Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Bimabet
perjuangan rani sama kayak perjuangan gw ke gebetan, mungkin kesempatannya cuma 1%, kata org mungkin move on aja, tp hati sudah terlanjur memilih, harus diusahakan sampai janur melengkung, go rani
 
Ruwet ya. Adibah di ambil jd bini, si Rani jg kayak jadi rapuh jika di putusin. Ya sudah nikahin dua-duanya saja. Satu pelabuhan di Makassar dan satu di Bekasi
 
Harta,,tahta,,wanita..
Poligami bisa nih,,secara smua udh terpenuhi..
 
PART XXXI



BE A KING ON YOUR OWN JUNGLE



Linda yang masih dirumah pagi ini dan baru akan berangkat ke kampusnya untuk masuk kuliah siang, kaget mendapat berita dari Rani

“Arvind sakit?”

“iya, makanya abang tadi malam mendadak terbang ke Jakarta….”

Dia bingung saat Rani bilang kalau alasan Aslan datang ke Jakarta karena Arvind sakit. Karena sorenya Arvind seperti biasa sangat gembira dan tertawa-tawa dengan teman-temannya, dan dia juga baru saja mecahin pot bunga Bu RT dengan sepedanya. Bu RT dan Pak RT yang dari dulu trauma dengan Aslan, tidak berani meminta ganti rugi, karena mereka tahu siapa Arvind, dan siapa ayahnya.

“hmmmmmm…. mungkin malam tibanya Ka, belum kesini sih….”

“oh gitu….”

“nanti aku lihat kesebelah yah….”

“oke De….

“baik Ka…”

“salam buat Mama yah….”

“iya Ka….”

Dada Linda bagaikan berdentam tiada henti mendengar berita ini. Aslan selama ini setiap datang selalu mengabarkan ke dia dan mama, lalu malam tadi datang tanpa pemberitahuan, apa yang terjadi jika situasinya sampai seperti demikian?

Dia lalu mencoba mengirim pesan ke Aslan, sebelum menjawab lagi ke Rani.

Namun pesannya belum dibaca juga.

Dia lalu mengirim pesan ke temannya Dini, yang kini mengajar di sekolah tempat Arvind belajar

Ada tuh, Bo…. tentengan nasinya paling heboh ponakan lu…. tadi ayahnya kok yang antar…

Membaca pesan dari Dini, membuat Linda bertanya -tanya ada apa sebenarnya.

Tidak lama kemudian Aslan muncul di depan rumah

“Bang……”

Dia hanya diam dan tersenyum saat Linda menyalaminya

“kapan datang?”

aslan hanya tersenyum mendengar pertanyaan Linda. Lalu......

“mama?”

“ke pasar lah…”

“ya sudah, nanti minggu depan aku balik lagi…..”

Linda agak bingung dengan sikap abangnya yang seperti agak linglung.

“abang sehat kan?”

“sehat dong….”

Dia lalu memeluk adiknya, saat sadar jika wajah adiknya penuh banyak tanya melihat dia datang ke Bekasi dengan cara yang tidak biasa.

“ abang nginap disebelah?”

Aslan segera tahu, pasti adiknya sudah tahu kalau dia datang tadi malam

“iya…..”

Linda memilih untuk tidak mencampuri urusan abangnya.

“ya sudah, semoga cepat sembuh Arvindnya……”sindirnya sambil senyum

Aslan tersenyum sambil mengucek ucek kepala adiknya

“abang pamit dulu yah…..”

“oke bang… naik apa?”

“nanti ke kantor dulu, baru lanjut bandara….”

“oke bang…..”

Tidak lama dia melihat Adiba keluar bersamaan dengan Aslan dari rumahnya, namun tidak dengan pakaian kantor. Hanya dengan celana jins dan kaos casual, dan sepatu sneakersnya, gayanya berbeda dengan kesehariannya jika ke kantor yang selalu rapi dan well dressed.

Linda sengaja tidak menampakkan dirinya ke hadapan Adiba. Namun secara tersirat dia merasa ada yang aneh antara kakaknya dengan Adiba. Dia seperti mencium ada sesuatu yang mereka sembunyikan, namun dari sikap dan tingkah laku mereka, dia bisa melihat gelagat itu.

Satu hal yang membuat Linda heran ialah, dia sempat melihat di salah satu postingan Adiba di status whatsapp waktu itu, foto Adiba yang dengan baju leher rendah, jelas sekali ada sebuah kalung emas putih dengan liontin kepala singa. Linda tahu persis siapa pemilik kalung itu. Kalung yang suka disebut sebagai kalung keberuntungan bagi abangnya, dan jika itu berpindah tangan ke Adiba, dia bisa menyimpulkan bahwa kedekatan mereka bukan lagi kedekatan kakak dan adik ipar lagi.

Terlebih di foto itu latar belakangnya ialah Taman Maccini Sombala, di Makasar yang dia tahu karena dia pernah kesana. Maka makin lengkaplah dan klop apa yang jadi kecurigaan Linda.

Meski demikian, dia memilih diam dan tidak ingin menyampaikan itu ke mama. Dia tahu mama sangat menyukai Rani, dan hubungan mereka semenjak dari kedatangan Rani ke toko dan rumah, semakin membaik. Ibunya suka dengan Rani yang cantik, namun sangat ramah dan sopan kepadanya. Linda pun demikian, namun tentu saja selera mereka dengan selera abangnya kan berbeda.

Apa sih yang lu cari Bang? Bisik hati Linda

Dia ingat dulu teman-teman SMA, teman kampusnya, bahkan teman mainnya dia pun diluar kampus dan sekolah, bukan sedikit yang kesemsem dengan abangnya. Apalagi mereka tahu kondisi Aslan kemudian, namun malah abangnya mencintai wanita yang usianya 6 tahun lebih tua.

Dan kali ini, jika dengan Adiba sesuai dengan apa yang di curigai, maka akan ada rentang waktu 8-9 tahun perbedaan diantara mereka. Dan Adiba adalah janda, kakak iparnya sendiri. Apa kata dunia jika kemudian Aslan harus naik ranjang istilahnya?? kecuali dia mungkin pria sembarangan, tapi dia adalah pria hebat, karirnya luar biasa pesat, tampangnya ganteng dan sangat enak dilihat, lalu kemudian mencintai janda dengan dua anak?? Tidak ada yang salah dengan janda, tapi ini kan kakak ipar sendiri, kesannya dia tidak mampu cari wanita lain.

Linda hanya bisa membatin di dalam hatinya. Dia tidak mampu berfikir jika mama nanti tahu apa yang terjadi dibelakangnya dia.

Lalu Rani bagaimana??

Dari gaya Aslan sebenarnya sudah dengan mudah Linda bisa baca. Dulu waktu dia jatuh hati dengan Fia, Aslan sangat gampang ditebak kalau dia suka dengan mendiang, maka hanya mendiang saja yang ada di hati dan kepalanya. Namun kali ini, dia bisa melihat bahwa Rani yang memang sangat mencintai Aslan, tapi abangnya seperti tidak 100 % dengan rasa yang sama ke Rani.



*********************

Pelukan Adiba bagaikan tidak mau lepas dari tubuh Aslan.

Airmatanya menetes di pipinya.

Ini hal yang terberat rsanya selama ini, melepas Aslan kembali ke Surabaya dan sorenya dia berjanji akan segera pulang ke Makasar.

Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihat mereka berdua berpelukan di depan pintu keberangkatan. Ingin rasanya dia ikut dengan Aslan ke Surabaya. Namun hati kecilnya seperti mengatakan untuk menahan langkahnya.

Tadi malam hingga subuh mereka saling bercinta, dan saling terbuka dalam semua hal.

“aku serahin semuanya keputusan di tangan kamu……” ujarnya lirih ke arah Aslan

“tapi ingat, ada aku dan anak-anak menunggu kamu disini…..”

Pelukan Aslan yang selalu hangat dirasanya sangat indah tadi malam itu. Pelukan yang meredakna semua amarah dan emosi yang terlibat selama pertengkaran mereka sebelumnya

“ aku kasih waktu untuk putuskan…….” harap Adiba

“tapi aku minta kamu tahu dan jaga diri….. ada aku yang setia untuk kamu….” ucap lembut Adiba sambil membelai wajah Aslan

“sekarang aku ngga peduli apa omongan orang….. yang aku pedulikan hanya kamu, dan anak-anak…..” suara Adiba pelan, namun tegas

Pelukannya makin ketat ke tubuh Aslan, tangisnya juga makin deras. Dia berkali kali mengusap pipinya yang sebagian airmatanya membasahi kaos Aslan yang dipakai pagi ini.

“ jaga diri yah…. titip anak-anak…..”

“iya sayang…..”

Ciuman Aslan di kepala Adiba sedikit menentramkan hatinya

“kabarin aku…..”

Anggukan kepala Aslan sebagai jawaban

“ sayang, aku berjuang untuk anak-anakku yang mencintai kamu, dan yang kamu cintai tanpa syarat…. dan aku berjuang juga untuk cintaku…. karena aku yakin, cinta aku kali ini ngga akan salah….. “ bisiknya di telinga Aslan

“ janji untuk ngga akan ninggalin aku?” nada meminta kepastian terlontar

“janji….” anggukan dan suara lembut Aslan menyambutnya

“ I Love you, Ayah……”

“love you too, Mami…..”

Ditengah tangisannya, Adiba mencium bibir Aslan dengan lembut. Dan kembali Aslan memeluk dan menciumnya dengan penuh sayang, sebelum dia berbalik dan masuk ke pintu keberangkatan. Lambaian tangan dan tatapannya mengiringi sosok tampan itu berjalan memunggunginya sampai menghilang dari pandangannya.



****************************



“kita ke kantor, Bu?” tanya sopirnya saat Adiba masuk ke dalam mobil.

“ngga Pak, antar saya pulang…..”

Dalam perjalanan Adiba menumpahkan semua tangisannya. Dia yang selama ini dikenal kuat dan tegas, kali ini rontok di sebuah tembok keras yang bernama cinta, yang ikut diselubungi oleh cemburu dan sebuah rasa takut akan kehilangan.

Disela tangis, dia sempat tersenyum mengingat tadi malam di ranjangnya.

Amarah dan emosinya berserakkan seketika saat ciuman dan cumbuan Aslan lalu menyerangnya. Dia tidak bisa memungkiri jika dia sangat dan amat mencintai Aslan saat ini. Rasa emosi dan takut kehilangan semua luber dan tumpah seketika.

Pelukan, ciuam dan cumbuan Aslan, ditambah dengan emosi yang masih menggelegak membuat percintaan mereka tadi malam rasanya sangat dahsyat banget.

Nafsunya begitu membara. Rasa cemburunya yang besar bagaikan ingin membuktikan ke Aslan bahwa dia bisa kasih yang terbaik untuk dirinya. Dia ingin memberikan sesuatu hal yang berbeda yang gadis tidak bisa kasih untuk dirinya.

Semakin dia cemburu dengan Rani, semakin ganas dia menggoyang Aslan saat dia diatas. Usianya dia memang diatas Rani jauh, tapi masalah kasih yang terbaik untuk Aslan, dia tidak ingin kecolongan kali ini, servisnya harus bisa membuat Aslan tidak berpaling darinya.

Tadi malam Aslan dibuatnya kewalahan, meski dia juga mengakui stamina kekasihnya itu memang luarbiasa. Ditambah dengan size dan kekuatan jantannya, Adiba sampai berkali kali harus tumbang dan orgasme. Ini yang ternyata suka disebut orang sebagai multiorgasme.

Dia tersenyum sendiri mengingat tadi malam itu

Sodoakan dan saling melingkar kaki dan tangannya untuk tidak melepaskan tubuh pasangannya, bercinta dengan penuh nafsu berbalut cemburu, amarah dan tentu rasa takut kehilangan, membuat gairah mereka semakin berkobar indah

Saking indah bercinta, Adiba sudah tidak lagi mengingatkan Aslan untuk kemana dia harus melepaskan peluru terakhirnya, dan seingat dia semalam Aslan bercinta 2 kali dengannya, dan disusul tadi pagi lagi saat dia hendak diantar ke bandara, semuanya berakhir dengan tembakan di dalam liang hangat Adiba.

Saat nafsu dan birahi sudah melanda, memang siapa pun sulit untuk menjaga akal sehatnya untuk tetap berada di tempatnya. Semua hilang dan hanya ada rasa ingin memberi kenyamanan, rasa sayang dan juga kenikmatan ke pasangannya masing-masing. Dan itu yang dirasakan Adiba tadi malam.

Memeluk dan merasakan tubuh jantan Aslan mendekapnya, menyatu dengan tubuh telanjang tanpa ada sehelai benang yang menghalangi mereka, rasanya sangat intim sekali dan membuatnya selalu ingin dan ingin bersama terus. Otot yang keras di dada dan perutnya, bagaikan sebuah stimulasi indah yang memacu seluruh getaran di tubuhnya saat itu menyentuh setiap lekukan di badannya.

Apalagi saat lidah dan bibir itu bermain di area miliknya yang rentan untuk disentuh, rasanya seluru emosi dan birahi menjadi satu kesatuan yang membawa dirinya selalu dan selalu meledak dalam letupan nafsu bercinta dengan Aslan.

Badan jantan, urat yang perkasa, wajah tampannya yang selalu ingin dia ada dalam dekapan, sampai membuat Adiba bagaikan tidak percaya jika semua itu ada dalam dekapan dan genggamannya, dan itu yang membuat malamnya dia serasa pendek dan singkat.

Waktu bercinta yang sebetulnya panjang buat dirinya, jadi terasa singkat seiring dengan gelombang birahinya yang datang dan datang silih berganti menyerang semua saraf-saraf sensitif, yang selalu membuat dia bagaikan dipacu untuk naik dan naik kembali mendaki puncak kenikmatan.

Seketika dia kangen lagi dengan bau tubuh Aslan yang jantan itu.

Dia tertawa saat tadi mandi berdua, ada beberapa titik di badannya yang dimerahin oleh Aslan.

Sayang nakal ih….. bisiknya ke Aslan. Tapi dia suka dengan itu, tanda merah di buah dadanya yang putih mulus terlihat kontras sekali, meski letaknya tidak simetris antara dada yang kiri dan yang kanan. Cupang kata orang-orang.

Airmatanya kembali merembes turun dari pipinya.

Dia sadar ini tidak akan mudah bagi dirinya untuk melawan ‘musuhnya’ yang disana. Namun dia juga tahu bahwa dia punya banyak amunisi yang membuat dia yakin dan percaya bahwa kelak Aslan akan memilihnya.

Adiba sedang jatuh hati dan ingin menikmati semua keindahan cinta ini. Dia tidak ingin berandai andai atau memikirkan kemungkinan terburuknya.

Mungkin pandangan orang akan lain dan merasa aneh jika tahu hubungan mereka. Adik ipar lalu naik ranjang menikahi kakak mendiang istrinya, yang janda beranak dua, yang membebani Aslan dengan panggilan ayah agar terikat dengan putranya.

Atau pandangan dari keluarga Aslan yang seperti tidak rela anaknya terikat selamanya dengan keluarganya Adiba.

Dia hanya ingin menikmati keindahan dan keagungan sebuah cinta yang kini dia rasakan saat bersama Aslan. Dia sudah lega tidak lagi mereka berpura- pura atau tertawa sendiri sambil berpandangan satu sama lain saat orang-orang yang tidak kenal menyangka mereka berempat adalah keluarga lengkap.

Dan bayang-bayang keluarga yang akan dia bina bersama Aslan nanti mulai berseliweran dikepalanya. Sebelum menginjak 40 tahun usinya, dia yakin bisa memberi lagi dua anak untuk Aslan nantinya.

Ah, rasanya indah dan bukan hayalan semata.

Bibirnya kembali menyunggingkan senyuman saat mobil masuk tol Jakarta Cikampek .

“sayang….”

“iya Ka…..”

Sepotong dialog saat mereka kelelahan tadi subuh, dan sambil berpelukan bugil dibalik selimut

“ boleh aku minta sesuatu….”

Aslan tersenyum sambil membelai rambut Adiba

“apa Ka…..”

Dia mencium dada Aslan, lalu

“jangan panggil aku kakak…..”

Asaln terhenyak sesaat

“boleh??” tanyanya lagi memastikan

Lalu Aslan menganggukkan kepalanya

“boleh…..”

Adiba tersenyum

“trus aku panggil apa?”

Dia terdiam dan sambil mengulum bibirnya

“terserah…..”Adiba tersenyum

Aslan bingung sesaat…..

“aku ikut anak-anak aja…..”

Adiba tersenyum

“kalo kamu ngga berat,…. aku oke-oke saja….”

Aslan mencium bibir Adiba

“ Iya mami…….”

Panggilan yang dibalas dengan pelukan erat serta serudukan wajahnya ke leher Aslan. Bahagia banget dia mendengar Aslan menyapanya dengan sapaan itu.

“aku panggil ayah yah…….”

Aslan menganggukan kepalanya.

Adiba kembali tersenyum dan meneteskan airmata bahagiannya mengingat momen itu. Dia lalu mengganti nama Aslan di ponselnya, dengan sebuah nama Ayah,sama seperti nama kontak di ponsel anak-anaknya dan nomor yang satunya lagi dengan nama Ayahnya Ravi.

Dia merasa bagaikan dibuat jatuh cinta lagi. Jatuh hati yang benar-benar dalam dan membuat dia lupa akan siapa dia dan siapa Aslan. Yang dia tahu hanyalah dia tidak ingin jauh dari Aslan, dan berharap mereka bisa bertemu kembali segera.

Layar dan background ponselnya pun segera berganti. Foto mereka berempat lengkap, Aslan, Adiba, Ravi dan Arvind yang tersenyum menghadap kamera saat difoto bersama, kini menjadi wall paper semua ponsel Adiba.



******************

Mami, sudah landing di Surabaya yah…..

Oke Yah, alhamdulillah

Iya Mi, nanti di taksi ayah telpon yah

OKe Yah, mami percaya Ayah kuat dan bisa selesaikan semua masalah ini

Aamiin Mi

Ingat, ada doa dan cinta mami dan anak-anak untuk ayah disana

Sama sayang, I love you all

Oke Yah…. minggu depan jangan lupa balik Bekasi

Iya, kalau ngga ada kerjaan dadakan yah

Ngga mau tahu, nanti mami yang beliin tiketnya kayak kemarin

Oke sayang


Adiba tersenyum melihat chat mereka berdua.

Dia senang sekaligus was-was bercampur gemuruh cemburu didadanya, karena dia tahu Aslan akan menjemput Rani, dan sore mereka segera kembali ke Makasar. Hati Adiba agak panas sebetulnya, namun dia menyerahkan semua ke tangan Aslan sesuai pembicaraan mereka tadi

“ngga ngantor?” tanya Abah melihat Adiba balik ke rumah siang ini dengan pakaian casual

“WFH aja Bah…..”

Anissah hanya tersenyum melihat wajah anaknya. Kini seri dan senyuman menghiasi wajah cantik putri sulungnya itu, berbeda dengan wajahnya semalam saat pulang kantor.

“ sudah ngga ngambek lagi?”tanya Umi

Adiba mengangkat wajahnya dan melirik dengan ekor matanya ke Umi

“ngambek apaan sih, Mi?”

Anissah tersenyum sambil memberi kode ke abah

“kan sudah dikunjungin…..”

Wajah Adiba ahak memerah

“yah, ngunjungin anak-anak kok……”

“gitu?”

“iya….”

“anak -anak yang dikunjungin kok ibunya yang ngambek semalam?” goda Umi lagi

Adiba jadi malu, dia tahu karena umi melihat mereka semalam saat datang dengan wajah perang

“ ngga kok……”bantahnya lagi “ siapa yang ngambek?”

“ ya sudah…. yang penting sudah baikan kan?”

“kita memang baik Mi….”

Anissah tertawa kecil, yang juga diikuti dengan senyuman abahnya

“oke….. “

Dia senyum sambil mengaduk the manisnya yang diisi gula diet, dia lalu jalan ke belakang mengambil apel yang disimpan di kulkas belakang khusus buah dan daging.

Anisah yang berdiri di samping meja makan dan melayani makan siang suaminya, agak teralihkan pandangannya melihat ponsel Adiba yang ditaruh diatas meja, ponsel itu bergetar karena ada panggilan masuk

“diba, ada telpon…” teriak Umi

Nama pemanggil itu yang membuat Anissah kaget, terhenyak sesaat dan tersenyum melihatnya. Ayah dan diikuti emoticon cinta di belakangnya.

Adiba setengah berlari menuju ke meja makan, lalu menggamit ponselnya dan segera mengangkat telponnya

“assalamualaikum Yah…..”

“ sudah nyampe? Alhamdiulillah……”

“mami baru nyampe juga, ini lagi buat salad buah…..”

Adiba tiba-tiba sadar, dialognya itu ada yang memperhatikan

Dia lalu menengok kebelakang, dan tatapan geli dari abah dan umi yang melihatnya sambil tersenyum senyum, membuat dia yang sedang dimabuk cinta pun jadi sadar

“kenapa?”tanya dia sambil menatap ke wajah orangtuanya

“kok kenapa? Kamu sendiri kenapa?”

“ngga apa-apa….”

“yah sudah ngga apa-apa juga….”

“tapi umi ama abah senyumnya aneh begitu…..”

“aneh gimana? Kok Umi dan abah mendengar ada panggilan-panggilan baru,,,,,” sambil berderai tawanya

Adiba lalu berbisik pelan, namun terdengar juga ditelinga Anissah

“yah, mami naik kekamar dulu…..”

Dia langsung menyambar tas nya dan sambil menahan malu, dia lalu lari ke kamarnya diatas untuk melanjutkan teleponnya, sambil tersenyum sendiri karena agak malu menerima telpon tanpa melihat situasi dimana ada abah dan umi disana.

Sementara itu

“aslan?”tanya abah memastikan

“yah…. siapa lagi…..”

“manggilnya beda?”

Anissah tertawa sambil menyodorkan piring nasi ke suaminya

“satu-satunya pria yang dapat karpet merah di rumah ini dan dihati anak-anak, cuma ayahnya mereka…. dan itu doa kita kan?” senyum Anissah sambil melihat ke arah suaminya yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Dua suami istri ini mungkin akan tertawa jika melihat posisi Adiba di kamar yang sedang menelepon Aslan. Kakinya naik ke dinding kamarnya, sementara tubuhnya berbaring di kasur, dan sesekali dia guling ke kiri dan kekanan, sambil terdengar suara cekikikan dan tawa sembari bibirnya digigit, atau jari-jarinya yang digigit gemas, rona bahagia pun terpancar dari wajah janda dua anak itu. Wajah penuh cinta yang kembali dia rasakan.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd