Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
menarik ceritanya
 
Ini remake yah?
Koq lanjutan apdetnya dg cerita yg sebelumnya Podo Bae.
 
BAB. 18 Lembah Welas Asih

Di sebuah lembah yang jauh dari keramaian terdapat sebuah perkampungan yang hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Pada dasarnya para penduduk perkampungan itu masih saling punya keterkaitan darah. Nama perkampungan itu adalah lembah welas asih. Para penghuni lembah welas asih adalah keluarga-keluarga yang memiliki ilmu silat yang luar biasa. Tapi mereka tidak pernah ikut campur dengan dunia persilatan. Mereka memilih mengasingkan diri di lembah yang mereka namakan lembah Welas Asih itu.

Orang dari lembah Welas Asih baru akan hadir di rimba persilatan bila muncul tokoh jahat yang sudah tak mampu lagi ditandingi oleh para pendekar kebanyakan. Terakhir tokoh lembah welas asih muncul adalah delapan puluh tahun lalu. Sudah sangat lama dan setelah itu tidak pernah lagi terdengar kabar tentang lembah welas asih dan orang-orang persilatan melupakan nama lembah itu.

Hari ini pimpinan lembah Welas Asih yang bernama ki Baradwaja akan melakukan pernikahan. Lelaki gagah berusia lima puluh tahun yang sudah setahun menduda itu akan menikah dengan seorang wanita yang belum lama dikenalnya. Wanita itu adalah seorang wanita yang ditemukan oleh putrinya tergeletak tak sadarkan diri di tepi sungai tak jauh dari pemukiman mereka. Dia terbawa hanyut oleh aliran sungai dan malangnya tulang punggungnya patah mungkin akibat terbentur bebatuan sungai. Sehingga setelah sadarkan diri dan mulai pulih tubuhnya tidak bisa digerakan karena lumpuh. Cedera tulang punggungnya membuat wanita itu tidak bisa menggerakan tubuhnya.

Kini dia hanya bisa duduk dan berjalan dengan ditandu oleh para pelayan rumah ki Baradwaja. Pernikahan ini sebenarnya sudah akan dilaksanakan tiga purnama lalu. Tapi putri tunggal ki Baradwaja keberatan dan menolak ayahnya menikah lagi karena baru satu tahun ibunya meninggal. Tapi ki Baradwaja yang jatuh cinta pada wanita lumpuh yang cantik itu bersikeras untuk menikahinya. Maka putri tunggalnya pergi meninggalkan lembah Welas Asih.

Akibatnya pernikahan ditunda dan ki Baradwaja memerintahkan pekerja di rumahnya untuk mencari putrinya. Tapi hingga kini putrinya itu tidak ditemukan. Ki Baradwaja memutuskan tetap melakukan pernikahan dengan wanita lumpuh yang kini mereka ketahui bernama Andini.

Namun kepergian putrinya meninggalkan lembah Welas Asih tetap memusingkan kepala ki Baradwaja. Sebab dia melawan pantangan keluarga besar mereka yang memilih untuk menjauhi rimba persilatan. Apalagi belum ada alasan kuat bagi kemunculan tokoh dari lembah welas asih. Memang meski tinggal jauh dari keramaian dan dunia persilatan tetapi kabar dunia luar yang terjadi tetap akan sampai ke lembah Welas asih karena para pekerja mereka sebulan sekali pergi ke desa-desa terdekat mencari kebutuhan hidup yang tidak didapat di perkampungan lembah welas asih. Dari para pekerja keluarga itulah para tokoh lembah welas asih mendapat kabar perkembangan dunia luar. Meski telah muncul tokoh-tokoh kejam dan jahat seperti Dewa Maut dan iblis betina bergaun merah para tokoh lembah welas asih belum merasa perlu ikut campur.

Acara pernikahan berlangsung khidmad. Pertama-tama masuk ke dalam gedung besar di tengah pemukiman lembah welas asih rombongan yang mengangkat tandu yang di dalamnya terdapat pengantin wanita. Kemudian setelah pengantin wanita didudukan dipelaminan datanglah rombongan yang mengiringi pengantin pria yang menunggangi kuda.

Setelah upacara adat dan agama maka resmilah pernikahan antara ki Baradwaja dan Andini. Pengantin wanita diam-diam menitikan air mata. Dunia serasa tidak adil baginya. Beberapa waktu lalu murid kesayangannya yang lumpuh dan kini entah di mana dan apa masih hidup setelah jatuh ke jurang dan terhisap kedalam pusaran air yang kencang bersama gadis bernama Telasih. Dia tidak tahu lagi kabar muridnya itu hingga kini. Sebelumnya muridnya yang mengalami kelumpuhan, sekarang dia yang lumpuh dan kehilangan semua kesaktiannya.

Semula Andini masih berharap pengobatan di tempat yang bernama lembah welas asih itu akan menyembuhkannya dari kelumpuhan tapi nyatanya tidak. Kini dia tak berdaya dan hanya bisa pasrah ketika lelaki pemimpin perkampungan lembah welas asih itu meminangnya menjadi istrinya.



***

Disebuah penginapan tampak seorag gadis cantik menempelkan kedua telapak tangannya ke dada seorang pemuda. Dahi kedua orang itu bercucuran keringat. Gadis cantik itu sedang menyalurkan hawa murninya untuk sedikit memulihkan luka dalam anak muda yang bersamanya. Setelah dirasa cukup gadis itu menghentikan penyaluran hawa murninya.



“Nama kamu siapa?” tanya lelaki muda itu pada gadis yang melakukan penyaluran hawa murninya.

“Aku Sundari, kalau kamu siapa?”

“Aku Sadawira.Terima kasih kamu mau menolong aku. Padahal aku telah jahat mencurigai kamu sebagai iblis betina."

Lelaki yang ternyata Sadawira itu ingat betul sempat menyerang gadis yang kini menolongnya itu. Dia merasa sangat bersalah karena begitu mudah berprasangka buruk. Bahkan langsung menyerang gadis itu hingga terlibat pertarungan.

“Hmmmm... kenapa kamu bisa terluka parah seperti ini? Aku kira kamu dengan kekuatan yang kamu miliki tak akan ada yg bisa semudah itu mengalahkan kamu.” Ucap Sundari.

“Di atas langit masih ada langit.”



Sadawira hanya menjawab sekenanya karena dia enggan menceritakan penyebab sebenarnya sampai dia terluka parah. Karena mengingatnya saja sudah menambah sakit hatinya.

“Oh jadi orang itu ilmunya jauh lebih tinggi dari kamu. Pasti orang jahat. Karena mana mungkin orang baik-baik bisa punya masalah dengan kamu.”

“Emangnya aku orang baik apa?”tanya Sadawira

“Iya dari wajahmu itu kelihatan kok kamu itu orang baik.” Sahut Sundari.

“Masak Cuma lihat wajah saja bisa tahu baik tidaknya orang?”

“Iyalah kan kalau orang jahat wajahnya seram.”

“Hahahhahahah lucu sekali kamu. Eh..tapi kamu juga punya ilmu silat yang tinggi mungkin lebih dari yang aku miliki. Kamu dari perguruan mana sih?”Kembali Sadawira bertanya.

“Aku tidak dari perguruan manapun.”

“oh ya ? terus ilmu kamu yang hebat itu darimana?”

“Ayahku.”

“Siapa ayah kamu?”Desak Sadawira.

“Kalau aku sebut juga pasti kamu tidak kenal.”jawab Sundari

“Ya sudah kalau kamu tidak mau menyebut siapa ayah kamu.”

“Tapi aku juga kan tidak nanya siapa ayah kamu.”



Sadawira jadi malu sendiri karena terlalu mendesak gadis itu. Dia begitu memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar dengan gadis bernama Sundari itu. Tapi apa salahnya dia ingin tahu karena gadis itu berilmu tinggi jadi Sadawira penasaran dari siapa ilmu itu didapat dan kenapa dia tidak pernah mendengar ada pendekar hebat lain selain yang dia ketahui.



“Kalau kamu sudah agak mendingan aku tinggalkan ya. Ini beberapa keping uang logam dan satu keping uang perak untuk bayar penginapan.”Ujar Sundari.

“Eh iya maaf ya aku sudah bikin kamu repot. Sekarang aku rasa aku sudah lumayan. Kamu boleh pergi. Terima kasih ya atas bantuan kamu.” Sahut Sadawira.

“Ah itu tidak seberapa. Kalau kita sekarang menolong orang suatu saat kita mudah-mudahan bisa juga dapat pertolongan dari orang.”
“Di dunia yang kejam ini belum tentu kebaikan akan berbuah kebaikan juga!”
“Tapi aku meyakini seperti itu Sadawira!”
“Aku kagum dengan keyakinan kamu!”
“Baiklah karena kamu merasa sudah lumayan aku bisa pergi dengan tenang!”

”Oh iya selamat jalan ya!”

Gadis cantik yang masih belia itupun pergi meninggalkan Sadawira yang masih duduk di atas ranjang dengan tubuh yang masih belum pulih benar dari luka dalamnya. Sundari meninggalkan sekantung kecil uang untuk Sadawira. Anak muda itu tidak merasa perlu sok menolak uang pemberian gadis itu karena dia memang butuh itu. Akan tetapi rasa penasaran di hati Sadawira dengan sosok Sundari yang muda dan cantik itu tetap menggangu pikirannya. Apalagi gadis itu memiliki ilmu yang sangat tinggi.



***



Dewa Maut dalam gendongan Ranggawuni menyusuri lereng gunung lawu menuju ke arah puncak. Dia sedang dalam perjalanan menunaikan ambisi balas dendamnya yang masih tersisa di hati lelaki kejam itu. Ki Wajrapani salah satu musuh yang ada dalam daftar yang harus dia habisi. Sepengengetahuannya musuhnya yang masih hidup tidak banyak lagi. Selain karena musuh lainnya sudah dia bantai sebelumnya oleh tangannya sendiri juga karena adanya tokoh wanita berjuluk Iblis Betina Bergaun Merah yang mengurangi jumlah musuhnya. Bukannya senang musuh-musuhnya berkurang lelaki paruh baya itu malah kesal dan berniat akan membantai iblis betina bergaun merah yang telah mengambil nyawa calon korbannya.

Dewa Maut semula mengira iblis betina itu Telasih muridnya namun dia kecewa setelah mendengar dari cerita dari Ranggawuni yang bertemu orang-orang di berbagai tempat bahwa iblis betina itu orang kerajaan dan wajahnya biasa saja. Kalau saja mereka mengatakan bahwa pendekar wanita kejam itu berwajah cantik maka Dewa Maut masih berharap itu adalah Telasih muridnya. Tapi mendengar kenyataan bahwa gadis yang bergaun merah itu wajahnya biasa saja maka dia memastikan itu bukan muridnya.

Kekesalan Dewa Maut juga bertambah dengan munculnya tokoh berjulukan Setan Cacat Penyebar Maut yang juga ikut mengurangi jumlah musuhnya yang seharusnya mati dengan tangannya sendiri. Nafsu membunuhnya makin meningkat dengan menambahkan tokoh baru bernama Setan Cacat Penyebar Maut dalam daftar tokoh yang harus dia habisi.

Ranggawuni yang menggendong Dewa Maut sudah mulai merasa lelah karena jalan mulai mendaki. Dia berharap orang yang jadi majikannya ini akan segera melesat seorang diri seperti yang beberapa kali terjadi. Setiap telah dekat tempat musuhnya Dewa Maut akan melesat dengan ilmu meringankan tubuhnya menyerbu seorang diri dan Ranggawuni akan mengamati dari kejauhan pembantaian kejam oleh orang yang jadi majikannnya seraya berharap kelak dia akan di angkat jadi murid.

“Ranggawuni akhirnya aku menemukanmu!”

Tiba-tiba terdengar suara seperti suara perempuan meski tidak berteriak namun suara itu terdengar jelas karena mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi. Tidak butuh waktu lama telah berdiri di depan Ranggawuni dan Dewa Maut sesosok wanita dengan pakaian yang terlihat begitu mewah bagai putri-putri dari istana kerajaan. Wajahnya cantik namun terlihat berdandan agak berlebihan. Usianya kira-kira tigapuluh tahunan.

“Kamu ?” Ranggawuni pucat pasi melihat sosok itu.

“Kenapa kamu terlihat ketakukan seperti itu Ranggawuni kekasihku?”

Dewa Maut merasakan aura kekuatan dari sosok yang berdiri menghadang mereka. Segera dia melompat dari punggung Ranggawuni.

“Siapa wanita ini Ranggawuni?”

“Dia ..”

“Jangan kau katakan apapun soal aku sayang. Kalau aku berpenampilan seperti ini aku adalah kekasihmu.”

“Oh jadi dia ini kekasihmu?” Dewa Maut menatap Ranggawuni kemudian dia menatap wanita di depan mereka.

“Bukan dia adalah...!” Sahut Ranggawuni.

“Hentikan sayang. Jangan teruskan.” Ujar Sosok itu.

“Kamu tidak bisa memerintah aku lagi sekarang dan jangan menyebut aku kekasihmu!” Seru Ranggawuni.”Tuanku tolong habisi saja orang ini.”

“Sudah berani kamu sekarang rupanya...hmmmmm!” celetuk wanita cantik itu.

Dewa Maut yang kesal karena wanita cantik ini seenaknya menghadang langkah mereka segera menyiapkan serangan. Tak tanggung-tanggung dia akan langsung menggunakan ilmu paling kejam karena dia tidak mau buang-buang waktu dan menyadari kekuatan wanita ini. Dewa maut malah menduga jangan-jangan inilah yang dijuluki Iblis Betina Bergaun Merah. Karena saat wanita itu memang mengenakan gaun berwarna merah.

Segera saja suasana di tempat itu menjjadi penuh dengan hawa pembunuhan. Sorot mata Dewa maut menatap tajam mata sosok wanita bergaun mewah warna merah itu. Wanita itu membalas dengan sorot mata tajam. Keduanya bisa mengukur betapa tinggi kekuatan masing-masing.


Bersambung
 
Bimabet
BAB. 19 Pertarungan Dahsyat

Angin pegunungan bertiup sepoi-sepoi membawa kesejukan jiwa. Namun sosok-sosok yang ada di tempat itu jiwa mereka jauh dari kata tenang. Di lereng gunung di sebuah bagian yang lumayan datar berdiri seorang pendekar berumur sekitar empatpuluhan dengan tubuh cacat mengenakan tongkat penyangga di tangan kanannya yang masih utuh. Sementara tangan kirinya telah putus di bahagian lengan, sang pendekar mengerahkan segenap hati dan jiwanya untuk menghadapi pertarungan yang dirasa akan jadi yang terberat dalam hidupnya. Karena dari aura dan sorot mata musuh yang berdiri di depannya sang pendekar cacat itu bisa mengukur seberapa hebatnya tenaga dalam yang dimiliki wanita cantik itu.

Memang benar musuh lelaki cacat itu adalah seorang wanita cantik yang tidak begitu mudah ditebak berapa usianya, mungkin berkisar tigapuluhan, umur wanita itu. Dia memiliki rambut hitam bergelombang panjang sebahu, cantik namun memancarkan aura menakutkan. Berdiri anggun dengan gaun yang mewah berwarna merah. Dia berdiri tanpa memegang sebilah senjatapun. Mungkin dia jenis pendekar yang mengandalkan jurus-jurus tangan kosong. Dengan penuh keberanian wanita itu menatap lawannya dengan pandangan mata yang tajam dan keji.

“Engkau harus mati ditanganku hari ini, sebab berani menghalangiku mendekati dia kekasih hatiku.” dengan dingin sang wanita cantik bicara.

“Kamulah yang akan binasa ditanganku. Karena menghalangi jalanku. Lagipula orang yang kau bilang kekasihmu itu tidak suka denganmu. Tapi sudahlah itu bukan urusanku. Tapi sebelum kau mampus aku ingin tahu siapa namamu wahai gadis cantik.”

“Hmmmm kaulah yang akan mampus jadi sebelum kau mati penasaran aku sebut saja namaku. Aku Sukesih!”

“Bersiaplah menyambut kematian !” Teriak sang pendekar cacat.

Lelaki cacat itu adalah Dewa Maut. Dia langsung melesat dan hantamkan tongkat dengan dilambari ilmu tarian dewa perang.

Wanita cantik itu mendengus dingin dan menyongsong serangan Dewa Maut. Ranggawuni mundur menjauh dari arena pertarungan. Dia berharap-harap cemas agar majikan barunya Dewa Maut memenangi pertarungan ini. Wajahnya tegang dan pucat pasi. Lari dari pertarungan ini justru hanya akan menambah ketegangan dan kecemasan di hatinya. Itu juga akan berakhir sia-sia.

Pertarungan yang dahsyat terjadilah ketika dua makhluk itu bergebrak dengan hebat. Pohon-pohon bertumbangan terkena angin pukulan dari kedua pendekar yang sedang bertarung. Tanah seputaran daerah pertempuran mereka porak-poranda terkena jurus-jurus yang maha hebat. Bumi bagai terguncang oleh gempa yang dahsyat. Tanah, batu dan pepohonan berhamburan kemudian berubah menjadi semacam senjata yang mematikan. Tatapan mata wanita yang mengaku bernama Sukesih itu semakin tajam, membawa kekuatan yang teramat kelam. Terlihat hawa pembunuhan terpancar dari tatapan matanya itu.

“Ajian serat sukma. “

Teriak Sukesih disusul dengan sebuah pukulan yang mengandung kekuatan yang mengerikan. Telapak tangan wanita itu mulai terlihat berubah menjadi kelabu. Dewa Maut memutar-mutar tongkatnya membentuk serangan badai yang maha dahyat. Apapun yang tersambar oleh putaran tongkatnya akan hancur tanpa ampun. Bagai gulungan puting beliung menghancurkan segalanya.

Sukesih wanita cantik itu melihat dan paham kedahyatan jurus lawannya, namun ia tidak gentar, Ia segera merapal jurus serat sukma tingkat kedua. Dengan ganas wanita itu malah masuk kedalam gulungan tongkat Dewa Maut. Lelaki cacat yang harus berdiri dengan satu kaki karena tongkatnya dijadikan senjata itu kelabakan karena tidak menyangka bahwa musuhnya akan melakukan hal nekad seperti itu.

Dewa Maut memutuskan untuk menggunakan ilmu lima jemari dewa menyongsong Sukesih yang telah berada sedemikian dekat dari tubuhnya. Wanita itu melakukan serangan yang sangat berbahaya dengan telapak tangannya yang kini sudah berubah menghitam. Terjadi pertemuan dua pukulan yang mengakibatkan benturan hebat mengandung tenaga dalam sangat tinggi.

“Blarrrrr....”

Terdengar suara dentuman yang sangat memekakkan telinga ketika pukulan lima jemari dewa bertemu dengan pukulan ajian serat sukma tingkat kedua. Akibatnya mereka harus berjumpalitan karena menahan dorongan yang bisa membuat mereka terhempas menghantam tanah.

Tak ada pilihan lain bagi Dewa Maut selain harus menurunkan ilmu pamungkasnya. Ilmu pukulan Telapak Dewa Menampar Bumi. Sementara Sukesih telah menyiapkan serangan susulan yang kemungkinan akan lebih mematikan dari yang sebelumnya.

Ranggawuni semakin cemas menyaksikan apa yang sedang terjadi. Pertarungan dua orang dengan ilmu yang sangat mematikan membuat susana tenang di lereng gunung lawu terganggu. Tak butuh waktu lama pertarungan itu telah mengundang hampir seluruh warga padepokan gunung lawu turun gunung dan menyaksikan pertarungan yang mungkin belum pernah mereka lihat sebelumnya. Bahkan ketua padepokan ki Wajarapani ikut hadir termasuk para tetua lainnya. Hanya suami istri Mahesa dan Savitri yang tidak terlihat di tempat itu.

“Hebat sekali pertarungannya ya.”

Ranggawuni kaget ketika tiba-tiba mendengar orang berbicara di sampingnya. Suara yang halus khas seorang wanita. Ranggawuni segera menoleh dan benar saja di sampingnya telah berdiri seorang gadis cantik usia sekitar duapuluh tahunan. Gadis itu berdiri cukup dekat dengannya sambil melihat ke arena pertarungan. Dia mengenakan pakaian putih bercampur kelabu dengan bentuk seperti pakaian kaum pendekar wanita.

“Eh iya.” Sahut Ranggawuni menjawab dengan agak gugup.

“Kamu memihak siapa?”tanya gadis itu lagi.

“Yang cacat itu majikanku.” Jawab Ranggawuni.

“Oh..!”

“Aku berharap majikanku memenangkan pertarungan ini. Karena akan buruk akibatnya jika dia kalah.” Ucap Ranggawuni seolah bicara pada diri sendiri.

“Akan buruk? Memangnya wanita itu jahat ya? Kalau aku lihat wajahnya memang sepertinya jahat!” gadis belia itu terus bicara.

“Memang dia jahat tapi dia bukan wanita.” Kata Ranggawuni dengan ketus.

Gadis cantik itu tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Ranggawuni. Tapi pemuda itu tidak perduli. Sebab apa yang di lihat didepan matanya membuat Ranggawuni makin cemas karena pertarungan semakin sengit. Dewa Maut melesat ke udara berjumpalitan dan kembali mendarat sembari hantamkan telapak tangannya ke tanah. Terdengar dentuman hebat diiringi munculnya asap panas berwarna putih dengan hawa yang pekat dan sangat panas. Tanah yang dipijak terasa berguncang hebat. Kekuatan ilmu telapak dewa menampar bumi benar-benar sangat dahsyat. Seolah gempa sedang terjadi di sekitar lereng Lawu diringi angin yang bergemuruh.

“Ajian Serat Sukma.”

Sukesih kembali berteriak keras sambil merapalkan ilmu ajian serat sukma tingkat ketiga. Telapak tangannya berubah menjadi hitam kemerahan. Dua kekuatan bertemu, terlihat dari arah Ranggawuni wanita bernama Sukesih itu melayang menembus kepulan asap menerjang dengan telapak tangannya kearah tubuh Dewa Maut yang masih dalam keadaan setengah jongkok.

“Blammmmm...”

Ledakan keras menggelegar keluar dari pertemuan kembali kekuatan hebat. Sukesih terdorong kembali hingga harus berjumpalitan dan mendarat dengan sempoyongan , sementara sang Dewa Maut tubuhnya terbenam kedalam tanah sampai pinggangnya. Di memuntahkan darah segar dari mulutnya, ia terluka dalam parah.

“Ajian Serat Sukma...”

Sukesih mengambil kesempatan itu untuk kembali melakukan serangan. Melihat hal itu Ranggawuni dengan nekad melesat kearah Dewa Maut mencoba melindungi orang yang jadi majikannya itu. Tapi dia terlambat karena telapak tangan Sukesih yang telah menjadi merah menyala sudah mendarat di tubuh Dewa Maut tanpa bisa dicegah dan hasilnya sangat mengerikan.

Akhir dari perjalanan hidup sang pembantai yang sangat suka menyebar maut telah sampai. Nyawanya melayang dengan tubuh hancur berkeping-keping. Ranggawuni yang tingkat tenaga dalamnya belum seberapa dibanding Sukesih sia-sia saja melakukan pembelaan untuk majikannya. Tapi karena Sukesih tidak menganggap Ranggawuni sebagai musuh melainkan sebagai kekasih maka dia tidak melakukan serangan balik dan hanya membiarkan saja Ranggawuni menerjang ke arahnya. Karena wanita cantik itu hendak menangkap pemuda tampan yang diakuinya sebagai kekasih.

Tapi tiba-tiba saja sebuah selendang melesat mengarah ke tubuh Sukesih sekaligus membuat Ranggawuni terlempar menjauh dari wanita yang hendak meringkusnya itu.

“Hei apa yang kau lakukan? Kenapa kau menghalangi aku menangkap kekasihku?” ujar Sukesih kepada gadis cantik yang menyerangnya dengan selendang.

“Kekasih? Benarkan dia kekasihmu?”

Gadis itu bertanya kepada Ranggawuni yang sudah berdiri setelah sempat terlempar dan jatuh agak jauh dari Sukesih.

“Bohong. Wanita jadi-jadian ini bukan kekasihku.”
Teriak Ranggawuni dengan marah.

“Tega kau berkata begitu Ranggawuni.” Ucap Sukesih dengan nada sedih.

“Aku tidak percaya kamu kekasih dari pemuda ini. Kamu kelihatan lebih tua.” Ucap gadis cantik itu dengan enteng.

Alangkah marahnya wanita bernama Sukesih mendengar perkataan itu. Membuat dia tidak bisa menahan diri lagi untuk menyerang dengan ganas. Beberapa orang padepokan gunung lawu yang melihat itu mengeluarkan jeritan ketakutan. Mereka yakin bahwa gadis belia itu bukan apa-apa dibanding wanita bernama Sukesih itu. Mereka juga tidak ada yang berani membela sang gadis karena sadar bahwa ilmu mereka tidak ada apa-apanya dibanding wanita bernama Sukesih.

Beberapa sesepuh padepokan gunung lawu termasuk ketua padepokan Ki Wajarapani memilih untuk tidak ikut campur dengan apa yang terjadi. Pertarungan baru kembali pecah di tempat itu. Gadis belia dengan selendangnya ternyata mampu mengimbangi Sukesih.

Semula Sukesih mengira dia akan bisa secepatnya menghabisi gadis belia itu dengan mudah. Tapi setelah beberapa jurus dia baru sadar bahwa gadis belia itu punya kemampuan yang tidak bisa dianggap remeh. Sukesih yang kelelalahan setelah bertarung dengan Dewa Maut memutuskan untuk menghentikan pertarungan.

“Berhenti...!” Teriak Sukesih.

“Kenapa?” Gadis belia yang cantik itu bertanya dengan heran.

“Untuk apa kita buang tenaga yang tidak perlu. Aku hanya ingin membawa pulang kekasihku jadi aku minta kau tidak usah menghalangi.” Sukesih berkilah.

“Hei kamu apa mau pergi dengan perempuan ini?” tanya gadis belia itu.

“Aku tidak mau. Dia bukan perempuan dia...” sahut Rnggawuni.

“Cukup Ranggawuni.” Bentak Sukesih.

“Jadi bagaimana? Kamu mau memaksa dia ikut kamu sedangkan dia tidak mau.” ucap Gadis belia itu.

“Kalau aku memaksa kamu mau apa?” tanya Sukesih dengan marah.

“Kita bertarung lagi, kan memang kita sedang bertarung Cuma kamu yang minta berhenti.”

Sukesih kesal tapi dia merasa sangat lelah dan dia juga mengalami luka dalam meski tidak begitu parah. Kalau dia memaksa untuk kembali bertarung dengan gadis belia itu resikonya cukup tinggi. Maka Sukesih memilih untuk pergi saja. Bukan hal sulit bagi dia untuk menemukan jejak Ranggawuni dilain waktu. Tetapi untuk menjaga harga dirinya dia perlu bicara sesuatu terhadap Ranggawuni.

“Kali ini aku membiarkanmu Ranggawuni karena aku tidak mau menurunkan tangan keji pada gadis muda bau kencur. Tapi lain kali kamu harus ikut aku!” ucap Sukesih.

“Terserah kamu bilang apa aku sudah tidak mau ikut denganmu lagi.”ucap Ranggawuni.

Pemuda tampan itu telah bangkit rasa percaya dirinya karena perlindungan gadis cantik yang tak pernah dia duga sebelumnya. Sukesih hanya tertawa mendengar kata-kata Ranggawuni. Kemudian dia melesat pergi dengan ilmu meringankan tubuhnya.

Para anggota padepokan gunung Lawu di pimpin oleh ketuanya mendekat dan menjura memberi hormat pada gadis belia yang baru muncul itu.

“Salam hormat kami untukmu gadis belia.” Ucap Ki Wajarapani.

“Salam hormat juga dariku untuk kalian. Perguruan kalian sering disebut di rimba rimba persilatan. Jadi aku harus hormat kepada kalian para sesepuh.”
“Nona terlalu menyanjung perguruan kami yang biasa saja. Tapi boleh kami tahu siapa namamu gadis belia dan dari perguruan mana?”

“Aku Sundari. Aku tidak punya perguruan.”

“Tapi ilmumu sangat tinggi. Oh iya mohon maaf kami mau menangkap anak muda ini!” kata ki Wajrapani.

“menangkap dia?” gadis yang ternyata adalah Sundari itu bertanya dengan heran sambil menunjuk Ranggawuni.

‘Dia anak buahnya Dewa Maut tentu dia harus kami tangkap karena Dewa Maut adalah musuh besar kami.”ujar Ki Wajarapani.

“Hmmmm... Aku sudah terlanjur melindungi dia. Aku akan tetap melindungi dia sampai aku merasa sudah tidak perlu lagi.”Jawab Sundari dengan enteng.

“Kami tidak ingin ribut denganmu gadis muda. Tapi Dewa Maut orang yang sangat kejam tentu anak buahnya demikian pula. Membiarkan dia selamat sama saja dengan memelihara bahaya besar yang akan mengancam dikemudian hari.”

“Aku sudah terlanjur melindungi dia jadi maaf aku tidak akan menyerahkan dia pada kalian.” Sundari berkata dengan tegas.

“Kalian ini sebenarnya mau apa? Aku ini hanya budaknya Dewa Maut dan tidak punya kehebatan untuk mengancam kalian.” Ranggawuni ikut menyela.

“Baiklah mungkin kami harus percaya bahwa kamu memang tidak berbahaya.“ Ki Wajarapani melunak.

Ketua padepokan gunung lawu itu berpikir bahwa pasti gadis itu memiliki guru yang sangat sakti dan mengambil sikap bermusuhan dengan gadis itu akan merugikan perguruan. Sementara anak muda yang mengaku sebagai budaknya Dewa Maut kelihatannya tidak begitu berbahaya. Tingkat kepandaiannya menurut dugaan ki Wajrapani hanya setingkat dengan Mahesa dan hal yang mustahil dia akan dengan cepat menjadi sosok yang membahayakan rimba persilatan.

Akhirnya Sundari dan Ranggawuni pergi meninggalkan lereng gunung Lawu setelah menguburkan mayat Dewa Maut. Sementara para anggota padepokan gunung lawu dan para pimpinannnya masih penasaran dengan wanita cantik yang bisa membunuh Dewa Maut yang mengaku bernama Sukesih. Mereka juga penasaran dengan gadis belia yang cantik yang bernama Sundari dan pemuda budak Dewa Maut yang ingin mereka tangkap tapi tak bisa. Karena apa daya mereka juga tidak mau menambah musuh.

***

Sadawira sudah merasa lebih baik setelah tiga hari bersemadi di hutan. Sebelumnya dia istirahat di penginapan yang dipesan oleh Sundari beberapa waktu lalu. Dia memilih untuk bersemadi di hutan biar lebih tenang dan tenaganya bisa pulih. Ada rasa kecewa juga di hati Sadawira ketika teringat Sundari.

Gadis yang masih belia itu begitu cantik namun dia tidak seperti dua wanita lain yang pernah dekat dengan Sadawira. Mereka para wanita itu mau menemaninya untuk beberpa waktu. Andini lumayan lama. Demikian juga Telasih meski tidak selama Andini. Sementara Sundari hanya terasa sekejap saja langsung minta diri untuk pergi. Sadawira jadi sadar bahwa tidak semua wanita tertarik padanya. Kenyataan hidup seperti itu membuat Sadawira kecewa.

Tidak dapat dipungkiri Sadawira sangat membutuhkan wanita disisinya. Meski dia dikecewakan oleh Telasih tapi tidak membuat Sadawira membenci wanita. Tidak sama sekali dia malah berharap dapat pengganti Telasih. Sementara berharap bisa bertemu kembali dengan Andini gurunya sudah tidak mugkin lagi. Sampai sekarang dia tidak mendengar kabar tentang gurunya itu. Malah orang rimba persilatan punya cerita dari mulut kemulut yang tersebar bahwa Bidadari Hati Beku tewas jatuh ke jurang akibat bertarung dengan Ki Semar Mesum dan kawan-kawan.

Sadawira merasa hidupnya kini tak tentu arah. Keluarganya di padepokan gunung lawu sudah menganggapnya sesat. Bahkan Savitri bibinya sudah sangat membencinya dan memukulinya dengan kesetanan. Mengingat semua itu Sadawira makin kecewa.

Bersambung.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd