Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

PART XXXVI



DERASNYA HEMBUSAN ANGIN MAMIRI



“eh Bu, selamat pagi ” sapa Risma ke arah tamu yang berdiri di depan pintu masuk

“Aslan sudah bangun?”suara wanita yang tidak dikenal oleh Adiba

“masih diatas…..”

“anak-anak?”

“eh, masih diatas juga….”

Begitu sosok itu masuk, segera Adiba mengenalinya. Ternyata yang datang Fitri dan anaknya yang paling besar, Reyhan.

Dan sebaliknya, justru betapa kagetnya Fitri saat masuk ke ruang tamu dan melongok ke dapur, ada Adiba disana. Adiba pun tidak kalah kagetnya sebenarnya dengan kedatangan Fitri dan anaknya

“eh Mbak….”

“Iya Ka…..”

Adiba langsung mendekat dan menyalami Fitri dan Reyhan

“maaf, belum mandi…….”

“iya ngga apa-apa, saya juga baru habis olahraga….”

Sorot mata kaget dan bingung jelas muncul diwajah kedua wanita ini dengan alasan yang berbeda beda, namun dengan segera kedua wanita ini segera mencoba menetralisir keterkejutan mereka masing-masing

“abis olahraga, jogging pagi-pagi, ingat ada anak-anak datang, saya ajak Rey untuk mampir antar nasi kuning sama Buroncong…… ingat si Ade suka nasi kuning…..”

Adiba tertawa kecil mendengar perhatian Fitri ke anaknya

“iya…. dia makan apa aja sih Ka…..”

Lalu dia mempersilahkan Fitri duduk

“duduk Mbak….”

“ngga apa-apa, cuma mau antar ini aja kok…..”

Adiba tahu dari tatapan Fitri, ada rasa kaget dan bingung di mata wanita itu melihat dirinya ada disini

“pesawat tadi malam?”

“iya Ka… sore dari sana… “

“oh….”

“dari kantor langsung?”

“ngga Ka… ke rumah dulu baru bareng anak-anak….”

Fitri menganggukan kepalanya. Usia Fitri memang diatas usia Adiba.

“soalnya anak-anak kan suka datang sendiri yah…”

“iya Ka… kali ini dikawal lah….”

Lalu dia menawrkan minuman untuk tamunya

“kaka minum apa…?”

“ngga usah repot-repot, kayak orang lain aja….”

“bang Ramli ngga ikut?”

“dia masih tidur jam segini……”

“oh…..”

Fitri jelas bingung dengan hadirnya Adiba dengan anak-anaknya. Apalagi baju yang dikenakan Adiba pagi ini, kaos ketat bergambar perahu pinisi itu asli buatan Makasar, pasti baju dibeli disini bukan di Jakarta, entah dia yang beli atau dibeliin Aslan.

“assalamualaikum, Ka…..”Aslan tiba-tiba menyapa dan turun dari tangga

“wa’alaikumsalam Aslan….”

Aslan lalu mencium tangan Fitri, demikina juga Reyhan mencium tangan Aslan

“baru bangun?”

“dari tadi Ka…”

“anak-anak?”

“masih tidur diatas….”

“oh oke… tadi beliin nasi kuning ama kue buat mereka berdua… takutnya kamu lupa buatin sarapan…..”

Aslan tersenyum

“ternyata ada maminya ikut….”ucapnya lagi setengah menyindir

Aslan tersenyum kecut, sambil melirik ke arah Adiba

“ya sudah…. takutnya papanya Reyhan bangun… pamit dulu….”

“bentaran amat…”

“khan olahraga…. makanya mampir kesini….”

“ya sudah… makasih yah Ka… makasih Bang….”ujar Adiba ramah

Fitri langsung keluar dari rumah, dan melengos tanpa menyalami Adiba lagi, hanya melambaikan tangannya dan berpesan salam untuk anak-anak, lalu mengajak Aslan bicara

“tadi abang kamu pesan tuh……” sambil jalan ke arah teras rumah

Aslan lalu mengikuti dari belakang, sedangkan Adiba hanya diam dan berdiri di dekat meja makan, dia tidak ikut mengantar Fitri, dan dia tahu dari bahas tubuh dan gestur Fitri yang seperti tidak welcome dengan dirinya pagi ini.

Dia lalu hanya mengintip dari balik gorden jendela, dan melihat Fitri sedang bicara dengan Aslan, sedangkan anaknya masuk ke dalam mobil dibelakang setir. Pembicaraannya sepertinya serius dan agak dalam, terlihat Fitri yang bicara dan Aslan hanya menganggukan kepalanya berkali kali.

“kok bisa datang kaka ipar kamu?”

“bareng anak-anak tadi malam?”

“kamu sudah tahu dia datang atau dia datang tiba-tiba?”

Aslan bingung harus bilang apa mendengar berondongan pertanyaan Fitri

“kayaknya ngga mungkin kamu ngga tahu dia datang?”

Fitti bicara agak pelan sambil matanya sesekali melirik ke arah pintu rumah. Reyhan sudah disuruh naik ke mobil, dia masih berdiri di pinggir jalan dengan jaket parasutnya, celana training dan sepatu nike untuk jogging, kepalanya terbungkus hijab dan topi olahraga

“ Rani tahu dia datang?”

Aslan terdiam

“kamu jangan ngaco deh……”warningnya lagi

Masih diam yang ditanya

Fitri yang melihat Aslan terdiam semakin ingin tahu apa yang terjadi

“sehat-sehat kan kalian?”

Aslan mengangkat wajahnya

“sehat Ka…..”

“maksud kakak, hubungan kalian sama Rani baik-baik saja kan?”

“baik kok Ka…..”

“trus? Ini kaka ipar kamu?”

Asaln menghembuskan nafasnya

“datang main aja”jawabnya pelan

“datang main? Di direktur lho, seabrek kesibukannya dan kayaknya baru kali ini kakak lihat dia datang?”

Aslan menganggukan kepalanya

“kalian juga sehat kan?”

Asalan agak gelagapan

“maksud kakak?”

“yah, hubungan kalian berdua sehat kan?”

“sehat Ka….”

Fitri dengan agak sinis menghujamkan tatapannya ke Aslan

“dia ngga tidur dengan kamu khan?”

Aslan kaget ditodong seperti itu

“ngga Ka…..” wajahnya memerah seketika

Fitri menatap mata Aslan, mencari kejujuran dari jawaban itu

“wajahnya dia soalnya seperti wajah wanita yang baru abis ditiduri pria….”

Aslan kaget bukan main mendapat tuduhan seperti itu.

“ngga usah pura-pura kaget Aslan…. kakak kamu ini sudah kenyang asam garam dengan semua ini…..”

Aslan dengan cepat menyela

“emang ngga Ka……”

Fitri tertawa

“selama ini ngga pernah datang dia antar anak-anaknya…. baru kali ini….”

“mungkin baru ini ada waktu…..”

“karena hubungan kalian yang sudah beda mungkin…..”

Ucapan tanpa tedeng aling-aling dari Fitri bagaikan anak panah lepas dari busurnya.

“sekarang kakak tanya, Rani tahu dia ada disini?”

Aslan terdiam, lalu menggelengkan kepalanya

“kenapa? “

Masih diam Aslan

“kalo ngga ada apa-apa kan kamu kenalin aja dia berdua…..”

Aslan benar-benar terpojok dan kesulitan untuk menerangkan semau ini ke Fitri. Dia sungguh tidak menyangka jika sosok yang sudah dia anggap kakak ini tiba-tiba datang ke rumahnya pagi ini

“coba kalo Rani yang datang pagi ini? Apa jawaban kamu?”

Masih bingung Aslan

“pasti ada apa-apanya kalian berdua, makanya kamu tidak mau Rani tahu kalau dia datang…. dan kamu juga tidak mau dia ketemu Rani….”

Logat Makasar dari Fitri saat sedang emosi seperti ini memang kental sekali jadinya

“dimana Aslan yang dulu?? Aslan yang hanya setia sama satu wanita?” pepet Fitri terus

Aslan jadi galau dan sulit berkata kata

“ kamu itu dipuji luar biasa sama orangtua Rani…. kakak sama abang, bahkan Reyhan dan ade-ade kamu pun jadikan kamu panutan…. tapi kok malah kamu seperti ini, Aslan?”

Hanya tundukkan kepala dan rasa malu untuk menjawab

“ apa kurangnya Rani? Dia masih sendiri dan tidak ada beban pula…..”

Diam tertunduk

“jangan kamu bilang anak-anak yang jadi alasan untuk kalian berdua….”

Aslan bingung harus menjawab apa. Dia memang tidak bisa menghindar dan semua celotehan Fitri dibenarkan dalam hati oleh Aslan.

“coba apa alasan kamu……”

Dia kembali Aslan

“ngga ada alasan Ka….”

“ya kalo gitu kenapa Rani ngga kamu ajak ketemu anak-anak sama kakak ipar kamu?”

Diam kembali

“toh Rani sudah tahu kondisi kamu… dan dia juga mau terima itu…..”

Ucapan untuk pamitan pulang jadi panjang lebar di depan rumah Aslan, bahkan sepasang mata dari balik gorden pun jadi agak deg-degan melihat Fitri sepertinya sangat serius dengan Aslan bicaranya. Dia tahu,pasti kehadiran dirinya lah yang jadi topik pembicaraan dari dua orang itu.

Ingin rasanya dia keluar dan ikut bicara. Namun dia tahu diri dan menjaga harga diri serta kehormatan Aslan, makanya dia memilih untuk hanya menatap dari balik kaca jendela saja.

“jangan kamu lupa yah perlakuan mereka… terutama dia, waktu kamu masih ada dengan almarhumah…..” agak judes nada Fitri

“masih belum lupa sombongnya dia kan dulu?”

Aslan hanya diam

“adiknya sendiri saja diancam ancam…..”

Fitri masih kesal bukan main

“lalu sekarang saat dia jadi janda, dan kamu dengan tulus jaga anaknya baru dia mau sama kamu……”

Hantaman kata-kata Fitri berkali kali menghajar isi kepala Aslan. Dia ingin membantah, namun tetap saja percuma, malah akan semakin panjang perdebatan nantinya.

“jujur, Kakak kecewa sama kamu, Aslan…..”

Aslan mencoba menetralisir

“ngga gitu Ka….”

“ngga gitu gimana?”

Aslan diam

“bilang sama kakak kalau kalian berdua tidak ada hubungan?” tatapan tajam Fitri menghujam kembali mata Aslan

“ bilang kalo kalian berdua ngga tidur tadi malam bersama?”

Hanya bisa hening

“ kamu pikir kakak ini ngga bisa lihat gelagatnya?”

Aslan tertunduk diam

“ kamu itu lihat diri kamu. Kamu ganteng, punya jabatan, yang gadis saja pada antri nyari kamu…. “ suara keluhan kini muncul dari mulut Fitri

“ kakak ipar kamu sendiri yang kamu suka… apa kata orang, Aslan?”

Suasana pagi yang sepi membuat Fitri dengan leluasa mengeluarkan semua uneg-unegnya.

“Kakakmu, abangmu, mamamu semua maunya kamu dengan Rani…” suara ultimatum jelas dan pasti.

“dengan Rani, kamu ngga ada beban yang kamu pikul… anaknya juga baik dan cantik…. karirnya bagus….”

Fitri agak menggebu menekan Aslan

“coba, apa tindakan kamu kali ngga melukai dia?”

“kamu ajak Adiba nginap bareng kamu disini?”

Aslan tidak mampu menjawab

“ apa pun dalih kamu ini sudah salah, Aslan…. apa pun itu… salah besar kamu membohongi wanita sebaik Rani….”

Telak dan tegas

“apa coba salah Rani sampai kamu tega seperti ini?”

Aslan yang tadinya diam, mencoba untuk memotong ucapan Fitri

“ ini anak-anak dan kebetulan Diba ikut…. itu aja Ka…..”

“ngga mungkin Aslan….. kamu pikir kakak kamu ini anak kemarin sore yang bisa dibohongi?”

Aslan merasa percuma menjelaskannya

“ dia ngga akan datang hanya antar anak-anaknya… selama ini juga anak-anaknya sendirian kok dititip di pesawat…..”

Kaca mobil terbuka sesaat

“ayo Ma…..” teriak Reyhan dari dalam mobil. Mungkin dia bingung mamanya masih ngobrol dengan Aslan dan belum juga naik ke mobil

“iya Bang….” sahutnya lagi

Lalu

“ kamu pikir baik-baik lah….. kamu ini yang menjalani hubungan… “

Aslan hanya menganggukkan kepalanya

“tapi ingat, Nafia yang Kakak suka, bukan kakaknya….” tegasnya lagi

“ dan Rani, itu wanita baik-baik dan terhormat, sayang tulus sama kamu…. jangan kamu mainin dia…..”

Aslan kembali hanya terpekur. Dia menganggukan kepala dan menunduk hormat saat Fitri naik ke dalam mobil, dan seiring dengan bunyi klakson dari Reyhan, mobil Alphard itu menghilang dari pendangan Aslan saat membelok ke kiri untuk keluar dari pintu gerbang cluster perumahan Aslan.


***************************



“anak-anak belum bangun?” sapa Aslan saat masuk

“belum…”

Adiba merasa iba melihat wajah Aslan. Dia tahu tadi pasti dirinya yang jadi topik pembicaraan sehingga Fitri tertahan lama di depan rumah. Dan dia yakin ada sedikit petuah untuk Aslan seprtinya, sampai wajah Aslan agak berubah sepeninggal Fitri.

“udah balik?”

Asaln menganggukkan kepalanya

“sering kesini dia?”

Aslan membuka pintu belakang ke arah kamar tamu dan taman belakang

“ ngga sih…. kalo ada anak-anak dia suka datang antar makan, atau ajak makan…..”

“oh…..”

Aslan memindahkan sepatu dan sandal anak-anak ke tempat sepatu di dekat taman belakang.

Adiba hanya bisa memandang dengan ekor matanya.

Ada rasa sedih dan iba di hatinya Adiba. Dia tahu ada beban tersendiri di hati Aslan yang harus dia pikul saat ini. Hubungan mereka ini memang hanya keluarga Cibanon saja yang mungkin setuju dan sepakat jika ini terangkat ke permukaan. Di wilayah keluarga Aslan pastilah akan ada penolakan berat dan keras.

Usia mereka yang terpaut hingga 8 tahun lebih. Kondisinya dia sebagai iparnya Aslan, janda dengan anak 2, ditambah lagi dengan masa lalu mereka yang memang kurang bagus hubungannya, pasti semua parameter ini jadi pembanding antara dirinya dengan wanita lain yang dekat dan disukai keluarga Aslan.

Dan tingkah serta tatapan Fitri, yang memang jarang juga bertemu dengannya, sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa rasa tidak bersahabat dan penolakan itu nyata adanya, dan ini baru awal dari bukit tinggi dan lembah yang curam yang akan dia hadapi kelak.

Wajah agak kurang cerah Aslan yang sedang mengangkat pot bunga di taman belakang terlihat lewat jendela dapur, dan Adiba yang sedang menyiapkan sarapan anak-anaknya hanya bisa diam tanpa bisa bicara atau bertanya lebih lanjut ke Aslan lagi.

Untuk pisah dari Aslan, kayaknya bukan opsi yang akan dia ambil.

Ngga akan aku pisah dari kamu ayah……

Tidak pernah sehari pun aku ngga mikirin dirmu sekarang ini… lalu aku disuruh pisah??

Aku, anak-anak, mana mau pisah dengan kamu, Ayah?

Ribuan kali dentang peringatan akan terjal nya hubungan mereka kelak di-depan, namun jutaan kali dia menolak untuk menyerah. Perjalanan mereka sudah sejauh ini, anak-anak juga sudah sedemikian tergantung dengan Aslan, bagaimana mungkin dia akan menyerah dengan semua ini?

“ayah…..” sapanya lirih

“ya Mi…”

Tatapan yang teduh, meski ada riak sedih di mata itu, namun tetap saja keindahan mata dan wajah jantan itu yang di rindukan selama ini

“jus ayah…..”

Dia menyodorkan gelas berisi jus, dan Aslan yang sedang menyiram tanaman, lalu menghentikan sejenak kegiatannya, dia lalu mengambil gelas dari tangan Adiba

“mau sarapan?”

“nanti aja tunggu ade ama abang….”

Adiba tersenyum mendengarnya. Ini bagaikan rumah tangga beneran sebetulnya. Dia pun dengan sangat bahagia bisa melayani Aslan, melayani anak-anaknya yang akan sarapan. Ini seharusnya kodratnya sebagai wanita yang dia rasakan, dan dia merasa inilah bahagia yang dia cari selama ini

“ayah….”bisiknya sambil memeluk Aslan dari belakang

“ya Mi…..”

Jawaban dan dekapan tangannya ke tangan Adiba yang melingkar dari sela lengannya hingga ke pundaknya, seketika menentramkan hati Adiba

“ aku bahagia Yah……”

Aslan tersenyum sambil mencium tangannya Adiba

Sandaran kepala Adiba ke punggung Aslan terasa berbeda kali ini. Ada rasa haru dan rasa getir disana. Adiba bisa merasakan beban yang Aslan rasakan, meski Fitri bukan keluarganya, namun Yahya dan Fitri ini sudah seperti kakak bagi Aslan, dan mereka pun sangat menyayangi Aslan dan Fia, sehingga apa pun itu yang keluar dari mulut dan pikiran mereka, selalu jadi pertimbangan bagi Aslan.

“ayah….”

“ya Mi….”

Pelukan itu makin erat

“janji ngga kan tinggalin mami?”

Aslan tersenyum lembut

“kok nanya gitu?”

“jawab aja….”

Aslan mendekat tangan itu dengan kedua tanagnnya

“ ngga akan Mami…..”jawabnya mantap

“bukan hanya karena anak-anak kan?”

Aslan tahu kemana arah pertanyaan Adiba

“karena anak-anak…..”

Tangannya mengelus lembut punggung tangan Adiba

“dan karena aku ngga mau ninggalin mami juga….”

Pelukan Adiba makin erat di punggung Aslan. Ada airmata haru yang kian berderai kini di matanya. Sebuah kata-kata lama yang sempat dia ucapkan bahwa dia tidak akan menumpahkan airmata lagi untuk seorang laki-laki, namun hari ini ungkapan itu harus dia ingkari sendiri

Aslan berbalik badan, dan kini merangkul Adiba kedalam pelukannya. Mereka tidak peduli kalau mereka ada di taman belakang, yang mereka inginkan hanya saling berpelukan dan saling memberi kekuatan untuk mereka sendiri masing-masing dalam melangkah ke depannya

Jempol Aslan lalu menyeka airmata Adiba di pipinya. Dia tahu kalau Adiba bisa merasakan kegalauan hatinya saat ini. Dia tahu Adiba merasa tertolak dengan kedatangan Fitri tadi, namun dia tidak ingin kesedihan hadir di hati Adiba.

“jangan sedih yah……”

Adiba menganggukan kepalanya, lalu menenggelamkan wajahnya ke dada Aslan

“ mami lihat Ayah… pandang ayah, kita jalan bersama….”

Tangis Adiba kembali turun, dia makin takut kehilangan pria ini. Pria yang tadinya hanya dia anggap sosok biasa yang hadir dan memberi warna untuk keluarganya, ternyata kini sudah menjelma dan mencuri hatinya dan anak-anaknya, sehingga mereka bagaikan tidak mampu berjalan tanpa ada sosok ini.

Risma yang turun dari tangga kaget melihat mereka berdua berpelukan. Dia ternganga, namun dengan cepat dia mengendap lagi naik keatas, dia tidak ingin mengganggu dua sosok yang sedang berpelukan itu. Meski dia heran dan kaget, namun dia tidak bisa berkata apa-apa, selain naik ke-atas lagi.

Sementara mereka berdua dengan penuh damai tetap berpelukan sambil berdiri, dan membiarkan bahasa tubuh mereka yang berbicara tentang cinta dan sayang mereka, serta kekuatan mereka dalam menghadapi terpaan angin kencang di depan kelak.

“mami ama ayah…. pagi-pagi udah pacaran….”

Mereka berdua dikagetkan dengan suara Ravi yang muncul di pintu belakang itu

Asaln dan Adiba tertawa mendengarnya

“sini Bang…..”

Ravi mendekat

“mami kok nangis?”tanya bocah itu melihat ada bekas genangan dimata maminya

“ngga…”

“itu…..” dia menunjuk sambil ikut masuk mendekat maminya dan ayahnya yang juga menyambutnya kedalam pelukan

“ngga lah Bang…. mami nangis bahagia, bisa kumpul kita berempat…..” ucap Adiba sambil menatap wajah Aslan yang tersenyum

Ravi hanya diam dan memeluk kedua orangtuanya itu

“ayah kenapa ngga pindah ke Bekasi aja sih?” tanya Ravi

Aslan tertawa

“nanti yah Bang….”

“iya, biar ngga LDRan lagi kita…..”

Adiba mengusap kepala anaknya, mendengar bahasa LDR dari anaknya membuatnya tersenyum

“ade belum bangun?”

Tiba tiba

“ayah………….” suara kencang terdengar dari lantai 2

“itu dia bangun…..”

“umur panjang….” kata Adiba

Lalu

“sini sayang…. turun kebawah….”

Sambil menuruni tangga dia menarik celananya yang agak kedodoran

“kok ade bobo ditinggal?”bocah itu mendekati dan memeluk ayahnya.

Adiba lalu menyiapkan sarapan untuk mereka berempat di meja makan. Dia memotong telur dadar, membuat coco crunch untuk Arvind, menuangkan minuman dan mengambil nasi putih untuk Ravi, lalu membuat roti untuk dirinya dan Aslan. Kebahagiaannya yang luarbiasa mendamaikan hatinya pagi ini, bisa bersama dengan orang yang dia cintai hari ini.​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd