Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Salah sebut hu



Btw
Maaf hu @Elkintong
Jadi malu nih.... gara2 salah kamar jadi heboh .....

Btw.... kalian berdua @Elkintong dan @PoliGemek77 memang favorit aku....
Kebetulan kemarin updatenya hampir bersamaan dan dibaca berurutan....
Sampai2 mau kasih komen ....malah salah kamar....

Selamat berkarya buat suhu berdua...
 
PART IX


Riak dan Gelombang



Sebulan berselang sudah........

Hubungan antara Adiba dengan Hardian pun berjalan mulus dan lancar dari sisi mereka berdua. Mereka sudah mulai untuk secara rutin bertemu, meski hanya makan siang dan makan malam, atau sekedar acara saling menemani satu sama lain dis etiap kegiatan. Meski belum terlihat langkah serius dan konkret dalam pembicaraan, namun signal untuk maju setapak demi setapak sudah terlihat.

Sebagai pengusaha dan dari kalangan mapan, memang Hardian termasuk pria yang punya wawasan yang luas, terbuka, ceria dan cepat dalam membangun sebuah hubungan. Dia sosok yang tahu apa yang dia mau, sehingga dengan cepat dia bisa akrab dengan Adiba. Secara garis besar dan pelan-pelan Adiba pun mulai meperkenalkan Hardian dengan Umi dan Abahnya, saat bertemu dalam satu acara di kenalan mereka, kebetulan Adiba hadir dan ditemani oleh Hardian.

Secara resmi memang belum ada kata-kata jadian, sebab menurut Hardian hubungan mereka bukanlah seperti anak yang baru mendekati usia dewasa yang harus ada tanggal jadian atau deklarasi lewat tanggal tertentu atau ucapan tertentu, tapi lebih ke sebuah arah yang baru untuk mereka memulai pijakan sebuah hubungan.

Status Adiba yang sudah pernah berumah tangga memang jadi ganjalan di keluarga Hardian. Ini yang membuat Hardian juga masih sedikit mengerem untuk mengajak Adiba masuk ke lingkungan keluarganya, maski dia sangat suka dengan Adiba. Dan bagi dia, membangun serta pelan-pelan mencari jalan terbaik untuk mereka akan lebih ampuh daripada dengan cara bombastis, tapi kemudian gagal.

Di usia dia saat ini, kegagalan dalam bisnis dan percintaan sudah bukan barang baru lagi, membuat dia sangat hati-hati melangkah lebih jauh lagi. Dia ingin kali ini lebih baik dari yang sudah-sudah. Meski koleksi gadis yang mendekatinya juga banyak, namun melihat profil dan saat dekat dengan Adiba, rasanya sayang jika sosok ini dilewatkan.

Cerdas, smart, dan sangat independent, membuat Adiba seperti membius Hardian dalam pesonanya. Kecantikannya yang tidak luntur oleh usia, membuat Adiba terlihat justru semakin matang dan bercahaya di usianya saat ini.

Hal ini dibarengi dengan proses pendekatan yang berjalan maju, dan kali ini sedikit demi sedikit hubungan mereka pun mulai ada progress. Sudah ada rasa rindu dan kangen di hati Hardian jika tidak melihat Adiba beberapa hari.

Tanda kangen itu artinya kita menyadari bahwa ada seseorang yang kita harapkan selalu ada. Demikian kata hati Hardian saat dia mulai merasakan rindu terhadap Adiba. Dia memang masih melihat Adiba sangat hati-hati dan tidak ingin buru-buru, ini terlihat dari cara dia sedkit menghindar jika Hardian sempat menyinggung untuk jalan bersama agak jauh, atau sekedar mengajak Adiba mampir ke apartemennya.

Hardian sedikit mengerem untuk masalah ini. Dia tahu bahwa akan berantakan jika dia memaksakan kehendaknya, karena dia tidak ingin terlihat merendahkan status Adiba sebaagi ibu 2 anak, yang sudah lumayan lama sendiri.



**************************

Hari Sabtu ini Hardian untuk pertama kalinya datang bertamu ke rumah Adiba. Siang ini dia ada acara dengan kawan-kawannya di komunitas Mercedes di Kawasan Bumi Serpong Damai, dan sebagai salah satu pengurus, dia akan hadir kesana, dan tentu dia mengajak Adiba untuk menemaninya.

Menjemput pujaan hatinya itu, dan sekaligus berkenalan secara langsung dengan orangtua dan anak Adiba, juag masuk dalam agendanya dia kali ini. Meski Sudha bertemu di acara sebelumnya, namun baru kali ini dia datang untuk bertemu langsung dan secara pribadi dengan orangtuanya Adiba.

“assalamualaikum Pak, Ibu…..” dengan ramah dia menyapa dan menyalami kedua orangtua Adiba.

Jafar dan Anissah pun dengan ramah membalas salam dari Hardian.

Balutan busana bergaya ruffles dengan potongan off shoulder berwarna putih, rok coklat tua panjang dengan sepatu high heels tali karet melengkapi busana Adiba, yang membuat Hardian benar-benar terpesona melihat wanita ini.

“you looks stunning…..” pujiannya saat melihat Adiba

“thank you…..” adiba bangga rasanya dipuji oleh Hardian. Perasaan yang sekian lama dia tidak rasakan, hari ini mulai dia bisa cairkan kembali.

Sedikit banyak Adiba sudah menceritakan bagaimana latar belakang Hardian ke orangtuanya. Jafar dan Anissah tentu memilih untuk menghormati proses yang berjalan tanpa ingin mengintervensi apa yang Adiba sedang lakukan. Pengalaman mereka dalam dua kali anak mereka berumah tangga, membuat mereka kini sadar bahwa semua itu harus mereka serahkan ke anak-anak mereka, meski bayang kegagalan seperti yang dialami oleh Adiba masih saja terbayang.

Semenjak gagalnya rumahtangganya, Adiba memang sangat tertutup dengan kehidupan pribadinya, dan semua yang dilakukan selama ini lebih banyak untuk kerja dan mengurus anaknya. Trauma panjang terhadap gagalnya rumah tangga dia, bagaikan menjadi duri dalam kehidupannya sendiri, yang harus segera dia bereskan jika tidak aka nada luka berkepanjangan.

Melihat sikap dan cara Hardian dalam bertutur, tentu saja Jafar dan Anissah segera tahu akan kualitas pria yang masih lajang itu meski usianya setahun diatas Adiba. Dan kedua orangtua itu memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut, dan memberikan waktu untuk Adiba, karena mereka sudah punya pengalaman dengan dua menantu mereka sebelumnya, sehingga di usia yang sudah senja, tidak pantas lagi bagi mereka untuk mengurusi apa yang bukan mereka rasa urusan mereka lagi

“gimana Bah?” tanya Anissah

“ah… baru kenal juga kan… biarlah dulu…”

“kayaknya anaknya baik…. Terdidik dan sopan, meski dari keluarga yang punya….” Nilai Jafar lagi.

“iya sih… balikin semua ke kaka lah…” cetus Anissah

“aku ngga mau urusin masalah pribadi anak lagi….”

Anissah terdiam, dia tahu ada trauma juga di hati suaminya, terkait permasalahan dengan Anand, dan juga dengan Aslan sebelumnya. Mungkin ini yang membuat dia tidak mau mencampuri urusan jodoh anaknya.

“diba suka, kita restui…..”

Anissah menganggukan kepalanya

“asal anak-anaknya mau terima papa tirinya….”

“iya… anak-anak aja yang agak berat….”

Jafar mengakui akan jadi halangan terberat bagi Adiba ialah anak-anaknya. Dia tahu kondisi Adiba saat ini, dengan posisi, dan kualitas yang dimiliki anaknya pasti banyak pria yang mendekat. Tapi dengan posisi cucunya yang agak berbeda dalam menyikapi siapa teman-teman ibunya, ini akan jadi masalah nantinya jika calon nya Adiba tidak siap

“mereka dekatnya sama Aslan soalnya….” Senyum Anissah

Jafar menganggukan kepalanya

Kedua orangtua itu saling senyum dan tiba-tiba saling pandang

“umi kenapa senyum??”

“lho, abah yang senyum-senyum sendiri…..”

Kedua kakek dan nenek itu sama-sama tertawa, mereka berumahtangga sekian tahun, sudah saling tahu dan mengerti apa isi kepala masing-masing.

“it’s not god idea…..”

“kok not good??”

Jafar tersenyum kembali

“emang abah masih nolak kalo kejadian beneran???”

Jafar terkekeh

“kayaknya di keluarga besar kita, ngga ada yang ngga jatuh cinta sama dia…..”

Anissah membenarkan dalam hatinya

“tuh abah tahu……”

Annisah memeluk suaminya yang duduk disampingnya

“ sayangnya ke anak kita…. Bahkan ke ponakannya sendiri jauh daripada bapaknya sayang ke mereka…..”

Annisah merasa haru mendengarnya

“harusnya ade mendapatkan itu lebih awal……” getaran suara Jafar terdengar kembali

“udah Bah….. udahlah takdir yang kita ngga bisa hindari……”

Jafar tersenyum meski sedikit pahit. Dia selalu emosional jika teringat anak bungsunya. Dia menajdi sering menyalahkan dirinya sendiri terhadapa apa yang terjadi dalam hidup Nafia sewaktu dia masih ada

“itulah…. Makanya tidak adil bagi Aslan jika…… yah…..”

Annisah menatap suaminya dengan senyuman

“tapi kalau…..”

Kembali mereka tertawa, saling berbalas rangkulan kedua suami istri ini.

“siapa yang tidak mau Aslan jadi anak atau menantu??”

Anisah membenarkan

“ dia juga sampe sekarang belum ada terlihat dekat dengan siapapun…..”

Jafar tersenyum kecil

“yah…. Dia terlalu mencintai Nafia….. ditambah dengan ponakannya yang super manja ke dirinya, makin susah buat dia…..”

“ade itu luar biasa kolokannya kalo sama si Aslan…..” Anissah menyambung

“ya itu… karena memang dimanjain sama Aslan juga…..”

“ ama nenek Ulfa juga….”

Jafar tertawa

“dilarang nanti susah tuh anak……”

“ya iyalah… abah juga suka manjain dia……”

“yah namanya cucu……”

Kembali tertawa mereka berdua. Menertawakan diri mereka yang renta, punya anak-cantik cantik, tapi malah tidak punya menantu secara resmi

“lagipula tidak adil lah…. Buat Aslan… buat diba, dan juga buat Ulfa…..”

Anissah kembali tersenyum. Wanita itu kurang antusias dengan datangnya Hardian sebenarnya. Dia entah kenapa selalu sulit untuk menurunkan standard menantu dari sosok seperti Aslan. Yang meski sudah bukan menantu mereka secara hokum dan agama, tapi masih saja menjadikan mereka berdua orangtua, yang dihormati dan disayangi.



***********************************

Suara gaduh di bawah ruang depan, membuat Anissah dan Jafar melongokan wajahnya ke arah ruangan depan

Suara Adiba terdengar agak keras

Mereka berdua lalu segera kedepan, mecari tahu apa yang terjadi.

“kenapa Ka?” tanya Anissah

Nampak Adiba sedang berdiri di samping mobil Hardian bersama Hardian dan Arvind sedang tertunduk sepertinya sedang dimarahin Adiba

“ main sepeda, nabrak mobil…..”

Jafar lalu bergerak melihat kondisi mobil mercy, dan memang dari dekat lampu belakang hingga pintu penumpang ada baret besar dan panjang, dan sepeda milik Arvind juga nampak agak penyok setangnya. Teman-temannya dia juga yang menemaninya main sepeda langsung berhenti dan berdiri agak jauh dari rumahnya mereka

“ ngga sengaja…. Gara-gara kejar-kejaran sama Rafael…..” kilah Arvind

“ade yah…. Kebiasaan kamu….” Bentak Adiba agak keras

Adiba nampak kesal karena dari awal Hardian datang, anak-anaknya terlihat tidak merespon dengan baik. Malah terlihat wajah tidak bersahabat terhadap teman prianya ini. Dan kali inipun mobilnya ditabrak, padahal mereka berdua hendak jalan ke gathering komunitas di BSD sebentar lagi.

“ lagian mobilnya parkir disitu…..” tunjuk Arvind lagi.

“membantah lagi…..”

Arvind mulai terlihat wajahnya akan nangis mendengar bentakan maminya.

“udah ngga apa-apa Diba….” Hibur Hardian menenangkan “ he still kids…”

“kamu minta maaf sama Om Hardi….”

Anak itu diam sambil meremas tangannya sendiri, dia menunduk sambil menangis pelan.

Jafar bingung melihatnya. Hatinya sebagai kakek melihat cucu diomelin anaknya, agak tidak terima juga mendengranya.

“Arvind, Mami talking to you…..”

Masih diam

“udah Diba… it’s Ok….” Ujar Hardian lagi

“ Arvind….”

Anak itu tiba-tiba mengangkat wajahnya, tanpa melihat ibunya, dia lalu berputar badannya dan lari ke arah belakang mobilnya, melewati sepedenya yang dibiarkannya jatuh, ke arah berbeda dengan rumahnya, melewati Jafar yang berdiri di belakang mobil

“ade…..” teriak Adiba lagi

Anak itu tidak peduli, dia lari ke rumah di samping rumahnya dia, masuk ke dalam dan menutup pintu pagarnya dengan agak keras.

Adiba berlari kecil menyusul dibelakangnya, dan sempat dia lihat anak itu masuk kedalam rumah, membanting pintu, dan terdengar suara anak kuncinya diceklek oleh anak itu.

“ade…..” teriak Adiba lagi, dia emosi melihat Arvind bertindak seperti itu. Dia malu didepan Hardian.

“ade… itu dipanggil mama….” Terdengar suara Linda dari dalam

“jangan dibukain Aunty….. mami jahat sama ade….” Suara anak itu meninggi.

Adiba terdiam seketika, dia melihat Linda sempat menengok dari balik gorden jendela, namun pintunya tetap tertutup.

“aku ngga mau ketemu mami….” Suaranya terdengar lagi

Adiba menggelangkan kepalanya, dia segera berbalik ke rumahnya

“ini akibat terlalu dimanjain, Abah…..” ujarnya sambil menengok manyun ke wajah abahnya.

Jafar bingung jadi ikut disalahkan oleh Adiba.

“abang, tolong pindahin sepeda ade tuh…. “ perintahnya ke anaknya Ravi, yang dari tadi hanya menonton mereka.

Bukannya mendengar apa kata Maminya, Ravi malah dengan tajam menatap bergantian wajah Adiba dan Hardian, lalu dia berbalik dan masuk ke rumah tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Adiba sungguh merasa tidak enak dengan Hardian. Dia tertunduk malu sekali.

“maaf yah…… maaf banget…”

“it’s oke Diba…” suara bijak Hardian terdengar

“kamu selesaikan dulu masalah kamu…..” sarannya lagi

Adiba menganggukan kepalanya

“ ngga akan focus juga kita jalan dengan kondisi kamu seperti ini…..”

Dia membenarkan memang. Baru kali ini dia melihat kedua anaknya menentang dirinya secara terang-terangan. Meski agak heran, namun dia bisa dengan mudah menebak bahwa mereka tidak siap dengan kedatangan orang baru dalam hidup mereka, meski ini baru panjajakan sifatnya.

Hardian pun pamit dengan rasa bersalah yang sangat dalam dihati Adiba. Maksud hatinya ialah meski anak-anaknya belum bisa menerima Hardian, tapi beri rasa hormat untuk teman ibunya. Karena selama ini dia mengajarkan anak-anaknya untuk memberi respek ke siapapun itu.

“aku ngga jadi juga kesana….” Putus Hardian

“aduh… jangan dong…. Kasihan, kan kamu petingginya….”

“it’s Oke…. Kamu ngga ikut, lebih aku juga ngga…..”

Adiba makin merasa bersalah. Dia tahu jika dia nekad pergi dengan Hardian sekarang, dia balik mungkin anaknya sudah dalam perjalanan ke Makasar nanti sore.

Dia lalu mengantar hingga masuk ke mobil sambil merasa sangat bersalah. Sudah batal acara mereka yang sudah disusun dari minggu lalu, mobil mewahnya Hardian pun harus terbaret besar gara-gara Arvind yang ceroboh main sepeda.

“ anak itu ngga perlu dibentak begitu, Ka…..” tegur Umi saat Hardian sudah berlalu pulang

“ nah ini yang buat anak-anak sulit diatur…..” protesnya ke Uminya

Anissah mengangkat wajahnya dan menatap Adiba

“ Umi hanya kasih saran…..”

“iya tapi Umi dan abah juga yang sering manjain anak… makanya mereka mulai berani bantah aku karena ada yang belain…..”

Jafar agak kesal mendengar jawaban anaknya

“disana pun neneknya ama tantenya manjain….. belum lagi sama Aslan….”

Jafar langsung bereaksi

“jangan ajarin abah dan umi bagaimana membesarkan anak, Adiba…..”

“mereka anak-anak aku, abah….”

“dan mereka juga cucu abah dan umi…..”

Adiba terdiam akhirnya

“ kamu tahu kenapa mereka marah sama kamu??”

Adiba masih terdiam

“kamu bukannya tanya apa yang luka atau cedera di anak kamu…. Malah kamu sibuk memperhatikan perasaan teman kamu…..”

Adiba bagaikan mendapat tamparan mendengar itu.

“ mereka hilang figur seoarang ayah…. Trauma mereka pun besar…. Makanya lihat seperti ini agak aneh dimata mereka…..”

Termenung

“cara kamu bentak dia pun ngga pantas didepan Hardian….”

“aku malu abah….”

“trus anak kamu?? Karena dia masih kecil jadi tidak perlu dipikir rasa malunya dia??”

Adiba terdiam

“ngga terpikir sakit badannya dia?”

“sekarang mereka berdua ngambek….”

“ngga mungkin sengaja si ade nabrak….”

Adiba hanya bisa mengiyakan dalam hatinya.

Annisah yang diam mendengar ucapan suaminya, lalu buka suara lagi.

“tenangin diri kamu…. Terus jemput si Ade disebelah….”

Dia masih diam

“anak itu masih mencari jati diri mereka, dan ada dikepala mereka bukan hanya ikatan emosi antara dia dengan orangtua…. Tapi juga siapa yang dia merasa nyaman……” sambung Anissah lagi.

Mereka bertiga terdiam semua

“ meski sibuk, kamu juga luangkan waktu dengan anak-anak juga…. “

Adiba terdiam. Dia memang sangat sibuk belakangan ini. Kesibukan di pekerjaannya, bahkan sabtu minggu pun dia jabanin untuk bertemu klien dan merambah pasar-pasar baru di dunia marketingnya, sehingga waktu dengan kedua anaknya juga jadi terbatas dan tersita dengan pekerjaannya.

“pasti ngadu ke ayahnya…..” tutur Uminya pelan

“ya pasti…. Siapa lagi… “ jawab Jafar

Adiba lalu beranjak naik keatas ke kamarnya.

Saat melewati kamar anak-anaknya, dia samar-samar mendengar suara Ravi seperti sedang berbicara. Dia menempelkan telinganya ke daun pintu, tapi masih saja kurang jelas dia mendengar apa percakapan didalan kamar anaknya. Dia lalu keluar ke arah depan, dan jendela anaknya yang menghadap kedepan itu terbuka, sehingga secara diam-diam Adiba menguping pembicaraan anaknya

“tapi kan abang kesal, Yah…. Masa ade ama abang dimarahin sama Mami??”

Tepat dugaan Adiba, pasti anaknya mengadu ke ayahnya, Aslan.

“ngga lah sayang… mana mami marah?”

“ayah ngga tau…. Tadi mami galak bener…. Marahin abang juga di depan om itu…..”

Terdengar suara meredakan kekesalan anaknya itu

“udah, nanti juga mami ngga marah lagi…”

“tapi ade di nenek…. Kita berdua pindah aja ikut ayah di Makasar…..”

Hati Adiba seketika jadi sedih.

Bagaimana mungkin anaknya yang secara ikatan darah tidak ada dengan Aslan, tapi mengadu semuanya ke Aslan bahkan memilih ingin pindah ke Makasar dengan Aslan?? Adiba merasa sangat sedih mendengar aduan anaknya itu.

Dia seperti disadarkan bahwa ada gap yang memisahkan dia dengan anaknya semenjak dia mulai bekerja kembali. Dan celah itu makin besar semenjak belakangan ini dia dekat dengan Hardian, karena mereka sering jalan bersama hingga pulang malam, dan waktu dengan anak-anak yang memang lebih nyaman bicara dengan Aslan, jadi semakin menjauh. Meski itu bukanlah alasannya juga, namun memang terbukti Aslan meski terpisah jauh bisa memenangkan hati anak-anaknya.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Luar biasa Aslan... walopun jauh di Makasar sana, tapi magnet nya bisa kuat begitu di Bekasi :tepuktangan:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd