Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG JALAN HIDUP SIAPA YANG TAHU

Status
Please reply by conversation.
EPISODE 20

"Seadanya ya, Bah."

"Ini bagus sekali, Han. Lebih dari cukup untuk hidup berdua atau bahkan berempat."

"Alhamdulillah Pak Dibyo baik, Bah."

"Kalau itu saya tidak ragu. Dia kesini tidak?"

"Bilangnya begitu, Bah. Sudah saya kabari juga tadi kalau sampai."

"Abah istirahat dulu tidak apa-apa."

"Abah di sini saja. Sejuk."


Untuk pertama kalinya rumah itu ramai pengunjung. Biasanya hanya Dibyo. Sesekali Edo datang untuk main. Dan terakhir Rima. Ah, Farhan jadi ingat persetubuhan dengan Rima di rumah ini. Bagaimana kabar wanita itu? Sudah hampir seminggu tidak bertemu. Bagaimana juga kabar Winda? Farhan tidak sabar bertemu. Tapi ada perasaan deg-degan menanti respon Winda atas pernikahannya. Harus diakui Farhan ketiban untung dari ide Winda yang satu ini. Mungkin saja istri Dibyo itu menyesal. Farhan hanya ingin cepat bertemu.


"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Alhamdulillah silakan Pak Dibyo."

"Maaf baru datang, Pak Ustad. Tadi ada agenda sama keluarga."

"Hari Minggu memang waktunya dengan keluarga, Pak."

"Ini istri saya, Pak Ustad."

"Assalamualaikum Pak Ustad dan Ibu Ustadzah."

"Waalaikumsalam. Mari di dalam."

"Han! Sehat?"

"Alhamdulillah masih bisa angkat-angkat, Pak."

"Wajahnya jadi agak cerah ya, Pak Ustad."

"Sudah kena air pesantren tiap hari itu, Pak. Dan berkah punya istri."

"Memang beda aura pengantin baru."

"Ini istrinya, Han?"

"Iya, Bu. Silakan berkenalan."

"Aisyah, Bu."

"Winda. Cantik sekali kamu."

"Pepatah dapat durian runtuh cocok buat Farhan, Ma."

"Ini semua berkat Pak Dibyo dan Bu Winda. Saya yang dapat rezekinya."


Sore yang cukup akrab. Winda berusaha menutupi kecanggungan. Beberapa kali Ia berbincang santai penuh gurau dengan Aisyah atau Hasnah. Sesekali menimpali guyonan dari percakapan Ustad Bagir dan suaminya. Ada sedikit perasaan cemburu. Winda membayangkan apakah Farhan sudah menggauli Aisyah. Betapa beruntungnya wanita itu akan setiap hari mendapatkan kenikmatan yang selama ini memuaskannya. Darahnya berdesir. Terbayang persetubuhan terakhir dengan Farhan yang membuatnya kelojotan. Rindu juga Winda dengan aktivitas itu. Sekarang Ia hanya bisa meratap. Menanti kesempatan yang entah kapan datang lagi.


"Sekali lagi selamat ya Han, Aisyah. Mudah-mudahan sakinah, mawaddah, marohmah."

"Terima kasih, Bu. Maaf mungkin kami masih akan sering merepotkan."

"Kami siap membantu jika memang perlu. Paling tidak saya senang Farhan kalau ke rumah tidak sendirian terus."

"Biasanya datang tak diundang ya, Bu."

"Kami pamit dulu, Pak Ustad. Hati-hati nanti pulangnya."

"Saya terima kasih banyak, Pak Dibyo. Sudah baik kepada Farhan dan kami."

"Setimpal dengan apa yang diberikan Farhan ke saya, Pak."

"Kapan-kapan saya mampir ya kalau berkunjung ke sini lagi."

"Saya sangat menunggu momen itu, Pak Ustad."


Satu per satu pamit. Ustad Bagir dan Hasnah juga akhirnya pamit. Mereka memang tidak bisa menginap. Ada banyak yang perlu diurus di pesantren esok hari. Keluarga yang lain sudah merencanakan berkunjung juga di lain waktu.


"Dibereskan besok saja tidak masalah, Sya."

"Nanggung, Mas. Tinggal sedikit, kok."

"Kalau gitu saya bereskan yang di luar ya."

"Terima kasih, Mas."


***



AISYAH

"Besok Mas Farhan jadi masuk?"

"Sepertinya iya. Tapi agak siang saja rencananya."

"Biasanya apa yang disiapkan, Mas?"

"Tidak usah. Biar saya saja, Sya."

"Saya belajar dulu ya, Mas. Nanti setelah itu biar saya yang menyiapkan."

"Tapi jangan dijadikan tanggungan ya. Saya masih bisa kok."

"Ini kan tugas saya, Mas."

"Bukan. Tidak ada tugasmu atau tugas saya. Kita kan tim jadi yang ada kerja sama."

"Terima kasih, Mas."

"Simpan terima kasih itu. Saya belum ngasih apa-apa ke kamu."

"Mas Farhan kecewa nggak sama saya?"

"Soal apa, Sya?"

"Sampai hari ini saya masih pakai baju muslimah lengkap di depan Mas Farhan. Bahkan ketika tidur."

"Tidak sama sekali. Saya tahu kamu butuh waktu. Pun saya juga begitu. Kalau kamu belum nyaman, jangan dipaksa."

"Saya mau coba ya, Mas. Jangan diketawain."

"Apa saya perlu tutup mata? Atau keluar kamar dulu?"

"Ih. Saya saja yang ke kamar mandi."


Alangkah terkejutnya Farhan dengan apa yang Ia lihat keluar dari kamar mandi. Wanita cantik dengan rambut panjang, kulit putih, dan bodi yang ternyata bikin menelan ludah. Ah, kemarin Ia hanya melihat sesuatu yang terbungkus rapi. Untuk sedikit menerka saja tidak ada celah. Sekarang Farhan menyaksikan apa yang ada di dalam bungkus tersebut. Kalau begini, mendapat durian runtuh menjadi perumpamaan yang amat tepat.


"Kok bengong sih, Mas."

"Ini diluar ekspektasi saya, Sya."

"Mengecewakan, ya?"

"Tentu tidak sama sekali. Ini menakjubkan."

"Memang benar ya kalau laki-laki itu tukang gombal."

"Saya tidak apa-apa kok dibilang tukang gombal."

"Tapi jujur masih aneh, Mas, rasanya."

"Sebentar. Ini baju baru beli atau sudah lama?"

"Sudah lama. Saya suka pakai baju begini kok kalau tidur."

"Ada yang lebih seksi, nggak?"

"Ih, dasar mesum!"


Bidadari yang berada di depan Farhan memang diluar ekspektasi. Ia mengenakan baju tidur model terusan dengan tanpa lengan. Tidak seksi-seksi amat sebenarnya. Hanya saja untuk ukuran Aisyah, ini sudah luar biasa. Satu hal yang membuat Farhan sedikit terbelalak adalah ukuran dua gunung kembar dibalik baju tidur itu. Terlihat menonjol meski tak sebesar milik Rima. Sebenarnya Farhan siap-siap saja memulai malam pertama, tapi Ia tidak mungkin memaksa.


"Untuk sesuatu seperti pengantin baru pada umumnya, saya kayaknya belum siap, Mas."

"Lihat kamu begini saja saya sudah senang, Sya. Pelan-pelan saja."

"Mas Farhan mau tidur sekarang?"

"Saya nggak yakin bisa tidur."

"Kalau begitu saya tidur di luar saja."

"Kenapa begitu?"

"Takut. Ada buaya ganas tidak bisa tidur."

"Bukan cuma ganas, lapar juga."

"Aww. Mas. Geli ih."


Satu tahap lebih tinggi berhasil dilalui. Setelah melepas jilbab dan berganti dengan baju tidur, Farhan mulai berani menyentuh. Aisyah juga tidak sepenuhnya menghindar. Adegan bercanda mereka mulai main fisik. Waktu yang ditunggu semakin dekat.


"Mas."

"Iya, Sya?"

"Nggak apa-apa kan kalau saya belum siap?"

"Kita akan coba sampai kamu siap."

"Mas Farhan siap?"

"Laki-laki mana yang tidak siap mendapatkan istri seperti bidadari?"

"Ih kok gombal terus sih."

"Ya sudah aku diam saja."

"Ada yang ngambek nih."

"Menolak bicara."

"Beneran mau gerakan tutup mulut?"

"Ini demo diam."

"Kalau dipeluk masih tetap diam?"

"Demo diam selesai."


Akhirnya satu langkah terlampaui lagi. Mereka berpelukan. Sedikit kaku tapi itu hanya sementara. Pelukan yang nyaman sekali. Farhan sepertinya mulai dijangkiti perasaan aneh. Bagi Aisyah, ini adalah laki-laki pertama yang mendapat pelukannya. Ada perasaan canggung. Badannya sedikit kaku. Tapi muncul perasaan tenang beberapa saat kemudian. Pelukan Farhan mempercepat hadirnya rasa nyaman. Laki-laki yang baru dikenalnya 6 hari lalu sekarang menjadi yang pertama menyentuh tubuhnya. Mata Aisyah menerawang. Nafasnya mulai teratur. Tidak lama kemudian, suami istri itu memejamkan mata. Mereka terlalu lelah bahkan hanya untuk berbincang.


***

Terbangun di sepertiga malam adalah rutinitas Aisyah. Begitu pun malam ini. Hanya satu yang berbeda, ada seseorang memeluknya dari belakang. Laki-laki itu masih lelap, pulas sekali. Ia berusaha menyingkir dan segera menunaikan shalat malam. Setelahnya, Aisyah memandang suaminya lekat-lekat. Sampai detik ini, Ia masih nyaman. Farhan berhasil mengenalkan diri dengan baik. Tidak ada paksaan. Justru Ia yang membuka diri pelan-pelan. Kalau begini, tinggal menunggu waktu cinta itu bersemi.


Saat kembali ke ranjang, Farhan sudah berubah posisi. Laki-laki itu kini membelakanginya. Perlahan, Aisyah memeluk suaminya. Ia ingin mengucapkan terima kasih telah menerima segala hal akibat dari perjodohan aneh ini. Ada juga ternyata laki-laki asing yang mau menerimanya begitu saja.


"Terima kasih ya, Sya."

"Sejak kapan Mas Farhan bangun?"

"Sejak kamu shalat tadi."

"Saya kan jadi malu."

"Coba lihat kalau malu bagaimana?"

"Mas, ah. Bercanda terus."

"Harusnya bagaimana?"

"Nggak tahu. Bodo."

"Kalau cemberut gitu sedikit bertambah sih kadar cantiknya."

"Nih bonus."

"Aww. Pintar juga ya kalau nyubit. Bisa sakit begini."

"Sudah sana tidur lagi."

"Nggak ah. Mau memandangi istriku dulu."

"Mau cubit lagi nggak?"

"Mau. Asal habis itu dapat cium."


Tidak ada cubitan kedua. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Aisyah mencium bibir Farhan. Sontak sang suami terkejut. Pengalaman membuat Farhan tahu bagaimana harus bertindak. Ia membiarkan bibir mereka bertemu. Tak ada gerakan lanjutan dari Aisyah. Tampak sekali canggungnya. Setelah diam beberapa detik, Farhan mulai memberikan respon. Ia mencium bibir tipis itu perlahan.


"Kalau masih belum yakin tidak apa-apa, Sya."

"Lanjutkan, Mas. Kamu membuat saya jadi berani."


Lampu hijau itu akhirnya datang. Farhan mulai melancarkan aksi perlahan. Sementara Aisyah masih belajar, Farhan membimbingnya dengan sabar. Tangan mereka berpegangan saling meremas pelan.


"Kalau kamu tidak nyaman, bilang ya."


Hanya anggukan yang diberikan Aisyah. Ia mulai mendapatkan momentum. Setelah sekian lama, perasaan itu muncul kembali. Sebagai wanita dewasa, tentu saja birahi tinggi pernah Ia rasakan. Dan kini, dengan sangat luar biasa, Farhan berhasil memancingnya keluar. Pelan tapi pasti, intensitas pertemuan dua bibir itu meningkat. Aisyah mulai bisa mengikuti. Terlihat sekali wanita ini memang amatir untuk urusan begini.


"Jangan berhenti sampai saya bilang ya, Mas. Lakukan seperti yang seharusnya."


Inilah saatnya. Farhan sudah mendapat legalitas untuk menjalankan peran sebagai suami sepenuhnya. Tangan Farhan mulai bekerja. Sedikit demi sedikit tiap inchi bagian tubuh Aisyah menjadi area pendaratan. Pelan sekali. Mood ini yang ingin dibangun oleh Farhan. Insting saja. Ia juga tidak tahu bagaimana cara bercinta dengan wanita yang sama sekali belum berpengalaman. Tiga orang lawan tandingnya selama ini adalah mereka yang sudah tahu seks terbaik harus seperti apa. Ini tantangan sesungguhnya bagi Farhan.


"Kalau ternyata mengecewakan, Aisyah minta maaf ya Mas."

"Kamu harus percaya diri, Sya. Kita nikmati saja semuanya. Jangan memikirkan yang lain."


Kalimat itu menenangkan Aisyah. Tubuhnya makin rileks. Farhan mulai menciumi leher dan tengkuk. Mencari titik sensitif wanita ini.


"Aahhh"


Titik pertama ketemu. Tangan Farhan mulai bersentuhan langsung dengan kulit-kulit bagian dalam. Ia menggerayangi paha mulus milik Aisyah. Tak ada cela. Desahan makin sering terdengar.


"Boleh, Sya?"


Aisyah tidak mampu menjawab. Semua Ia wakilkan dengan anggukan kepala. Farhan membuka satu per satu kancing baju tidur milik istrinya. Tak butuh waktu lama, pemandangan menakjubkan itu tersaji. Aisyah tidak mampu lagi untuk sekedar malu. Birahinya tinggi sekali. Dengan ritme yang masih sama, Farhan mulai mengerjai gunung indah di hadapannya.


"Sshhhh"


Tubuh Aisyah sedikit tersentak. Ini titik kedua. Farhan tidak mau kehilangan momen. Ia terus mengerjai dua bukit yang terbungkus bra berwarna krem itu. Sementara Aisyah hanya bisa menggenggam sprei erat-erat. Rasanya ingin melayang. Inilah pertama kali Ia merasakan begini. Farhan masih tidak percaya jika tubuh istrinya menakjubkan. Lidahnya mulai menjelajahi setiap senti payudara milik Aisyah. Bentuk baju dan bra sudah tak karuan.


"Massssss."


Aisyah meremas kepala Farhan. Ia tidak tahan dengan gelombang kenikmatan yang terus datang bertubi-tubi. Terbaru, jari-jari milik Farhan malah mulai mendarat di depan vaginanya. Celana dalam itu lepas. Ia tak kuasa menahan gerakan cepat suaminya. Dan sejurus kemudian, jari-jari itu sudah menjalankan tugasnya.


"Aaaahhhhhh, Massss."


Pencarian titik sensitif ketiga sedikit butuh usaha. Sambil terus mengerjai payudara indah milik istrinya, Farhan menjelajahi lubang kenikmatan itu.


"Aaaawwwss sssshhh."


Akhirnya ketemu! Farhan menemukan benda kecil yang membuat Aisyah hampir saja berteriak. Tanpa jeda, dua titik sensitif milik istrinya dikerjai. Tidak ada yang bisa menghentikan aksinya hingga kepuasan berhasil didapatkan Aisyah.


"Masssss. Masssss."


Farhan belum mau berhenti. Temponya ditingkatkan. Farhan mencium bibir yang sedikit terbuka. Ia takut wanita itu berteriak. Siapa yang bisa mengontrol dalam kondisi seperti ini.

"Eeehhhh. Hmmmmm. Aaaahhhhhh."

Gelombang itu datang. Aisyah memeluk erat suaminya. Ada sesuatu yang membuatnya enak, Ia tak tahu apa namanya. Badannya terasa melayang. Tubuhnya lolos dari segala ujian. Lega sekali. Keringatnya mulai nampak. Nafasnya ngos-ngosan. Berikutnya, tubuh itu melemah. Ia selalu menyukai perasaan aneh begini.

"Saya mau bilang terima kasih sama Abah."

"Untuk?"

"Ternyata keputusannya tepat lagi."
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd