Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terimakasih atas Updatenya Om Suhu Elkintong.....
Ceritanya penuh kejutan....
Sehat2x selalu Om Suhu.....
 
Hahaha Pusing makin pusing dah tu si Aslan, para pemirsa juga ikutan pusing tapi nagih hehe..
Saya sih gak ragu kalau cerita Aslan ini merupakan salah satu best of the best dari sekian banyak karangan suhu @Elkintong 🙏

Jika ibaratnya ada session 3 atau bahkan 4 lagipun saya akan sangat senang dan pastinya banyak yang berharap, tapi rasanya sulit untuk di terusin mengingat Suhu @Elkintong sudah pernah bilang kalau ini ultimatum tamat gak ada session lanjutan 😔

Ngalah ngalahin drama korea aja ini cerita suhu 👍

Mungkin setelah ini akan banyak lagi karya karya Suhu @Elkintong yang lebih Dahsyat siap meluncur 👌

Harapan saya Suhu jangan lelah dan terus sehat selalu, jangan mudah baper juga dengan para pemirsa yang banyak warnanya 🙏

Terimakasih banyak ya Suhu
 
Bener2 ga bs bayangin gmn perasaan Aslan mulai terseret dlm dua pusaran besar.
Dilematis banget. Keduanya menyita ruang hati terdalamnya. Bahkan, jauh lbh berat tantangannya ketika dulu ujian dlm memenangkam hati Nafia.
God speed, Aslan.
 
Janda lebih menggoda. . . Soal rasa. . .janda pemenangnya. .
Rani daun muda, baik dan cantik. . Sayang klo di lepas.. Rasa bersalah aslan akan besar krn dia gk salah ...
Puyeng dah aslan. . .
Jalan terbaik poligami. . .
Nikahin rani dan hamil br hamilin adiba dan nikahin. . . Abis cerita. . . Keluarga mau terima atau tidak yg jelas aslan bertanggung jawab. . . Klo akhirnya Rani pergi krn gk bs terima itu pilihannya.
Nah lho koq malah nebak2 akhir cerita. .
Makin bikin penasaran ujungnya bakal kemana. . . Makasih suhu @Elkintong . .
Sehat selalu dan d tunggu semua cerita2 bagusnya. . .
 
Bimabet
PART XXXVII



BMW and old Chevy



Arvind dan Ravi sedang asyik bermain sepeda pagi ini. Aslan akhirnya memutuskan kemarin membeli sepeda untuk kedua anaknya, agar hari minggu pagi bisa bermain sepeda di kawasan Centre Point Indonesia (CPI) Makasar lalu nanti lanjut ke kawasan pantai Losari.

Dua sepeda lipat bisa dimasukin ke dalam baagsi mobil, dan 2 sepeda mountain bike digantung di belakang mobil jeepnya, sehingga berempat bisa bersepeda bareng di Makasar di hari minggu ini, sebelum malamnya mereka bertiga akan kembali ke Bekasi.

Dan kebetulan Aslan juga janjian dengan Yani dan suaminya, yang bersepeda secara rutin di tempat yang sama hari ini.

“halo Ka…..” Yani agak kaget melihat Adiba.

Dia memang pernah bertemu saat ke Jakarta dan Bekasi saat Nafia meninggal, sehingga masih mengingat wajah Adiba, yang menurutnya sekarang makin cantik dan terlihat cerah dibandingkan dulu waktu bertemu. Kalau dengan anak-anak memang sering ke Makasar jadi Yani suka melihat mereka karena waktu mereka libur sering ikut ayahnya ke kantor.

Mereka berbincang ringan sambil beristirahat setelah memutar di kawasan CPI, lalu ke arah mesjid 99 kubah, dan sambil melihat anak-anak bermain dikawasan dekat teras selatan menuju ke arah anjungan pantai Losari.

Ada banyak orang sedang senam, aerobik dan ada beberapa komunitas yang sedang melakukan kegiatannya. Termasuk ada grup dan kelompok yang sedang senam atau sekedar berbincang dengan komunitas mereka.

“pulang kapan ke Jakarta, Ka?”

“ nanti sore…..”

“sebentar amat disini?”

Adiba tertawa kecil

“besok ngantor, anak-anak juga sekolah…”

Lalu

“pasti pada ngga mau balik yah, Ka?”

“siapa? Anak-anak?”

“iya….”

“emang, itu si ade udah banyak aja alasannya dari semalam….”

Yani tertawa kini

“ngga minta ayahnya ngantar?”

“ngga lah, kasihan Aslan harus bolak balik….”

Arvind seperti biasa agak suka mengebut dengan sepeda kecil yang baru dibeliin ayahnya

“ade pelan-pelan…..”

Dibelakangnya suami Yani, Sahrul mengekor dengan Aslan sambil menuntun sepeda mereka

Mereka lalu berhenti di sekitar komunitas dance modern yang sedang latihan dan beraksi. Adiba jadi ingat jaman-jaman dia SMA, bahkan sekarang pun dia sering latihan zumba dan dance modern bersama pelatihnya di rumah

“ngga ikut?”gurau Aslan

“ngga lah….” senyum Adiba ke arah Aslan

Mereka berdiri tepat dibelakang komunitas itu, sembil menonton, sesekali Adiba bergoyang kecil di tempat mengikuti irama musik yang berdentam.

Hingga terdengar lagu dari Majo Monalisa dari Chis Rock dan Loya berdentam. Adiba tersenyum sambil bergoyang pelan, disampingnya Aslan tersenyum melihatnya, hingga terdengar tiba-tiba teriakan Arvind

“mami… goyang mi…. itu kan lagunya mami….” Arvind berteriak dari belakang. Dia sering melihat maminya latihan dan lagu ini familiar di telinga.

“ayo mami….”timpal Ravi lagi.

Adiba tersenyum

“ayo Ka….” semangat dari Yani

Para peserta yang kebetulan menengok seperti emmberi isyarat agar Adiba ikut bergabung, karena melihat Adiba agak aktif bergoyang mengikuti irama lagu. Kecantikan dan ketampanan Aslan memang jadi perhatian mereka.

Adiba tertawa, sambil menengok ke Aslan, seperti meminta ijin, dan senyuman di wajah itu sambil menganggukan kepalanya, seperti mempersilahkan dan seolah memberi kesempatan bagi Adiba.

Akhirnya…..

Dengan santainya dia lalu menstandarkan sepedanya, lalu mulai maju beberapa langkah dan memulai dengan pelan, dan lembut, dan sorakan dari mereka yang ada mulai terdengar, hingga kemudian seluruh badannya bergoyang dan memamerkan kemampuannya dalam bergoyang modern dance ala penari profesional.

Arvind, Ravi, Aslan dan Yani semua bertepuk tangan kagum melihat gaya Adiba, yang pelan, lembut dan tiba-tiba cepat serta keleturan tubuhnya. Bahkan semua peserta senam sampai bertepuk tangan melihat Adiba yang kemudian menghentikan gerakannya yang sempat dividokan oleh Yani

“keren Mami…..” teriak Ravi dan Arvind

Yani pun tidak kalah kaget melihat kemampuan Adiba. Dia pikir wajah kaku dan kesibukan Adiba selama ini pasti tidak ada waktu untuk hal-hal seperti ini, namun melihat hebohnya dan kerennya gaya Adiba, dia pun berdecak kagum.

Aslan tersenyum melihat Adiba yang berjalan ke arahnya, sambil tersenyum malu karena menjadi perhatian banyak orang disitu. Tanpa dia pikir panjang, dia mendekat ke Aslan dan langsung memeluk Aslan

“keren Mami…..”

“masa sih….??”

“iya…..”

Lalu

“keren Ka….” puji Yani

Pujian Yani sekligus menyadarkan Adiba dan Aslan, segera mereka melepaskan pelukannya.

Yani kaget bukan kepalang melihat pelukan mereka berdua. Kecurigaan dia selama ini ternyata kali ini terbukti benar adanya. Pelukan mereka tadi menyiratkan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih dari yang disangka orang diantara kedua orang ini.

“biasa aja…..”

“asli keren Ka…..”

Mereka lalu berjalan ke arah parkiran sekaligus Aslan mengajak Sahrul dan Yani untuk cari sarapan. Dan meski terlihat Aslan mencoba menetralisir kondisi karena adanya Yani disitu, namun tetap saja bahasa tubuh mereka masih sulit untuk ditutupi bahwa ada percikan asmara dan terlihat sekali bagaimana Adiba yang agak repot melayani Aslan dan anak-anaknya.

Sekalian pelukan yang tadi mereka lihat, ada adegan suapan makanan dari Aslan ke Adiba saat wanita itu ingin mencoba Pallubasa yang dimakan Aslan. Yani hanya tersenyum melihat adegan itu. Yang ada di kepalanya ialah apa yang akan terjadi nanti jika Rani atau Fitri melihat atau tahu hal ini?

Karena dia tahu akan kedekatan antara Fitri dan Rani. Selain sesama anak daerah, bisnis Fitri di kalangan pemerintah daerah memang banyak bersinggungan dengan dinas yang dipimpin oleh ayahnya Rani, sehingga semakin erat kedekatan itu.

Diluar itu, Yani pun mengakui akan kebaikan hati, kecantikan dan daya tarik Rani. Namun Adiba meski statusnya janda beranak dua, wanita ini pun bukan sembarangan pastinya. Dia tidak terlihat wanita yang sudah berada di angka 36 tahun. Pesona dan bentuk tubuhnya bikin Yani yang baru mau 30 tahun saja iri dan kagum. Belum lagi dalam pembicaraan secara langsung, dia terlihat fasih dan sangat tangguh dan punya kemampuan dalam menghandle semua situasi, dimana dia merasa Aslan bossnya yang sering gamang saat setelah kepergian Nafia, perlu wanita yang bisa mengaturnya. Ini yang mungkin tidak dimiliki oleh Rani, karena masih ada kehati-hatian dalam melangkah mengingat dia baru saja jalan bersama Aslan, berbeda dengan Adiba yang sudah dari kecil mengetahui siapa Aslan.


***************************

Seperti biasa drama selalu terjadi jika sudah mau pisah seperti ini.

Arvind dengan segala macam alasan. Sakit perutlah, masih mau main game lah. Makan maunya disuapin ayahnya lah, sehingga membuat keberangkatan mereka sedikit harus didelay sejenak dari rumah ke bandara.

Ujungnya dengan santai dia bilang

“ aku disini aja ama ayah….”sambil memeluk ayahnya

Adiba meski agak mangkel tapi masih aja membujuknya

“nanti kesini lagi….”

Abangnya pun ikutan

“kalo ade disini, abang juga…..”

Makin pusing kepala Adiba

Setelah agak sedikit lama mereka berkompromi dan membujuk, akhirnya anak-anak mau untuk pulang, dengan syarat minggu depan ayahnya harus ke Bekasi lagi. Syarat yang diiyakan begitu saja oleh Aslan, agar Arvind mau untuk ke bandara bersama maminya.

“suka dijanjiin gitu….”

“Abis gimana? Dijanjiin salah, ngga dijanjiin salah juga….”

Adiba hanya bisa diam mendengarnya.

Dia tahu bahwa kini bukan anak-anaknya saja yang engan pisah dengan Aslan, dia pun lebih berat lagi pisah dari Aslan. Kangennya makin menjadi jadi belakangan ini, dan dua hari di Makasar rasanya sebentar banget, kerinduannya dia pun rasanya masih belum tuntas.

Dia ingat bagaimana mereka berdua sama-sama dalam menghabiskan waktu dengan anak-anak, makan bersama, menyiapkan anak-anak secara bersama, jalan keluar rumah juga sama-sama, seperti keluarga utuh yang bahagia.

Siapa yang tidak bangga punya suami ganteng, baik hati dan sayang dengan anak-anak meski itu bukan anak kandungnya? Wanita mana yang tidak bahagia, Ayah? Wanita mana yang sanggup menolak pesona indah yang kamu miliki ketika itu hadir menyapa? Tidak ada yang mampu, apalagi aku….. bathin Adiba berbisik

Sambil melirik ke Aslan yang menyetir di depan. Yang sesekali mengintip dia dibalik kaca centre mirror. Maklum sang pangeran kecil meminta untuk duduk didepan, sehingga dia dan Ravi mengalah untuk duduk di kursi tengah jadinya.

Adiba ingat bagaimana tadi malam bahkan tadi subuh Aslan menggoyang dirinya kembali. Dia selalu bilang bahwa dia senantiasa puas dengan pelayanan bercinta dari Aslan. Jantan, seksi, dan staminanya memang oke banget. Mau dia diatas dan dibawah, selalu saja dia dipuaskan.

Apa Rani juga mendapat layanan yang sama?

Ya iyalah, secara kalian berdua selalu bersama disini. Begitu setiap kali dia bertanya dan berargumen dengan Aslan jika cemburunya terhadap Rani suka muncul tiba-tiba. Dia bagaikan tidak rela berbagi Aslan dengan wanita mana pun. Jangankan sampai sejauh itu, sekarang jika da wanita yang suka memandang suaminya agak lama jika sedang berada di tempat publik, dengan cepat dia bertindak, entah itu menyindir wanita tersebut, atau dia dengan segera memeluk dan bersikap mesra ke Aslan, agar mereka sadar bahwa Aslan sudah ada yang punya.

“jaga diri yah, sayang….”

“iya Mami… titip anak-anak…”

Kali ini bukan hanya anak-anak, dia pun baper berat pisah dengan Aslan

“aku berat yah mau pisah sama ayah….”

Matanya berkaca kaca menahan tangis

“iya Mi, nanti minggu depan ayah usahakan ke Bekasi…”

Anggukan lemah dari Adiba sambil kepalanya bersandar di bahu Aslan, yang sebelah kanannya menahan Arvind yang juga enggan untuk masuk ke dalam. Beda dengan Ravi yang agak anteng sambil main ponsel dan duduk diatas kopernya sendiri.

“pindah aja atuh…..” bisik Adiba

“iya Yah, ayah pindah aja ke Bekasi…”

Aslan tertawa

“tapi nanti bobonya sama ade yah….”

Adiba dalam kesedihannya masih sempat ingin tertawa mendengar kata-kata Arvind. Malamnya setelah pagi hari dia pindah ke kamar ayah dan maminya, dia sempat wanti-wanti kalau ayahnya jangan ninggalin dia tidur malam hari. Dia juga sempat bilang maminya jangan ajak ayah pindah ke kamar maminya.

Aslan dan Adiba sampai mau tersedak tertawa geli mendengar kata-kata Arvind.

Kamu sudah masuk jauh dan sudah seperti ayah beneran dan suami betulan bagi aku sayang, bisik hati Adiba.

Dan saat pesawat take off, Adiba tidak mampu menahan tangisnya. Dibalik kaca mata hitamnya dan dengan tatapan ingin tahu anak-anaknya yang juga merasa sedih karena singkatnya waktu dengan ayah mereka, dia hanya bisa menangis karena harus pisah dengan Aslan lagi.

Campur aduk rasa dan apa yang dia punya dalam hatinya bagaikan bergejolak dan menghantam semua sudut hatinya, yang kini tidak bisa lagi dia pungkiri bahwa dia tidak mampu hidup tanpa Aslan, dan dia akan selalu butuh Aslan untuk mendampinginya.

Satu hal yang membuat dia juga agak jadi kepikiran ialah haidnya yang belum muncul juga. Meski dia pernah beberapa kali telat selama ini, namun baru kali ini dia agak lama telatnya sudah hampir seminggu. Dia sempat kumpul dengan Aslan kurang lebih dua tingga minggu lalu, dan selama 3 hari dua malam di Makasar ini.

Kalau dulu dia santai saja dengan telatnya haid dia, namun kali ini tentu berbeda rasanya, karena ada sebab yang dia tahu akan fatal sebetulnya akibatnya. Adiba meski agak pusing memikirkannya, namun dia pun enggan terlalu jauh mempedulikan-nya. Bercinta dengan tensi nafsu yang tinggi, memang sayang saja jika dibuang harus diluar.

Adiba hanya bisa diam sambil memeluk Arvind yang duduk di samping jendela, dia di tengah dan Ravi di sisi gang. Semua bertiga hanya bisa diam dan masih sulit rasanya pisah dengan ayah mereka, sosok yang harusnya tidak ditarik ke pusaran romansa keluarga ini, karena bukan dia yang sebetulnya harus bertanggungjawab.

*************************

“tumben baru telpon aku?” suara dingin gadis itu di-seberang sana

“maaf….”

“sudah diantar pulang?’

“sudah terbang..”

Diam sesaat

“bisa yah… 3 hari ngga ada kabar sama sekali…”

Diam lagi Aslan

“anak-anak terus yang jadi alasan….”

Memang anak-anak yang jadi alasan bagi dirinya selama ini

“terus?”

Bingung Aslan menjawabnya

“ bukan maminya kan yang jadi alasan?”

Tuduhan dan tudingan Rani terasa langsung menghujam jantung Aslan

“ngomong apa sih….”

Terasa ada cibiran di seberang sana

“anak-anak itu semua polos, tinggal kita saja yang mengarahkan….”

Diam Aslan mendengarnya

“besok aku mau bicara sama kamu…. penting…”

Rasanya mungkin Rani ingin menjerit dan marah ke Aslan. Harga dirinya sebagai wanita cantik yang diperebutkan banyak pria, lalu terantuk di batu yang salah, membuatnya kesal dan marah sendiri ke dirinya selama ini.

“dengar kan?”

“iya…”

“ada waktu kan buat aku?”

Aslan terdiam

“jangan kasih alasan aku anak-anak lagi….”

Lalu

“jam berapa?”

Tawa kecil diujung sana

“besok aku minta waktu kamu seharian yang tidak kamu kasih selama 3 hari ini pun ngga bisa?”

Aslan mengerti dan enggan berdebat

“oke…..”

“dikantor kan besok?”

“iya….”

“takutnya tiba-tiba ada panggilan dan lansgung ke Jakarta….”

Sidniran Rani hanya dibalas dengan senyuman kecil Aslan

“besok aku tunggu lah…”

“ya harus…. jangan cuma ke anak dan istri orang saja yang diurus….”

Meski agak kesal dengan tuduhan dan bahasa Rani, namun dia sadar bahwa Rani sedang dalam kondisi labil dan emosi. Dia tidak ingin mendebat wanita itu. Dia tahu bahwa kesalahan terbesar ada dirinya yang tidak bisa tegas dalam banyak hal.

Cara dia yang tidak mampu berkata tidak inilah yang buat semua kondisi yang harusnya tidak berada di fase ini, harus dia lalui dan bawa dirinya sendiri, Rani, Adiba dan bahkan tanpa sengaja menyeret semua orang yang didekatnya berada dalam pusaran permasalahan ini.

Dia pun memilih menunggu keesokan hari untuk menyelesaikan masalah ini dengan Rani. Ingin rasanya dia tegas ke Rani terkait hal ini, namun entah kenapa mulutnya selalu tercekat dan membisu setiap dia ingin bicara terus terang ke Rani.

Dia juga bisa saja malam ini ke rumah Rani, dan bicara atau membujuknya kembali, dan mungkin bercinta dengan Rani seperti biasanya. Namun dia masih ingat wajah-wajah galau yang tadi pergi meninggalkannya, wajah Adiba dan anak-anak yang menangis saat berpisah dengannya, dia bagaikan sudah menjadi bagian terbesar dalam hidup mereka bertiga dan sebaliknya.

Rasanya sulit disembunyikan lagi kalau Rani tahu bahwa bukan hanya anak-anak, tapi ada Adiba yang datang ke Makasar. Bahasa dia tadi pun sangat terdengar amarah dan emosinya di telepon barusan, notasi nada yang baru kali ini dia dengar selama dia jalan bersama dengan Rani.

Dan status whatsapp Rani pun semakin mempertegas akan dugaannya itu.

Guys, bantu aku milih dong….. BMW versi terbaru dari dealer, atau Chevrolet lama yang sudah berkali kali turun mesin…….

Ada emoticon tangan menutup mulut diujungnya.

Aslan mengerti ini sindiran bagi dirinya, yang dianggap memilih dan cenderung ke Adiba yang diibaratkan mobil tua yang sudah berkali kali turun mesin distatus Rani. Namun dia memilih mendiamkan itu, meski agak emosi, dia mengerti Rani sedang marah dengan tindakan Aslan sendiri yang tidak tegas memilih.

Sebuah gerbong besar yang harus dihadapi Aslan kali ini berbeda dengan sebelum sebelumnya. Mungkin jika dari awal dia mengantisipasi semua ini, tidak akan terjadi dilema sebesar ini bagi dirinya.

Namun memang tidak ada yang menyangka jika hubungannya dengan Adiba akan berbalik seperti ini jadinya. Siapa yang menyangka wanita yang dianggapnya arogan dan sombong itu kini malah jadi wanita yang mengisi hari-harinya.

Meski janda dan sudah pernah turun mesin, namun dia sulit memungkiri bahwa Adiba memang spesial dan berbeda. Meski rasa cintanya saat ini bukan seperti cinta awal seperti dia mencintai Nafia, namun Adiba lah yang membuat dia merasa nyaman dan bahagia, ditambah dengan kehadiran anak-anak juga.

Rani??

Semau syarat istri ideal ada di Rani.

Namun perkara hati bukan perkara dagang atau bisnis, bahkan matematika. Perkara hati itu sulit ditebak dan diprediksi. Meski salahnya di dia adalah dia menikmati kebersamaan dengan Rani, dia ikut merasakan indahnya hubungannya dengan wanita itu, sehingga membuat semesta yang tahu dan melihat padanan indah diantara mereka, jadi berpikir bahwa ujung penantian Rani dan Aslan sudah berakhir dan siap melangkah ke step berikutnya.

Pusing rasanya Aslan memikirkannya. Dia sadar bahwa akan ada Fitri dan Ramli, keluarga besarnya mereka, dan terutama mamanya Ulfa yang akan menghadangnya terlebih dahulu terkait masalah ini. Perhatian ke calon mertua, memang diakui Rani sangat laju gerakannya, bahkan saat tahu asam urat Ulfa suka kambuh, dengan cepat dia mengirimkan obat china yang terkenal kasiatnya untuk calon mertuanya itu.

Ini yang harus Aslan terjang kelak jika dia tetap ngotot ingin bersama Adiba.

Bersama Nafia dia bisa hadapin tantangannya waktu itu?

Betul, namun kali ini tantangannya sangat berbeda. Semua yang mengiyakan dan mendukung hubungannya dengan Nafia, karena mereka tahu betapa arogannya keluarga Jafar waktu itu, termasuk Adiba sang kakak. Lalu sekarang dia memilih sosok arogan itu untuk jadi pendampingnya dan berharap yang mendukung dia selama ini juga harus sepakat setelah punya masa lalu yang pahit dulunya?

Meski hubungan sudah membaik, namun tetap saja bara itu masih ada bekasnya, dan bisa saja bara itu kembali tertiup angin, akan jadi kobar api yang siap membakar apa saja yang ada didekatnya, dan ini yang harus Aslan waspadai dan hitung dari awal.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd