Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG JALAN HIDUP SIAPA YANG TAHU

Status
Please reply by conversation.
Terima kasih buat yang sudah mampir dan meninggalkan pesan atau reaksi apa pun. Seperti biasa, saya minta maaf jika tiba biaa membalas satu per satu. Silakan menikmati setiap episode dari cerita ini sampai tamat ya teman-teman. Sayangnya, tidak setiap episode mengandung adegan ranjang atau enak-enak. Bagi yang mengikuti cerita saya mungkin sudah paham.

Jadi, selamat membaca.
 
EPISODE 2


WINDA

Farhan dan Dibyo sedang dalam perjalanan menuju salah satu tempat hiburan di Jakarta. Seperti biasa, pertemuan dengan Reynold, salah satu rekan bisnis Dibyo selalu dilakukan di tempat begituan. Mereka berdua, Dibyo dan Reynold, sangat cocok dalam urusan ini. Selera mereka juga mirip. Wanita dengan tubuh kecil dan muka imut menggemaskan.


"Kamu kontak siapa kali ini, Han?"


"Semua sudah dipesan Pak Reynold, Pak. Saya tadi hubungi asistennya diminta datang saja"


"Emang dasar cabul. Untung lancar bisnis sama dia"


Mereka tiba di sebuah bar. Dengan mengatakan pesanan Pak Reynold, mereka diarahkan menuju sebuah meja. Ya, Reynold dan beberapa rekannya telah menunggu. Tentu sudah ada beberapa wanita di sana.


Kalau sudah begini, Farhan akan meninggalkan Dibyo larut dalam kesenangannya. Ia minggir. Awalnya risih juga. Tapi demi pekerjaan dan bayangan kehidupan yang lebih baik, Farhan membiasakan diri. Ia akan ada di meja bar untuk minum apa saja yang tidak akan membuatnya mabuk. Dan mengamati apa yang terjadi pada bosnya yang gila wanita itu. Dibyo mulai menjelajahi dua wanita yang merangkul dirinya. Sesuai pesanan; kecil, langsing, dan menggemaskan. Seringkali Farhan heran. Di rumah, Dibyo memiliki istri yang mempesona. Tapi kelakuannya bagai orang tak pernah kenyang. Selalu mencari wanita untuk memuaskan hasratnya. Padahal, beberapa kali Farhan tahu kalau Dibyo ya segitu saja kemampuannya. Mungkin ini perkara tabiat saja. Tidak puas dengan satu wanita. Dan ya ingin terlihat berkuasa. Entahlah. Ia hanya bekerja. Tak ingin menyimpulkan yang tidak-tidak.


"Kita mau geser ke room. Kamu ikut, Han?"


"Saya tunggu di luar ya, Pak. Mau cari udara segar"


"Yakin, nih, Han?"


"Nanti dimarahi mama, Pak Reynold"


Mereka berlalu. Menuju tempat nyaman untuk melepas birahi. Farhan ke luar. Mencari warung kopi terdekat. Dasar bocah kampung.


Arloji Farhan sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Ia sudah berada di depan ruangan tempat Dibyo bergumul dengan wanita-wanita tadi.


"Reynold memang jempolan kalau bawa cewek"


Farhan hanya tersenyum. Ia ngantuk sebenarnya. Tapi tidak mungkin memejamkan mata.


"Besok Reynold minta ketemu di kantornya jam 10, Han. Pesawat kita jam berapa?"


"Jam 4, Pak. Jadi ambil itu saja atau mau reschedule?"


"Itu saja. Dia ngajak pijat sebenarnya tapi kutolak. Kamu kan harus nemani Ibu lusa"


"Siap, Pak"


Mereka sampai hotel. Farhan yang sudah tak kuat menahan kantuk, lelap begitu saja ketika bertemu kasur.


"Saya itu harus berterima kasih sama Farhan, Pak Dib"


"Kenapa begitu?"


"Dia yang membuat saya yakin kalau kerja sama kita 4 bulan lalu akan lancar"


"Saya baru dengar ini, Pak"


"Pak Dibyo masih ingat waktu kita mau tanda tangan perjanjian itu. Ternyata di perjanjian kita ada salah ketik, Pak. Asuransi yang harusnya jadi tanggungan Pak Dibyo belum tertulis. Farhan yang mengoreksi 15 menit sebelum kita teken"


"Farhan belum pernah cerita ke saya"


"Dia ini orang jujur, Pak. Pertahankan. Selama ada dia di tim Bapak, saya jamin kerja sama kita tidak akan pernah putus"


"Terima kasih, Pak Reynold. Tapi kayaknya berlebihan, Pak"


"Seperti ini. Dia selalu merendah"


"Itulah kenapa dia selalu ada di sebelah saya, Pak Reynold"


"Terima kasih, Pak Dib. Mudah-mudahan kali ini lancar, seperti biasanya"


"Saya juga harus berterima kasih. Pak Reynold sudah percaya"


"Jadi, jadwal pijat kita kapan ini?"


"Bosan saya di Jakarta. Kita coba Bali, lah"


"Deal. Bulan depan"


"Biar diatur Farhan ya"


Tawa bergemuruh di ruangan itu. Farhan dan Dibyo pamit dengan membawa uang. Bisnis lancar, hati senang, kelamin juga dapat makan. Kecuali Farhan, tentu saja.


"Saya sudah bilang ke Ibu tadi, Han. Dia oke-oke saja"


"Siap, Pak. Tugas saya belum berubah kan, Pak?"


"Masih sama. Kamu bawa Accord saja ya, besok"


"Dicopy, Pak"


Sampai di rumah, Farhan tidak bisa tidur. Rasanya sudah seperti anak sekolah akan study tour keesokan hari. Meski ini bukan pertama kali bertindak sebagai supir Winda, tapi ini pertama kali mereka akan pergi dengan jarak yang cukup jauh. Ia hanya takut tak bisa bertindak normal. Apa jangan-jangan Farhan terkena sindrom takut bertemu wanita cantik, ya. Dasar anak muda. Ada-ada saja keanehannya.


"Ini kita berangkatnya rombongan atau langsung saja, Bu?


"Langsung saja, Han. Wong malah ada yang sudah menginap di sana"


"Baik, Bu. Sudah tidak ada yang ketinggalan?"


"Aman"


Mereka akan menempuh perjalanan selama kurang lebih dua jam. Acara akan dilakukan di sebuah villa di dataran tinggi. Sebagai salah satu istri pejabat dan pengusaha sukses, Winda merasa harus mengikuti hal-hal semacam ini. Selain sebagai eksistensi, Ia juga ingin menjaga kredibilitas suaminya. Semua tahu, arisan di kalangan sosialita tidak hanya soal pertemanan dan uang. Ada berbagai tujuan di sana. Arisan kali ini beranggotakan sekitar 15 orang. Isinya adalah istri para pengusaha. Sudah jangan tanya berapa uang atau barang mahal yang berputar di sana. Tujuan utamanya bukan itu.


"Kemarin gimana di Jakarta, Han?"


"Lancar, Bu"


"Apa saja agendanya?"


"Rapat dengan kementerian dan ketemu rekan bisnis Bapak, Pak Reynold"


"Selain itu?"


"Tidak ada lagi sih, Bu"


"Kamu benar-benar orang kepercayaannya Bapak ya"


"Pekerjaan saya begitu, Bu"


"Sudah berkali-kali saya coba pancing tapi kamu selalu punya cara untuk menutupi. Saya sebenarnya tahu kok kegiatan Bapak kalau sedang dinas begitu"


Farhan hanya diam. Ia tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Ini salah satu hal yang menjadi kekhawatirannya hari ini.


"Ketika menikah dengan Bapak, saya tau risiko ini. Hobinya ya seperti itu. Dia terus terang juga dulu. Saya cuma berharap, mungkin suatu hari nanti akan berubah. Tapi ya ternyata sampai 15 tahun tahun menikah masih sama saja"


Farhan masih diam. Selain masih belum tahu harus menjawab apa, Ia juga ingin mendengarkan lebih banyak.


"Semoga saja Bapak tetap sehat dan tidak mendapatkan penyakit apapun. Saya cuma khawatir itu, Han. Itulah kenapa saya berusaha menggali info dari kamu. Soal kelakuannya, nggak usah lah kamu menutupi. Saya juga sudah paham"


Farhan belum siap untuk bersuara. Ia masih menunggu. Siapa tahu akan keluar kalimat lain lagi. Ia tidak pernah mau memotong pembicaraan.


"Apa jangan-jangan kamu juga ikutan sama Bapak, Han?"


Deg. Farhan tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini.


"Sampai hari ini, saya masih bisa menjalankan tugas yang diberikan Bapak waktu mempekerjakan saya, Bu."


"Apa tugas itu?"


"Menyiapkan kebutuhan, mendampingi dia dalam pekerjaan, dan menjaga untuk tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan"


"Kamu selalu memberikan jawaban mengambang ya"


Farhan hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Ia sadar, jawabannya sangat normatif. Dan Winda tahu itu.


"Termasuk mengantarkan saya hari ini? Bagian tugas yang mana?"


"Saya hanya diminta menggantikan Pak Slamet yang diberikan tugas lain sama Bapak, Bu"


"Ya saya tahu kamu akan jawab seperti ini"


Winda kecewa. Ia tidak bisa menggali info apapun dari Farhan. Benar-benar anak buah yang loyal, pikirnya. Padahal, Farhan juga belum lama ikut suaminya. Winda jadi paham kenapa Dibyo sangat percaya dengan Farhan.


Setelah percakapan itu, Winda tidak membuka mulut lagi. Ia sengaja memasang mode kecewa. Berharap Farhan tidak enak dan membuka diri. Sedikit lagi sampai di lokasi, Farhan belum juga bersuara.


"Gerbangnya cat biru dan ada gapura kayak candi-candi gitu Han"


"Ini kali ya, Bu?"


"Kalau berdasarkan google maps, sih, benar. Coba kamu masuk saja"


"Permisi, Pak. Ini betul Villa Ken Dedes, ya Pak?"


"Ke acaranya Ibu Merlin?"


"Iya, Pak"


"Langsung ke belakang ya, Mas"


"Terima kasih, Pak"


Farhan mengarahkan mobil sesuai petunjuk. Di bagian belakang ternyata ada tempat parkir yang cukup luas. Sudah ada beberapa mobil terparkir. Tidak ada yang jelek. Mobil mahal semua.


"Saya tunggu di sini saja ya, Bu. Kalau butuh Ibu telepon saja"


"Kamu bukannya ditugaskan Bapak untuk mengawasi saya?"


Farhan mematung sepersekian detik. Ia tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu.


"Saya percaya sama Ibu. Bapak percaya sama saya"


Farhan memberikan senyuman. Winda membalas tak kalah manis. Ia kemudian berlalu dan masuk ke villa untuk menemui teman-teman sosialitanya. Farhan masih bingung dengan jawaban yang Ia keluarkan barusan. Entahlah. Ia ingin tidur sementara. Badannya payah sekali.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd