Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Bimabet
PART IV



It’s Hard to Forget



Menyusuri kenangan lama di kota Kendari memang selalu jadi hal yang sulit bagi Aslan.

Hari ini dia kembali ke rumahnya setelah hampir 4 bulan tidak dia tengok. Meski dia jarang pulang kesini, namun ART yang dulu masih setia bekerja dan tetap datang membersihkan rumah dan merawat semua perabotannya di rumah ini.

Ada sedikit perih di hati Aslan setiap dia masuk kembali di rumah mungil ini.

Kenangan bersama mendiang Nafia rasanya selalu muncul dalam pelupuk matanya. Kamarnya yang belum dan mungkin tidak akan dia renovasi, hingga taman belakang tempat mereka berdua selalu bercengkrama saat mulai awal Fia datang pertama kali, hingga dia harus dirawat dan kembali ke Bekasi untuk pulang ke pangkuan Sang Pengcipta.

Rumah ini memang sulit untuk ditepis bahwa banyak kenangan bersama Fia.

Foto pernikahan mereka masih terpampang di dinding. Foto-foto mereka berdua juga masih ada di dinding ruang tamu dan ruang makan, apalagi di kamar mereka berdua.

Meski sudah 3 tahun berlalu, rasanya berat aku lupain dirimu, Bunda……. Desis hati Aslan

Menginjakan kaki disini, seperti selalu diingatkan akan cintaku kepadamu yang selalu ada dan tak lekang oleh waktu.

Pandangan Aslan kini tersorot ke kamar depan yang jadi kamr mereka berdua. Dia duduk di samping tempat tidur. Dia teringat bagaimana mereka pertama kali tidur bersama, hingga menikah dan kemudian merawat Nafia di tempat tidur yang sama. Bagaimana Nafia yang selalu berusaha keras untuk terlihat sehat meskipun berjuang melawan sakit kankernya.

How can I am not stop thingking about you, Bunda?

Terlalu besar cinta aku untukmu….. Bunda satu-satunya wanita yang aku kenal dan aku sayangi hingga saat ini. Jangankan berpikir untuk menikah, berpikir untuk membuka diri dan hatipun dia masih belum sanggup.

Kok datang lagi yah? Sedih deh aku…….

Padahal pengennya jangan datang lagi….. biar ayah senang ada yang hidup di perut aku…..

Semangat Alma….. abis ini coba lagi….. biar jadi Bunda yang sempurna…..


Coretan di sebuah potongan kertas yang diselipkan di notes yang ada di meja nakas kamar, merupakan tulisan Fia saat dia sedikit frustasi karena datang haid lagi, padahal dia berharap agar sudah tidak muncul haidnya dan bisa hamil.

Bun…… kangen sayang…….

Perih rasanya hati Aslan mengingat ini.

Airmata muncul kembali di sudut mata Aslan. Dia ingat bagaimana dia harus menguatkan hati Fia saat Fia menghadapi sakitnya, belum lagi harus memberi dukungan disaat Fia ingin sekali hamil ketika itu, meski secara medis dokter pun bilang bahwa dengan kondisi seperti itu, sulit bagi Fia yang sedang memerangi penyakit utamanya, untuk dapat bisa tenang dan hamil.

Lemari yang selalu bersih dan rapih pun masih banyak tersusun bajunya Fia bercampur dengan baju Aslan. Rasanya bahkan bau tubuhnya Fia seperti selalu ada di kamar ini. Bau seorang wanita yang sangat senang dia endus, cium dan peluk.

Lalu dia beranjak ke taman belakang. Dia selalu ingat bagaimana Fia yang menemaninya bekerja hingga larut malam, bahkan ikut berbaring dipahanya, menikmati kebersamaannya dengan suaminya, sambil menunggu semua laporan, meeting online, dan juga balas membalas email kelar.

Tarikan nafas panjang Aslan terdengar ditengah kesepian rumah itu

Entah sampai kapan dia bisa melupakan cintanya Kepada Fia. Cinta yang sudah muncul dari jaman dia kecil, remaja, hingga akhirnya bekerja dan dewasa. Cinta yang dia perjuangkan dengan keras dan berdarah darah, dari tidak disetujui hingga akhirnya diterima dengan baik di keluarga Fia, dan harus menerima kenyataan bahwa kebersamaannya dengan Fia pun harus diakhiri lebih awal oleh Sang Pemilik Hidup, karena ganasnya sebuah takdir.



*********************

Getaran di ponselnya menyadarkan Aslan…..

Sejenak dia melihat ke layarnya. Ada panggilan video call masuk dan contact yang dia tulis Ade Arvind muncul disitu

“Halo De…..” wajah gembul lucu muncul sambil tersenyum menyapanya

“halo Ayah…..”

“iya sayang…. Udah pulang sekolah?”

“udah…. Ayah dimana?”

“ayah di rumah di Kendari…..”

“oh… ayah ke Kendari?”

“iya sayang…..”

“ayah kapan ke Bekasi?”

“hmmmmm kapan yah……”

“ayo Yah…..”

“nanti ayah atur yah jadwalnya……”

“atau Ade ke Makasar aja…..”

“lho? Emang libur?”

“sabtu minggu khan ade libur….”

Aslan tertawa mendengar alasannya Arvind

“itu mah akhir pekan….”

“tapi kan 2 hari ade ngga sekolah….. jadi bisa deh ke Makasar….”

“nanti tanya Mami yah…..”

“malas ah Yah…. Pasti ngga boleh ama Mami…..”

“ kan ade harus sekolah…..”

“iya, tapi ade khan kangen ama ayah… mau main sama ayah…..”

Aslan kembali tertawa

“sama Abang aja dulu mainnya?”

“males… abang suka curang kalo main ama ade…..”

Aslan terbahak mendengarnya. Jadi ingat dia sering mencurangi adiknya Linda waktu mereka masih di usia yang sama dengan Ravi dan Arvind.

“nanti ayah tanya Mami yah……”

“bener yah Yah…… khan ade sudah sebulan lebih ngga ketemu sama ayah….” Bocah ini ingat aja berapa lama tidak bertemu.

“iya sayang…..”

“ya sudah…. Ade mau makan dulu….”

“makan apa, Ade?”

“mau makan ayam goreng…..”

“ Umi masak ayam goreng?”

“ngga…. Makan di nenek….”

“kok di nenek?”

“ada Aunti disana…. Ade maunya disuapin sama aunti…..”

Aslan geleng kepala mendengar alasan bocah ini. Mau makan aja dia bisa pindah ke rumah sebelah sama Ibunya Ulfa dan Linda.

“ya sudah…..”

“dah ayah….”

“dah Ade…..”

“love you, ayah….”

“love you sayang…..”



*****************************
Arvind yang kini berusia 7 tahun adalah anak kedua dari Adiba dan Anand. Kakaknya bernama Ravi yang berusia 10 tahun. Kedua anak Adiba ini memang lengket sekali dengan Aslan, terutama anak bontotnya Arvind.

Mereka berdua mengikuti panggilan mendiang bibinya Fia, sehingga panggilan mereka ke Aslan pun sama yaitu Ayah. Ibunya Adiba dipanggil Mami, dan neneknya Anissah serta Jafar kakeknya dipangil Umi dan Abah, mengikuti ibunya dan pamannya yang memanggil demikian.

Dia menyebut Ulfa nenek, dan memanggil Linda dengan panggilan Aunti. Semenjak perdamaian mereka terjadi, maka dua rumah itu pun hidup rukun. Bahkan saat Ulfa sempat ada masalah dengan RT yang baru karena pohon mangganya mau ditebang, Jafar dan Anissah berdiri paling depan membela besannya ini.

Dan anak Adiba ini jadi cucu bersama. Dia dengan bebasnya pindah dari rumah satu ke rumah yang lain. Manjanya ke Aslan dan Linda bahkan ke neneknya Ulfa pun semakin menjadi. Dan meski tidak ada hubungan darah, namun karena anak itu selalu datang dan main, bahkan sering menginap disitu, maka secara tidak langsung mereka semua jadi terikat. Bahkan jika Arvind atau Ravi tidak muncul sehari, malah Ulfa atau Linda yang menyebrang mencari anak-anak itu.

Ke Makasar bagi mereka berdua bagaikan lagu wajib. Lebih dari sebulan mereka sudah tahu, jika bukan Aslan yang datang ke Bekasi, maka mereka berdua yang terbang ke Makasar menemui Aslan. Meski pintar dan mandiri, namun mereka sangat lengket dengan Aslan, terutama Arvind. Jika dia tahu Aslan datang ke Jakarta dan tidak mampir ke Bekasi, bisa perang dunia di rumah jadinya.

Aslan sendiri memang sangat menyukai kedua keponakannya ini. Disaat dia kehilangan istrinya, dua keponakan inilah yang jadi pelipur lara nya jika dia pulang ke Bekasi. Sehingga tanpa sadar kedekatan itu membuat mereka jadi saling terikat, bahkan anak-anak Adiba lebih memilih berlibur dengan Aslan daripada menemui ayah asli mereka di Singapore.

Cara Aslan memperlakukan mereka, menyayangi kedua anak ini, seperti membuat anak anak ini menempatkan Aslan jadi sosok ayah mereka. Apalagi panggilan mereka ke Aslan pun demikian. Mereka seperti tidak peduli bahwa itu paman mereka, yang mereka tahu kebutuhan mereka akan hadirnya sosok laki-laki dalam bentuk bapak, itu ada di Aslan.

Adiba sebetulnya keberatan dengan kedekatan anak-anaknya dengan Aslan. Karena dia tahu diri dan tidak ingin membebani Aslan dengan kedua anaknya. Namun waktu, kondisi, dan cara pendekatan Aslan ke anak-anaknya, membuat kedua anaknya dengan sendirinya menempel ke Aslan. Dia salut seklaigus bingung dengan cara Aslan menghandel kedua anaknya yang malah sering membantah dia sebagai ibunya, tapi selalu jinak di tangan Aslan.

Dia merasa tidak adil saja jika membebani Aslan dengan harus memperhatikan anak-anaknya, sedangkan Aslan pun punya hidup sendiri yang harusnya dia jalani serta dia bangun kembali, karena tidak mungkin dia terus harus meratapi kepergian Nafia, meski cintanya sangat besar bagi sang mendiang.

Namun, meski sering dia batasi, kedua anaknya tetap saja apa-apa ke Aslan. Dia meski risih, namun melihat Aslan yang cuek dan seperti tidak ada masalah dengan itu, akhirnya dia pun memilih diam. Apalagi Ulfa dan Linda pun sangat menyukai kedua anaknya, dan sangat tulus dalam menyayangi anak-anaknya itu.

Masalahnya ialah Arvind ini yang agak sulit diatur, karena dia tahu jika diomelin oleh Maminya atau Uminya, maka dia kabur ke rumah sebelah. Dan kalau pun di rumah sebelah diisengin oleh Linda, maka dia dengan cepat menelpon Aslan. Ini agak kurang sehat bagi Adiba sebenarnya, namun seperti yang Aslan pernah bilang, Arvind masih kecil, nanti kalau sudah besar pasti dia akan mengerti.

Meski aneh dengan ucapan Aslan, yang belum punya anak dibanding dia yang sudah melhirkan dua anak, namun Adiba memilih untuk mengikuti anjuran Aslan. Perceraiannya dengan Anand yang berakhir dengan tidak baik-baik, memang membuat psikologi anak-anaknya jadi sedikit bgoncang, sehingga hadirnya sosok Aslan, sedikit banyak membuat anak-anaknya punya figur yang mereka bisa tiru dalam sosok seorang bapak, lewat Aslan pamannya mereka.



**********************

Toko minuman dan buah segar milik Nafia masih berjalan dan dikelola oleh orang keprcayaan Fia dan Aslan. Secara rutin Aslan suka cek dan memantau kondisi toko, keuangannya dan juga planning-planing kedepannya.

Bagi dia toko ini merupakan warisan dari istrinya yang harus dia jaga amanatnya. Sehingga dia tidak ingin menelantarkannya. Jadi setiap dia datang ke Kendari, selain ke rumahnya dan kantornya, dia selalu menyempatkan diri mampir ke toko ini, sekaligus memberi perhatian bagi para pegawainya bahwa dia selalu ada bersama mereka.

Menyusuri semua kenangan, tempat-tempat yang mereka berdua pernah singgahi, hingga menjaga semua warisan dan usaha yang dirintis Nafia, merupakan salah satu cara Aslan menjaga semua cinta Nafia, dan sayangnya juga ke Nafia untuk selalu ada.

Nasehat banyak orang bukan sekali dua dia dengar.

Menikahlah kembali

Buka hatilah

Coba cari jodoh lagi, karena waktu kamu masih panjang

Usiamu masih muda, usaha sudah bagus, menikahlah

Usulan yang sering hanya ditanggapi dengan senyuman.

Menikah dan hubungan seks adalah kebutuhan manusia. Dan Aslan masih manusia normal. Dia pun tahu dan sadar akan gairahnya sering muncul. Namun selalu saja dia seperti dihadapkan ke tembok besar yang namanya kenangan akan cintanya ke Nafia. Dia seperti takut jika menjalin hubungan, namun isi kepala dan hatinya masih sama ke sosok Nafia.

Dia merasa akan sangat tidak fair jadinya.

Dia mencoba berusaha keras juga untuk membuka hati. Namun kenangan dan ingatannya ke Nafia memang sulit untuk dia lupakan begitu saja. Untuk membunuh semua itu, dia melampiaskannya dengan bekerja dengan sangat keras, dan berjuang dengan tangguh, sehingga usaha dan perusahaan yang dia pimpin kita berada di beberapa level diatas ekspektasi awal.

Yang mendekatinya bukan wanita sembarangan. Dari yang masih abg hingga wanita-wanita sukses, bahkan yang sudah bersuami pun sering mencoba menggodanya. Namun Aslan hanya menanggapinya dengan senyuman bahkan cenderung sering cuek.

Ramli, sahabatnya dulu di kampus, yang merupakan adik kandung Yahya, bosnya yang kini jadi PNS di kantor gubernur, malah lebih sadis usulannya.

“bro, lu kan dekat ama ponakan lu…. Kenapa ngga kau kawinin saja ipar kau itu…..”

Mendengar usulan dari Ramli, Aslan hanya tertawa terkekeh. Baginya Adiba adalah figur seorang kakak, dan tidak lebih untuk saat ini. Meski sudah banyak berubah dan lebih soft sekarang ini, Adiba tetaplah wanita yang berbeda dengan Nafia istrinya.

Adiba cenderung percaya diri, selalu mencoba menjadi orang yang lead the conversation, sangat mandiri apalagi dengan kondisi dia sekarang, dan juga cenderung tegas. Berbeda dengan Fia yang lembut, penuh senyuman dan selalu adem jika dilihat.

Adiba berbeda, dia masih ada raut angkuhnya diwajahnya, meski kini sudah jauh berubah semenjak gagalnya pernikahannya dengan pria yang dulu dia dan keluarganya puja puji.

Membesarkan kedua anaknya atau ponakannya itu, mereka lakukan bersama dengan cara masing-masing. Dan kedekatan mereka hanya sebatas itu saja. Meski Aslan tahu bahwa pandangan orang pasti arahnya ada kesana, namun dia memilih untuk tidak memperdulikannya. Dia juga tidak pernah secara pribadi bertanya ke Adiba tentang pasangannya. Mereka sering jalan bersama, makan bersama termasuk dengan keluarga besar, namun diskusi dan pembicaraan mereka selau terkait kerja, anak-anak, dan juga Nafia.

Ada satu sosok yang kini berusaha dekat dengan dirinya, yaitu Lingga Maharani. Wanita cantik dan modis itu terlihat sekali terang-terangan menyukainya. Dan Aslan bukannya tidak tahu. Dia sadar, meski dia pun jauh berpikir untuk melanjutkannya bersama Rani, karena rasanya masih berat bagi dirinya untuk menggantikan Nafia dengan wanita lain dihatinya.



*************************

“assalamualaikum Lan….”

“wa alaikumsalam Ka….”

“itu janji apa sama si Ade?”

“oh…. Dia minta ke Makasar….”

“ih, ngga usah terlalu diikutin apa maunya dia…..”

Aslan tersenyum

“ngga apa-apa sih Ka… memang salah aku juga… udah sebulan lebih ngga ketemu dia….”

“iya, tapi dia juga harus tahu kalo kamu itu sibuk lho…..”

“iya nanti aku bicara sama dia…..”

“dari kemarin sudah siapin baju-bajunya dia…. Katanya mau siap-siap ke Makasar…..”

Aslan hanya tersenyum kecut

“kalo abang nya sih masih gampang dikasih tahu… si ade ini yang agak lain……”

“iya Ka…… nanti aku bicara sama dia…”

“oke…..”

Lalu

“kamu dimana?”

“lagi di Kendari….”

“oh…. Di kantor?”

“ngga… lagi dirumah….”

Adiba diseberang sana terdiam sesaat

“ Ya sudah…… “

Dia agak prihatin mendengar Aslan masih sering berkunjung kesana sendirian, karena dia tahu lewat ART mereka disana, bagaimana Aslan jika sudah ada di rumahnya dia bersama mendiang adiknya. Bisa diam berjam jam di kamarnya tanpa melakukan apa-apa.

“ PT Muara Tambang pesan lagi tuh……”

“oh… alhamdulillah….”

“ aku harus atur jadwal untuk kunjungan ke mereka lagi….”

“iya Ka…… wajib itu….”

Adiba sedikit mendelik

“wajib? Gue doang? Lu ngga?” Bahasa premannya memang masih suka keluar kadang-kadang

Aslan tertawa

“ini bukan perusahaan aku sama abah aja yah…. Kamu juga ada disitu…..” Adiba mengingatkannya

PT Sinergy Almahyra Lestari memang perusahaan yang baru dibangun oleh Jafar, yang share sahamnya dibagi antara Annisah, Adiba dan Aslan. Perusahaan supplier khusus untuk bagian Indonesia Timur, agar memecah konsentrasi dengan perusahaan utamanya yang sudah punya pasar di Kawasan Jabodetabek dan wilaha Indonesia Barat.

Meski Aslan awalnya menolak, namun Jafar tetap meminta agar Aslan masuk disitu. Dia mendapat jatah saham sebesar 18,5% yang hanya beda sedikit dengan nilai saham milik Adiba. Namun pengelolanya tetap ditangan Adiba, wanita itu yang menghandle kini hampir semua usaha milik ayahnya.

Aslan? Dia terlalu sibuk dengan Delta Serasinya. Namun masalah pasar dan marketing di kawasan pertambangan di Sulawesi dan sebagian besar Indonesia Timur, hampir 90% datang dari relasi Aslan. Itu sebabnya mertuanya Jafar sangat menghargai menantunya ini.

Bagi Jafar dan Anissah, Aslan sudah seperti anak sendiri. Dan mereka dengan Ulfa sudah seperti keluarga besar jadi satu. Pernikahan Aslan dengan Nafia dan berpulangnya Nafia, menjadi momentum perdamaian bagi kedua keluarga ini, dan berjalannya waktu juga membuat Aslan sulit dilepaskan dari keluarga Jafar.

“awas jangan janji lagi ke anak…..” diujung pembicaraan Adiba mengingatkan

“iya Ka……”

“kita dirumah yang repot kalo dia sudah ada maunya…..”

“iya….”

Lalu

“abang itu juga nanya-nanya, kapan katanya mau nonton bareng ayahnya……”

“iya Ka… nanti aku cari waktu ke Bekasi…..”

“gue aneh dah…. Bukannya ke papi mereka malah ke kamu gitu lho manjanya…..”

Aslan tertawa diseberang

“ngga apa-apa kali Ka… aku khan paman mereka juga…..”

“ngga gitu… susah nanti pamannya cari bibi baru kalo gini caranya…..” cetus Adiba setengah meledek

“udah bapuk pamannya… ngga ada yang mau…..”

“boong ah……”

Pembicaraan mereka terputus karena Aslan harus berangkat keluar kantor dan harus segera ke Makasar New Port untuk meeting dengan salah satu insurer besar. Dia lalu pamit ke Adiba, dan berjanji untuk segera menelpon anak-anak nanti sore sepulangnya dari meeting.

Setibanya di Gedung Graha Pena Makasar, dia membuka ponselnya setelah memarkirkan mobilnya, ada beberapa pesan yang masuk, terutama di grup wa terkait pekerjaan, dan juga ada beberapa wa pribadi yang masuk.

Ass wr wb Boss, orderan kemarin akhirnya tembus juga, meski diawal agak nolak. Namun akhirnya deal juga. I owe a lunch or dinner for you. Tempatnya, boss yang pilih deh, mau di Makasar, diluar kota, atau di luar negeri pun boleh.

Whatsaapp dari Rani masuk

Wa’alaikumsallam Ran, itu hasil kerja keras kamu kok. Ngga ada ah utang2an makan siang atau makan malam

Lalu dia scroll lagi kebawah

Asssalamualaikum Abang. Alhamdulillah Mamah sudah bisa keluar dari RS. Berkot doa dan bantuan abang. Mamah bilang makasih banyak buat abang, kami ngga bisa balas semua bantuan abang yang sudah sangat baik buat kita. Allah selalu beri abang kemudahan dan berkah yah….

Lalu

Kalo abang ke Jakarta, boleh kita ketemu?

Dia tersenyum membaca whatsapp terakhir, dan di atas nama pengirim tertulis nama yang pernah sempat menyintas dalam hidupnya meski hanya sekilas, Endah Larasati
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd