Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

PART XXVII



Dimana kugantung hatiku ?



Dunia yang sangat maju dan progresif seperti ini memang implikasinya sangat terlihat dari perilaku semua banyak orang. Dan sebagai sosok modern, Aslan juga tidak melarang atau mengeluhkan sikap Rani yang datang ke rumahnya, meski dia sedikit menyayangkan karena baginya semua itu terlalu cepat

“ayah, itu teman ayah?”

“iya De…..”

“tapi, tapi ayah ngga akan pergi kan?” tanya anaknya polos

“pergi kemana sayang?’

“yah…. pergi dengan teman ayah…..” raut wajah sedihnya terlihat

“ngga dong sayang…..”

“ayah tetap sama ade kan nanti?”

“iya selalu sama Ade….”

“ayah janji?”

“Janji sayang…..”

Wajah polos yang terlihat sedih dilayar laptopnya saat sedang conference call itu seketika menyapu rata hati Aslan. Dia baru sadar kalau anak-anak itu sangat tergantung dengan dirinya, semenjak mereka pulang, kedekatan mereka memang jadi sangat dekat dan dia bagaikan mendapat pengganti malaikat kecil dalam hidupnya.

Berpisah kota bukan halangan, karena hampir setiap minggu paling lama 2 minggu sudah bertemu, sehingga kedekatan emosi anak-anak itu lengket sekali dengan Aslan. Dia sosok ayah bagi mereka. Titik.

“soalnya, teman Ade di kelas…. itu papanya pergi……”

“pergi kemana….”

“katanya pergi punya mama baru…. jadi dia, abangnya, adenya sama mamanya ditinggal deh…..”

Astaga Arvind, how come you thinking beyond my imagination, nak?

“sama kayak papi juga kan…..”

“ngga sayang…..”

“nah, kalo nanti ada teman ayah… trus ayah kan bisa juga pergi….”

Arvind, aku akan peluk kamu jika aku disana sayang. Hatinya bagaikan dihajar palu yang keras berkali kali mendengar suara hati anaknya ini.

“ngga dong De…. ayah khan ngga pergi… ayah ada disini kerja, nanti pulang sama ade dan kaka….”

Anak itu sedikit menyeka airmatanya. Perceraian orangtuanya sepertinya membekas di hatinya, sehingga melihat ada wanita asing yang muncul pun dia anggap akan membawa ayahnya dia yang dia cintai itu juga pergi.

“benar yah?”

“benar dong… ngga ada yang bisa gantiin ade sama kaka di hati ayah… dan ayah ngga akan kemana mana….”

Senyuman muncul di wajah gantengnya itu. Lalu

“ya sudah…. ade makan dulu sama belajar dulu yah….”

“oke Ayah…..”

Hati Aslan bagaikan genderang yang ditabuh berkali kali. Dia dibuat bingung dengan situasi ini. Hal yang sebetulnya bisa dia hindari dari awal, namun akhirnya dia terjebak sendiri dengan alur yang harusnya dia tidak ikut didalamnya bersama.

Sekarang anak sudah menuntutnya untuk bersikap. Mereka memang bukan anak kandung aku, mereka cuma keponakan, masalahnya mereka itu sudah seperti anaknya dia selama ini. Bahkan orang-orang di kompleks dia sekarang tinggal ini semua tahunya Arvind dan Ravi adalah anak Aslan.



*************************



Sementara bagi Rani ‘penolakan’ Arvind itu bukan masalah besar bagi dirinya. Bagi Rani semua itu hanyalah masalah waktu, dan dia yakin nantinya juga setelah mereka besar dan tahu kondisi sesungguhnya bahwa Aslan akan punya keluarga sendiri, mereka pasti mengerti.

Yang pasti buat dia hanya rasa sayang dan perhatiannya Aslan yang di pentingkan. Selama Aslan masih sayang dan menerimanya, maka yang lain tidak dia pikirkan atau acuh-kan.

Kehidupan mereka bergulir lagi seperti biasa, dan dia kembali ke kantornya, bekerja normal, Aslan pun demikian. Rutinitas mereka bertemu memang tidak setiap hari, bisa setiap dua atau 3 hari sekali, atau siangnya Rani datang makan siang bersama Aslan.

Hanya saja dia sering bertanya tanya, kenapa Aslan melarang dia datang ke rumahnya, atau tidak mengajak Rani ke rumahnya. Padahal sebaliknya Aslan sudah bebas dan sering ke rumah dirinya. Ini yang jadi pertanyaan bagi Rani sebetulnya, meski tidak dia utarakan secara terbuka kedepan Aslan, karena dia menjaga agar semua kondisi ini tidak rusak.

“ada 3 hal yang aku selalu impikan jadi tonggak besar dalam hidup aku…”

Aslan hanya terdiam mendengar kata-kata Rani

Sore ini mereka sedang duduk di salah satu kafe di pantai Losari, Makasar.

“dan 2 diantaranya sudah aku dapatin sih…..”

Aslan tersenyum memperhatikan setiap untai kata dari Rani

“pertama, masalah sekolah…. aku minat sekolah di UGM atau Undip…. ternyata aku lolos dua-duanya, meski aku milihnya Undip akhirnya…..”

Anggukan kepala Aslan mendengarnya, dia mengakui memang isi kepala anak ini cerdas dan brilian.

“trus kerja…. perusahaan ini memang impian aku…. dan gol diterima, dan sekarang malah cepat naiknya…..”

Aslan masih diam sambil tersenyum

“mau tahu satu lagi?”

“kalau ngga keberatan….” jawab Aslan

Rani tersenyum manis menatap ke arah Benteng Fort of Rotterdam itu dari kafe tempat mereka duduk

“ punya suami….. seorang pria yang aku cintai….”

Aslan tertawa, dia memilih untuk tidak menanggapi lebih jauh

“ sudah dapat yang ideal?”

“sudah dong…..”

Rani menatapnya dengan penuh cinta

“right in front of me, now…..”

Aslan langsung mati kutu dibuatnya

“ tapi aku …….” lidah Aslan bagaikan kelu

“kamu kenapa?”

“aku khan bukan …. “ agak terbata suara Asaln

“bukan apa?” potong Rani

Aslan tersenyum tidak melanjutkan

Rani lalu menggenggam tangan Aslan yang yang bertumpu diatas meja

“dalam hidup, aku suka buat beberapa exemption……..”

Lalu sambil tersenyum manis dia menyambung

“termasuk mencintai seorang duda…..”

Aslan tercekat seketika

“itu pengecualian terindah yang aku buat….. hanya untuk bisa bersama kamu……”

Sikap Aslan yang cenderung cool dan pendiam, dengan wajah tampannya yang memikat memang membuat wanita sering terpikat. Rani adalah sosok yang beruntung mendapatkan pria tampan ini, yang seumur hidupnya selama ini hanya mengabdi pada satu cinta, meski belakangan ini kesetiaannya harus tergadai oleh sisi duniawinya sebagai laki-laki, yang membuat dia menjalani hidup sebagai pria yang membagi pikirannya dan tubuhnya untuk dua wanita.



*************************

Malamnya di ruang kerja Aslan.

Dia sedang duduk diatas kursinya, sambil melakukan vidio call dengan Adiba di Bekasi

“aku sih ngga masalah… cuma maksud aku jaga perasaan anak-anak lah…..”

“iya, aku ngga tahu lah kenapa bisa kesana….”

“ arvind itu pulang kata Umi langsung masuk kamar… makanya besoknya baru aku tanya….”

Aslan hanya bisa diam

“bukan aku ungkit, cuma meski kejadiannya sudah sedikit lama, Ade baru cerita kemarin itu…”

Ada rasa sesal dan bersalah di diri Aslan seketika mendengar itu.

“ya sudah, aku minta maaf yah Ka…”

“it’s oke…. anak-anak aku terlalu posesif mungkin….”

Aslan lalu tersenyum

“aku minta maaf…”

“iya santai aja kali….”

Diam dan hanya saling berpandangan di layar ponsel

“udah makan?”

“udah…. “

“baru pulang yah…”

“ada sejam yang lalu…..”

“dari pantai kayaknya…..”

Aslan tertawa

“ngga, kebetulan ada kawan ngajak juga kesana…..”

“ngga apa-apa sih…..”

Lalu

“kaka dah makan?”

“ngga makan malam aku….”

Adiba tertawa kecil

“kamu motong jalurnya suka basi…..”

“salah terus kalo sama Kaka deh…..”

Pembicaraan mereka lalu mengalir lancar dan saling bercanda satu sama lain. Ada rutinitas bercerita lewat video call sepulang mereka kerja hampir setiap hari, yang membuat Aslan harus pulang lebih awal dari rumah Rani atau jika jalan dengan Rani. Untung waktu Makasar lebih cepat dari waktu Jakarta.

Lalu

“lan…..”

“ya Ka….”

“aku nanti mau ke Korea…..”

Aslan kaget mendengarnya

“oh yah? Kapan Ka….”

“kalo jadi sih akhir bulan….”

“1-2 minggu lagi dong?”

“iya….”

“bisnis?”

“hmmmm….. ngga… liburan….”

“oh….”

“sama siapa….??” suara Aslan agak berbeda

Adiba tersenyum

“diajak Hardian sih……”

Entah apa yang merasuki kepala Aslan, dia langsung terlihat berubah wajahnya

“oh gitu……”

“iya… ada beberapa kawan juga sih, ngga cuma berdua…..”

Aslan terdiam sesaat, lalu

“terserah aja……”

Adiba agak kurang nyaman jadinya

“yah… maksudnya kan aku kasih tau aja…… takutnya tau-tahu aku ngga ada, kamu dikasih tahu atau tahu dari anak-anak kan ngga enak akunya…..”

Masih diam Aslan

“ya sudah……”

“ya sudah apa?”

“ya sudah…. ngga apa-apa….”

Adiba tersenyum

“masih 1-2 minggu lagi…..”

“iya… have fun lah…”

“ih, have fun apa sih…. orang masih lama juga….”

“minggu depan sudah dekat lah…..”

Adiba hanya tersenyum

“kan kamu boleh liburan sama Rani… aku juga bolehlah jalan-jalan sama teman-teman aku….”

“ama pacar kali….”

“ih, pacar dari mana sih??” senyuman Adiba tersungging

Aslan hanya bisa merenung sesaat. Hatinya dan pikirannya seketika agak merasakan hal lain yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mendengar Adiba akan pergi dengan Hardian ke Korea, dia juga bicara sudah mulai agak lain nadanya

“ oke kalo gitu….”Aslan agak berubah tone suaranya

“mo udahan vidio call nya…..”

“ya, ada lagi yang mau dibahas?”

Adiba agak kesal jadinya

“oh, jadi harus ada yang dibahas baru bisa vidio call?”

“ngga juga….. kali aja khan ada yang mau nelpon….”

Adiba agak naik tensinya dengan nada bicara Aslan

“perasaan dari tadi aku wa sampai dirumah mau telpon dan vidio call yah……”

Aslan terdiam

“giliran baru ngobrol bentaran udah mau udahan…..”

Aslan masih diam

“apa mau kasih kesempatan yang lain vidio call??”cecar Adiba

Aslan bingung sekarang

“ngga….”

”trus? Apa maksudnya mau udahan ngobrolnya?”

Masih bingung dia

“ya kali aja kaka mau telpon ….”

“eh, jangan suka bantalin orang yah….. kamu mau nelpon dia trus bilang aku yang mau terima telpon orang lain?”

Suasana vidio call yang tadinya anteng dan damai pembicaraannya, kini jadi agak tinggi tensinya, nada sedikit gaduh mulai keluar

“sebel banget kalo udah gini……”

“ngga gitulah Ka….”

“ngga gitu gimana?”

Aslan diam

“ya sudah sana kalo lu mo nelpon pacar lu itu……”

“ngga Ka…. kalo kaka masih mo ngobrol ngga apa-apa….”

“udah malas gue…..”

Emosi dan kesal di hati Adiba sekarang

“ yah sudah yang mau nelpon yang lain…..” agak pelan suara Aslan

“nelpon siapa maksud kamu?”

“yah siapa mungkin gitu….” senyum Aslan agak akward

“ Hardian maksud kamu?? sebut namanya dong…. kan kamu laki-laki… jagoan di kompleks sini…..” suara Adiba agak kencang “masa mau sebut nama orang takut?”

“kaka ngga usah ngegas gitu lah….”

“ngga ngegas aku”

Adiba emosi melihat gaya Aslan bicara malam ini

“ sudah ah…. tutup aja telponnya…. malas juga gue….”

Aslan diam

“ sana lu telpon pacar lu…..”

Aslan langsung kalut dihantam seperti ini. Dia tidak memiliki pengalaman menghadapi wanita sekeras Adiba. Dia selama ini yang dia hadapi ialah wanita lembut seperti mendiang Fia, yang tidak pernah bicara keras atau kasar ke dirinya, bahkan Rani yang sangat independent sebagai wanita pun, tidak pernah bicara seperti ini ke Aslan. Ini yang membuat dia agak bingung menghadapinya

“ka……”

“udah ah…..”

Sambungan vidio call pun terputus seketika karena ditutup oleh Adiba

Aslan mencoba menelepon lewat whatsapp call

Tidak dijawab

Dia lalu mencoba vidio call lagi

Tidak dijawab juga

Dia lihat whatsapp Adiba masih online

Aslan mencoba menelepon kembali, sambil pindah dari ruang kerja ke kamarnya.

“apa lagi?”suara gusar disana menyambutnya

Aslan terdiam kembali, lalu

“kenapa sih kaka marah-marah?”

“ih, siapa juga yang marah?”

“itu kaka main tutup telp?”

“lah, kan kamu yang mau udahan…. masa iya gue kegenitan nunggu supaya kamu yang tutup? Hellow……”

Hati Aslan sebenarnya agak marah, tapi dia masih bisa tahan emosinya

“ya sudah… aku minta maaf….”

“maaf… emang salah apa?”

Hadeu, wanita memang yah, sulit ditebak maunya

“pokoknya aku minta maaf……”

“yah ngga ada yang salah kok…..”

“kalo gitu ngapain juga kaka marah ke aku?”

“siapa juga yang marah?”

Ampun rasanya Aslan bagaikan dipancing emosinya sama Adiba

“iya, maaf jika kesannya aku ngga suka kalo kaka mau ke Korea…..”

“ya mau suka ngga suka juga ngga ngaruh kan? Toh aku bukan siapa-siapa kamu juga, hanya teman tidur aja kalo ketemu kan?”

Aslan benar-benar diiuji kesabarannya kali ini

“ lagian kamu juga bebas disana mau jalan sama dia…. gue juga boleh dong jalan sama siapa saja disini….”

Benar-benar menguras emosi lama-lama Adiba

“ ngga gitu…. kan kaka selalu bilang jaga perasaan anak-anak…..”

“ emang iya….. “

“trus kenapa ?”

“kenapa apa?”

“kenapa malah justru pergi liburan?”

Adiba tersenyum sinis disana

“oh trus kamu sendiri? Jaga perasaan anak-anak ngga?”

“iya aku jaga Ka….”

“jaga? Pacar kamu aja datang ke rumah sebelah…. sampe kepergok anak… apa itu yang kamu bilang jaga?”

Aslan terpojok

“untung kepergok, kalo ngga, anteng bener bisa-bisa bolak balik terus deh…..” nada agak sinis muncul dari suara Adiba

“bedalah Ka……”

“iya beda… karena mereka anak aku, kamu bukan ayah mereka? Itu maksud kamu?”

Aslan makin bingung

“atau karena gue disini dengan anak-anak, trus lu disana sendiri jadi bebas tiap malam, pagi siang sore bisa jalan sama dia?? gitu??”

Aslan bagaikan sedang bertinju dan tersudut di salah satu sudut ring

“enak banget jadi lu…..”

“susah ngomong kalo kaka begini gayanya…”

“lho? Trus harus gimana?”

Diam Aslan

“ayo gimana mau lu?”

Tiba-tiba tanpa dia sadari

“yah jangan pergi…..” tanpa sadar keceplosan, dia sampai kaget sendiri, namun sudah tanggung karena sudah terucap.

“maksud aku jangan kesana…. jaga perasaan anak-anak….”

Adiba tersenyum sinis kembali

“oh gitu, gue disuruh begitu…. lu disana enak-enak jalan yah…. “

Diam lawan bicaranya

“dasar egois lu….”

Diam dan bagaikan sulit bicara

“ jangan lu pakai alasan anak untuk hal ini yah…..”

“ aku ngga pakai alasan anak….”

“trus?”

“iya aku ngga suka kaka pergi…..”

“ih, egois banget yah…. “

Aslan benar-benar bingung harus bilang apa, dia bagaikan jadi bodoh karena tekanan dari Adiba yang sedang emosi

“trus gue harus suka kalo lu pergi-pergi sama Rani??”

Diam kembali

“jawab lu……”

Masih diam

“egois emang…… giliran gue dibilang ngga boleh, sendirinya seenak enak jidak aja jalan ama cewe lain…..”

Adiba langsung menutup teleponnya.

Aslan kaget, dia tidka bisa bilang apa-apa, selain membuang ponselnya ke tempat tidur. Dia kesal banget dengan Adiba yang egois dan tidak mau dengar apa penjelasannya dulu, main serang dan hantam saja apa pendapatnya dia.

Selalu menekankan anak dan anak, tapi dia dengan sendirinya dan entengnya bilang mau ke luar negeri jalan dengan teman-temannya, dan ada Hardian juga disitu ikut. Tanpa Aslan sadari sebenarnya ego nya sebagai laki-laki pun sudah muncul belakangan ini, meski dia terlihat masih menyembunyikannya, tapi nada kesal saat tahu Adiba akan jalan dengan pria lain, itu pun segera muncul dalam bentuk kekesalannya.

Sementara Adiba tidak kalah kesal dengan gaya Aslan. Selalu bawa anak-anak dalam hal menjaga perasaan, tapi dia sendiri malah suka-suka hati dengan Rani. Giliran dia harus jaga perasaan anak, karena anak-anak dekat disini dengan dirinya, dan dia pun harus sibuk menata isi kepalanya jika pikirannya sudah penuh dengan prasangka kalau sore atau siang Aslan agak lama balas wa nya pasti dia mikir dengan Rani

Namun ada rasa sedikit lucu di telinga Adiba tadi. Baru kali ini dia dengar Aslan marah dan larang dia untuk jalan dengan Hardian liburan. Biasanya dia tenang raut wajahnya atau suaranya jika sedang bahas Hardian. Namun kali ini terlihat sekali jika dia seperti tidak suka.

Cemburu juga dia kali yah? Demikian pikir Adiba
 
Terakhir diubah:
wadidaw pembaca juga ikut terbawa emosi..... Mau dibawa kemana hubungan kita ..... Jika kau terus menunda-nunda dan Dan tak pernah nyatakan cinta....... Ku tak akan terus jalani Tanpa ada ikatan pasti antara kau dan aku.... mirip lagunya armada band hahahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd