Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
BAB 20. Ilmu Sukma Paripurna

Dalam keputusasannya Sadawira meluapkan kemarahan pada nasib buruknya dengan mengeluarkan semua ilmu-ilmunya menghantam apa saja yang ada disekitarnya. Hingga terbersit dikepalanya untuk mencampurkan jurus pedang milik Andini gurunya dengan tenaga dalam dari ilmu pukulan lima Jemari Dewa. Karena tidak memiliki pedang maka dia hanya memakai ranting pohon yang lumayan panjang.

Akibatnya sangat luar biasa angin pukulan akibat sabetan ranting itu mengakibatkan pohon-pohon terbelah bagai sebuah pedang tajam mencingcang batang daun pisang. Kemudian Sadawira mencampur jurus tongkat padepokan gunung lawu. Masih dengan ranting yang tadi Sadawira mengeluarkan jurus tongkat pemukul naga dengan dilambari tenaga dalam dari ilmu telapak Dewa Menampar Bumi. Dia bergerak mengikuti gerakan jurus-jurus tongkat andalan milik kakek gurunya dan diakhiri dengan hantaman ranting yang dianggap sebagai tongkat ke tanah dengan gerakan jurus Telapak Dewa Menampar Bumi.

“Glarrrrrr...”

Dentuman sangat keras bersamaan dengan guncangan hebat dan mengepulnya asap pekat kemerahan. Sadawira terhuyung-huyung akibat dari pukulannya sendiri yang tak mampu dia kendalikan. Pemuda itu kemudian memuntahkan darah segar. Ternyata apa yang dia lakukan membuat dia terluka dalam. Keseimbangan tubuhnya terganggu. Sadawira tidak menyadari bahwa dia telah membahayakan dirinya sendiri dengan seenaknya melakukan pencampuran jurus-jurus tanpa kendali dan pemahaman yang memadai. Akhirnya dia tersungkur jatuh pingsan.



***

Di sebuah hutan yang sudah cukup jauh dari gunung lawu terlihat seorang wanita belia dan seorang pemuda sedang bercakap-cakap.

“Oh Iya siapa nama kamu. Ranggawuni ya? Cukup sampai sini aku menemanimu!” ucap gadis yang terlihat cantik jelita itu.

“Oh iya kita belum saling berkenalan. Iya namaku Ranggawuni, Kamu Sundari ya aku dengar tadi.”

“Iya aku Sundari.”

“Namamu cantik secantik orang nya.”

“Hmmmm.”

“Tapi kenapa kamu tidak mau lagi jalan denganku?” lelaki yang disapa Ranggawuni terlihat kecewa.

“Karena kita punya urusan masing-masing.” Ucap Sundari.

“Aku khawatir wanita jadi-jadian itu akan menemukanku. Jalanlah denganku beberapa hari lagi.”

“Aku tidak bisa.”

“Kalau begitu aku harus pasrah ditangkap wanita jadi-jadian itu.”

“Yang penting dia tidak akan membunuhmu kan?”

“Tapi dia akan menjadikan aku pemuas nafsunya!”

“Dia kan menyukaimu mintalah dia untuk tidak memaksakan kehendak!”

“Tapi...”

“Tidak baik kita jalan berdua karena kita tidak punya hubungan apa-apa!”

“Tolonglah aku.”

“Aku tidak bisa menolongmu untuk masalah ini. Selamat berpisah!”



Sundari melesat pergi meninggalkan Ranggawuni yang termanggu tanpa bisa mencegah kepergian gadis itu. Pemuda itu harus bersiap untuk meninggalkan kehidupan normal yang hanya beberapa saat dia reguk. Harapannya agar dia lepas dari wanita jadi-jadian yang meminta untuk disapa dengan Sukesih itu sudah punah. Dewa Maut yang begitu perkasa telah meregang nyawa oleh Sukesih. Kini Ranggawuni akan kembali menjalani kehidupan menjijikan yang sulit untuk dia terima dengan akal sehatnya. Cepat atau lambat sang Prabu akan menemukannya.

Memang dia bisa hidup enak di istana meniduri gadis-gadis cantik yang telah disediakan. Tapi setiap saat Ranggawuni harus siap melayani Sukesih alias sang Prabu. Ranggawuni yang nafsunya langsung hilang kalau berhadapan dengan Sukesih akan dibangkitkan dengan dirangsang oleh wanita-wanita cantik muda belia setelah terangsang barulah dia melayani sang prabu alias Sukesih. Meski begitu tetap sulit bagi Ranggawuni untuk bisa mempertahankan nafsunya yang lembali akan hilang saat melayani sang Prabu. Ranggawuni harus mabuk berat dulu baru dia bisa melupakan kenyataan bahwa dia melayani nafsu wanita jadi-jadian.

***

Savitri tidak bisa mengusir rasa gundah dihatinya meski sudah berapa hari berlalu kejadian di mana dia harus menghajar Sadawira keponakan kesayangannya. Dia masih sangat marah dan kecewa dengan kejadian itu. Tapi yang lebih membuat Savitri galau adalah dia sangat takut dengan perasaan yang muncul dari dalam lubuk hatinya. Meski sekuat tenaga dia berusaha mengusir perasaan itu namun yang terjadi perasaan itu semakin kuat.

Savitri takut jikalau apa yang dikatakan oleh Sadawira itu benar. Dia yang mengenal betul keponakannya itu tahu bahwa Sadawira bukanlah anak yang bisa berbohong. Dia mencoba untuk percaya bahwa anak itu telah menjadi sesat dan jahat. Tapi meski dia telah sesat dan jahat untuk apa dia mengarang cerita memfitnah Mahesa yang kini jadi suaminya.

Savitri juga mencoba untuk percaya bahwa Sadawira yang telah terpengaruh ilmu sesat kini punya hasrat kepadanya dan ingin menyingkirkan Mahesa dengan fitnahnya bahwa kematian Danar akibat dibunuh Mahesa. Semakin Savitri mencoba untuk percaya hal itu malah membuat Savitri makin merasa aneh dan tidak masuk akal.

Savitri ingat kata-kata tetua padepokan Gunung Lawu ki Narotama bahwa mereka menguburkan jenazah Danar yang kepalanya terpisah dari tubuhnya. Bagi Savitri itu terasa janggal. Bagaimanapun saktinya Dewa Maut pukulannya malah akan membuat kepala pecah atau tubuh hancur remuk. Tapi Danar kepalanya terpisah bagai dipenggal dengan pedang menurut ki Narotama saat itu yang tidak begitu diperhatikan oleh Savitri yang sedang sangat sedih. Kini Savitri jadi memikirkan hal itu karena dia tahu Dewa Maut tidak menggunakan ilmu pedang atau ilmu lain yang bisa membuat kepala terpisah dari tubuh tanpa membuat tubuh itu hancur lebur. Savitri makin gundah memikirkan itu. Sikapnya semakin hari semakin berubah terhadap Mahesa suaminya. Meski dia berharap bahwa semua perkataan Sadawira adalah kebohongan dan Sadawira benar-benar telah menjadi jahat. Dia mulai menolak ajakan Mahesa untuk bermesraan dengan alasan masih sangat terluka akibat sikap Sadawira. Tentu saja sikap Savitri yang berubah dirasakan juga oleh Mahesa.

“Sudahlah Savitri mungkin keponakanmu itu tidak sadar melakukannya. Kamu tidak usah terus bersedih.” Mahesa terus membujuk istrinya.

Savitri hanya diam saja tidak menanggapi ucapan Mahesa suaminya. Meski dia berusaha untuk bisa bersikap wajar tetapi tetap saja Savitri sulit untuk menutupi kegundahan hatinya.

“Aku tahu dia anak baik. Mungkin ilmu-ilmu dari Dewa Maut mempengaruhi otaknya hingga jadi seperti itu.”

“Mungkin. Aku ingin menyendiri dulu. Aku harap kakang Mahesa mengerti. ” Sahut Savitri.

Mahesa menghela napas panjang mendengar keinginan istrinya itu. Kemudian dia meninggalkan Savitri sendiri di dalam kamar tidur.

***

“Ibu tidak menyangka akan bisa bertemu kamu lagi!”

“Akupun begitu ibu!”

Kedua ibu dan anak itu saling berpelukan penuh haru dan bahagia. Telasih menunggu beberapa hari untuk kembali ke Istana Kepatihan. Itu setelah dia mencari tahu dari ayahnya ki Jara tentang keberadaan wanita sakti yang bertarung dengannya. Dari sana Telasih jadi tahu bahwa wanita itu anak perempuan dari patih Arya Weling bernama putri Ambalika. Ketika ki Jara memberi kabar bahwa Ambalika akan pergi keluar istana siang hari, maka Telasih memutuskan untuk bertemu ibunya Kinasih setelah Ambalika pergi.

Mereka ibu dan anak itu akhirnya bertemu di kamar tidur Ambalika yang telah pergi entah kemana. Setelah Telasih menerobos istana kepatihan dengan ilmu meringankan tubuhnya di siang hari bolong. Saat itu sang Patih Arya Weling pasti sedang di istana raja memimpin pemerintahan yang dipercayakan padanya karena raja sedang mencari Ranggawuni.

“Ibu sudah menikah dengan patih Arya Weling anakku.” Kata Kinasih

“benarkah? Aku pikir ibu jadi gundiknya!” Sahut Telash dengan nada ketus.

“Tidak benar itu. Memang ibu ditangkap oleh pasukan ki Suraseta untuk dipersembahkan kepada patih Arya Weling. Tapi patih itu jatuh hati pada ibumu.”

“Hmmm...”

“Maafkan ibumu nak.”

“Jadi ibu menceraikan ayah demi si patih bejad itu?”

“Itu demi keselamatan ayahmu juga.”

“Aku tidak percaya.”

“Kenyataannya begitu anakku. Patih sangat menyayangi ibu makanya ibu bisa menolong ayahmu hingga dia jadi pekerja istana ini.”

“Tapi untuk apa itu kalau hanya membuat ibu berpisah dengan ayah?”

“Yang terpenting keselamatanya anakku. Karena kalau tidak dia sudah dibunuh oleh para pengawal istana.”

“Kalau memang seperti itu sia-sia saja aku menemui ibu. Aku tadinya mau menolong ibu keluar dar istana ini dan kembali dengan ayah. Tapi ibu malah menyukai kehidupan disini.”

“Maafkan ibumu nak.”

“Jadi ibu sama sekali tidak mau meninggalkan istana?”

“Ibu sudah jadi istri patih anakku. Kini Ibu juga sudah mengandung!”

“Aku makin kecewa dengan ibu. Apalagi dengan kehidupan maksiat yang pernah aku lihat dilakukan oleh ibu.”

“Ibu hanya melakukannya dengan suami ibu. Memang di sini sering dilakukan pesta. Tapi ibu dan suami ibu hanya ikut dan tidak melakukan dengan yang lain. Apalagi sejak ki Semar Mesum dikabarkan tewas pesta-pesta yang dilakukan ini sudah tidak semaksiat dulu lagi.”

“Tetap saja itu menjijikan dan aku heran ibu tidak mau meninggalkan hal menjijikan itu.”

“Sekali lagi maafkan ibu nak.”

“Baiklah ibu mungkin pilihan jalan hidup ibu seperti ini tidak bisa aku sebagai anak memaksa! Aku kangen ibu jadi aku kesini. Tapi aku harus pergi, kapan-kapan aku balik lagi kesini.”

“Kalau lain kali kamu kesini tak perlu sembunyi-sembunyi. Nanti aku minta suami ibu untuk mengizinkan kamu datang bahkan kalau mau tinggal disini juga boleh.”

“baiklah ibu aku pergi dulu.”

Keduanya kembali berpelukan erat. Telasih merasa tidak bisa memaksa ibunya untuk meninggalkan patih Arya Weling. Kelihatannya Kinasih telah sangat menyukai patih itu dan kehidupan di istana. Telasih memilih untuk memikirkan kehidupanya. Meski dia masih bingung apa dia harus menemui Barda atau mencari Sadawira. Telasih juga tidak yakin apa Sadawira mau kembali padanya setelah apa yang dia lakukan dengan Barda.

Kinasih melihat kepergian putrinya dengan beragam perasaan dihatinya. Sementara dia juga dipusingkan dengan masa depan Arya Weling suaminya sekarang. Desas desus sang Prabu Wijayakarana telah menjadi perempuan jadi-jadian sudah berhembus di istana. Paman sang prabu yang merupakan adik bungsu prabu Sanjayakala pangeran Wikramapala sudah menanyakan hal itu pada patih Arya Weling. Kalau saja pangeran Wikramapala sudah memastikan bahwa Wijayakarana telah berubah menjadi perempuan maka tentu dia akan merebut tahta karena aib bagi keluaraga kerajaan memiliki seorang raja wanita jadi-jadian.Kalau itu sampai terjadi nasib patih Arya Weling akan habis. Pangeran Wikramapala sangat tidak menyukai patih Arya Weling dan pasti akan menyingkirkannya kelak bila dia berkuasa merebut tahta dari ponakannya.

Prabu Wijayakarana hanyalah anak tunggal dari prabu Sanjayakala dan tidak memiliki saudara lain meski dari selir atau gundik sekalipun. Maka yang berhak menggantikannya karena belum memiliki anak dan berkeluarga hanyalah pangeran Wikramapala.

Patih Arya Weling sementara ini masih bisa membantah isu bahwa Prabu Wijayakarana sekarang telah jadi perempuan. Tapi isu itu kian gencar dan prabu Wijayakarana sampai sekarang belum kembali dari pengembaraannya mencari Ranggawuni.

“Semoga Ambalika dan ki Jara segera menemukan Barda dan membawanya ke istana. Dan Barda mau melakukan apa yang direncanakan.” Kata Kinasih dalam hati.

Mungkin itu pilihan paling bisa diambil oleh suaminya Arya Weling atas usul Kinasih sendiri. Karena Prabu Wijayakarana sama sekali tidak akan peduli walau tahta kerjaan diambil oleh pamannya.



***

“Paman Mahesa..!” teriak seseorang.

Mahesa yang sedang tiduran dalam kamar segera bangun. Dia hanya sendiri karena Savitri minta izin pergi kepadepokan dan menolak ditemani. Bergegas dia menemui orang yang memanggilnya.

“Oh Radit, tumben kemari ada apa gerangan?” Mahesa bertanya dengan penasaran.

“Paman Mahesa sebaiknya lekas pergi dari sini!”

“Kenapa begitu?”

“Aku diperintah oleh kakak guru ki Gumilang untuk segera kesini dan meminta paman untuk segera pergi.”

Ki Gumilang adalah tetua padepokan gunung Lawu yang sangat mempercayai Mahesa. Dia memang menyukai Mahesa sejak dia masih anak-anak. Sementara Radit adalah murid kepercayaan Ki Gumilang.

“Tapi kenapa?”

“Aku hanya bisa jelaskan secara singkat saja. Tadi kakek guru ki Gumilang mengikuti percakapan antara para tetua padepokan dengan bibi Savitri. Intinya mereka mulai percaya dengan apa yang diucapkan Sadawira dan mereka akan mengadili paman. Mereka sudah bersiap untuk kesini. Tapi kakek guru ki Gumilang masih menahan mereka dengan alasan mau merundingkan kembali. Tapi diam-dian dia memintaku untuk kesini mengabarkan pada paman. Ayo paman lekas pergi mereka sudah mau kesini.”

Betapa kagetnya Mahesa mendengar apa yang dikatakan oleh murid padepokan bernama Radit itu. Bagaikan mendengar bunyi guntur di siang bolong. Dengan wajah pucat pasi Mahesa bergegas masuk kamar mengambil beberapa potong pakaian dan membuntalnya. Tak lupa dia mengambil beberapa keping uang logam dan perak untuk bekal. Dia mengikuti saran ki Gumilang untuk pergi melarikan diri secepatnya.

Bagai dikejar setan Mahesa mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya melesat pergi menjauh dari gunung lawu. Pikirannnya benar-benar kalut. Dia sangat marah dan kecewa dengan nasib buruknya. Mahesa merasa sudah berusaha menjadi orang baik. Dia tidak lagi mengumbar nafsu birahi meniduri perempuan cantik sesuka hati seperti masa lalunya. Dia mencurahkan kasih sayang hanya kepada Savitri istrinya. Meski Mahesa harus kehilangan calon bayinya tidak membuat dia merubah keputusannya untuk menjadi orang baik. Tapi kedatangan Sadawira menghancurkan cita-citanya menjadi manusia yang baik.

Apa salahnya orang yang mau bertobat. Kenapa jalan untuk bertobat malah dirusak oleh anak muda bernama Sadawira. Mahesa mengutuk nasib buruknya dan mengutuk Sadawira yang membuat masa depannya hancur. Kalau memang dia tidak dizinkan bertobat dan menjadi orang baik maka Mahesa memutuskan akan menjadi orang yang benar-benar jahat.

Sepanjang perjalanan dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh itu Mahesa terus mengutuk semua yang dibencinya. Termasuk mengutuk yang maha kuasa. Mahesa benar-benar telah mengambil keputusan bulat untuk jadi manusia iblis yang kejam dan tak akan kenal ampun.

Tujuan Mahesa kali ini hanya satu, yaitu menuju ke goa Larangan. Tempat dia menimba ilmu dari ki Semar Mesum. Tidak ada jalan lain untuk bisa membuatnya menjadi sakti tanpa tanding dengan waktu tidak lama selain pergi kesana.

Mahesa memutuskan akan melakukan sebuah hal yang bahkan gurunya ki Semar Mesum tidak berani melakukannya demi meraih ilmu yang sangat digjaya dengan cepat. Di goa Larangan itulah terdapat lukisan di dinding goa tentang ilmu-ilmu serat sukma. Dan ilmu yang sangat hebat adalah ilmu Sukma Paripurna. Ilmu yang hanya bisa dipelajari oleh seorang lelaki. Akan tetapi lelaki itu harus melakukan hal mengerikan untuk bisa mempelajari ilmu Sukma Paripurna. Ki Semar Mesum saja tidak berani melakukannya dan memilih hanya mempelajari bagian ilmu serat sukma yang lain yaitu ajian penyedot Sukma.

Menguasai Ilmu Sukma Paripurna membuat pemiliknya dapat dengan mudah memiliki ajian Serat Sukma tingkat 1 sampai tingkat 7. Untuk menguasai itu semua harus rela berkorban. Mahesa dalam keputusasaan dan kemarahan memilih untuk melakukan pengorbanan diri. Dia akan mengebiri kemaluannya. Demi untuk menguasai ilmu sukma Paripurna dia haurs rela kehilangan barang berharganya sebagai seorang lelaki. Hanya butuh tujuh purnama dia akan menguasai ilmu itu dengan sempurna dan dia akan berubah menjadi seorang wanita jadi-jadian. Mahesa menjerit antara tertawa dan menangis membayangkan itu.

bersambung
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd