Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI - TAMAT GAUN PENGHANTAR KEMATIAN

Apakah nasib Ratih dan Raka akan selamat diakhir cerita.....?


  • Total voters
    124
  • Poll closed .
Bimabet
Ratih pasti memaklumi kalo raka bercerita jujur tapi bisa juga raka tidak menceritakan kepada ratih, tapi tante wulan pastinya tidak tinggal diam. Keinginan tante wulan pastinya semakin besar untuk memiliki Raka dan supaya tidak ada gangguan bisa saja dia menyingkirkan ratih.
Ditunggu lanjutannya hu
 
Ratih pasti memaklumi kalo raka bercerita jujur tapi bisa juga raka tidak menceritakan kepada ratih, tapi tante wulan pastinya tidak tinggal diam. Keinginan tante wulan pastinya semakin besar untuk memiliki Raka dan supaya tidak ada gangguan bisa saja dia menyingkirkan ratih.
Ditunggu lanjutannya hu
Nanti bakalan Raka jujur ke Ratih tentang kejadian ia dg tante wulan, di part-part berikut nya om...

Ikuti terus cerita ini yang mulai masuk ke part-part yang menegangkan, merinding dan mencekam hingga akhir cerita.
 
:mindik: kok sepi yach!

"Selamat hari rabu".

Semoga hari ini menjadi lebih bermakna dan membahagiakan buat kita semua...:thumbup

:beer:....
 
Cuplikan sepenggal cerita di PART 20.....
.
.
.
Sekilas gambaran percakapan antara ia dengan tante Wulan yang masih bisa ia ingat, sebelum ia lupa dengan diri nya.

"Kalau keadaannya bisa begini seterusnya, saya ingin tinggal di sini saja, tante".

Dengan penuh semangat tante Wulan menjawab, "O, bisa. Bisa sekali, Raka. Kalau kau mau, aku bisa mengaturnya. Tapi...Apakah kau akan mau memberikan kehangatan yang jarang diberikan oleh suamiku?".

"Apakah saya cukup menghangatkan, tante?".

Sekilas tante Wulan tertawa. Ia mempermainkan bibir Raka dengan jemarinya kanan.

"Jadi, tante setuju kalau saya tinggal di sini?".

"Sangat setuju".

"Lantas, dimana saya tinggal?".

"Di kamar mu yang sekarang itu. Apakah kurang memuaskan fasilitas nya?".

Raka menggeleng.

"Saya ingin punya kamar di belakang. Kalau bisa di kamar dekat gudang itu, dekat kamar mandi dan dekat dapur. Saya rasa nyaman di sana, tante".

Tante Wulan terperanjat dan mulai tegang.

Raka agak menyesal, takut ketahuan misinya.

Ia buru-buru berkata, "maksudnya, kalau saya di kamar itu, tante bisa datang sewaktu-waktu dengan bebas, tanpa takut diintip atau diketahui oleh om Hendro".

"Jangan, Raka...!". Tante Wulan mulai lesu.

"Kenapa, tante?", desak Raka.

"Ada kamar yang lebih baik untuk kencan kita. Kamar itu kurang luas. Tudak seperti kamar mu. Dan...".

Tante Wulan mencium pipi Raka.

"Di kamar yang sempit rasa-rasanya aku kurang dapat memperoleh kehangatan. Oh, Raka....".

Tante Wulan mendesah panjang. Tali kimono yang tadinya terkait kini telah terlepas. Raka sengaja memancing gairah perempuan cantik itu, tetapi tante Wulan lebih berani, lebih gesit dan sempat membuat Raka kelabakan untuk menghentikannya.

Tubuh polos itu sekilas membuat gairah nya bangkit, tetapi ia meyakinkan diri nya untuk menolak semua godaan dari tante Wulan.

Dengan tekad kuat, Raka akhirnya berhasil menghentikan. Ia sempat berkata, "usahakan saya bisa tinggal di sini, tante...".

Tante Wulan tidak bisa menahan kesabaran nya, sambil menjawab. "Pasti....Pasti kuusahakan, Raka....".

Ia melancarkan serangan yang bertubi-tubi sehingga Raka menjadi kewalahan.

Di sela nafas yang tak teratur Raka menyempatkan berkata.

"Tapi saya harus tinggal di kamar belakang itu, ya. Tante...".

"Raka....", desahnya.

"Jangan....Oh, jangan di sana...".

"Kenapa....?".

Tante Wulan mengerang lirih sambil berkata.

"Bahaya, oh...Raka...".


Raka terus melancarkan serangan pembalasan, dan tante Wulan bertambah gesit, lincah dan semakin terbakar.

"Kenapa bahaya...? Kenapa, tante....", bisik Raka.

Tante Wulan belum bisa menjawab, karena nafasnya tersengal-sengal.

Raka terus memberikan serangan mendesak, "kenapa bahaya....?".

"Ooohhh...Menyeramkan....Jangan ke sana. Aduh, Raka....!".

"Apa....? Apa yang ada, tante? Apa....?".

"Raka...Oohh...Sangat menyeramkan...".

"Apa yang menyeramkan, tante? Apa, sayang....?".

"Mereka....".

Tante Wulan menggelinjang.

"Mereka ada di sana. Roh....Semua berkumpul di sana, Raka....Raka...".

Sebelum akhirnya ia lupa segalanya dan baru menyadarinya saat ia berada di kamar tante Wulan.

Nanti ane update ntar malam, semoga saja respon pembaca semakin banyak.
 
Terakhir diubah:
Mantap om.. Ratih perlu di tangani khusus. Tapi kunci tetap di Raka..

Setiap sebab pasti ada akibat..
Pengen tau nih hasil nya..

Lanjut om...
Siap om balak...Wow...speeclesh nih di kunjungi suhu balak6, terima kasih sudah mengikuti cerita acak kadul ini...semoga bisa membuat bulu kuduk om balak merinding hehehehe....
 
Waduh keren nih... Udah tante Wulan jadiin istri ke-2 nya Raka juga ya Hu.... Hehehe Ratih istri utama...nanti malam smoga apdet ya Hu... Makasih en keren gelak...
 
Waduh keren nih... Udah tante Wulan jadiin istri ke-2 nya Raka juga ya Hu.... Hehehe Ratih istri utama...nanti malam smoga apdet ya Hu... Makasih en keren gelak...
Insya allah ntar malam ane update, sudah fix dan siap kok, tinggal update part 20... Ean sedikit bocoran di hati Raka cuma ada satu nama.. cinta nya dari pandangan pertama, cinta pertama... Ratih. Ditunggu saja dan terus ikuti... nanti momen2 romantis sedikit berkurang.

Di part-part selanjutnya akan mulai mencekam dan membikin merinding bulu kuduk...
 
Ditunggu suhu updatenya nanti malam mencekam..
Siap om...Tapi kayak nya belum sih, masih menguak misteri dan kaitan kejadian semalam raka dengan tante wulan... tp arah dan alur nya memang mulai mencekam dan merinding nanti part-part selanjut nya.
 
Barusan kelar marathon.
Benar2 misterius
makasih om sudah mampir di trit ini, dan mengikuti cerita ini, ikuti terus cerita ini...hingga tamat. :ampun:
 
PART 20

images_1.jpg

Raka Priambudi Gemilang aka Raka

4394176182_oe8c82322d.jpg

Ratih Puspa Sari Aka Ratih

f19c7ac-0-87c9-4750-a3bc-eaf4df027145.jpg

Wulan Fitriani aka tante Wulan


Pov 3rd


Keesokan hari nya.....

Raka terbangun kesiangan, pukul 09.00 wib. Seluruh tubuh nya terasa letih dan lelah sekali.

Karena kejadian semalam membuat gelisah hati nya, ia bangun dari tempat tidur, dengan muka yang kurang ceria, nampak sekali kalau ia kurang istirahat.

Ya, sejak kejadian semalam! Ia baru bisa memejamkan mata nya sekitar jam 6.00 wib, rasa bersalah nya pada Ratih kekasih nya membuat kegelisahan tersendiri hati nya.

"Ratih.... Maafin Raka...Aku tidak layak untuk mu karena telah mengkhianati cinta suci mu", batin Raka berkata.

Ia masih terbayang kejadian semalam, dimana ia ingin mengorek informasi tentang kamar misterius itu melalui tante Wulan tetapi justru ia terjebak sendiri dengan permainan nya.

Sekilas gambaran percakapan antara ia dengan tante Wulan yang masih bisa ia ingat, sebelum ia lupa dengan diri nya.

"Kalau keadaannya bisa begini seterusnya, saya ingin tinggal di sini saja, tante".

Dengan penuh semangat tante Wulan menjawab, "O, bisa. Bisa sekali, Raka. Kalau kau mau, aku bisa mengaturnya. Tapi...Apakah kau akan mau memberikan kehangatan yang jarang diberikan oleh suamiku?".

"Apakah saya cukup menghangatkan, tante?".

Sekilas tante Wulan tertawa. Ia mempermainkan bibir Raka dengan jemarinya kanan.

"Jadi, tante setuju kalau saya tinggal di sini?".

"Sangat setuju".

"Lantas, dimana saya tinggal?".

"Di kamar mu yang sekarang itu. Apakah kurang memuaskan fasilitas nya?".

Raka menggeleng.

"Saya ingin punya kamar di belakang. Kalau bisa di kamar dekat gudang itu, dekat kamar mandi dan dekat dapur. Saya rasa nyaman di sana, tante".

Tante Wulan terperanjat dan mulai tegang.

Raka agak menyesal, takut ketahuan misinya.

Ia buru-buru berkata, "maksudnya, kalau saya di kamar itu, tante bisa datang sewaktu-waktu dengan bebas, tanpa takut diintip atau diketahui oleh om Hendro".

"Jangan, Raka...!". Tante Wulan mulai lesu.

"Kenapa, tante?", desak Raka.

"Ada kamar yang lebih baik untuk kencan kita. Kamar itu kurang luas. Tudak seperti kamar mu. Dan...".

Tante Wulan mencium pipi Raka.

"Di kamar yang sempit rasa-rasanya aku kurang dapat memperoleh kehangatan. Oh, Raka....".

Tante Wulan mendesah panjang. Tali kimono yang tadinya terkait kini telah terlepas. Raka sengaja memancing gairah perempuan cantik itu, tetapi tante Wulan lebih berani, lebih gesit dan sempat membuat Raka kelabakan untuk menghentikannya.

Tubuh polos itu sekilas membuat gairah nya bangkit, tetapi ia meyakinkan diri nya untuk menolak semua godaan dari tante Wulan.

Dengan tekad kuat, Raka akhirnya berhasil menghentikan. Ia sempat berkata, "usahakan saya bisa tinggal di sini, tante...".

Tante Wulan tidak bisa menahan kesabaran nya, sambil menjawab. "Pasti....Pasti kuusahakan, Raka....".

Ia melancarkan serangan yang bertubi-tubi sehingga Raka menjadi kewalahan.

Di sela nafas yang tak teratur Raka menyempatkan berkata.

"Tapi saya harus tinggal di kamar belakang itu, ya. Tante...".

"Raka....", desahnya.

"Jangan....Oh, jangan di sana...".

"Kenapa....?".

Tante Wulan mengerang lirih sambil berkata.

"Bahaya, oh...Raka...".


Raka terus melancarkan serangan pembalasan, dan tante Wulan bertambah gesit, lincah dan semakin terbakar.

"Kenapa bahaya...? Kenapa, tante....", bisik Raka.

Tante Wulan belum bisa menjawab, karena nafasnya tersengal-sengal.

Raka terus memberikan serangan mendesak, "kenapa bahaya....?".

"Ooohhh...Menyeramkan....Jangan ke sana. Aduh, Raka....!".

"Apa....? Apa yang ada, tante? Apa....?".

"Raka...Oohh...Sangat menyeramkan...".

"Apa yang menyeramkan, tante? Apa, sayang....?".

"Mereka....".

Tante Wulan menggelinjang.

"Mereka ada di sana. Roh....Semua berkumpul di sana, Raka....Raka...".

Sebelum akhirnya ia lupa segalanya dan baru menyadarinya saat ia berada di kamar tante Wulan.

Yang ia ingat saat itu ia melihat Ratih dan seketika sosok tante Wulan menghilang, sebelum akhirnya ia mengikuti ajakan Ratih untuk mengantarkan nya ke atas, di kamar tante nya.

Sedikit rasa sesal timbul dari balik relung hati Raka. Seharusnya ia mampu menahan gejolak nafsunya. Seharusnya ia hanya mempermainkan tante Wulan untuk mengorek keterangan.

Tetapi, kini segalanya telah berlalu. Raka jatuh dalam pelukan tante Wulan, bahkan ia tidak tahu apakah akan membuat tante Wulan hamil, karena ia tidak sadar dan tidak ingat sama sekali.

Raka jadi merasa berdosa di depan Ratih. Mulanya Raka merasa bersalah dan malu dihadapan Ratih. Sangat rendah dan hina.

Namun sebagian hatinya telah berhasil menetralisir perasaan nya. Bukankah itu semua ia lakukan untuk menyelamatkan Ratih? Bukan kah ia rela dirinya jatuh dalam pelukan tante Wulan untuk mengorek keterangan tentang misteri kamar tertutup itu?

Dan sekarang segalanya lebih jelas. Kamar itu penuh roh. Roh mereka yang meninggal di rumah ini. Lewat keterangan dari tante Wulan juga ia mendapat informasi bahwa sebenarnya perkawinan tante Wulan dan om Hendro sesungguhnya perkawinan semu, kawin siri tanpa ada rasa cinta di hati tante Wulan.

Bahkan yang lebih parah lagi, om Hendro telah berhasil diperdaya oleh tante Wulan. Om Hendro tidak sadar bahwa selama ini ia hidup dengan perempuan haus harta, yang tidak mempunyai cinta sama sekali, selain nafsu untuk memiliki kekayaan.

Alangkah kejamnya tante Wulan itu sebenarnya. Kecantikan nya yang nyaris menyerupai ratu kecantikan dunia itu, ia manfaatkan untuk mengeruk keuntungan diri nya sendiri.

Ia berhasil menaklukan om Hendro, sehingga ada tanda-tanda bahwa om Hendro telah mengorbankan istri pertama nya, tante Henny. Ya, tante Henny...! Tapi, bagaimana cara pengorbanan nya?".

Raka langsung bangun dari pembaringan dan bergegas untuk mandi supaya ia bisa kembali segar.

Dengan membawa handuk dan perlengkapan mandi, ia keluar dari kamar tamu menuju kamar mandi yang terletak di belakang rumah, dekat dengan gudang dan kamar misterius yang sampai saat ini masih membuat nya penasaran.

Saat pemuda itu akan menuju ke tempat tujuan nya, ia berpapasan dengan tante Wulan di dapur yang saat itu sedang membuat kopi susu.

Tante Wulan tersenyum menggodanya, sambil ia berkata.

"Nyenyak tidur mu, Raka?".

Raka menggelengkan kepala.

Ia hanya tersenyum tipis dan mengacuhkan omongan tante Wulan, tetap terus melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

Raka sempat merenung sejenak ketika ia sudah berada di kamar mandi. Sempat ia berpikir untuk bersikap dingin dan cuek pada tante Wulan, tapi sesaat kemudian ia membantah pikiran nya sendiri karena itu bukan sikap gentle seorang lelaki.

"Semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Tapi ia berharap tidak terjadi hal yang menakutkan dalam hidup nya, kehamilan yang tidak ia kehendaki. Ya, kehamilan tante Wulan karena saat itu ia tidak ingat sama sekali, tetapi kemungkinan besar bisa saja benih nya membuahi sel telur nya", batin nya berkata dalam hati.

Setelah menyelesaikan acara mandi nya yang sedikit lebih lama dari biasa nya, karena ia mesti melakukan mandi junub, Raka pun keluar dari kamar mandi itu dengan wajah yang sedikit lebih segar dibandingkan saat ia bangun tidur tadi.

Kembali Raka bertemu muka dengan tante Wulan yang sedang menyiapkan sarapan untuk nya.

Dengan anggun tante Wulan bergerak lincah membuatkan roti panggang dilapisi coklat yang ia susun rapi di atas meja makan.

"Pagi, Raka... Sarapan yuk! Bareng, Wulan".

Sedikit kaget dan terperanjat Raka mendengar sapaan manis dari tante Wulan, seakan di dalam diri nya berubah 180 derajat dari sikap dan tabiat nya sebelum nya.

"Eh. Pa..Pagi... Tante". jawab Raka.

Raka menyunggingkan senyum tipis, ia melakukan nya setengah terpaksa, lalu ia duduk di meja makan tersebut.

Tante Wulan segera menyelesaikan kegiatan memasak nya, lalu duduk berhadapan muka dengan Raka di meja makan tersebut.

Sesaat kemudian tante Wulan memulai obrolan mereka.

"Sudah nggak usah kaget begitu, tante sadar selama ini telah salah dalam bersikap....".

Tante Wulan menghela nafas dalam kemudian ia melanjutkan kembali omongan nya.

"Jujur, selama ini tante seperti dendam pada diri tante sendiri, karena masa kelam tante. Tetapi kejadian semalam membuat tante sadar tante ingin berubah menjadi lebih baik dan bisa mencintai kamu, Raka. Apalagi semalam kita melakukan nya dengan penuh cinta dan perasaan semoga saja kamu tidak akan lari dari tanggung jawab jika tante nanti nya hamil, semalam itu siklus tersubur tante dan kamu telah menanamkan benih mu di sana".

Raka terperanjat, wajah nya berubah menjadi pucat, apa yang ia pikirkan tadi seakan sudah terjawab? Kegelisahan nya semakin melanda jiwa dan meresahkan hati nya.

Tante Wulan yang memperhatikan perubahan wajah Raka, tersenyum sumringah. Lalu ia bangkit menuju kompor, memasukkan bubur dan sop ayam yang tadi di masak nya ke mangkuk yang telah dipersiapkan nya.

"Sudah nggak usah pusing, kita nanti obrolin baik-baik, tante tahu kamu sangat mencintai Ratih ponakan tante, sekarang berikan bubur dan sop ini untuk nya supaya ia cepat sembuh".

Tante Wulan meletakkan satu mangkuk berisi sop ayam, satu mangkuk berisi bubur, lalu ia letakkan di sebuah nampan.

"Jangan khawatir, tidak ada racun. Sejahat-jahat nya tante dia itu ponakan tante satu-satu nya dan juga keluarga dekat tante yang tersisa, tolong uruslah kekasih mu, Raka".

Raka tersenyum lebar melihat ketulusan tante Wulan, semoga saja ia benar-benar mau berubah, semoga ia menjadi lebih baik.

"Makasih, tante", ucap Raka seraya mencium kening tante Wulan.

Tante Wulan mengangguk, tersirat rona merah di wajah nya.

Raka melangkah ke dalam menuju kamar Ratih yang berada tidak jauh dari ruang tengah.
.
.
.
Di dalam kamar Ratih.....


"Raka.....".

Teguran lembut itu bagai suara petir menyambar, membuat Raka terkejut dan menggeragap.

"Apa yang kamu lamunkan dari tadi sih?", suara Ratih masih lemah.

Raka menyunggingkan senyum yang sering membuat Ratih kagum di dalam hati nya.

"Ada sesuatu yang masih harus kupikirkan. Tapi, sebaiknya habiskan dulu makan mu, Tih....".

Alangkah bahagia dan bangga nya hati Ratih mendapatkan perhatian dari Raka selembut itu.

Kendati anggota tubuh Ratih sudah berfungsi seperti sedia kala, hanya tinggal rasa lemas dan pegal-pegal sedikit, namun Raka masih setia menyuapi makan Ratih.

Sepertinya Raka sangat senang menyuapi Ratih dengan penuh kesabaran dan ketulusan.

Ia duduk di sebuah kursi dekat pembaringan, sementara Ratih duduk bersandarkan pada tumpukan bantal.

Sebenarnya Ratih sudah bisa makan sendiri, kendati harus dengan hati-hati.

Tapi Raka melarang nya. Ia mengatakan bahwa diri nya masih sanggup menyuapi Ratih, sekalipun ia harus menunda pekerjaan yang lain, mencuci pakaian.

"Kamu tidak tahu kalau sejak tadi ku pandang, Raka?".

Raka menggeleng.

"Yang ku tahu, kemana pun aku berada kamu selalu menatap ku".

Ratih sempat tertawa pelan.

"Cukup romantis kamu".

"Kamu tidak suka lelaki yang romantis, Tih?".

"Ah, kok jadi ke situ pembicaraan nya".

Karena Raka tertawa, maka Ratih pun ikut geli.

"Jangan bercanda dulu, Tih. Makan nya dihabiskan dulu, baru bercanda".

Senyum Ratih semakin mekar, lesung pipit nya membuat hati Raka merasa bahagia, senyum itu membangkitkan kebahagian tersendiri di hati nya.

"Besok kita pergi ke rumah Ikam?", tanya Ratih setelah menelan makanan yang di kunyah nya dengan agak lama.

"Ya. Dan...Aku sudah menjelaskan secara garis besar, apa yang ada di dalam kamar misterius itu".

Ratih merogoh saku dasternya, menggenggam taring babi hutan yang disimpannya di sana. Ia mulai gelisah bila Raka berbicara tentang kamar misterius itu.

"Apa yang kamu ketahui tentang kamar itu sih?", desak Ratih.

Karena ia pun masih menyimpan rasa penasaran nya tentang kamar misterius tersebut.

"Di kamar itulah, roh mereka yang meninggal di sini berkumpul!".

Mata Ratih menyipit, menyeringai ngeri.

"Raka, kamu serius?".

"Tante Wulan telah mengatakannya secara tidak sadar".

"Ooohhh....".

"Maaf! Aku tidak ingin memojokkan tante mu itu, Tih. Ia telah mengaku sendiri bahwa sebenarnya pernikahan tante mu dan om Hendro itu adalah pernikahan siri atau pernikahan dibawah tangan hanya dihadapan penghulu. Pernikahan mereka secara agama sah, tapi tidak sah menurut negara dan hukum, karena pernikahan mereka tidak terdaftar di KUA (Kantor Urusan Agama) setempat. Bahkan parahnya lagi...tanpa cinta!".

Ratih seolah tidak bisa mempercayai perkataan Raka barusan. Tapi, begitu ia memperhatikan sorot mata Raka. Ia percaya, karena sorot mata Raka sangat serius dan mengandung kejujuran tanpa ada kebohongan sama sekali.

Ratih terperangah heran. Ternyata selama ini ia tidak menyadari hal itu.

"Tante mu hanya menginginkan kekayaan yang ada di sini. Ia tidak mempunyai sebutir cinta pun untuk om Hendro. Rumah ini....Mungkin kamu belum tahu, Tih. Rumah ini adalah rumah milik nya. Milik tante mu! Demi mendapatkan kecantikan dan kehangatan tante mu, om Hendro rela memberikan rumah ini atas nama tante mu, dan...Rela mengorbankan istri pertama nya, yaitu tante Henny".

Ratih terperangah, termangu-mangu dengan perasaan malu. Ia merasa tidak enak hati mendengarkan penuturan Raka tentang kejahatan tante nya sendiri.

Ratih merasa malu, dan takut disamakan dengan tabiat buruk tante Wulan.

"Aku sama sekali tidak tahu tentang itu, Raka. Sungguh....!".

Raka menampakkan senyum ramah. Ia tahu kata-katanya sedikit menyentuh perasaan Ratih, sebab ia bicara membawa-bawa tante gadis itu.

Raka segera berkata, "sekali lagi, maaf! Kalau aku telah lancang, berani mengungkapkan kelicikan tante mu. Tapi, percayalah....Itu semua ku lakukan demi kebaikan mu. Tanpa kita mengetahui apa yang terjadi, mungkin kita tidak dapat bertindak dengan benar. Sekarang kita sudah mengetahui bahwa di dalam kamar itu ada sekumpulan roh, yang sewaktu-waktu dapat mencelakakan diri mu, mungkin juga diri ku. Berarti kita tahu bahwa kita harus pergi, jangan bertahan di sini....".

"Itu sudah kita rencanakan, bukan?".

"Ya. Dan kepergian ini, kurasa tidak perlu diketahui oleh tante Wulan. Kamu nggak perlu pamit sama dia. Ingat kelicikan hati nya, bisa-bisa membuat rencana kita gagal. Dan, tante Wulan maupun om Hendro tidak perlu mengetahui ke mana kamu pindah. Sebab dikhawatirkan mereka akan membujuk mu kembali ke sini, dan....Kamu akan menjadi mangsa roh-roh pemburu kematian yang ada di kamar tersebut".

Ratih mengangguk-angguk dengan menyimpan perasaan ngeri.

"Ajak aku kalau kamu mau mencari rumah kontrakan", kata Ratih.

"Kamu masih lemah, kan? Biarlah ku cari sendiri. Kalau memang keadaannya sudah baik, kamu tentu harus menengok rumah itu, barangkali kamu tidak cocok dengan lingkungannya....Kita bisa cari tempat lain".

Sekali lagi Ratih manggut-manggut tanda setuju. Agaknya ia telah menyerahkan segalanya kepada Raka, termasuk nasib hidupnya selanjutnya.

Raka agak ragu ketika akan meninggalkan Ratih untuk mencari rumah kontrakan.

Jika ia pergi, berarti Ratih sendirian, sebab tante Wulan sudah lebih dulu pergi dengan mobil BMW 5 series berwarna merah kesayangan nya.

Kalau harus menunggu tante Wulan, belum tentu ia pulang siang hari, bisa-bisa menjelang sore baru pulang.

"Pergilah, Raka...Aku bisa menjaga diri", kata Ratih.

Ratih melihat keraguan Raka yang ingin meninggalkannya.

"Kamu masih lemah, Ratih".

"Ku rasa tidak selemah tadi, sewaktu bangun tidur".

Kemudian Ratih turun dari ranjang, dengan hati-hati ia berjalan ke depan meja rias, dan memandang dirinya di cermin.

"Lihat, Raka...! Aku sudah bisa jalan, kan?".

Ratih mendekati Raka yang berdiri dalam kebimbangan.

Ratih memainkan kancing baju Raka, lalu ia menatap nya dalam-dalam.

"Pergilah. Jangan terlalu mencemaskan diri ku, nanti aku manja!".

"Kamu berani ku tinggal sendirian?".

Raka merapikan anak rambut yang meriap di kening Ratih.

"Kamu tidak takut, Ratih?".

"Kali ini, aku merasa selalu di dampingi kamu, Raka. Percayalah aku dapat menguasai keadaan".

Setelah mengucapkan itu, Ratih memberikan ciuman mesra di bibir Raka, mengalirlah ketenangan di hati lelaki itu.

"Percayalah, aku pasti baik-baik saja di sini, Raka sayang. Kamu jangan khawatir".

Gadis itu pun seperti layaknya seorang istri, menciumi buku tangan Raka dengan penuh penghayatan dan sebagai bentuk pengabdian cinta nya pada pemuda itu.

"Makasih sayang, aku bisa tenang sekarang", ucap Raka sembari mengecup kening Ratih dengan penuh perasaan.

Raka tersenyum pada kekasih nya itu. Dalam hati nya, ia berjanji akan berkata jujur suatu saat nanti, dan menceritakan semua kejadian di malam itu, antara ia dengan tante wulan.

"Aku sudah mantap memilih mu, Ratih. Tidak akan kuulangi lagi kesalahan ku. Aku pasti akan menceritakan kejadian malam itu antara aku dengan tante mu dengan sejujur-jujur nya, supaya beban hati ku sirna dan tidak ada lagi kebohongan diantara kita, tapi untuk saat ini aku masih belum punya keberanian untuk mengatakan nya, apalagi melihat perubahan tante Wulan yang ingin menjadi lebih baik, semoga ada jalan terbaik buat kita bertiga". ucap Raka menyakinkan hati nya saat ini.

Pemuda itu mengambil koran yang memuat iklan rumah kontrakan, kemudian ia pergi menuju alamat tersebut dengan hati yang berbunga-bunga.



Bersambung....
 
Selamat membaca....

Mohon like, saran, kritik serta komentar nya supaya membuat ane semakin semangat.

Salam semprot,

rad76
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd