Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG CONGORIS (By : FigurX)





PART 2 : LIKE A STONE
I'll wait for you there like a stone

_______________




"Like a stone" Audioslave

On a cobweb afternoon,
Pada sarang laba-laba sore,

In a room full of emptiness
Di ruangan yang penuh kekosongan

By a freeway I confess
Dengan jalan bebas hambatan aku akui

I was lost in the pages of a book full of death;
Aku tersesat di halaman buku yang penuh dengan kematian;

Reading how we'll die alone.
Membaca bagaimana kita akan mati sendiri.

And if we're good we'll lay to rest,
Dan jika kita baik kita akan berbaring untuk beristirahat,

Anywhere we wanna go.
Ke mana pun kita ingin pergi.



In your house I long to be;
Di rumahmu aku rindu untuk tinggal;

Room by room patiently,
Kamar demi kamar dengan sabar,

I'll wait for you there like a stone.
Aku akan menunggumu di sana seperti batu.

I'll wait for you there alone.
Aku akan menunggumu di sana sendirian.



And on my deathbed I will pray to the gods and the angels,
Dan di ranjang kematianku aku akan berdoa kepada para dewa dan malaikat,

Like a pagan to anyone who will take me to heaven;
Seperti seorang kafir bagi siapa saja yang akan membawaku ke surga;

To a place I recall, I was there so long ago.
Ke tempat yang kuingat, aku ada di sana sejak dulu.


----------


SCENE 1, MEMBUNUH RINDU

-------------------------------



[POV Yosi]


"Ita !!! lu apa-apaan sih semalem hahh?! Pake acara minggat segala. Kasihan Seno noh. Sedih dan malu banget pastinya," ucapku menegur Ita akibat tingkah anehnya yang mementahkan tembakan Sena.

"Lahh siapa suruh pakai acara bawa bunga trus nembak segala!!, malu-maluin tau!" jawab Ita tak kalah sengit.

"Yaah setidaknya lu hargain gue yang ngundang lu disana. Gue bela-belain ampe minta freepas ke bos buat lu betiga!!" aku tak mau kalah, terus saja menyerang Ita dengan kalimat-kalimat pedas dan menusuk hati.

"Ooh kamu mau minta ganti uang?? Ngomong aja!!" bukannya melunak, Ita makin ngeselin omongannya.

"Hahaha gua bukan model seperti itu neng. Pantang gua menarik lidah dan minta ganti!" balasku masih sengit.

"Trus mau mu opo Yos???. Sudahlah itu hakku untuk mengambil keputusan," lanjut Ita.

"Iya iyaa sori kalau gue nyolot. Lu kenapa sih Ta?" sedikit kutahan laju emosi dalam dada. Perlahan aku mulai duduk di bangku teras kosan Ita dan menarik napas dalam-dalam untuk mengendurkan amarah.

"Iya.. gitu kan enak Yos daripada marah-marah. Bukannya masalah beres, yang ada malah kita tengkar," sambut Ita sambil ikut duduk di seberangku.

Kuakui, Ita emang cantik dan seksi. Body Yelinda, pacarku, ga ada apa-apanya dibanding Ita. Terang saja Sena ngebet banget mengejar cinta Ita. Tapi bagiku pribadi, aku bukan tergolong cowok yang minat pada daya tarik Ita. Wajahnya cantik, tapi bukan tipeku. Aku lebih suka tipe yang sedikit tomboy dan rada 'nakal'. Tapi kalau ditawarin ngewein Ita gratis, aku mau hahaha. Body-nya terlalu indah untuk sekedar dibayangkan sambil coli. Teteknya kudu dikenyot biar dia ampun-ampun.





"Gimana Ta?" ku mulai lagi pembicaraan setelah emosi mereda.

"Gimana apanya?. Kan udah jelas Yos, aku emoh (tidak mau) menerima Seno," jawab Ita datar.

"Kenapa??" aku masih saja mengejar.

"Kalau aku boleh jujur ya Yos. Si Seno memang anaknya baik, ramah, suka bantuin. Tapi cinta tidak hanya butuh itu Yos. Cinta butuh daya tarik agar kita betah. Sori.. sori banget.. menurutku, Seno itu ga gaul, ga funky, ga jaman now banget deh. Kalau aku jalan ama dia, bisa-bisa kayak jalan ama temennya bapakku!" Ita seperti takut-takut mengungkapkannya. Ada tercermin sebuah perasaan bersalah diwajahnya. Namun segera ia tutupi kembali dengan senyuman.

"Aduhh Ta.. cinta ga hanya butuh penampilan. Harusnya lu liat hatinya. Kalau gue cewek, mungkin udah gue pacarin sendiri si Seno itu. Dia figur yang sangat baik. Wajahnya juga ga ancur-ancur amat," entah mengapa aku masih terus saja membela Sena. Tak rela sahabatku diperlakukan seperti itu.

"Kok kamu malah lebih ngebet daripada Seno sih Yos!. Dia aja sampai sekarang ga ada komplain tuh. Kenapa kamu malah yang kebanyakan komplain?" ucap Ita membela diri.

"Gue kasihan aja ama dia," ungkapku jujur.

"Ya kalau kamu kasihan ama Seno, yaudah kamu aja yang jadi pacarnya!!. Ngapain maksa-maksa ke aku?!" uhh nih cewek memang kakunya setengah modar. Pengen ku keplak aja kepalanya.

"Ahh ribet lu. Yaudah sih kalau itu keputusannya. Ati-ati lu nyesel di kemudian hari!" pungkasku kemudian berdiri.

"Aku ra bakal nyesel brooh... hahaha Seno wae kok, masih banyak cowok lebih keren diluar sana!!!" balas Ita yang membuat amarahku jadi naik lagi sampai ubun-ubun.
---Tanpa berpamitan aku segera cabut dari kosan cewek sialan itu.


----------


[POV orang ketiga]


Pagi sedikit siang ketika Seno dan Raka melaju diatas aspal menuju rumah Johan, salah satu teman kuliah mereka juga.

Memang niat Raka ingin menghibur Seno yang masih terlihat kalut akibat penolakan memalukan yang dilakukan Ita. Daripada Seno di kosan murung terus dan dikhawatirkan bunuh diri nyebur ke WC, Raka berinisiatif mengajaknya jalan ke rumah Johan.

Johan adalah teman kuliah Seno dan Raka. Badannya subur alias over weight. Kalau dilihat sekilas, Johan ini mirip Ivan Gunawan Sang designer ibukota. Anaknya ramah, dan care terhadap teman-teman. Johan tergolong tajir tapi tidak sombong. Ia hanya hidup bersama ibunya dan mengelola sebuah minimarket peninggalan ayahnya yang 2 tahun sebelumnya meninggal.

Rumah Johan yang gede magrong-magrong terpisah dari bangunan minimarket. Rumahnya di dalam kompleks perumahan elit, sedangkan minimarketnya ada di jajaran ruko terdepan dari kompleks perumahan tersebut. Alhasil Johan lebih sering bersendirian di rumah karena ditinggal ibunya dari pagi hingga malam menjaga minimarket. Johan biasanya membantu ibunya sore selepas jam kuliah.

"Weiiss..penyanyi kondang Suroboyo datang kesini rek.. mlebu No (masuk No)!!" sambut Johan ramah.

Sekilas Seno melihat sepeda motor selain milik Johan yang diparkir di garasi, tapi tak terlalu ia ambil pusing.

Berbagai makanan dan minuman disuguhkan Johan. Keramahannya terhadap tamu dan teman sungguh luar biasa. Didikan orang tua Johan nampaknya membekas pada perilaku terpujinya.

"Eh yaopo kabare band-mu, krungu-krungu saiki entuk job reguler ngisi nang kafe idek e delta yo (eh gimana kabarnya band-mu, dengar-dengar sekarang dapat job reguler main di kafe dekatnya delta ya)?" tanya Johan mencari bahan pembicaraan.

"Hehe iyo...sebulan 4 kali tampil nang kono (di sana)," jawab Seno senang.

"Wah mene-mene kudu disambangi rono iki. Melok bangga aku rek lek duwe konco sukses (wah besok-besok harus ditengokin kesana nih. Ikut bangga aku kalau punya teman sukses)!" imbuh Johan penuh keseriusan.

"Biasa ae Joo...sukses apane (sukses apanya)!" tangkap Raka tersenyum. Raka memang begitu orangnya, datar-datar ae. Ga terlalu heboh dalam menanggapi sesuatu. Biasalah namanya juga pendekar bermata sedingin es.

"Yo tetep harus disyukuri Ka, apapun itu!" ucap Johan menanggapi dengan bijak.


Bersamaan dengan ketiganya ngobrol, di kamar Johan sedang terjadi sesuatu...


Ita yang seksi sedang bercumbu mesra bersama Abul. Pakaiannya sudah habis semua ditanggalkan. Pun begitu juga Abul. Keduanya berpelukan di balik pintu kamar Johan sambil berciuman panas.

Ita memang seksi, sangat seksi. Kulitnya putih bersih seperti pualam. Dadanya membengkak besar, hampir saja melebihi proporsional tubuhnya. Tapi bongkahan kenyal buah pantatnya cukup membantu mengimbangi besarnya buah dada Ita.


Eehmm..

Buah dada yang montok dan masih belum kendur itu diremas perlahan oleh Abul. Ita melenguh menikmati.

Ciuman bibir mereka belum juga selesai. Bahkan semakin lama semakin ganas. Tak ada sisa napas dari perciuman mereka. Melumat, menyedot, silih berganti tiada henti.


Aauuwh..

Ita melenguh manja saat kedua tangan Abul tiba-tiba meremas kuat kedua belah buah pantatnya yang membulat montok.

Abul memang adalah sahabat terdekat Johan. Rumah mereka tidak terlalu berjauhan. Hampir setiap pulang dan pergi ke kampus mereka selalu bersama. Maka tak heran jika Abul dapat leluasa 'bermain' di rumah Johan tanpa sungkan.


Blukk!!


Abul mendorong tubuh Ita hingga terjatuh di ranjang. Ita kemudian ditarik oleh Abul untuk duduk di bibir ranjang.

Ita seperti paham maksud Abul, dengan sigap ia segera meraih batang masP Abul yang tak terlalu besar dan langsung melumatnya tanpa ampun. Mulut mungil Ita seperti kesusahan mengulum batang ini meski ukurannya tak seberapa.

Seperti menjilat ice cream, Ita menikmati jajanan barunya. Semua permukaan batang masP Abul tak ada yang luput dari terkaman bibir serta jilatan lidah Ita.
---Abul merem-melek keenakan.
---Tai lu Bul!!!, TS saja ikut geram melihat Abul.


"Ehhmm Bul geliii!!!"

Ita mendesah saat jemari tangan Abul berusaha memilin putingnya yang mencuat. Konsentrasi mengulum batang menjadi sedikit terganggu.

Ita pun tak mau tinggal diam, dirabanya buah telor dibawah batang Abul sembari ia tetap mengulum masP Abul dengan nikmat.

"Jangkrikk..emutanku mantep Ta!!"

Teriak Abul melayang merasakan serpis bibir dan tangan Ita.

Khawatir muncrat, Abul segera menerkam tubuh Ita. Dengan posisi menelungkupi tubuh Ita, bersiap Abul mengarahkan batang berlapis liur Ita menuju bibir mbakV Ita.

Namun Ita menolak. Ia meminta gaya 'Asu njengking'. Sedikit malas Abul menuruti permintaan Ita.
---Abul takut ga kuat menahan peju-nya keluar jika menggunakan gaya nungging tersebut.


Aaaahh !!!


Ita berteriak saat batang pejal Abul meronjok mentok di dalam mbakV-nya dalam posisi doggy. Dengan gaya Asu njengking itu, Ita lebih leluasa merasakan kenikmatan di semua area nonoknya.

"Cobloss yang cepet Bul..plisssh!!"

Teriak Ita merasakan kenikmatan yang tiada terkira. Orgasme seperti sebentar lagi melandanya.


Bless blesss...


Goyangan Abul kian menggila mengikuti permintaan Ita. Mati-matian ia menahan laju peju yang sudah muntup-muntup diujung masP.

"Ahhh ahhh teruss Bull aahh,"


teriak Ita membahana, ia sudah tak peduli lagi jika Johan mendengar suaranya.

"Ahhh.. aku mo muncrat Taaa!!"

teriak Abul tak kuasa.

"Tunggu uuh aku juga mau nyampeeehh ahhh,"
jawab Ita tersengal.


Aaaahhhhh!!!


Abul mencabut batang masP nya dan segera memuntahkan lahar merapi diatas pantat semok Ita. Napas Abul kembang-kempis.


"Iiihhh... dibilang tunggu kokk!!. Aku belum nih,"
Ita mendelik kecewa.

Tapi semua terlanjur. Abul sudah terkapar di sisi ranjang membiarkan Ita terkatung-katung di lautan birahi yang tak sampai ke tepi.

Dengan sebal dan marah Ita memakai pakaiannya. Abul ikut mengenakan pakaiannya sebelum kemudian bersama beranjak keluar dari kamar.

"Dasarr payah!!!" semprot Ita jengkel.


Seno baru saja keluar dari kamar mandi dan melangkah melewati kamar Johan.

Bertepatan dengan itu tiba-tiba muncul Ita dan Abul dari balik pintu. Wajah keduanya kusut dan berkeringat.

Tanpa sekali lagi menoleh, Seno melangkah kembali ke teras.

"Ayo Ka balik!!" ucap Seno kepada Raka.

"Sek ta, kopiku durung entek (belum habis)!" balas Raka.

"AYO KOKK!!" Seno membentak marah. Raka segera tahu bahwa ada yang tak beres. Sekelebat ia melihat Ita di dalam ruangan. Raka segera berdiri dan mengikuti langkah Seno.
---Teriakan Johan di belakang tak mereka gubris lagi.

Sudut mata Seno menggenang bening. Cowok memang pantang menangis No!!. Tapi jika harus menangis, maka menangislah dalam hatimu. Biarkan airmatamu meleleh tanpa suara.


----------


Kembali ke [POV Seno]


"Haloo No. Siap yo main??!" sambut Khusna sebelum ia naik ke pelaminan.

"Beres mas!!" ucapku santun.

Hari itu, malam itu, aku dan Sonyk band tampil mengisi acara pernikahan Khusna, seperti yang sudah ia janjikan.

Nampak Dana dan Dewi berdiri agak jauh dari panggung. Aku jadi curiga tentang hubungan kedua orang tersebut.

Apa Dewi itu pacarnya Dana?. Tapi kan Dana kemarin di kafe datang bersama ceweknya, atau bisa juga istrinya!.

Lalu apa hubungan Dewi dengan mereka? Kenapa Dewi bisa ada di pernikahan Khusna.

Pikiranku tak bisa menemukan jawaban atas semua pertanyaan itu. Aku hanya mampu terus bernyanyi diiringi pikiran rumit pada kehadiran Dewi.

Belasan lagu kusikat habis tanpa ampun, meski kondisi kurang fit dan pikiran masih kacau setelah melihat Ita bersama Abul di rumah Johan.

"Wooh broo. Suaramu mantep!!"
ucap Dana menyambutku saat turun dari panggung.
---Aku tak melihat Dewi bersamanya lagi. Entah kemana teman kuliahku itu.

"Suwun mas. Suara pean yo mantep pas wingi nggenteni aku nyanyi (makasih mas. Suara kamu juga mantap pas gantiin aku nyanyi kemarin)," balasku merendahkan diri.

"Halahh gayamu. Wes ga jamanku No buat nyanyi lagi hehe. Wayahe kerjo tenanan gawe ngopeni bojo dan keluarga (waktunya kerja serius untuk menghidupi istri dan keluarga)," lanjut Dana. Aku mung (hanya) manggut-manggut takzim.

"Eh iyo.. ndi Astri iku mau (mana Astri tadi ya). Kamu kenal Astri kan?, Dewi dewii maksudku," tanya Dana.

"Ooh Dewi yo kenal mas. Teman kuliahku!" jawabku.

"Dia adikku!" ucapan Dana kali ini beehasil menjawab semua pertanyaan yang menyumpal di kepalaku. Akhirnya aku bisa menemukan benang merahnya.

"Wah pantes pas di kafe kok kelihatannya akrab," sambutku.

"Eh No. Aktifitasmu opo di luar kuliah?" tanya Dana.

"Ya cuma nge-band mas," balasku sedikit menyisakan tanda tanya.

"Bantu kerja part time disini mau??. Lumayan kan buat nambah isi dompet sekalian ngisi waktu luang!" Dana memberikan tawaran. Aku jelas sangat gembira mendengarnya. Tentu orangtua ku di desa sana juga akan menjadi lebih ringan bebannya jika aku sudah bisa pegang uang sendiri.

"Tapi masih boleh nge-band kan mas?. Band kami sudah terlanjur sepakat sama bos Edwin untuk ngisi reguler gantiin band-nya mas Khusna!" tanyaku memastikan.

"Kan ngambil luangmu aja No. Jujur aku seneng lihat semangatmu. Kamu juga kelihatannya baik. Aku pernah hidup menderita jual gorengan No. Makanya aku lihat kamu seperti lihat diriku sendiri di masa lalu!" ungkap Dana.

"Matur sembah nuwun mas (terimakasih banyak mas). Aku mau!!" jawabku yakin. Dana tersenyum menepuk pundakku.


----------


Malam sudah cukup larut. Jam di handphone baru-ku menunjukkan pukul 23.30 ketika aku dan Yosi meluncur berboncengan menyusuri raya Kertajaya Surabaya.

Di depan kami sudah terlihat Manyar Kertoarjo. Baru saja kami melintasi perempatan menur ketika tiba-tiba empat buah motor mengapit kami di kanan dan kiri.

Satu motor mendahului dan menghalangi jalan motor yang dikemudikan Yosi. Terpaksa kami harus berhenti. Delapan orang beringsut memaksa kami turun dari motor, dan aku segera paham bahwa satu diantaranya adalah Slamet.

"Wes tak omongi (sudah ku bilang), urusan kita belum selesai!!" bentak Slamet.

"Sudah kubilang... hapus air mata.. cintaku hilang, meninggalkanmu!!" aku tak gentar, bahkan malah meledek Slamet dengan mengutip lagu ST12.

"Wes cong...langsung habisi saja!!" teriak seorang diantara mereka.

"Siapp mas Geng!!" ucap Slamet menyahut perintah orang yang tadi berteriak.

Slamet dan dua orang lagi maju mengepung kami. Tersisa 5 orang yang berkacak pinggang.

Slamet dan satu pria serempak melayangkan pukulan ke arahku. Aku mundur beberapa langkah untuk menghindar. Mereka mengikuti, dan tiba-tiba aku melompat serta melayangkan tendangan menyapu ke arah kepala mereka. Telak pipi Slamet dan si Pria di cium punggung sepatuku yang bau terasi.

Disisi lain Yosi yang minim kemampuan beladirinya hanya merunduk melindungi kepala dengan kedua tangan saat satu pria membombardir serenteng pukulan. Aku hendak beringsut membantu Yosi, namun tangan Slamet sudah mencengkeram krah kemejaku.

Saat aku disibukkan dengan Slamet, pria satunya yang tadi ikut memukulku cepat berlari memutar dan tahu-tahu sudah mendekap tubuhku dari belakang. Kedua tanganku ia kunci sedemikian rupa sehingga sulit bagiku untuk bergerak.

"Pengecuttt!!!" teriakku meronta. Slamet segera mendekat dan menyarangkan satu pukulan ke pipiku.

Aku menggeleng kepala merasakan pukulan dari tangan besar Slamet. Cukup membuatku melayang sejenak. Belum selesai, Slamet menambahkan satu pukulan lagi di pipiku yang lain. Mataku terasa berkunang.
---Dalam pandangan yang sebentar kabur kulihat Yosi sudah terjatuh di tanah dan ditindih oleh pria yang menghajarnya.


"Woiii...Jangkrikk!!!"

Prokkk!!


Mendadak sebuah motor mendekat. Penumpang belakang motor cepat melompat dan langsung meninju pria yang dipanggil 'Geng' oleh Slamet.

"Jampuuuut!!!" pria bernama Geng berteriak marah dan sedikit terhuyung ke belakang akibat serangan yang tiba-tiba diterimanya.

Aku tersenyum, pria yang baru saja memukul ternyata adalah Dodo. Sedangkan pria yang masih diatas motor adalah Yosa.

Konsentrasi Slamet dan pria yang mendekapku sedikit lengah melihat kejadian yang mendadak tersebut. Aku segera mengambil kesempatan untuk menyikut kuat dada pria di belakangku, disusul pukulan ke belakang atas yang tepat menyentak di wajah si Pria.

Sedetik kemudian aku sudah maju dan menyarangkan lututku di selangkangan Slamet. Satu pukulan tangan juga ku kirim ke wajah Slamet. Empat penetrasi singkat membuat Slamet dan temannya roboh.

Yosa cepat berlari membantu Yosi yang semakin kuwalahan. Bibir Yosi sudah berdarah.

Satu tendangan terbang Yosa menumbuk tepat di tengkuk si pria yang masih menindih Yosi. Seketika pria tersebut terjungkal. Dari belakang Yosa menyusul dua pria lagi hendak membokong.

Sigap aku langsung menjatuhkan diri menggunting kaki-kaki mereka. Kedua pria terguling. Sebelum mereka kembali bangun, aku serta Yosa cepat menindih disusul mengirim beberapa pukulan menghujam wajah dan rahang.

Di posisi Dodo, aku melihat Dodo di kepung orang bernama Geng berikut dua temannya. Namun Dodo sangat tenang, ia menarik cepat ikat pinggang kemudian dengan gemulai memainkan sabuk tersebut. Ikat pinggang Dodo berkelebat laksana ular yang mencari mangsa. Dalam sekali-dua kali sabetan ikat pinggang disusul sejumlah pukulan telah mampu membuat ketiga pria terpental.

"Sugeng, Susu Ageng bangsat !!! opo karepmu masih ganggu orang saja hahh!!", Dodo berteriak gahar di hadapan pria yang ternyata bernama Sugeng. Sepertinya mereka sudah saling mengenal.

"Jembutt!!! Apes aku rekk ketemu wonge Sinto teross (apes banget aku ketemu orang-orang nya Sinto mulu)!" batin Sugeng.

"Opo urusanmu cokk!!" Sugeng mendelik seakan tidak gentar sedikitpun, meski ia dalam posisi rebah diatas tanah.

"Arek loro iku adikku!!! Njaok tak suwek ta matamuu (Dua anak itu adalah adikku!! Minta disobek matamu)??!!" bentak Dodo sambil menunjuk ke arahku.

"Waduhh sori boss aku ga ngerti... Amit, aku pamit ae," diluar dugaan, Sugeng malah mengkeret takut dan segera kabur diikuti anak buahnya termasuk Slamet.

"Iki daerah e Sinto, golek matek ta koen nang kene (ini wilayahnya Sinto, cari mati kamu disini)??!!" imbuh Yosa. Kawanan Sugeng langsung terbirit menaiki motor mereka dan pergi.


----------
#alangkah baiknya jika pembaca menyimak juga karya ane lainnya,

○ Gengsi Dong
○ ACKD
○ ACKD 2

Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas. Karena masing-masing cerita saling berhubungan satu sama lain.


-----

Bersambung ke next apdet ↪
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd