Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Bimabet
apaan sih rani main ngadu ngadu ke ibunya aslan plss engga bgt
 
PART XLI


KEPINGAN RESTU YANG DINANTI





Adiba memutuskan untuk tidak ke kantor hari ini. Dia memilih untuk menemani Aslan di rumah berduaan. Bercinta sepuasnya pagi sampai siang, menumpahkan kerinduannya ke Aslan, dan hanya ada mereka berdua saja tanpa ada yang mengganggu karena anak-anak sedang di sekolh.

Adiba sangat bahagia dengan kedatangan Aslan hari ini, mendadak dan membahagiakannya yang sedang galau dengan kehamilannya. Saat bercinta waktu itu dia memang tidak memperhitungkan akan kejadian seperti ini. Dia terlalu menikmati percintaan itu, sampai membiarkan saat Aslan memuntahkan itu semua ke dalam rahimnya, yang memang akhirnya Rahim yang masih sangat bisa dibuahi itu lalu tumbuh dan kini terkandung sebuah janin yang baru akan berkembang.

Lembut tangannya meraba dada Aslan yang telanjang dan sedikit berkeringat. Kejantanan Aslan memang membuat dia selalu kuatir. Cemburu dan sangat takut kehilangan. Pantas saja Rani tidak bisa lepas dari sosok ini, demikian juga suster Nafia yang dulu, belum lagi yang lain yang dia tidak tahu

“ayah……”

“yah Mami…..”

Tatapannya kini menyapa mata tajam itu

“kepikiran ngga bakal jadi sama Mami?” senyumannya terukir di bibirnya

“ngga…..” tawa Aslan terdengar pelan

“trus? Kok bisa yah kita…..” dia seakan bertanya juga ke dirinya

Aslan tersenyum. Dia terkenang akan masa-masa awal di mana dia mulai suka dengan kakak iparnya ini

“ aku itu mulai merasa punya perasaan ke Mami…. Saat kita berempat jalan bareng ke mall AEON……”

Adiba seketika ingat itu

“kok disitu?” tanyanya antusias

“yup…..”

Adiba tersenyum geli

“ Pas Mami beli Chattime, trus kita pandang-pandangan......” Aslan agak malu menceritakan

“ih, iya yah..... wkwkwkkw....”

Aslan membelai wajah Adiba yang kini menindih badannya

“ mami terlihat cantik dan anggun saat itu......”

Adiba tersenyum, wajahnya memerah seketika mendengar pujian Aslan

“makasih, Yah...... ngga nyangka tahu Mami....” dia tersenyum malu

“kalo Mami?”

Adiba tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya ke lehar Aslan

"hmmmmm, kapan yah.....” dia berpikir sejenak pura-pura sambil sedikit meledek Aslan

“sebenarnya saat kita datang ke acara peresmian Ruang Bermain anak di Rumah sakit....”

Aslan kaget mendengarnya

“tapi kan waktu itu......”

“iya, belum ada rasa apa-apa.... Cuma sempat kepikiran saat itu... ayah kan single, mami juga sudah single.... “ dia tidak meneruskan jawabannya namun malah tersenyum malu

“trus?”

“trus kan lihat Ayah ngobrol ama Endah.... mami kesel waktu itu, soalnya belum pernah lihat ayah bicara dengan wanita lain se lama itu.....”

Aslan tertawat mendengar ucapan Adiba

“lah, trus kok bisa nyasar sama Hardian...”

Adiba mencubit lengan Aslan

“ih, itu khan karena ngga akan mikir kita bisa jadian.... apalagi tahu Ayah sudah ada yang lain.....” manyun Adiba seketika, yang disambut tertawa oleh Aslan

“jadi test-test yang ada dulu lah yah?”

“ngga juga…. kan ada yang datang, wajar aja mami kenal dulu…..” kilah Adiba

“trus-trus?” desak Aslan ingin tahu

Adiba berpikir sejenak

“trus pas ke nikahan Endah.... mami mikir, kok ayah gandengan tangan mami terus, ngga dilepas lepas......” Adiba tertawa

“mami jadi GR tau waktu itu….” malu-malu dia mengakuinya

“ih, khan lucu aja kita bareng......” ujar Aslan

“oh jadi kepaksa gandeng tangan mami?”

“ngga.....”

“trus?”

“yah senang aja......” Aslan tertawa

Adiba tersenyum mengingat saat itu

“pas ke Cibanon kan kita diledekin abis tuh.... apalagi si ade bilang minta adik..... “ Adiba tertawa kecil

“disitu Mami mulai kepikiran......”

Dia mencium dada Aslan

“jujur disitu mami sudah mulai berat..... anak-anak susah lepas dari ayah... mami juga rasa senang banget digandeng sama Ayah.... “ agak pelan suara Adiba

“iyakah?”

“iyalah, digandeng ama cowo ganteng.... brondong.... wkwkkwkwkw....”

Aslan tersenyum

“apalagi pas ayah ngga datang waktu acara di vila......”

“udah ah.....” Aslan meredakan sedikit

“ditungguin disini, semua pada nanya ke mami.... kesel mami... apalagi lihat ada yang ngekor ternyata ke Pomalaa.....huh.....” emosi Adiba agak naik mengingat itu

“tuh kan..... “ colek Aslan ke hidung Adiba

Lalu

“trus pas ke Lembang..... senang banget Mami... lihat ayah sama anak-anak, kok kayaknya mami semakin sulit kalau bayangin ayah sama yang lain......”

Aslan memeluk Adiba

“makanya malamnya waktu ayah meluk, nyium, mami pasrah dah......”

Ciuman dan rangkulan Aslan kini membetot Adiba dalam pelukannya

“Mami berharap, ayah selalu ada buat mami dan anak-anak......”

Aslan tersenyum dan mencium jidat Adiba dengan mesra.

“mami janji, akan selalu jadi yang terbaik buat ayah.......”

Tatapannya kini dengan lembut menatap wajah Aslan. Tatapan penuh cinta dan sayang, yang tumbuh semakin subur dan sulit dibendung lagi saat ini, yang membuat mereka semakin diliputi rasa bahagia, meski di balik itu banyak hati yang terluka dan merana akibat melekatnya sebuah ikatan yang tadinya tidak disangka akan hadir.


*********************

“Assalamualaikum Mah.....”

“Wa -alaikumsalam Bang....”

“maaf Mah, baru buka hape abang.....”

“ iya mgga apa-apa, Bang.... lagi dimana?”

“hmmm.... dirumah nih... ade ngga ada juga, kayaknya kuliah....”

“ngga WA emang?”

“ngga Mah.....”

“ada urusan dinas atau mau lihat anak-anak?”

Aslan terdiam sesaat

“lihat anak-anak aja Ma.....”

“oh.....”

Lalu

“ Mau abang jemput nanti, Mama?”

“ngga usah Bang.... nanti Ade pulang kan mampir kesini....”

Diam sejenak

“yah sudah, nanti ketemu dirumah aja.....”

“ada yang mau abang sampaikan?”

“hmmmmm.... ngga sih Ma..... nanti ajalah abang bicara....”

Ulfa menghela nafasnya

“artinya ada yang penting dong.....”

“ngga juga Mah.... nanti ajalah Mah....”

Ulfa semakin berdebar-debar dadanya

“terakhir abang bicara mau bicara serius seperti ini waktu abang bilang ke Mamah kalo Fia sudah tinggal sama abang di Kendari......”

Aslan bagaikan diingatkan waktu yang sudah lama berlalu

“ ngga ada berita yang sama kan?” tanya Ulfa lagi

Aslan terdiam

“ nanti aja Mah.... abang bicara dengan mamah nanti.....”

Ulfa benar-benar merasa sangat berbeda kini anaknya dengan kebiasaannya selama ini. Dia merasa Aslan sudah berbeda dan seperti tidak ingin berterus terang ke dirinya sebagai mamanya sendiri

“mamah masih dianggap ibu kan sama abang?”

Aslan tersedak mendengar pertanyaan tajam sang ibunda

“nanya apa sih Ma?”

“ya mamah nanya..... soalnya mama lihat abang agak beda.....”

“ngga lah Mama... mana ada yang bisa gantikan posisi Mamah sebagai ibu di hati abang.....”

Yah memang begitu, Nak... tapi kenyataan kamu sudah beda jauh dan tidak mau terbuka selama ini, sehingga semua keputusan kamu ambil sendiri, demikian bisik hati Ulfa dengan sedikit rasa perih

“ya sudah......”

“oke Ma.... mau jemput ade dulu....”

“oke.....”

“assalamualaikum Mah....”

“wa alaikumslama , Bang.....”

Ulfa serasa tulang-tulangnya mau lepas begitu telepon ditutup. Dia sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan nanti dengan anaknya. Dia marah dengan keadaan ini, dia bagaikan gagal mendidik anak laki-lakinya untuk jadi pria yang utuh, yang bisa bahagia dengan wanita yang menurutnya jauh lebih pantas.

Bukan mama ngga suka dengan Adiba, Nak....

Apa kata orang nanti? Kamu naik ranjang

Kamu ganteng, tampan, pengagum kamu ngga ada habisnya..... lalu kamu melilih Adiba, kakak ipar kamu sendiri, janda punya anak dua, seakan tidak ada wanita lain selain anak-anaknya Anissah dan Jafar sudah paling cantik di muka bumi ini? Saat adiknya yang kamu cintai pergi, lalu kamu mewarisi kakaknya yang ditinggal suaminya??

Tanpa dia sadari airmatanya sebagai ibu pun tertumpah. Anak nya yang dia banggakan, memlih jalan yang mungkin tidak sesuai dengan harpannya sebagai ibu. Dia merasa tidak dihargai oleh anaknya sendiri, anak yang dia banggakan selama ini ke semua orang.


***********************

Arvind dan Ravi tentu senang sekali melihat ayahnya datang lebih awal dibanding jadwal lebih awal. Dijemput sama ayahnya jadi kejutan bagi mereka berdua, dan itu membuat mereka bahagia sekali siang ini.

Selesai makan siang Bersama diluar, mereka berempat pulang dirumah. Mereka ingin quality time bersama. Arvind dan Ravi memilih untuk main game di ruangan atas, menemani ayah dan ibunya di ruangan kerja maminya yang sedang kerja via online.

Selesai semua laporan dan instruksi diberikan ke staff mereka masing-masing, Aslan dan Adiba lalu duduk bersama anak-anaknya mereka, sambil sesekali melihat game yang anak-anaknya mainkan, Adiba lalu menyediakan minuman dan penganan kecil untuk Aslan.

“apa ini, Mi?”

“oishi sponge…..”

Dia lalu merapat dengan manjanya ke Aslan yang sedang duduk di sofa, di-samping Arvind, sedangkan Ravi di sofa didepan ayahnya dia. Terdengar suara riuh di ruang atas itu karena Arvind dan Ravi sedang sibuk main game berdua

Adiba sambil menemani Aslan ikut memantau kedua anaknya yang sedang asyik dengan gadgetnya dan sesekali teriak karena saling serang di game online itu

" Yah....." Adiba sambil mengelus dada Aslan dan bersandar di bahunya, sambil kaki mereka selonjoran di sofa

"ya Mami...." dia mengelus lengan Adiba dengan lembut

"itu si Endah sudah hamil gede lho....."

Aslan agak kaget mendengar Adiba menyebut nama itu, nama yang sudah lama dia kubur dan tidak ingin dia ingat lagi.

"Mami lihat di IG dia...." sambungnya lagi

“emang temanan di IG?”

“dia follow Mami…..” ujar Adiba sambal menggigit apel yang dipotong potong

"ya kan ada suaminya dia......"

Adiba tertawa kecil, sambil berbisik

"kalo lihat perutnya.... sama waktunya dia nikah.... kayaknya duluan perutnya deh...." Adiba sambal menatap ke wajah Aslan

"mami suka suudzon yah....."

Adiba tertawa kecil, namun tiba-tiba dia berubah serius dan matanya menatap ke arah wajah Aslan

"yang aku curiga bukan itu..... tapi bibit siapa yang di perutnya....." tatapannya kini agak tajam sambil sedikit menyeringai menatap Aslan

"ya, bibit suaminya lah..… emang bibit siapa.... " Aslan tertawa, meski ada rasa was-was disana.

Elusan tangan Adiba berubah jadi cengkraman

"yang bener?? "

"Ya ngga tau Mami.... orang lain yang kawin kok mami ngegas ke aku....."

"soalnya aku curiga ayah waktu ke Bali itu.... tiba-tiba aja ke Bali..... ngga biasa-biasanya....."

Aslan tertawa geli

"kenapa ngga mami cegah kalo curiga?"

"ih, kok aku cegah... kan waktu itu kita......" mukanya cemberut

"nah sudah.... makanya ngga usah kesel, dan emang aku sendiri ke sana....."

"boong...."

"sakit mami...." Aslan meringis saat kuku Adiba menempel di lengannya.

Arvind langsung sedikit melotot melihat maminya yang mencubit tangan ayahnya

“sakit tangan ayah, Mami…..” protes anaknya

Aslan tersenyum mendengar anaknya membela

“huh…. Selalu aja ayahnya dibela….”

Manyun wajahnya Adiba

"awas aja pokoknya nanti anaknya lahir mukanya mirip siapa......"

Aslan tertawa geli

"mirip bapaknya sama ibunya lah...."

"iya, awas kalo mirip bapaknya...." sambil matanya melirik tajam ke Aslan

Aslan dengan manjanya lalu merengkuh Adiba ke dalam pelukannya, dia malas berdebat dengan ibu yang sedang hami seperti Adiba.

"cup cup cup.... udah ah.... khan sekarang kita sudah punya hidup masing-masing...." bujuk Aslan lembut

"berarti dulu pernah punya story ama dia" rajuk Adiba lagi

"kan mami tau storynya dikenalin ama Fia....."

masih manyun Adiba

“ngga percaya mami…..”

Wanita sesophisticated Adiba jika sudah cemburu memang lain juga gayanya.

"awas nanti yah....." ancamnya lagi

Aslan tertawa melihat cemburunya Adiba yang belakangan ini luar biasa naiknya semenjak mereka semakin dekat, dan sudah hidup seperti suami istri, apalagi semenjak dia sadar dia hamil.

"pokoknya Mami mau tahu semua.... “

“mau tau apa, Mami?”

“semua lah…. wa ayah, pin ayah, semua nomor telpon dan hape ayah, mami bebas buka... semua rekening ayah semua mami wajib tahu.... ayah perlu apa dan mau apa, bilang ke mami, nanti mami yang atur.... ngga ada cerita diam-diam di belakang belakang, apalagi kasih bantuan ke perempuan lain di belakang mami......"

wuih, ganas betul ultimatum Adiba kali ini

Aslan tersenyum manis

"mami sayang, nyawa sama isi titid Ayah saja sudah diberikan.... apalagi yang lain...." guraunya sambil menggelitik pinggang Adiba yang tertawa akhirnya

Adiba mencubit lengan Aslan

“kedengaran ama anak-anak tuh…..” bisiknya lagi

"awas aja pokoknya..... ngga rela mami....." ancamnya lagi

Dia lalu mengambil tangan Aslan lalu meletakkan ke sampingnya agar merangkul dirinya dengan erat, dia malas berpikir yang aneh-aneh sebetulnya, namun bagaimana pun sebagai perempuan dia tetap saja kuatir jika pria yang dicintainya membagi rasa dengan wanita lain.

“mi….”

“hmmmmm?”

“nanti malam selesai isya kita bicara sama Mama, abah dan Umi……”

Adiba bercampur aduk perasaannya seketika. Di satu sisi dia bahagia akhirnya akan segera dibahas juga oleh Aslan dengan keluarga besar, di satu sisi dia kuatir dengan ketakutan terbesarnya, yaitu calon mertuanya akan menghadang apa yang mereka rencanakan.

Umi dan Abah sepertinya juga merasakan hal yang sama. Raut gelisah di wajah kedua orangtuanya itu pun tidak bisa disembunyikan. Mereka sama dengan Adiba, kuatir Ulfa akan tidak menyetujui hubungan Adiba dengan Aslan.

Meski belum terucap, namun tanda-tanda bahwa Ulfa punya pandangan berbeda sudah terlihat jelas. Rumor bahwa dia menyukai Rani sudah mereka dengar karena Ulfa pernah cerita di pasar dan tetangga kalau Aslan sudah ada pasangan di Makasar, dan saat Rani datang ke rumah pun tetangga ada yang tahu.

Ini kelak yang akan jadi batu sandungan buat Aslan dan juga Adiba, meski Umi dan Abah selalu menyemangati Adiba bahwa semua tergantung di Aslan. Jika Aslan tetap kuat dan berpegang ke rencana semula, pasti semua akan ada jalan keluar bagi mereka berdua. Ini seperti membalik situasi beberapa tahun lalu, saat Aslan yang datang meminta Nafia, namun kini mereka yang ulu menolak lamaran Aslan, malah yang kuatir dan ragu dengan kondisi dari rumah sebelah.



***************************

“bikin malu aja tuh anak, Teta.....” suara Fitri protes ke suaminya lewat telepon

“udah, sabar aja dulu, nanti kita tanya....”

“tanya ke dia, apa maunya dia??”

Yahya sebetulnya malas untuk bicara masalah seperti ini dengan istrinya. Pandangan dia sebagai laki-laki dengan istrinya sangat bertolak belakang jika bahas hal-hal seperti ini.

“ma, ini khan masalah pribadi aja antara mereka....”

“eh, jangan kamu bilang ini masalah pribadi yah.... jangan disederhanakan ini dengan bahasa itu....”

“iyalah Ma.... kita jangan turut campur....”

“jangan turut campur bagaimana? Tadi ibunya Rani sampai telepon tanya kesini... “

“ya kita bilang saja...”

“bilang apa? Urusan pribadi mereka?”

Yahya bingung jika sudah debat dengan istrinya

“selama ini kita selalu dukung dia..... waktu dia dengan Nafia, tapi saat ini ngga akan kami dukung....”

“ini urusan pribadi mereka, Ma....”

“trus kita bilang apa kalau ditanya? “

Yahya diam mendengar suara istrinya

“ ayahnya banyak bantu kita selama ini, proyek-proyek kita juga banyak di departemen dia..... trus anaknya masalah dengan Aslan, kita diam saja?”

Yahya memang tahu sedikit banyak dekatnya Aslan dengan Rani, membuka pintu istrinya yang selama ini punya proyek dengan pemprov, jadi semakin dekat karena kedekatan mereka. Wajar saja jika Fitri juga jadi terbeban dengan hal ini.

“lagipula mama ngga setuju Aslan sama Adiba itu......”

“kan dia yang punya pilihan....”

“eh, jangan lupa waktu dia nikah dengan Fia kita juga banyak bantu dia, adik kamu si Yanto pun pasang badan dan jabatannya saat dia mau dilaporin sama mertuanya sendiri......”

Yahya diam

“kamu ingatkan dia masalah itu, Teta.”

“ingatkan juga kelakuan Adiba itu dulu bagaimana…”

“jangan sekarang sudah damai, trus dia mau sodorkan anaknya yang janda untuk diperistri oleh Aslan.....”

Masih diam di-ujung sana

“ Aslan juga begitu.... dulu kita dukung dia, saat dia perlu bantuan kita bantu dia.... sekarang dia merasa bisa ambil keputusan sendiri lalu suka-suka dia seperti ini?”

“Rani itu bukan sembarang perempuan yang dia bisa campakkan begitu saja..... “

Yahya hanya bisa menghela nafasnya dan tidak mampu mendebat istrinya

“oke nanti aku bicara sama dia....”

“iya, tahu diri bilang dia.... kalo bukan kita yang kasih dia kesempatan.... mana ada dia di-usia segitu bisa jadi direktur?? Kamu yang kasih kesempatan.....”

“kita ngga minta balas budi, tapi kita minta dia tahu diri.....”

“anak orang ini.... dia main tinggalin begitu saja.....”

“kan masih belum jelas ini beritanya....” tepis Yahya

“belum jelas bagaimana? Itu Rani sampai ngga masuk kerja, nangis saja kerjaan dia.... malu hati dia, dibegitukan sama Aslan....”

Diam kembali Yahya

“kalau sampai berita ini benar..... saya tidak mau lihat mukanya dia lagi....” ancam Fitri

“semua keperluan dia kita kasih, rumah, mobil, gajinya dia.... tapi seperti ini dia balas ke kita.....”

“ini masalah pribadi Ma.....”

“semua tahu dia sudah seperti adik kita.... lalu dia main tinggalin Rani, kamu masih mau bilang ini masalah pribadi? Kamu bantu jawab jika banyak orang yang tanya yah.....” makin emosi Fitri ke Yahya

Yahya galau luarbiasa.

Masalah pribadi yang jadi melebar jadi persoalan dinas ini dia hindari sebetulnya. Meski dia juga menyayangkan tindakan Aslan sebetulnya yang tanpa ada pertimbangan lebih lanjut lagi, dan terkesan mempermainkan wanita yang sudah berharap besar ke dia

Di satu sisi dia sayang dan tahu bagaimana pentingnya Aslan, namun cara Aslan main pergi begitu saja, walau sudah ijin juga ke dia akan ke Jakarta, namun tetap saja ini membuat dia kecewa dengan cara Aslan. Dan ultimatum Fitri juga bukan hal yang sepele yang dia harus acuhkan. Dia tahu istrinya jika sudah bersikeras akan sulit untuk dibujuk.

Dilematis bagi Yahya yang menganggap ini masalah pribadi.

Yang buat dia tambah kesal, Aslan juga belum membalas teleponnya kembali. Padahal dia ingin Aslan menjelaskan ke dirinya terkait masalah ini. Dia yang ingin masalah pribadi tetap di ranah pribadi, jadinya ikut uring-uringan dengan sikap Aslan yang secara diam-diam ke Jakarta, namun untuk mengurus masalah pribadinya dia, yang justru berlawanan dengan apa yang diharapkan oleh Fitri.
 
Ninggalin jejak dulu..

#update setelah baca:
--------
Genderang perang sudah mulai ditabuh..
Aslan + Keluarga Adiba VS Mama Ulfa+Keluarga Yahya+Keluarga Rani.

Kalau bicara ending, semua pembaca sudah bisa memprediksi akhir ceritanya.

Tapi, cerita ini bukan cerita thriller atau misteri yang memerlukan twist di ending ceritanya. Kekuatan cerita ada pada pergolakan batin dari setiap tokoh-tokohnya.

Maka, nikmatilah setiap kalimat, kata, ataupun perasaan yang ingin diungkapkan oleh mereka melalui penulis. Berharap ada hikmah dan wawasan baru di penghujung cerita. Gak sabar menanti kelanjutannya dengan hati penuh debaran.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
gondok banget amaa si rani apaan deh lebaaay babget lu,
anywayy thankss updatenya suhuu emang palibg bisa mainin emosi pembacaaaaa suhu inii wkwkkw
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd