Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

PART XIX



A Happy Family



Kunjungan yang tidak disangka, namun akhirnya terjadi juga.

Setelah beberapa bulan dia tidak mampir, kali ini Aslan menyempatkan diri mampir ke rumah yang biasanya selalu rutin dia kunjungi.

“maafin ayah, Bunda………”

Air-matanya yang dia tahan akhirnya tumpah di depan nisan mendiang istrinya

“ayah sudah banyak salah……”

Bayangan semua dosa yang dia lakukan belakangan ini bagaikan berlarian mengejarnya hingga bermain di kepalanya. Dia merasa sangat bersalah ke mendiang istrinya. Dia sudah mengkhianati istrinya, meniduri wanita lain yang belum resmi dia nikahi, bahkan sudah beberapa lama ini dia tidak berkunjung ke Fia

“aku jahat sama Bunda……”

Bunga yang dibawakan pun dia letakkan di atas makam sang istri

Dadanya sesak dan matanya berair, dia hanya bisa menyesali apa yang sudah dia lakukan sejauh ini.

“ayah hanya manusia biasa, Bun……” ucapnya seolah membenarkan dirinya sendiri

Dia seakan tidak peduli dengan waktunya yang sebenarnya sudah ditunggu kehadirannya di Lembang dalam acara sarasehan yang digelar oleh salah satu perusahaan asuransi, di mana Aslan juga diminta secara khusus karena bakal ada sesi dia akan ikut jadi pembicara di sana.

Air-matanya masih menetes

Jam kemudian mulai bergerak ke atas, cuaca panas akibat siang menjelang hari pun membuat Aslan tersadar, bahwa dia harus segera bergerak lagi melanjutkan perjalanan yang sekitar 150 km lagi harus dia tempuh dari Kerawang hingga Lembang.

“ayah pamit Bunda….”

Aslan mengusap kepala nisan Nafia, matanya bertelaga sambil disamarkan dengan Oakley hitamnya, menatap sebuah tulisan di batu, sebuah nama yang selalu abadi di dalam hatinya, dr. Nafia Almahyra Kareem Syahril. Sebuah nama belakang milik Aslan pun ikut tersemat di batu nisan itu, sesuai degan permintaan almarhumah, karena dia ingin pergi sebagai wanita yang diperistri oleh sosok hebat bernama Aslan Syahril.

Mengingat itu , airmata dan penyesalan Aslan pun turun kembali.

I wish you still here with me, Bunda…….

Hingga mobilnya melaju di tol, dia masih menahan haru yang luar biasa membucah di dadanya. Dia tidak peduli dengan telepon dan whatsapp yang masuk bertanya dirinya di mana, dan sudah sampai mana? Yang ada di kepalanya hanya rasa rindu untuk sang mendiang, Nafia tercinta.



*******************************



Sebelum ke Lembang, dia sempat sedikit adu argumen dengan Rani. Pertama Rani tentu ingin ikut ke Lembang, meski dia harus minta ijin lagi ke kantornya, dan tentu Aslan tidak mengabulkan permintaan Rani, karena dia yakin akan bentrok dengan anak-anaknya. Sehingga dia meminta agar kali ini dia sendiri, karena dia ingin mampir ke anak anaknya di Bekasi.

Lalu Rani ada planning untuk kunjungan ke pabrik SANY, salah satu produsen alat berat di China, yang berlokasi di kota Changsa, Hunan - China. Dia ingin Aslan ikut bersamanya ke sana, sekalian liburan bersama. Tentu Aslan keberatan, karena sulit waktunya dan juga pertimbangan terbesar-nya ialah bagaimana dia menjelaskan ke anak-anak dan keluarganya? Ke Mama Ulfa dan Linda mungkin oke-oke saja, tapi ke Umi, Abah, Ka Diba dan anak-anaknya?

Dia sudah sepakat dengan dirinya sendiri untuk menjaga perasaan anak-anaknya hingga mereka siap untuk terima.

Sungguh aneh sebetulnya, karena mereka bukan anak kandungnya dia. Cuma memang bonding dan ikatan yang mereka miliki ini jauh dibandingkan sekedar ikatan ayah dan anak. Semenjak anak-anak kehilangan papinya, dan dia kehilangan Bundanya, mereka jadi seperti berada dalam situasi yang sama, sehingga muncul yang namanya ikatan antara ayah dan anak, dimana jika bukan anak-anaknya yang rindu, maka Aslan yang rindu berat dengan mereka.

Foto anak-anaknya malah ada di ruangan kerja Aslan. Jauh lebih besar dibanding foto Linda adiknya, yang sempat menimbulkan kelakar protes dari adiknya saat dia dan mamanya berkunjung ke kantor Aslan waktu itu, yang kebetulan anak-anaknya juga ikut.

Rasa cinta yang besar dari Rani mungkin itulah yang membuat dia mengalah. Bagi dirinya, perjuangan dia mendapatkan Aslan sudah berbuah, dan dia tidak ingin ini rusak. Aslan bagaikan sosok yang membuat dirinya makin hari makin cinta, bukan makin bosan, jadi memang layak untuk dia perjuangkan dan jaga, meski dia harus banyak menahan diri untuk melewati banyaknya garis yang kadang dia sendiri bingung, karena garis itu pun tidak perlu ada sebetulnya dalam hidupnya dia dan Aslan.


***************************

Adiba yang sedang mematut dirinya di cermin besar di-depan lemari di ruang tengah, membuat Uminya jadi lucu melihatnya

“kenapa Ka?”

“ngga…..” jawabnya

“dari tadi matut-matutin diri didepan cermin…”

Adiba masih saja melihat penampilannya

“ ngga Ma, cuma takut ngga cocok aja….”

Perasaan dia sudah cantik dengan baju itu, namun masih saja muter-muter. Kaos putihnya dan celana jins model 7/8, sepatu sneaker dan jaket panjang mendekati lutut.

Lalu dia ke belakang dan cucunya sudah bangun jam segini, sedang menikmati sarapannya. Mereka berdua antusias sekali karena akan bertemu ayahnya di Lembang

“ wuih, Umi ngga diajak….”

“ayo kalo umi mau ikut…” kata Ravi

“ngga, nanti kalo Umi ikut, abah juga ikut, nenek juga ikut…. “ bantah Arvind

Anissah tertawa

“jadi ngga boleh Umi ikut?”

“boleh Umi, tapi nanti yah… ade tanya Ayah dulu….”

Anissah tertawa kembali melihat cucunya, dan tidak lama Jafar ikut berkumpul di meja makan bersama kedua cucunya

“ berangkat jam berapa?” tanya Jafar saat Adiba masuk ke ruang makan, sambil menenteng tasnya dan sibuk dengan jaketnya.

“ini mau jalan…..”

“hati-hati dijalan….”

“iya Bah….”

Lalu

“ade ama kaka sudah siap semua bajunya?”

“sudah Mi..” kompak menjawab

“jaketnya?”

“sudah….”

“iya disana dingin lho….” ujar Anissah

Adiba lalu memerintahkan ke sopirnya untuk membawa semua koper dan tas naik ke mobilnya.

“banyak amat….”

“baju anak-anak tuh, pada rempong semuanya padahal cuma semalam aja nginapnya….”

Anissah tersenyum mendengarnya

“perasaan anak-anak ngga rempong deh…..”

Adiba menengok ke ibunya, yang sedang menatap ke wajah suaminya

“maminya deh dari tadi yang rempong…. sampe bingung mau pakai baju yang mana….”

Adiba kaget mendengarnya

“umi apa sih…. kan cewe gitu kalo mau jalan kali….” agak malu dia mendengarnya

Jafar dan Anissah tertawa

“iya…. “

Adiba jadi memerah wajahnya

“udah ah… ayo anak-anak….” dengan raut wajah yang agak malu dia memerintahkan anak-anaknya siap-siap.

“abah, Umi, ade pamit….” teriak Arvind diikuti oleh abangnya

“pamit ke sebelah juga…..”

“iya Umi…..”

Jafar hanya bisa tersenyum melihat anaknya yang salah tingkah karena diledekin uminya

Adiba lalu jalan ke rumah sebelah, dan Linda dan Ulfa sempat keluar menghampiri anak-anaknya, memeluk Ravi dan Arvind, yang ikutan pamitan karena mau bertemu dengan ayahnya.

“dah dah nenek… dadah aunty, daah Umi, dah abah….”

Mereka dua rumah itu saling tertawa melihat cucu mereka yang jalan sambil melambaikan tangannya. Lalu Anissah mendekati Ulfa, sambil nanya kalau masak apa hari ini, karena mereka berdua pun malas masak apalagi cucu dan anaknya malah pergi liburan ke Lembang.



*********************************

Betapa girangnya hati anak-anak saat bertemu dengan Aslan.

Arvind seperti biasa dengan hebohnya dia menceritakan perjalanannya, hingga semua hal kecil sampai dia makan apa di jalanan semua dia ceritakan ke ayahnya. Beda dengan Ravi yang lebih kalem dan tenang.

“halo Ka….”

“hai…”

Dia memeluk kakak iparnya itu dan mencium pipi kiri dan kanannya

“ rempong ama anak-anak…” ujarnya dia sambil ikutan masuk ke dalam vila

“ih… mami yang rempong….” cetus Ravi

“kok mami yang rempong?”

“iya emang mami yang rempong, ganti baju sampe berapa kali….”

Aslan tertawa mendengar kata-kata anak anaknya, Adiba malu banget mendengarnya

“ih, wanita emang gitu kali yah….. tanya ama ayah tuh….”

Aslan tertawa melihat wajah Adiba yang bersemu merah

“ini kamar kita bertiga yah…..”

“hore…..” Arvind langsung melompat ke kasur nya. Ada dua kasur terpisah disitu

Asaln lalu meletakkan koper anak-anak ke dalam kamar tersebut.

“kaka dibelakang…..” dia menunjukkan kamar untuk Adiba, yang lebih besar dari kamar yang double bed untuk anaknya

“ bagus yah…..”

“iya Ka.. keren, view nya juga bagus….”

Adiba tersenyum malu

“kamu nginap disini semalam?”

“ngga Ka, di Gaia Hotel…..”

“oh….”

Dia lalu meletakkan kopernya di lantai kamarnya.

“udah makan?”

“belum sih, tadi aja di rest area sempat makan…”

“abis ini kita makan yah…”

“oke….”

Adiba membereskan kopernya, sementara anak-anak sudah mulai ribut dengan ayahnya, sederet acara sudah mereka siapkan dan ajukan ke ayahnya.

“ kita ke Dago Dream Park, trus naik kuda di the ranch, baru kita ke Farm House yah…."

”hore……”

“aku mau naik flying fox….”

“aku mau naik kuda, sama motor mini…..”

Adiba tersenyum mendengar celoteh anak-anaknya.

Jauh di lubuk hatinya dia sebenarnya terharu. Terharu karena dia ingat akan suaminya yang tidak peduli dengan anak-anaknya, meski dia pun merasa lebih baik, karena toh anak-anak juga tidak merindukan ayah kandungnya juga.

Lalu dia juga terharu mengingat akan mendiang adiknya. Dia tahu, lewat GPS trackingnya, dia lihat mobilnya sempat berhenti lama di hari jumat di San Diego Hills, dia yakin pasti Aslan sedang berkunjung ke Nafia.

Melihat cara Aslan dalam meladeni anak-anaknya, dia sungguh sangat ter-iris sebenarnya, karena tugas itu yang harusnya diladenin oleh Anand.

“aku gini aja kan?” tanya dia ke Aslan meminta pendapatnya terhadap penampilan dia.

“oke….”

“ya sudah…. cuss…”

Aslan segera berbenah

“si Pak Agus suruh balik saja, cuma abah bilang, kita bawa aja alphardnya, biar CRV dibawa sama Pak Agus….”

“ngga usahlah… kita pakai mobil kaka aja…”

“oke, aku sih terserah sopir aja….”

Aslan tertawa

Cuaca agak dingin sebenarnya, namun mereka semua antusias.

Aslan tersenyum agak malu, saat dia menatap wajah Adiba, dan tertangkap basah oleh Adiba sedang memandangnya.

“mau makan dulu?”

“ade mau main dulu…”

“abang…..”

“iya main aja dulu yah…..”

“oke….”

Mereka lalu segera naik mobil dan menuju ke Dago Dream Park.

Arvind sibuk dengan semua mainan heboh yang ingin dia coba. Ravi pun demikian. Flying fox jadi wahana pertama yang ingin mereka cobain.

Aslan lalu mendekati Adiba.

“ka….”

“ya…”

Aslan menyodorkan kartu atm nya

“buat apa?”

“buat bayar nanti…..”

“eh, kamu aja yang bayar atau pake atm aku juga ngga apa-apa…..”

Aslan tersenyum

“khan aku ayah mereka… kaka bendaharanya….. jadi….”

“iya tapi pakai atm aku aja…..” Adiba masih bingung

“ngga apa-apa Ka.. aku tahu kaka uangnya banyak… cuma biar kali ini aku yang traktir….”

Astaga, Adiba baru teringat cerita adiknya dulu. Aslan itu ternyata tidak pernah pegang uang selama mereka berumah tangga, semua Nafia yang atur, dan Aslan dijatah setiap hari oleh Fia. Bahkan mamanya Ulfa pun kalau perlu uang semua Nafia yang arrange.

Dia agak terkejut, karena ini berbeda antara dirinya dengan Anand dulu.

“oh oke…. sorry yah…..” Adiba agak pelan suaranya

“pin nya masih ingat kan?”

Adiba menganggukkan kepalanya, dia memegang atm platinum sebuah produk sebuah bank besar itu.

“ade berani ngga?”tanya Ravi ke adiknya saat sudah berada di area flying fox

“berani…” jawabnya lantang

Akhirnya mereka berempat semua ganti-gantian naik wahana itu.

Semua wahana dan tempat foto pun dicobain satu persatu. Anak-anak happy sekali, mereka main sambil tertawa kesenangan dan yang membuat mereka bahagia ialah adanya kedua orangtuanya yang mereka tahu sangat mencintai mereka berdua.

Apalagi saat naik ATV. Seru sambil kejar-kejaran melewati track yang sudah tersedia. Arvind heboh sekali, dia berteriak teriak sendiri sambil tertawa ke kakaknya.

Adiba pun demikian

Sesekali dia melempar pandangan ke arah Aslan yang begitu telaten menjaga anak-anaknya. Ada rasa haru dan bahagia di hati Adiba, meski sempat kesal minggu lalu, kali ini dia sangat senang karena Aslan menebus kesalahannya dengan mengajak mereka main kesini. Kehebohan anak-anaknya jadi sebuah hal yang menyenangkan sekali bagi seorang ibu.

“mami…..” teriak Arvind dan Ravi yang sesekali menyenggolkan ATV ke mobil maminya

“jangan De….”

Malah jadi bahan tertawaan mereka

Selesai mencoba wahana yang ada, mereka lalu foto-foto bersama, sambil menikmati makanan, mulai dari burger, sampai sosis yang disukai oleh anak-anak. Pokoknya kali ini anak-anak sangat dimanjakan oleh Aslan. Dia seperti sedang menebus kesalahannya, ke anak-anak dan mungkin juga ke Adiba.

Saking banyak wahana main disini, acara mereka ke tempat lain jadi sulit dan terbatas. Rencananya akan mampir ke Farm House, lalu balik ke vila lagi, karena sebentar lagi sudah makin sore

“ayah, besok lagi yah….” ujar Arvind

“iya De…"

”asyik…..”

Adiba hanya tersenyum

“ repot kalo sudah sama ayahnya…..” gerutunya dengan nada manja

“ngga apa-apa Ka, kan jarang-jarang….”

Adiba tersenyum melihat dirinya.

Mereka lalu berfoto berempat di spot foto-foto keren, dibantu oleh para pegawai yang di sana. Anak-anak sangat gembira, dan berbagai pose pun terabadikan bersama, meski didominasi foto anak-anak

“kaka berdua mau difotoin?” tawar gadis yang jaga

Adiba bingung, menengok sebentar ke Aslan

“ayo Ka….” ajak Aslan

“boleh deh…..” ujar Adiba

Mereka lalu duduk di loveseat dan dikomando oleh yang jaga.

“lihat sini Ka…..”

Mereka berpandnagan sesaat, lalu sambil tersenyum mereka melihat ke arah kamera

“sekali lagi…. abang pegang tangannya kakanya….”

Aslan terkejut, namun akhirnya dia lalu memegang tangan Adiba, dan sambil berpegangan tangan diatas meja, lalu mereka tersenyum ke arah kamera.

“keren….” desis Aslan

“iya bagus…..”

Ujar Adiba malu-malu.

Hadeuh, entah apa yang dirasakan oleh Adiba saat ini. Ada rasa aneh yang dia sendiri tidak tahu apa itu, yang jelas rasa aneh saja buat dirinya, mereka berlibur berempat dan jauh dari rumah, main heboh sekali dan larut dengan kebahagiaan anak-anak, lalu ada acara foto-foto seperti ini yang dia rasakan lucu, seperti masih abg, tapi menyenangkan sekali rasanya.

Shit…… I hate this feeling…. bisiknya

“ayah… kuda…..” teriak Arvind

Suasana sudah makin sore, tapi dia masih ingin naik kuda.

“iya ayah, abang juga mau….” sambut Ravi juga

“oke….”

Lalu

“ayo Ka….”

Mereka lalu berjalan ke area berkuda

“ayah ngga ikut… ayah nonton dari sini….” ujar Aslan

“ih gimana sih?”

“udah kaka aja ama anak-anak….”

Adiba merengut manja melihatnya.

Mereka bertiga lalu segera naik ke kuda masing-masing, dan Aslan nampak memantau melihat kuda itu berjalan berputar mengelilingi track yang sudah ditentukan, berbeda dengan maminya yang agak kagok, Arvind dengan sangat hebohnya teriak teriak seperti seorang koboi yang naik kuda.

Akhirnya seputaran pun selesai, anak-anak dengan mudah turun karena dibantu oleh petugas nya. Giliran Adiba, dia kesulitan untuk turun, mau dibantu oleh petugas nya dia kagok, karena petugasnya semua pria yang bertugas

Aslan pun bergeas menghampiri

“sini Ka….”

“bingung….”

“ayo….kakinya diturunin dulu…”

Adiba masih bingung

Aslan lalu berinisiatif, dia memegang Adiba, dan menahan pinggangnya.

“ayo, angkat kaki sebelahnya…”

Adiba mengangkat kaki sebelah, dan dia sedikit kehilangan keseimbangan nya, dan langsung jatuh ke sisi kiri, dan tepat dipelukan Aslan. Dengan sedikit malu dia berteriak yang ditertawakan oleh anak-anaknya.

Aslan pun tertawa melihatnya, sedangkan Adiba sedikit malu, karena dia jatuh dan tangannya pun bertumpu ke badan Aslan, bahkan Aslan sampai harus memeluknya agar tidak jatuh

“makasih…..”ucapnya sambil tersipu

“ngga apa-apa kan?”

“ngga….”

Agak malu Adiba sambil melepaskan pelukannya. Dia agak berdesir tadi, karena dadanya sampai tersenggol ke dada Aslan.

Mereka lalu berfoto bersama, karena ponsel Adiba low batterynya, akhirnya ponsel Ravi yang digunakan untuk dokumentasi.

“kaka berdua mau difoto juga?” tawar penjaga kuda,

“eh…. boleh ….” angguk Adiba

Mereka berdiri berdua, bersisian dan difoto

“kurang mesra atuh si akang….” ledek bapak-bapak yang jaga kuda

Aslan tertawa, sambil tersenyum ke arah Adiba

“iya, ayah meluk mami gitu…..” usul Arvind

“kayak Aunty sama Om Kevin…..” teriaknya lagi karena dia pernah melihat foto Linda dengan pacarnya

Aslan tertawa, mukanya agak merah, sama dengan Adiba.

Namun akhirnya mereka hanya bisa tersenyum malu, dan kemudian Aslan pun merapatkan badannya ke Adiba, lalu dia berdiri tepat agak di belakangnya, dan tangannya lalu merangkul pinggang Adiba, membuat wanita itu kaget, berdebar lembut, namun akhirnya dia pun menatap ke arah kamera, sambil sedikit mencondongkan badannya ke belakang, sedikit bersandar ke tubuh Aslan.


*******************************

Air hangat yang tersedia di vila kemudian jadi pembersih tubuh mereka yang hari ini semua berkeringat dan sebagian pakaian anak-anak jadi kotor karena main dengan wahana outdoor tadi siang hingga mau maghrib baru mereka balik ke villa.

Selesai mandi, sholat maghrib pun tiba.

Karena Adiba masih mandi, Aslan lalu mengajak kedua anaknya untuk sholat berjamaah. Dari kecil memang Aslan selalu menanamkan nilai ibadah untuk kedua anak ini. Dan di ruang tengah vila yang bersih itu mereka bertiga sholat secara berjamaah.

Airmata Adiba menetes melihat adegan indah dan menggugah hatinya. Impian seorang wanita muslimah ialah melihat anak-anaknya kelak jadi anak-anak yang takut akan Allah dan taqwa di jalan kebenaran, dan sholat ini merupakan salah satu tanda bahwa umatNya bersyukur atas hikmat yang Allah beri.

Dia bergegas mengambil ponselnya, lalu dengan setengah berlinangan airmata dia memvidiokan adegan sholat berjamaah itu. Dia sungguh terharu, karena kesibukan nya, kadang dia lupa mengajarkan nilai agama untuk anak-anaknya, dia lebih mempercayakan kepada guru ngaji untuk memebimbing anak-anaknya.

“Mami…..” sapa anak-anaknya

Mereka lalu menyalami dia yang masih sibuk dengan keharuannya yang sangat dalam

Dia menatap wajah tampan yang menatapnya sambil tersenyum

“udah mandi?”

“iya….” agak malu Adiba

“sholat Ka?”

“iya… abis ini mau wudhu dan sholat…..”

Aslan menganggukan kepalanya, lalu dia berlalu masuk ke kamar anak-anak didepan.

Selepas Isya, Aslan menemani anak-anaknya makan, lalu mengantarkan mereka ke kamar, dan sambil bercerita serta tertawa -tawa, tidak lama keduanya pun keletihan dan tertidur di ranjang masing-masing.

Pintu kamar yang diketuk lalu dibuka, muncul wajah Adiba disitu

“ sudah tepar?”

“iya Ka… kecapean kayaknya…..”

Adiba mengenakan piyama tidur berwarna hijau muda.

“kamu tidur dimana?”

Dia melihat kedua tempat tidur sudah terpakai oleh Arvind dan Ravi, sepertinya sulit bagi Aslan untuk tidur disitu, karena ranjangnya yang kecil

“aku disofa aja, nanti palingan minta extra bed….”

Adiba kasihan juga melihatnya

“mau minum kopi? Atau teh ?” tawar Adiba

“ngga usah Ka, nanti aku buat sendiri….”

Adiba tersenyum

“ngga enak buatan teh aku yah?”

Aslan tersenyum

“baik Ka…. teh manis boleh…..”

Sepintas Aslan yang baru keluar dari kamar anak-anak, melihat Adiba berdiri di pantry. Ini kali pertama dia dan Adiba serta anak-anak tamasya dan hanya berempat. Biasanya mereka berempat jalan hanya di Jakarta, dan jika keluar kota maka beramai ramai, bahkan ke Makasar pun biasanya hanya anak-anak, dan Adiba tidak pernah ikut.

Piyama tidur Adiba sepintas dilihat piyama biasa, namun jika ditelisik, piyama itu agak tipis terlihat, sehingga garis celana dalamnnya, bahkan warnanya yang agak gelap pun terbayang dari balik piyama itu. Mungkin jika di rumah di Bekasi, hal ini biasa saja, namun di sini, dan hanya ada mereka berdua, hal ini terasa lain bagi diri seorang Aslan.

“nih….. cobain….” ujar Adiba sambil menyodorkan teh ke Aslan

“makasih Ka…..”

Senyuman Adina pun menyambut ucapan terima kasih dari Aslan. Tatapan wanita itu terlihat agak menghindari kontak mata langsung dengan Aslan, sedikit berbeda dengan keseharian-nya yang sering menantang banyak pria, menekan dengan gaya kepemimpinan-nya yang dominan, namun hari ini dia terlihat begitu lembut, termasuk malam ini, ada sisi keibuan-nya yang timbul, termasuk tatapannya ke arah Aslan malam ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd