Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Kami tetap sabar menanti dengan hati yang gelisah suhu. Benar kata suhu2 diatas. Take your time.
Tapi kalau adiba yg comment : "salah lu juga sih, bikin cerita bagus banget. Kan kita jadi gak sabar". 😁😁
 
asal jangan kaya cerita sebelah aja, yg gak update sebulan dateng dateng adu nasib 🤣
elkintong the best
 
Klo ditanya apakah cerita suhu @Elkintong seperti candu? Jawaban saya pasti iya.. kemudian klo pada ditanya warga warga di lapak ini pengen gak update tiap hari? Pasti jawabannya adalah iya.. hanya saja kami memaklumi RL nya suhu.. jadi santai aja suhu, ttp saya tunggu kak
 
penantian ini menjadi dilema......
pesawatnya hanya tinggal 2 jam tapi ,,,, penantiannya berhari hari hahahahaha
cerita ini membangkikan rasa penasaran saya yang sudah lama hilang wow......
 
PART XXX


Diantara Dua Titik Pilihan



Pengumuman dari pilot bahwa pesawat akan segera mendarat di Bandara Sukarno Hatta membuat lamunan Aslan sedikit terganggu. Dia sepanjang perjalanan sama sekali tidak bisa merasakan apa yang namanya nikmat sebuah penerbangan, meski yang di tumpangi kali ini adalah pesawat terbaik dan bisnis kelas.

“Arvind sakit…. aku harus segera ke Jakarta…” demikian alasannya ke Rani tadi saat dia harus meninggalkan Rani sendirian di hotel.

“aku ikut….”

“ngga apa-apa, kasihan nanti kamu nunggu…..”

Aslan merasa sangat bersalah melihat wajah itu.

Rani bukanlah anka kemarin sore yang mudah dibohongin. NamunRani tahu bahwa dia tidak ingin melukai hati dan memanmbah beban Aslan, dia seperti ingin memberi ruang buat Aslan untuk segera menuntaskan apa yang harus dituntaskan. Hanya anggukan lemah tanda setuju

“segera aku balik kesini setelah memastikan kondisi Arvind…” janji Aslan untuk Rani

Ada rasa yang tidak masuk dalam sebuah logika seorang Rani yang banyak mengandalkan logika sebetulnya dibandingkan perasaan dalam menyikapi banyak hal, termasuk hal seperti ini, dan bagi dia seorang keponakan bisa mengatur hidup pamannya, ini agak aneh di mata Rani.

Mungkin jika anaknya Linda, yang ada pertalian darah, dia bisa memaklumi. Namun ini tidak ada pertalian darah, hanya ada ikatan yang tercipta karena sebuah kondisi yang kehilangan anggota keluarga mereka, lalu tercipta lah ikatan baru yang mengikat mereka semua

Aku bisa kasih kamu anak berapa yang kamu mau, sayang…. demikian bisik hati Rani selalu.

Namun dia memilih untuk tidak ingin terlalu dalam mengusik itu. Baginya, ada yang lebih dari sekedar ikatan keponakan dan pamannya dalam relasi anak-anak Adiba dengan Aslan, dan dia sadar sekali keluarga besar almarhumah Fia masih belum rela melepas Aslan untuk memulai jalan baru, sehingga ketergantungan anak dan cucu mereka seakan jadi tameng agar Aslan juga enggan dan tidak bisa gerak untuk ke sebuah dimensi baru.

Sementara bagi Aslan sebetulnya ini masalah yang dia bisa atasi dari awal. Hanya saja datangnya dua wanita ini bisa dibilang bersamaan semenjak dia mulai berani membuka hati. Hubungannya dengan Rani bisa saja berjalan lancar, jika dia tidak ‘nakal’ dengan menggoda Adiba.

Saat ini, semua sudah bisa dibilang terlambat, karena sudah berbicara perasaan, emosi, dan juga mungkin hati yang berbicara, sehingga semua sudah membutakan logika yang ada saat kondisi memaksa sebuah kata hati yang terucap, apalagi dari seorang wanita seperti Adiba.

Aku pernah kehilangan orang yang tadinya aku pikir akan hidup bersamaku hingga maut menjemput, demikian kilah Adiba sewaktu penegasan antara sekat mereka berdua berdiri sedikit diusik oleh Aslan.

Berjalan bersama kamu, bukanlah impian ataupun rencana aku selama ini. Namun waktu akhirnya membawa semua ini boleh aku nikmati dan rasakan, jadi jangan suruh aku untuk mengerti apa yang kepalaku dan hatiku tidak pernah sinkron untuk memahaminya… itu kata bersayap dari Adiba lagi.

Sedikit guncangan saat pesawat mendarat di Cengkareng, memudarkan semua lamunan Aslan.

Sayang, sudah tiba Jakarta? Aku ngga jadi keluar malam ini, istirahat di hotel saja, besok kalo sayang balik baru kita jalan

Oke, baru landing

Keep me informed yah

OK




***************************

Tatapan garang dan penuh permusuhan menyambutnya di pintu keluar

Tanpa menyalaminya, wanita itu langsung jalan menuju ke gedung parkiran, sambil sesekali melihat kebelakang, memastikan Aslan ada ikut bersamanya. Aura permusuhan dan mendung yang memang sudah diprediksi Aslan sebelumnya.

“ka……”

Yang dipanggil cuek saja

Setiba di samping mobil

“nih, lu yang nyetir…..” perintahnya

Wanita itu langsung duduk disamping, wajahnya yang masam menengok ke arah jendela, sepertinya enggan untuk menengok ke arah Aslan, yang tersenyum kecut melihat wajah perang dari Adiba semenjak dia muncul di pintu keluar

“aku minta maaf…..” kata Aslan akhirnya keluar saat mobil mulai masuk ke tol bandara menuju ke rumah mereka

“maaf apa?”

“maaf kalao sudah bikin kaka marah…..”

Adiba kali ini menengok ke arah Aslan

“bisa yah kamu……. bawa dia terbang berdua……” tatapan sinis dan agak emosi nadanya terdengar, yang dianggap sebuah pembukaan yang akan dilanjutkan dengan tone yang semakin tinggi

Aslan hanya diam

“apa alasannya kamu ajak dia…..??” tanya Adiba lagi

Aslan masih diam

“jawab Aslan…. kamu laki-laki… berani berbuat berani dong jawab gue….” suara itu mulai meninggi.

Aslan merasa bukan saat yang tepat untuk adu argumen, dia memilih diam

Diamnya Aslan malah membuat Adiba makin naik tensinya

“ditanya juga…. lu yah…. “

Aspal dijalanan depan dan lampu-lampu belakang mobil yang jadi pemandangan Aslan

“jawab Aslam…..’

“hrgggggghh…..” tangan Adiba dengan kasarnya lalu menggaruk lengan Aslan disampingnya

“jawab……” bentaknya

Aslan kaget mendapat serangan seperti itu

“udah dong Ka…..”

“udah apa???”

Aslan diam sambil mengusap lengannya yang baru dicakar oleh Adiba.

“ sakit jiwa kamu….. semua mau diembat…..” amarah di nada suara Adiba bukannya reda bertemu Aslan, malah makin berkecamuk

Aslan memilih untuk tidak menjawab apa yang diperkarakan oleh Adiba, baginya membalas emosi dengan emosi tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi Adiba dalam kondisi seperti ini.

“sial banget sih hidup gue……” suara penuh sesal terdengar lagi

Pelan-pelan diamnya lalu berubah menjadi tangisan.

Aslan benar-benar dalam dilema saat ini.

Matanya yang masih berkonsentrasi ke arah depan, sesekali menengok ke sampinganya melihat wajah yang ditutupi oleh kedua telapak tangan, tangisannya yang tadi pelan kini mulai terdengar di telinga

“Ka, udah dong…..”tangan Aslan mencoba mengusap bahunya untuk menetramkan Adiba

Dia menggoyangkan bahunya seperti enggan disentuh oleh Aslan

“jangan sentuh gue…..” bentaknya ditengah tangisannya yang mulai jatuh

“najis lu……”

Asaln tahu dalam kondisi seperti ini maka kata-kata apa saja bisa keluar dari mulut Adiba. Makanya dia memilih diam.

“ya sudah aku minta maaf, Ka……”bujuk Aslan lagi

Tangisannya malah makin kencang

Aslan sungguh bingung menghadapinya. Seingat dia, selain terakhir saat Nafia meninggal, baru kali ini dia melihat Adiba menangis sekeras ini. Dia serba salah, ingin minta maaf dan bicara baik-baik, namun emosi dan tangis Adiba yang naik turun, membuat dia agak menahan diri.

“apa sih yang dikepala kamu?”suaranya serak diantara tangisnya

Aslan diam

“mau kamu disana kamu bisa sama dia, trus disini pulang sama aku juga???”

Tercekat dia mendapat judgment seperti itu

“iya gitu mau kamu???”

Diam sesaat

“ngga lah Ka…..”

“trus kenapa????”

Diam lagi Aslan

“kalo pilih dia, yah sudah sama dia aja…. ngga usah lagi lu cari gue…..”

Kata-kata penuh emosi dan amarah itu memang sulit dibantah oleh Aslan, dan dia memilih diam

“selalu aja maaf maaf dan maaf lu……”

Naik lagi emosi dia

“ka, aku ngga mau ke Surabaya tadinya……”

Tatapan-nya kini tajam sekali ke arah Aslan

“tapi aku diminta Bang Yahya untuk kesana…. karena kita mendapat penghargan…..”

“oh gitu…. hebat banget alasan lu yah….”

“ngga juga Ka…..”

“trus?? alasan karena diminta kantor? Lalu kenapa lu ajak dia….”

“karena dia kebetulan ada acara juga….”

“kebetulan?? lu pikir gue anak kecil apa dikasih alasan seperti itu??”

Aslan kembali dia

“trus kenapa lu ngga cerita kalo lu ke Surabaya??” bentaknya agak keras

Aslan terdiam lagi sesaat

“aku ngga mau kaka marah…..”

Adiba benar-benar emosi mendengar alasan Aslan

“lu gambling kan?? kalo ngga gue lihat status Linda, pasti ngga akan ketahuan lu berdua-duaan disana kan??” cecar Adiba lagi

“ngga gitu Ka…..”

“ngga gitu???”

Aslan terdiam kembali

“gila lu yah…….”

Matanya bagaikan penuh kilatan emosi dan riak marah, melihat Aslan yang terdiam seketika emosinya menggelegar lagi.

“ sialan banget sih……” dia dengan ganas lalu mencakar kembali tangan Aslan

“Bangsat emang lu…… jahat lu jadi orang…..”

Aslan kelabakan mengadang serangan Adiba sambil dia menyetir

“kaka….. udah dong….” dia agak sedikit mendorong tangan Adiba karena mendapat serangan dari samping seperti ini

“turunin gue disini…..” bentaknya kini

Mata yang berkilat penuh emosi itu meminta Aslan berhenti dan menurunkannya ditengah jalan tol seperti ini.

“udah dong Ka….” bujuk Aslan

“udah apaan??”agak sedikit histeris “jangan lu panggil gue ka lagi…..”

“pantas lu manggil gue itu aja dari dulu sampe sekarang…. karena gue bukan siapa-siapa di mata lu, selain kakak bini lu, dan juga tempat lu buang tai macan lu…..” bentaknya kini semakin kencang.

“astaga Ka….. ngga gitu Ka….”mata Aslan kaget emndapat tuduhan Adiba seperti itu.

“ngga gitu gimana lu??”

Tangisannya kembali terdengar agak histeris

“turunin gue disini…..” ebntaknya lagi

Aslan masih diam

“turunin gue….” tangannya bergerak dan memukul lengan Aslan berkali kali….

“sialan emang lu….” emosinya kini pecah

“ ngga bisa lu hargain gue??? lu anggap gue siapa???” teriaknya lagi

Aslan benar-benar bingung dan hanya bisa diam

“sakit hati gue, Aslan……” kini dia menelungkupkan badannya sambil menangis

“jahat lu……”

Aslan mengelus punggungnya yang tertelungkup

“ngga gitu Ka…..”



“jangan sentuh gue…..”

Matanya kini makin meradang.

Adiba lalu mencoba membuka sabut pengamannya

“Turunin gue… atau gue turun sendiri”

Aslan panik seketika

“kaka…. ngga….. jangan Ka…” teriak nya panik…..

Aslan lalu dengan cepat meminggirkan mobilnya ke pinggir bahu jalan tol, dengan cepat dia menyalakan lampu darurat, dan segera dia memeluk Adiba yang mencoba untuk turun dari mobil.

Dia tidak menyangka jika Adiba akan senekad ini
”Ka….

“apa sih lu…..?” balas Adiba tidka kalah garang

Aslan kali ini benar-benar dibuat seperti roller coaster pikirannya

“kaka mau marah silahkan…. tapi jangan kayak gitu dong….”

“kaya gitu gimana?”dia menepis pelukan Aslan

“kaka ngapain mo turun disini??”

“bodoh… biarin…. diri gue ini… lu urus aja tuh pacar lu….”

Akhirnya Aslan bersuara

“kaka silahkan marah…. tapi dirumah kita selesaikannya… jangan dijalan…..”suaranya agak tegas

Adiba kali ini yang terdiam

“laki-laki bajingan emang lu……”

Aslan diam, mobilnya kembali jalan setelah dia memastikan sabuk pengaman Adiba kembali terpasang, meski tangisannya masih kencang terdengar.

“ asal lu tahu…. gue itu tidur ama lu yah… “ tatapan-nya tajam ke arah Aslan yang sambil menyetir dan menatap kedepan.

Aslan terdiam dan bingung menghadapi kata-kata Adiba

“gue emang jalan ama yang lain… tapi cuma sama lu gue tidur……” tinggi nadanya

“tau lu????”bentaknya lagi

“ lu mikir ngga kalo sampe lepas trus jadi… siapa yang malu?? siapa yang menderita???” kencang suaranya

“sampe gue bunting…… siapa yang disalahin?” suara Adiba kembali melengking

“ pasti semua salahin gue sebagai perempuan yang ngga bisa jaga diri…..”

Aslan bingung, tangis Adiba kembali meraung kencang

“turunin gue sekarang…..” dia kini mencakar lengan Aslan

“sekarang……”

“berhenti ngga lu??”

Aslan bingung dan pucat

Dia lalu menghentikan mobilnya kembali di sisi bahu jalan

Dengan erat dia memeluk Aidiba yang meronta ronta

“lepasin gue…..”

Aslan tidak peduli, dia tetap memeluk Adiba dengan erat.

“lu emang jahat…….” dia memukul pungung Aslan yang memeluknya

“jahat banget lu…. ngga mikir lu gimana perasaan gue…..”

Dia mendiamkan Adiba yang masih menangis dan sesekali meronta agar dilepaskan dari pelukannya, namun Aslan tetap memeluknya dengan erat, dia menunggu dan tetap mencoba meredakan emosi dan tangisan wanita itu yang kali ini benar-benar tidak bisa menahan diri karena cemburunya sudah membuat nalarnya hilang seketika

“sana lu pergi sama perempuan itu…… “

Aslan masih memeluk Adiba

“udah yah Ka……” bisiknya lembut saat Adiba mulai tenang.

Perlahan dia lalu melepaskan pelukannya. Matanya masih dengan ketat mengawasi Adiba, jika wanita itu hendak melaksanakan niatnya untuk turun dari mobil.

Adiba masih menangis sesunggukan.

Aslan sungguh tidak menyangka akan seperti ini seorang Adiba. Selama ini dia melihat sosok ini kuat dan tidak ada tanda-tanda bakal mengalami hal seperti ini, meski dia tahu bahwa ikatan diantara mereka pun semakin hari semakin dekat, bahkan sangat dekat, sehingga sudah ada emosi dan hati kecil yang sulit dipisahkan lagi diantara mereka.

Sementara hati Adiba benar-benar kacau kali ini.

Pikirannya kusut, wajahnya penuh airmata, dan hatinya panas dengan emosi yang meluap untuk Aslan.

Jika mencintai orang hanya akan sakit mungkin tidak akan dia lakukan semua ini. Namun takdir membawanya kembali harus merasakan manisnya sebuah rasa, dan juga pahitnya sebuah cemburu dan kekecewaan yang kembali harus dia rasakan, karena sudah mencintai orang yang salah.

Air matanya masih mengucur

Hatinya masih marah dan kesal

Rasanya kekecewaan yang lama tidak dia rasakan kini muncul lagi, kembali harus kecewa terhadap hati yang yang dia sendiri tidak tahu kemana harusnya hati itu berlabuh.

*****************************

Tanpa bicara apa-apa, Adiba langsung turun dari mobil dan masuk kedalam rumah.

Pukul 22.00 WIB, anak-anak sudah tertidur, dia langsung naik keatas tanpa menyapa Umi yang heran melihat anaknya yang tampak kusut masai dan seperti baru selesai menangis, yang tidak seperti biasanya dia selalu menegur atau memberi salam, ini malahan langsung naik ke kamarnya

Dan yang membuat kaget lagi, di belakangnya bukannya sopirnya, tapi Aslan yang muncul

“assalamualaikum, Umi…..”

Aslan menyapa dan mencium tangan Uminya

“waalaikumsalam, Bang…..” dia terheran melihat Aslan ada di Bekasi

“lho…. baru datang….”

“iya Mi...” anggukan lemas Aslan

“bareng Diba?”

“iya Mi….”

Melihat gelagatnya, Anissah segera tanggap, sepertinya sedang ada masalah antara anaknya dan menantunya ini.

“ kenapa Diba?”tanyanya dengan pelan

Aslan terdiam

“abah kemana?” dia balik bertanya

“udah tidur, baru balik dari Pertamina, langsung tidur…..”

Aslan hanya terpekur

“marah?”

Aslan terdiam, lalu menganggukkan kepalanya

Seketika Anissah segera paham apa yang terjadi

“abang dari Makasar?”

Dia menggelengkan kepalanya

“Ngga Mi… lagi di Surabaya….”

“trus langsung kesini?”

“iya Mi….”

Anissah bingung harus bilang apa. Dia tahu akan keras hati anak sulungnya ini, dan dia tahu bagaimana baik hati menantunya ini juga, namun dia yakin pasti ada yang membuat Adiba marah dengan Aslan

“yah sudah, naik lah keatas selesaikan masalah kalian…..” anjur Anissah

Aslan masih diam

“sudah makan….”

“sudah Mi.….” Aslan asal menjawab saja, pikirannya sudah kemana mana

Anissah bisa melihat beban pikiran menantunya

“mama tahu abang kesini?”

“ngga Mi……”

Pasti anak-anak juga tidak tahu ada dia datang, pikir Anissah

“yah sudah…. jangan ribut-ribut….”

“iya Mi…..”

Dengan lembut Anissah lalu menasihati Aslan

“yang sabar kamu hadapi Diba yah…. dia beda dengan Fia…. dia agak keras…. kamu harus sedikit lebih sabar yah…..”

Aslan menganggukan kepalanya

“ saya keatas dulu, Mi…..”

Anissah tersenyum lembut. Dia tidak tahu harus bilang apa. Namun serangkaian kejadian belakangan ini seperti menguatkan dugaannya bahwa ada sesuatu yang terjadi diantara Adiba dan Aslan, dan malam ini dugaannya itu terbukti benar. Tidak mungkin Adiba marah ke Aslan jika tidak ada hal yang mendasar dan membuat dia emosi. Dan Anissah tahu, ini bukan hubungan biasa, ini hubungan yang sudah jauh arahnya, sehingga emosi anaknya sudah sulit dikontrol.



****************************

Aslan sempat membuka whatsapp nya, dia lalu membalas whatsapp dari Rani, dan mengabarkan bahwa dia sudah di rumah di Bekasi. Meski merasa sangat berdosa terhadap gadis ini, dia memilih mendiamkan sejenak semuanya, nanti dia pasti akan bicara dengan semuanya, meski dia tidak tahu kapan.

Mengurusi Adiba saat ini jauh lebih penting.

Karena masalah dengan Adiba ini akan sangat berbahaya jika dia tidak tangani lebih awal. Ada keluarga, dan ada anak-anak yang tidak berdosa yang bisa jadi korban jika mereka berdua sama-sama keras kepala dan saling ego satu sama lain.

Ketukan di pintu Adiba

Masih belum dibuka

Dia mengetuk lagi

Belum juga dibuka

Dia lalu mencoba mendorong pintunya, ternyata tadi saat masuk dan banting pintu, Adiba tidak sempat menutupnya.

Aslan lalu masuk, dan dia melihat Adiba terpelungkup di ranjang, terdengar suara masih sesunggukan diatas kasurnya. Bajunya juga belum diganti, masih dengan pakaian kantornya dia tadi saat menjemputnya di bandara.

Rasa masgul dan bersalahnya Aslan bagaikan mendera dirinya sendiri. Jika dia bisa bersikap pasti tidak akan ada drama seperti ini hari ini. Semuanya damai dan berjalan seperti biasanya. Namun karena ada drama dan sedikit insiden, maka semua yang sudah dirancang jadi berantakan.

“ka……”

Diam masih

Aslan lalu merapat dan mendekat, dia mencoba menyentuh bahu Adiba

“ngga ah….” Adiba mendorong tangan Aslan

Pria itu lalu duduk di samping tempat tidur, dia mencoba menepuk lembut betis Adiba yang tertekuk kakinya

“aku minta maaf”

Masih diam dan menutup wajahnya dengan bantal

Aslan dibuat bingung. Dia tidak punya pengalaman menghadapi wanita yang marah dan segalak Adiba. Dulu dengan Nafia, mereka nyaris tidak pernah ribut besar selama pacaran hingga berumah tangga, sehingga menghadapi wanita dengan karakter seperti Adiba jelas baru kali ini bagi Aslan.

Meski belum membalikkan badannya dan masih menutupi wajahnya dengan bantal, Adiba kini lebih tenang dan tidak lagi mendorong tangannya yang kini mengusap punggungnya dengan lembut

“sana lu……” gerutunya terdengar

“udahlah Ka….. aku minta maaf…..”

Diam

“kalo aku salah… aku minta maaf…..”

Masih belum bergerak sama sekali

Aslan memilih mendiamkan dulu, dia sabar menunggu hingga emosi Adiba mulai landai.

Aslan merasa emosi Adiba kini agak turun dibandingkan saat menjemputnya tadi dan di mobil yang begitu membara dan sangar. Namun dia tetap menjaga nada bicaranya agar emosi yang sudah turun ini tidak naik lagi dan marah lagi kepadanya

“kaka ngga makan?”

“ngga usah basa basi nanya makan….. lu tanya aja pacar lu yang ditinggal disana….”

Aslan hanya tersenyum kecut

“udahlah Ka…….”

Dia dengan lembut dia membelai punggung Adiba, mencoba menentramkan hati dan kepala yang isinya kemarahan dan kecemburuan itu. Ada rasa bersalah dan rasa berdosa di hatinya juga, karena sudah melibatkan wanita ini ke masalah yang harusnya dia tidak ikut terlibat diawalnya.

Jarum menit berputar terus meski rasanya lama di tengah diamnya dua orang ini yang sedang saling berpikir dengan alamnya masing-masing.

Tough woman….. bisik hati Aslan

Elusan tangan Aslan kini berganti menjadi pijitan lembut

Suara tangis Adiba kini mulai hilang, meski wajahnya mash tertutup bantal.

Emosi yang mulai mereda membuat Adiba juga agak sedikit jernih berpikir.

Ada rasa kasihan juga dihatinya setelah tadi dengan penuh kemarahan dia ‘menghajar’ Aslan yang sebetulnya tidak sepenuhnya salah. Hubungan Aslan dengan Rani berdua itu sudah terjalin sebelum kenakalan mereka melanda. Sebenarnya dia yang jadi orang ketiga dalam hubungan mereka, bukan Rani.

Namun kedekatan emosi, ada faktor keluarga dan anak-anak terlibat disitu, membuat Adiba yang merasa bahwa Aslan adalah milik keluarga, harusnya tidak boleh diganggu oleh siapapun, meski dia tidak ingin berada disituasi ini juga awalnya.

Aslan berhak menentukan kemana dia melangkah, karena tidak ada tanggung jawab yang harusnya dia pikul. Malah Adiba dan anak-anaknya yang memberi beban itu ke pundak Aslan. Jadinya tidak fair rasanya Aslan kemudian disalahkan dalam hal ini.

Kamu lah orang ketiganya, Diba….. bisik hati kecilnya yang kini mulai jernih berpikir

Namun tetap saja rasa emosi, kesal dan terutama cemburu yang besar jauh lebih menguasai hati panas Adiba.

Dia sudah masuk ke fase ingin memiliki!!

Bukan lagi di area abu-abu dimana dia masih bermain dengan hati yang kompromistis dengan situasi Aslan. Kali ini dia sudah dalam tahapan dimana dia tidak ingin berbagi Aslan dengan yang lain, kecuali dengan keluarganya sendiri.

Aku sudah serahkan semuanya ke dirinya. Harga dirinya, tubuhnya, jiwanya, cintanya, bahkan tidak bisa dia pungkiri bahwa tidak pernah sedikit pun dia melangkah tanpa tidak memikirkan Aslan belakangan ini.

Salah ngga sih kalo aku cemburu??

Dia sudah memberi aku semua hal indah. Perhatiannya yang hebat, kasih sayang ke anak-anaknya yang tulus, pemberian diri ke keluarga dan perusahaan, belum lagi bagaimana dia melayani Adiba diatas ranjang. Servis dan pelayanan Aslan sungguh sulit dicari tandingannya, dia bahkan bisa berkali kali orgasme saat bercinta dengan Aslan, sesuatu hal yang tidak dia alami saat bersama Anand.

Tapi kembali lagi rasa cemburunya menguasainya. Dia tidak rela tubuh, jiwa dan hati Aslan dibagi dengan yang lain.

You are mine. Full stop…..

“ka……”

Suara lembut itu menyapanya

Meski dia benci sekarang ini dengan sapaan itu, namun tidak dia bisa pungkiri dia merindukan setengah mati suara itu, suara yang hilang sehari, bahkan sejam hilang kini mulai dia buru dan cari tahu kemana perginya.

“Ka….. aku minta maaf….”

Suara yang harusnya tidak perlu diucapkan, namun terucap juga dari mulut Aslan

Bantal yang menutupi wajahnya kini disingkirkan oleh Aslan.

Badannya Aslan kini sedikit menindihnya.

Tangan pria itu lalu menyibakkan rambut Adiba yang sedikit menutupi wajahnya yang kusut masai akibat tangisan dan emosi sepanjang hari ini.

Meski wajah itu masih memalingkan dan enggan menatapinya, namun Aslan lega karena sudah tidak ada penolakan lagi, hanya diam dan sisa airmata yang mulai mengering di tepian pipinya, dan mata yang masih agak bengkak karena kebanyakan menangis dan menahan amarah

Elusan lembut di pipinya, sedikit menentramkan hati

Tatapan lembut Aslan menyapa matanya yang masih berkabut akibat telaga yang banjir di pelupuknya

Ada rasa bersalah dibalik tatapan hangatnya itu

Meski marah, ada rasa sesal juga di hati Adiba, karena sudah bertindak seperti anak kecil dalam hal ini, meski dia masih malu mengakui rasa kesal dan penyesalannya yang berlomba lomba saling mendahului dan memacu ego dirinya

“aku minta maaf sekali lagi…..”

Bisik lembut menyapa telinganya

Lalu pelukan hangat pria itu merangkul dan membawanya dalam pelukan.

Tangis Adiba seketika pecah kembali saat wajahnya tersembunyi di balik leher Aslan. Emosinya dan kata hatinya yang sering berlawanan membuat dia tidak mampu mengendalikan dirinya, dan hanya bisa menangis untuk meluapkan suasana hatinya yang fluktuatif tidak menentu.

Dan lalu tangannya pun tanpa bisa ditahan akhirnya membalas pelukan hangat Aslan. Dia segera sadar betapa dirinya kini sudah sulit menipu dirinya, kalau dia sudah jatuh hati dan tidak mungkin berpaling lagi dari adik iparnya ini.

Dia takut jika pria itu pergi meninggalkan anak-anaknya, dia juga takut jika pria ini pergi meninggalkan dirinya, yang kembali boleh diijinkan semesta untuk merasakan mencairnya sebuah hati setelah sekian lama membeku akibat nestapa pengkhianatan, namun akhirnya luluh akibat cinta yang dihadirkan oleh Aslan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd