Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG JALAN HIDUP SIAPA YANG TAHU

Status
Please reply by conversation.
EPISODE 9


RIMA

"Kamu jago juga, Han."

"Lah gimana, lawannya begini."


Dua manusia yang sedang dilanda birahi saling memagut bertukar air liur. Rima tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Farhan yang dikira polos malah membuatnya megap-megap.


Tangan Rima mulai mencari sesuatu di selangkangan Farhan. Dengan sigap, ikat pinggang lepas. Nafas Rima sudah tak karuan lagi ritmenya. Ia nafsu sekali.


Tok. Tok. Tok.


"Han kamu di dalam?"


Buyar. Sepasang laki-laki dan perempuan itu langsung kalang kabut. Rima bingung, wajahnya sedikit pucat. Kombinasi antara birahi yang belum tersalurkan dan ketakutan dipergoki orang lain. Sementara Farhan berusaha tenang. Ia segera membetulkan celana yang sedikit lagi lepas. Dengan kode, Ia meminta Rima bersembunyi.


"Mau makanan nggak?"


Suara itu masih belum pergi. Setenang mungkin, Farhan memasang nada seperti orang bangun tidur.


"Duh mengganggu saja."

"Tak bawa lagi nih makanannya."

"Padahal lagi mimpi enak."

"Tuh lanjutin mimpinya."

"Makasih ya best friend aku."

"Ih najis."

"Btw kamu tahu dari mana aku disini?"

"Pak Halim lah siapa lagi. Eh, Bu Rima mana? Nggak kelihatan."

"Mana kutahu. Pulang, kali."

"Mobilnya ada."

"Ditelpon dong. Punya nomer nya juga."

"Sewot amat. Udah sana merem lagi."

"Kamu balik sendirian, Do?"

"Sama Intan dan Pak Rudi."

"Kalau butuh aku di sini ya."


Selamat. Mereka berdua selamat. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, mereka segera kembali. Farhan lekas memeriksa kondisi Rima.


"Aman, Bu."

"Duh jantung saya mau copot rasanya, Han."

"Kepala saya jadi pusing, Bu."

"Ih, kamu. Mana mungkin diteruskan."

"Terlalu berisiko, Bu. Bisa-bisa kita diarak. Atau paling tidak masuk grup FB."

"Tapi saya keluarnya gimana?"

"Saya cek kondisi dulu."


Setelah memastikan aman, Farhan mempersilakan Rima keluar. Rima langsung menuju toilet yang berada di luar gedung utama. Ia akan berlagak dari toilet.


Pusing juga kepala Farhan. Sudahlah menahan nafsu yang tidak tersalurkan, malah hampir ketahuan. Paling benar adalah mencoba memejamkan mata. Siapa tahu adegan dengan Rima tadi bisa dilanjutkan. Di mimpi.


***


Selepas peristiwa nanggung bersama Farhan siang itu, belum ada lagi kesempatan menuntaskannya hingga hari ini. Rima tidak tahu pbagaimana memulainya lagi. Ada perasaan malu, sungkan, hingga takut kejadian hampir kepergok itu berulang. Beberapa hari ini Ia seperti sadar bahwa dirinya adalah istri dari seorang tentara. Meski suaminya bukan orang yang posesif tapi apa yang akan terjadi jika Ia ketahuan selingkuh. Tiga perselingkuhan yang dijalaninya sebelum ini adalah kisah cinta satu malam. Bahkan dua diantaranya dengan orang yang sama sekali tak dikenalnya dan terjadi di luar kota. Tapi semenjak kejadian pertama, Ia jadi merasa tertantang untuk melakukannya lagi dan lagi. Ada adrenalin tersendiri saat berhasil.


Nampaknya hingga tiba waktu datang bulannya, Rima tidak akan mendapatkan itu. Ini sudah lima hari sejak Ia merasakan ciuman Farhan. Penis yang sudah Ia pegang itu nampak jantan sekali. Mungkin karena perjaka. Ia masih ingat ketika mulai membisiki Farhan, penisnya terasa mulai berdiri. Vaginanya mulai basah membayangkan kejadian di ruang arsip itu. Gara-gara tidak terlampiaskan hampir tiap malam Rima bermain dengan dildonya. Penis mainan itu adalah hadiah dari suaminya. Katanya untuk pengganti jika benar-benar tidak tertahan. Bahkan ukurannya pun mirip. Tidak jarang Rima menggunakannya sambil video call. Sang suami tahu benar istrinya punya libido yang cukup tinggi. Bahkan sering Ia kewalahan meladeni.


"Aaaahhhh Farhaaan. Aaaaah. Sedikit lagi, Han. Aaaah."


Rima orgasme. Dildo itu kembali membuatnya basah. Ah, tapi tetap saja ada yang kurang. Bagi Rima, kenikmatan penis manusia tidak tergantikan. Mau secanggih apapun dildo dibuat. Kekuatan sentuhan dan pertemuan kulit selalu berhasil melipatgandakan birahinya. Suaminya sedang tugas latihan. Ia tak akan bisa dihubungi. Dan ini masih akan berlangsung hingga 3 minggu ke depan. Sebelum jadwal pertemuan mereka selanjutnya. Sialan. Rima mengumpat berkali-kali. Tapi biarlah. Setidaknya malam ini Ia bisa terlelap setelah orgasme bersama dildo kesayangan.


***


Hubungan Rima dan Farhan di kantor masih seperti biasa. Belum ada yang berubah. Kesempatan itu juga belum datang lagi. Farhan lebih banyak mengekor Dibyo yang lumayan sibuk pekan ini. Entah itu urusan kantor sebagai pegawai negeri atau bisnisnya yang makin moncer. Dibyo juga sudah menyelesaikan permintaan Anne untuk mengirim sampel. Tidak ada komunikasi lagi antara Farhan dan Anne hingga hari ini. Farhan lebih banyak kontak dengan staf Anne untuk urusan bisnis. Benar-benar profesional.


"Minggu ini saya ada rencana ke Bali sama Ibu dan anak-anak, Han. Kamu ikut sekalian ya?"

"Wah ya nggak enak saya Pak. Judulnya kan liburan keluarga."

"Kamu ingat saya pernah bilang pijat di Bali sama Reynold waktu kemarin di Jakarta?"

"Ada Ibu lho, Pak. Gimana alasannya?"

"Itulah kenapa kamu saya ajak."

"Berat sekali ini tugasnya."

"Hahaha. Kan ya nggak tiap malam sama Reynold. Paling sekali saja. Namanya juga lobi, Han."

"Bapak sudah bilang sama Ibu?"

"Sudah. Salah satu alasan ajak kamu ya karena ada agenda ketemu Reynold."

"Nggak ada protes, Pak?"

"Pertanyaanmu, Han."

"Iya sih Ibu nggak mungkin protes kalau soal urusan bisnis."

"Kamu urusin tiket sama nginepnya sekalian ya. Komunikasi sama Ibu dia mau nginep di mana."

"Agenda Bapak sama Reynold di mana?"

"Belum tahu. Reynold hanya bilang di sekitar nusa dua."

"Ya sudah nginap di sekitar sana saja ya, Pak. Biar gampang."

"Atur lah. Saya percaya sama kamu."

"Baik, Pak."


Ada-ada saja memang kelakuan Dibyo. Farhan hanya bisa menarik nafas panjang dan mengelus dada. Apa boleh buat, semenjak ikut Dibyo hidupnya jadi lebih baik. Tak mungkin Ia menolak apa-apa yang diminta bosnya itu. Kecuali urusan-urusan yang kriminal dan sangat prinsipil. Dibyo pun tahu soal itu. Dan mereka saling menghargai.


WINDA

Farhan segera menghubungi Winda. Menanyakan dengan baik-baik sesuai perintah Dibyo.


"Nanti kalau saya pengen gimana."

"Bu, please. Saya kan tanya mau nginap di mana."

"Kamu nggak tahu saya kangen sama itu."

"Ibu Winda yang cantik, ayolah. Biar saya bisa segera laporan ke Bapak."

"Emang dasar nggak pengertian. Ya sudah sebentar."

"Saya tunggu 10 menit ya."

"Buru-buru amat."

"Ini natal. Pasti banyak yang pesan. Kalau nggak ada hotel mau nginap di mana?"

"SPBU."


Percakapan Winda dan Farhan memang mulai cair. Beberapa kali selalu diselingi dengan candaan. Hubungan mereka makin hangat meski tidak tiap waktu berkomunikasi. Sudah seperti selingkuhan saja. Tidak hanya soal pemuasan nafsu yang kemudian menjadi kebutuhan mereka. Farhan hanya khawatir terjebak lebih dalam. Ia sangat tahu posisi. Meski harus diakui Farhan makin terpesona oleh fisik dan perlakuan Winda. Setiap kali bayangan itu datang, Farhan selalu membuang jauh-jauh. Ia kembali pada komitmen bahwa ini hanya untuk memuaskan hasrat mereka berdua. Titik.


"Di St. Regis boleh. Atau kalau penuh di Samabe. Bisa juga di Mulia. Jangan yang lain. Terlalu ramai."

"Siap laksanakan."

"Tapi kalau penuh semua ya cari villa saja, Han."

"Baik, Bu. Saya coba kontak semua dulu ya."

"Terima kasih, ganteng."

"Sama-sama, cantik."


Makin ke sini, komitmen hanya soal seks itu makin kabur. Mereka sudah seperti gebetan yang saling menggoda. Mulai perhatian hal-hal kecil. Atau sekedar menyapa saat tak ada kabar. Winda menyadari hal itu. Ia seperti mendapatkan sesuatu lain yang hilang. Usia pernikahan dengan Dibyo membuat tindakan-tindakan romantis itu lenyap pelan-pelan. Mereka juga sudah jarang quality time berdua. Membicarakan hal-hal remeh tentang keseharian. Entah kapan terakhir kali itu terjadi. Kini, pernikahannya adalah soal rutinitas. Melayani kebutuhan suami. Serta membesarkan anak. Sesekali memang Dibyo masih memberikan hadiah-hadiah barang kesukaan Winda. Tapi Ia ingin lebih dari itu. Ia ingin api cinta itu kembali seperti semula. Susah, memang. Ketika ada pemuda yang ternyata tidak hanya memenuhi kebutuhan seksnya, Winda seperti tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Ia masih wanita yang ingin mendapatkan perhatian. Wanita yang ingin didengarkan ocehannya. Wanita yang ingin dipuji sesekali. Farhan pelan-pelan menjadi jawaban. Sialan. Ia tersenyum sendiri sambil menunggu jawaban Farhan soal penginapan.


"St. Regis ada tapi yang villa tinggal yang 1 bedroom semua. Itu pun sisa 2."

"Padahal kan butuh 3. Enaknya gimana?"

"Saya di yang biasa tidak masalah, Bu."

"Jangan, dong."

"Di yang lain malah yang villa habis semua."

"Villanya sebelahan, nggak?"

"Tidak. Hanya jarak 1 villa."

"Kamu tanya Bapak coba."

"Saya sudah tahu jawabannya. Tanya Ibu saja atau terserah kamu. Pasti begitu."

"Ya sudah ambil 2 villa itu. Tapi kamarmu ambil yang dekat dengan Villa."

"Biar apa?"

"Biar malam-malam aku bisa masuk ke kamarmu."

"Takuuuut."

"Takut apa mau?"

"Takut ketahuan."

"Ketahuan siapa?"

"Dinan sama Dara lah."

"Nggak takut ketahuan Bapak?"

"Kalau itu gimana ya."

"Dasar anak nakal."

"Akibat pergaulan dengan ibu-ibu nakal."


Ting.


Winda mengirimkan foto dirinya hanya mengenakan kemeja putih transparan. Tidak ada celana dalam dan bra di sana. Ditambahkan dengan emoji yang mendukung. Darah Farhan langsung naik. Juga nafsunya. Sialan memang istri Dibyo ini. Kalau waktu memungkinkan pasti sudah Ia datangi. Waktu ke Bali masih 2 hari lagi. Itu pun belum tentu kesempatan bisa didapatkan. Daripada makin tidak konsentrasi, Farhan segera menyelesaikan pesanannya. Orang kaya mudah sekali ya mengeluarkan uang, pikirnya. Untuk hotel saja habis segini. Belum yang lain-lain. Tidak habis pikir Farhan dengan kelakuan orang-orang kaya ini.


"Ibu jangan mancing-mancing, deh. Saya kasih tahu Bapak, nih."

"Kasih aja kalau berani."

"Hotel sudah terpesan. Tiket pesawat juga sudah."

"Terima kasih. Eh, kendaraan di sana?"

"Beres. Farhan tour and travel sudah menyiapkan semua."

"Nanti saya kasih bonus."

"Apa itu?"

"Rahasia. Surprise."


Otak Farhan sudah kemana-mana. Meski ada agenda lain dan sudah pasti Ia akan diajak Dibyo bertemu Reynold, Farhan tetap tidak sabar. Dua hari akan terasa sangat panjang. Ia makin pusing. Kombinasi antara kepala dan nafsu yang ingin segera disalurkan.


"Bagaimana, Han? Sudah semua?"

"Beres, Pak. Tiket sudah, hotel sudah, mobil buat di sana juga sudah."

"Itulah kenapa saya percaya sama kamu."

"Terima kasih, Pak."

"Kamu akan ikut pijat nggak kali ini?"

"Duh, gimana ya, Pak."

"Kamu itu masih saja. Sekali-kali coba lah."

"Saya nggak berani, Pak."

"Saya nggak bisa maksa. Yang penting tugas penting kamu besok adalah ngajak ibu dan anak-anak jalan ya."

"Lah, Bapak?"

"Tetap ikut lah. Tapi kalau nggak kepagian pulangnya."

"Gantiin Pak Slamet lagi ini ceritanya."


Dibyo tertawa. Ia selalu senang dengan kinerja Farhan. Kecuali urusan lendir dan segala hura-huranya, Farhan tidak pernah menolak tugas. Keberuntungan menemukan Farhan benar-benar memudahkan hidup Dibyo. Tapi dibalik tawa Dibyo, Farhan ikut senang. Kesempatan memacu birahi bersama Winda terbuka lebar. Sekali lagi kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
 
EPISODE 9


RIMA

"Kamu jago juga, Han."

"Lah gimana, lawannya begini."


Dua manusia yang sedang dilanda birahi saling memagut bertukar air liur. Rima tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Farhan yang dikira polos malah membuatnya megap-megap.


Tangan Rima mulai mencari sesuatu di selangkangan Farhan. Dengan sigap, ikat pinggang lepas. Nafas Rima sudah tak karuan lagi ritmenya. Ia nafsu sekali.


Tok. Tok. Tok.


"Han kamu di dalam?"


Buyar. Sepasang laki-laki dan perempuan itu langsung kalang kabut. Rima bingung, wajahnya sedikit pucat. Kombinasi antara birahi yang belum tersalurkan dan ketakutan dipergoki orang lain. Sementara Farhan berusaha tenang. Ia segera membetulkan celana yang sedikit lagi lepas. Dengan kode, Ia meminta Rima bersembunyi.


"Mau makanan nggak?"


Suara itu masih belum pergi. Setenang mungkin, Farhan memasang nada seperti orang bangun tidur.


"Duh mengganggu saja."

"Tak bawa lagi nih makanannya."

"Padahal lagi mimpi enak."

"Tuh lanjutin mimpinya."

"Makasih ya best friend aku."

"Ih najis."

"Btw kamu tahu dari mana aku disini?"

"Pak Halim lah siapa lagi. Eh, Bu Rima mana? Nggak kelihatan."

"Mana kutahu. Pulang, kali."

"Mobilnya ada."

"Ditelpon dong. Punya nomer nya juga."

"Sewot amat. Udah sana merem lagi."

"Kamu balik sendirian, Do?"

"Sama Intan dan Pak Rudi."

"Kalau butuh aku di sini ya."


Selamat. Mereka berdua selamat. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, mereka segera kembali. Farhan lekas memeriksa kondisi Rima.


"Aman, Bu."

"Duh jantung saya mau copot rasanya, Han."

"Kepala saya jadi pusing, Bu."

"Ih, kamu. Mana mungkin diteruskan."

"Terlalu berisiko, Bu. Bisa-bisa kita diarak. Atau paling tidak masuk grup FB."

"Tapi saya keluarnya gimana?"

"Saya cek kondisi dulu."


Setelah memastikan aman, Farhan mempersilakan Rima keluar. Rima langsung menuju toilet yang berada di luar gedung utama. Ia akan berlagak dari toilet.


Pusing juga kepala Farhan. Sudahlah menahan nafsu yang tidak tersalurkan, malah hampir ketahuan. Paling benar adalah mencoba memejamkan mata. Siapa tahu adegan dengan Rima tadi bisa dilanjutkan. Di mimpi.


***


Selepas peristiwa nanggung bersama Farhan siang itu, belum ada lagi kesempatan menuntaskannya hingga hari ini. Rima tidak tahu pbagaimana memulainya lagi. Ada perasaan malu, sungkan, hingga takut kejadian hampir kepergok itu berulang. Beberapa hari ini Ia seperti sadar bahwa dirinya adalah istri dari seorang tentara. Meski suaminya bukan orang yang posesif tapi apa yang akan terjadi jika Ia ketahuan selingkuh. Tiga perselingkuhan yang dijalaninya sebelum ini adalah kisah cinta satu malam. Bahkan dua diantaranya dengan orang yang sama sekali tak dikenalnya dan terjadi di luar kota. Tapi semenjak kejadian pertama, Ia jadi merasa tertantang untuk melakukannya lagi dan lagi. Ada adrenalin tersendiri saat berhasil.


Nampaknya hingga tiba waktu datang bulannya, Rima tidak akan mendapatkan itu. Ini sudah lima hari sejak Ia merasakan ciuman Farhan. Penis yang sudah Ia pegang itu nampak jantan sekali. Mungkin karena perjaka. Ia masih ingat ketika mulai membisiki Farhan, penisnya terasa mulai berdiri. Vaginanya mulai basah membayangkan kejadian di ruang arsip itu. Gara-gara tidak terlampiaskan hampir tiap malam Rima bermain dengan dildonya. Penis mainan itu adalah hadiah dari suaminya. Katanya untuk pengganti jika benar-benar tidak tertahan. Bahkan ukurannya pun mirip. Tidak jarang Rima menggunakannya sambil video call. Sang suami tahu benar istrinya punya libido yang cukup tinggi. Bahkan sering Ia kewalahan meladeni.


"Aaaahhhh Farhaaan. Aaaaah. Sedikit lagi, Han. Aaaah."


Rima orgasme. Dildo itu kembali membuatnya basah. Ah, tapi tetap saja ada yang kurang. Bagi Rima, kenikmatan penis manusia tidak tergantikan. Mau secanggih apapun dildo dibuat. Kekuatan sentuhan dan pertemuan kulit selalu berhasil melipatgandakan birahinya. Suaminya sedang tugas latihan. Ia tak akan bisa dihubungi. Dan ini masih akan berlangsung hingga 3 minggu ke depan. Sebelum jadwal pertemuan mereka selanjutnya. Sialan. Rima mengumpat berkali-kali. Tapi biarlah. Setidaknya malam ini Ia bisa terlelap setelah orgasme bersama dildo kesayangan.


***


Hubungan Rima dan Farhan di kantor masih seperti biasa. Belum ada yang berubah. Kesempatan itu juga belum datang lagi. Farhan lebih banyak mengekor Dibyo yang lumayan sibuk pekan ini. Entah itu urusan kantor sebagai pegawai negeri atau bisnisnya yang makin moncer. Dibyo juga sudah menyelesaikan permintaan Anne untuk mengirim sampel. Tidak ada komunikasi lagi antara Farhan dan Anne hingga hari ini. Farhan lebih banyak kontak dengan staf Anne untuk urusan bisnis. Benar-benar profesional.


"Minggu ini saya ada rencana ke Bali sama Ibu dan anak-anak, Han. Kamu ikut sekalian ya?"

"Wah ya nggak enak saya Pak. Judulnya kan liburan keluarga."

"Kamu ingat saya pernah bilang pijat di Bali sama Reynold waktu kemarin di Jakarta?"

"Ada Ibu lho, Pak. Gimana alasannya?"

"Itulah kenapa kamu saya ajak."

"Berat sekali ini tugasnya."

"Hahaha. Kan ya nggak tiap malam sama Reynold. Paling sekali saja. Namanya juga lobi, Han."

"Bapak sudah bilang sama Ibu?"

"Sudah. Salah satu alasan ajak kamu ya karena ada agenda ketemu Reynold."

"Nggak ada protes, Pak?"

"Pertanyaanmu, Han."

"Iya sih Ibu nggak mungkin protes kalau soal urusan bisnis."

"Kamu urusin tiket sama nginepnya sekalian ya. Komunikasi sama Ibu dia mau nginep di mana."

"Agenda Bapak sama Reynold di mana?"

"Belum tahu. Reynold hanya bilang di sekitar nusa dua."

"Ya sudah nginap di sekitar sana saja ya, Pak. Biar gampang."

"Atur lah. Saya percaya sama kamu."

"Baik, Pak."


Ada-ada saja memang kelakuan Dibyo. Farhan hanya bisa menarik nafas panjang dan mengelus dada. Apa boleh buat, semenjak ikut Dibyo hidupnya jadi lebih baik. Tak mungkin Ia menolak apa-apa yang diminta bosnya itu. Kecuali urusan-urusan yang kriminal dan sangat prinsipil. Dibyo pun tahu soal itu. Dan mereka saling menghargai.


WINDA

Farhan segera menghubungi Winda. Menanyakan dengan baik-baik sesuai perintah Dibyo.


"Nanti kalau saya pengen gimana."

"Bu, please. Saya kan tanya mau nginap di mana."

"Kamu nggak tahu saya kangen sama itu."

"Ibu Winda yang cantik, ayolah. Biar saya bisa segera laporan ke Bapak."

"Emang dasar nggak pengertian. Ya sudah sebentar."

"Saya tunggu 10 menit ya."

"Buru-buru amat."

"Ini natal. Pasti banyak yang pesan. Kalau nggak ada hotel mau nginap di mana?"

"SPBU."


Percakapan Winda dan Farhan memang mulai cair. Beberapa kali selalu diselingi dengan candaan. Hubungan mereka makin hangat meski tidak tiap waktu berkomunikasi. Sudah seperti selingkuhan saja. Tidak hanya soal pemuasan nafsu yang kemudian menjadi kebutuhan mereka. Farhan hanya khawatir terjebak lebih dalam. Ia sangat tahu posisi. Meski harus diakui Farhan makin terpesona oleh fisik dan perlakuan Winda. Setiap kali bayangan itu datang, Farhan selalu membuang jauh-jauh. Ia kembali pada komitmen bahwa ini hanya untuk memuaskan hasrat mereka berdua. Titik.


"Di St. Regis boleh. Atau kalau penuh di Samabe. Bisa juga di Mulia. Jangan yang lain. Terlalu ramai."

"Siap laksanakan."

"Tapi kalau penuh semua ya cari villa saja, Han."

"Baik, Bu. Saya coba kontak semua dulu ya."

"Terima kasih, ganteng."

"Sama-sama, cantik."


Makin ke sini, komitmen hanya soal seks itu makin kabur. Mereka sudah seperti gebetan yang saling menggoda. Mulai perhatian hal-hal kecil. Atau sekedar menyapa saat tak ada kabar. Winda menyadari hal itu. Ia seperti mendapatkan sesuatu lain yang hilang. Usia pernikahan dengan Dibyo membuat tindakan-tindakan romantis itu lenyap pelan-pelan. Mereka juga sudah jarang quality time berdua. Membicarakan hal-hal remeh tentang keseharian. Entah kapan terakhir kali itu terjadi. Kini, pernikahannya adalah soal rutinitas. Melayani kebutuhan suami. Serta membesarkan anak. Sesekali memang Dibyo masih memberikan hadiah-hadiah barang kesukaan Winda. Tapi Ia ingin lebih dari itu. Ia ingin api cinta itu kembali seperti semula. Susah, memang. Ketika ada pemuda yang ternyata tidak hanya memenuhi kebutuhan seksnya, Winda seperti tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Ia masih wanita yang ingin mendapatkan perhatian. Wanita yang ingin didengarkan ocehannya. Wanita yang ingin dipuji sesekali. Farhan pelan-pelan menjadi jawaban. Sialan. Ia tersenyum sendiri sambil menunggu jawaban Farhan soal penginapan.


"St. Regis ada tapi yang villa tinggal yang 1 bedroom semua. Itu pun sisa 2."

"Padahal kan butuh 3. Enaknya gimana?"

"Saya di yang biasa tidak masalah, Bu."

"Jangan, dong."

"Di yang lain malah yang villa habis semua."

"Villanya sebelahan, nggak?"

"Tidak. Hanya jarak 1 villa."

"Kamu tanya Bapak coba."

"Saya sudah tahu jawabannya. Tanya Ibu saja atau terserah kamu. Pasti begitu."

"Ya sudah ambil 2 villa itu. Tapi kamarmu ambil yang dekat dengan Villa."

"Biar apa?"

"Biar malam-malam aku bisa masuk ke kamarmu."

"Takuuuut."

"Takut apa mau?"

"Takut ketahuan."

"Ketahuan siapa?"

"Dinan sama Dara lah."

"Nggak takut ketahuan Bapak?"

"Kalau itu gimana ya."

"Dasar anak nakal."

"Akibat pergaulan dengan ibu-ibu nakal."


Ting.


Winda mengirimkan foto dirinya hanya mengenakan kemeja putih transparan. Tidak ada celana dalam dan bra di sana. Ditambahkan dengan emoji yang mendukung. Darah Farhan langsung naik. Juga nafsunya. Sialan memang istri Dibyo ini. Kalau waktu memungkinkan pasti sudah Ia datangi. Waktu ke Bali masih 2 hari lagi. Itu pun belum tentu kesempatan bisa didapatkan. Daripada makin tidak konsentrasi, Farhan segera menyelesaikan pesanannya. Orang kaya mudah sekali ya mengeluarkan uang, pikirnya. Untuk hotel saja habis segini. Belum yang lain-lain. Tidak habis pikir Farhan dengan kelakuan orang-orang kaya ini.


"Ibu jangan mancing-mancing, deh. Saya kasih tahu Bapak, nih."

"Kasih aja kalau berani."

"Hotel sudah terpesan. Tiket pesawat juga sudah."

"Terima kasih. Eh, kendaraan di sana?"

"Beres. Farhan tour and travel sudah menyiapkan semua."

"Nanti saya kasih bonus."

"Apa itu?"

"Rahasia. Surprise."


Otak Farhan sudah kemana-mana. Meski ada agenda lain dan sudah pasti Ia akan diajak Dibyo bertemu Reynold, Farhan tetap tidak sabar. Dua hari akan terasa sangat panjang. Ia makin pusing. Kombinasi antara kepala dan nafsu yang ingin segera disalurkan.


"Bagaimana, Han? Sudah semua?"

"Beres, Pak. Tiket sudah, hotel sudah, mobil buat di sana juga sudah."

"Itulah kenapa saya percaya sama kamu."

"Terima kasih, Pak."

"Kamu akan ikut pijat nggak kali ini?"

"Duh, gimana ya, Pak."

"Kamu itu masih saja. Sekali-kali coba lah."

"Saya nggak berani, Pak."

"Saya nggak bisa maksa. Yang penting tugas penting kamu besok adalah ngajak ibu dan anak-anak jalan ya."

"Lah, Bapak?"

"Tetap ikut lah. Tapi kalau nggak kepagian pulangnya."

"Gantiin Pak Slamet lagi ini ceritanya."


Dibyo tertawa. Ia selalu senang dengan kinerja Farhan. Kecuali urusan lendir dan segala hura-huranya, Farhan tidak pernah menolak tugas. Keberuntungan menemukan Farhan benar-benar memudahkan hidup Dibyo. Tapi dibalik tawa Dibyo, Farhan ikut senang. Kesempatan memacu birahi bersama Winda terbuka lebar. Sekali lagi kesempatan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Kentang kentang
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd