar pernikahan ini terjadi karena hubungannya dengan Winda. Selain itu, seks dengan istri Dibyo juga masih sangat menyenangkan. Farhan seperti memiliki dua istri yang berbeda tipenya. Jika bosan dengan satu, Ia akan mencoba yang lainnya. Sensasi berbeda yang ditawarkan oleh dua wanitanya membuat Farhan tidak bisa melepas satu diantaranya. Beberapa kali terlintas di pikiran untuk bisa bermain dengan keduanya. Namun semua dibuang jauh karena hal itu mendekati mustahil.


"Sya, aku mau tanya sesuatu tapi mungkin sedikit sensitif."

"Apa itu, Mas?"

"Umi, Ibu, dan Mama pernah bertengkar nggak ya?"

"Aku kira mau tanya apa."

"Penasaran saja sih. Selama ini kan kelihatan akur-akur saja."

"Tentu pernah. Meskipun tidak sering dan bentuknya macem-macem."

"Contohnya?"

"Paling sering sih mereka saling diam. Nggak tegur sapa sampai beberapa hari."

"Selain itu?"

"Mungkin saling menolak jika ada kegiatan bersama."

"Biasanya apa masalahnya?"

"Paling banyak karena cemburu."

"Karena Abah lebih banyak waktu dengan salah satu dari mereka?"

"Salah satunya itu."

"Memangnya ada yang lain?"

"Satu orang dibelikan baju, yang dua lainnya pasti mau dong. Atau kalau yang satu dikasih hadiah pasti lainnya uring-uringan."

"Lucu juga ya."

"Memang. Meskipun kadang sebel juga tapi lama-lama bikin ketawa."

"Kalau soal ranjang?"

"Pengen tahu banget nih?"

"Penasaran saja, sih."

"Sebelum itu aku mau tanya."

"Apa itu?"

"Mas punya pikiran kayak Abah?"

"Punya istri 3?"

"Iya."

"Belum, sih. Kelihatannya repot."

"Tapi mau?"

"Belum sih. Memangnya kamu mau?"

"Kadang punya pikiran ke sana. Tapi nggak, ah."

"Kenapa?"

"Aku belum siap."

"Satu aja kewalahan. Kok mau dua apalagi tiga."

"Kewalahan apa ini?"

"Melayani istriku yang ternyata nafsunya wow."

"Iiiihhh."

"Untung aja enak."

"Jadi pengen."

"Tuh, kan. Baru aja dibilang."

"Habisnya enak."

"Pertanyaan yang tadi belum dijawab."

"Mau tahu banget nih, boss?"

"Banget. Bangeeeeet."

"Yang jelas mereka pernah main bertiga."

"HAAAAH?"
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd