Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cinta Pertama

BAB XIII



Lembayung senja di dua cakrawala



Rumah mewah di kawasan Bintaro Jaya ini

Wajah gusar di raut wajah yang memendam kekesalan yang amat sangat, sehingga kecantikannya bagaikan hilang dengan kusut masai wajah yang semenjak siang hari terus melihat ke ponselnya dan tidak juga muncul reaksi yang lain.

Betapa tidak, semenjak 3 hari yang lalu sosok yang dia nanti tak kunjung kembali ke rumahnya yang megah ini. Dia sudah berkali kali menelepon karena semalam suaminya berjanji untuk pulang siang ini, karena sore ada janji untuk ke rumah ibunya yang ulang tahun, namun dia pergi ke rumah orangtuanya, hingga kembali lagi ke rumahnya sendiri, masih saja status whatsapp suaminya masih centang satu.

Dia tak patah arang, dia lalu menghubungi sekretarisnya di kantor, ke PAnya yang setiap hari rata-rata menguntit kemana suaminya pergi, hasilnya pun sama tidak diangkat sama sekali.

Lelah menunggu, akhirnya dia mencoba memejamkan matanya untuk istirahat. Kesal hati dan emosinya rasanya sudah naik dan turun belakangan ini dan membuat bathinnya tertekan sekali.

Muak

Marah

Emosi

Namun tidak mampu untuk bertindak sesuai apa yang dia inginkan

Tiba-tiba iphone yang disampingnya bergetar, nama Hubby di ponselnya muncul

“halo….”

“ya Yang….”

“astaga naga, kamu dari mana sih, Mas?’

“eh, sibuk dari tadi, meeting dan urus desain untuk produk terbaru….”

“sesibuk itu? Sampai ngga bisa angkat telpon dari pagi??”

“ngga juga, kan untuk desain ini kita butuh konsentrasi….”

“ Astaga, Mas… kamu kira aku anak kemarin sore yang bisa kamu bohongin??”

“ya kenyataannya memang demikian….”

“ngga mungkin Mas…. kamu jika dengan aku hape kamu itu setiap menit kamu cek… sedangkan jika ngga sama aku bisa seharian kamu ngga lihat hape….”

“aku benaran sibuk….”

“meski kamu sibuk kasih tahu dong….”

“udah lah Yang…”

“udah udah… itu aja bisanya kamu kalau sudah terdesak….”

Diam disana

“mama nungguin kita berdua… aku janji kita datang, malah kamu ngga ada berita sama sekali….”

“sudahlah Yang… kan mama tahu gimana kesibukan menantunya…”

“sibuk apaan kamu…. “

“eh, aku nelpon untuk minta maaf yah….bukan untuk kamu omelin….”

“masyaalllah…. kamu yah… ngilang 3 hari dan hanya dua kali whatsapp aku ngasih tahu kamu dimana, lalu datang cuma dengan telepon seperti ini….”

Desah nafas yang ditarik di ujung sana

“ngga mikir gimana kuatirnya aku sebagai istri??”

“ngga ada di kepala kamu untuk kasih tahu aku??”

Diam lagi

“udah yah…. aku masih ada kerjaan…..” kilah sang suami

“kerjaan?? jam 1 pagi???”

“kamu kayak ngga ngerti aja kerjaan aku….”

“ngga ngerti kata kamu?? 3 hari pergi…. berapa hari kamu di rumah dalam seminggu…..”

“sorry yah… aku kerja buat kamu juga lho….”

“beneran hanya buat aku??”

“ kamu itu yah…. memangnya buat belanja dan setiap bulan kasih untuk kamu darimana kalo bukan aku kerja….”

“itu kewajiban kamu sebagai suami Mas…”

“makanya, kewajiban kamu juga sebagai istri mendoakan aku….”

“ampun kamu Mas… kurang apa aku doakan kamu?? yang didoakan malah sibuk urusan lain……”

“urusan apa sih… kerja hanya buat kamu kok…”

“well, iya aku tahu kamu kerja buat aku…. tapi aku tahu juga kamu kerja bareng perempuan itu…”

“ah, kalau nelpon hanya ribut kayak gini mending aku ngga usah telp….”

“tuh kan kamu selalu gitu….”

“kamu tuh yang berubah….”

“kamu Mas…..”

“kamu tari… mana Tari yang lembut dan baik dan nurut dulu….”

“sudah hilang semenjak kamu khianatin aku berkali kali…..”

“sudah yah… maaf aku males berantem dan meladeni kamu….”

“ Mas…..”

Suara telpon diputus diujung sana.

Ponselnya langsung dibuang disamping kasurnya.

Kesal dan amarahnya kembali naik.

Airmatanya kembali tumpah dan mengalir.

Dia bagaikan merasa sudah tidak ada arti lagi di mata suaminya .

Kasur mewahnya dan kamarnya yang luas dan besar, yang dulu memjadi saksi bagaimana hangatnya dan panasnya mereka bercinta diawal pernikahan, kini hambar dan tandus rasanya. Yang ada hanyalah kesunyian dan kesepian yang mengiringi setiap hari dirinya .

Wajah cantiknya itu kini hanyalah wajah sendu tanpa semangat lagi.

Tekanan dari keluarga Yudi, yang hanya satu-satunya anak laki-laki dari 4 bersaudara semakin membuat dirinya tertekan. Celakanya disaat dirinya dalam tekanan, sang suami bukannya membantu dirinya melewati masa suram ini, malah Yudi sibuk berkelana dengan wanita lain.

Rumah mewah, uang belanja yang setiap bulan diberikan oleh Yudi pun rasanya tidak mampu mengobati rasa tertekannya selama ini. Dia butuh ketenangan dan rumah tangga yang tentram, yang normal tanpa harus ada gangguan dari wanita lain dalam hidup dia dan suaminya.



**********************


Berta dibuat kalang kabut hari ini.

“tarik ujungnya…..” perintahnya ke Iva

“sudah Mak….”

“itu yang sebelah kanan….”

Mereka berdua sedang membersihkan dan memasang seprai di kamar atas, karena mendengar berita bahwa seminggu lagi, anak kesayangannya akan pulang untuk pertama kalinya setelah 7 tahun merantau ke Jepang.

Berta sudah sibuk dengan acara mau masak pepes tahu, panggang, hingga arsik untuk menyambut kedatangan anaknya. Bahkan dia sendiri yang beli seprai, dan mengatur serta membersihkan kamar untuk anaknya.

Keluarga besar juga heboh mendengar kabar akan pulangnya anak siakkangan mereka. Keberhasilan Dave memang jadi kebanggaan keluarga besar baik di keluarga Hutasoit, maupun di Marpaung.

Iva sendiri hanya bisa merasa senang dan terharu. Dia tahu bagaimana kebanggaan mereka berdua akan diri Dave abangnya. Iva sendiri sudah tidak mencari pekerjaan lagi seperti teman-temannya yang lain.

Dave memberi bantuan modal untuk membeli sebidang tanah di kawasan Ciawi baru-baru ini, yang dia gunakan untuk pembibitan tanaman hias, lalu Dave juga membantu dirinya untuk menyewa lahan untuknya membuka usaha menjual tanaman hias yang juga jadi tempatnya untuk jadi etalase untuk usaha landsacpe tanaman hias milik Iva.

Meski awalnya Ibunya kurang setuju, karena dia kuatir anaknya sudah menghabiskan dana besar membeli tanah, bangun rumah, beli kendaraan hingga membantu usaha adiknya, dia kasih karena baginya, Dave pun berhak untuk menikmati hasil kerjanya sendiri.

Namun setelah melihat lahan yang mulai dikerjakan oleh Iva, lapaknya dia yang dia pajang tanaman hias, hingga usaha kerasnya mulai pemasaran tanaman serta usaha landscape, Berta pun hanya bisa menyerahkan semua ke anak-anaknya. Dia bangga anak-anaknya kini sudah mentas semua dan mulai punya kerja dan usaha masing-masing.

Iva tertawa mendengar ibunya yang menelpon ke salah satu kenalannya yang berjualan daging untuk panggang di pasar, dagingnya untuk minggu depan tapi sudah dipesan sekarang. Dia tahu ibunya dalam euforia besar karena abangnya akan pulang.

Kelakuan sang ibu yang sedikit-sedikit melihat kalender, lihat kamar untuk anaknya, sampai repot mau pesan makanan untuk persiapan anaknya pulang, membuat Iva sadar bahwa betapa rindu seorang ibu akan seperti ini jika anak yang sudah sekian tahun merantau.

Bahkan keluarga besarnya pun sibuk. Opungnya dari bapaknya pun menelpon Berta hari ini

“kapan pahompu tiba di Jakarta?” tanya sang kakek menyebut sang cucu

“hari Kamis, Amang….”

“ hari Sabtu atau minggu kita kesana….”

Iva dengan mudah mendengar karena handphone dispeakerin oleh ibunya

“ sabar dulu yah, Mang…. karena Kamis dia baru tiba sore… Sabtu ada acara dengan kantornya….”

“acara apa?”

“mana tahu aku, amang… katanya acara di kantor, tapi makan -makan diluar….”

Iva menyela

“pisah sambut, Ma…..”

“oh iya… pisah sambut sama orang Jepangnya…..” lanjut Berta lagi

“oh, dia gantiin orang Jepang disini?”

Iva menganggukan kepala

“iya Mang…. “ jawab Berta

“bah…. hebat kalo pahompuku ini….” suara sang Opung memuji cucunya

“kata inangmu, jadi direktur dia sekarang??”

Berta tertawa lebar

“puji Tuhan Amang……”

Iva sebetulnya agak jengah jika ibunya cerita tentang jabatan abangnya, meski ke lingkungan keluarganya sendiri.

“jadi belum bisa kita kesana, Maen?”

“belum Amang….. hari sabtu juga saya dan adiknya disuruh ikut ke acara kantor dia….” memang Dave sudah pesan, saat acara pisah sambut nanti ibunya dan Iva juga diajak ikut. Dia ingin mengajak ibu dan adiknya untuk diperkenalkan ke seluruh Management Hikaru Indonesia nantinya.

“Mak… ngga usahlah bilang abang itu direktur….. “ tegur Iva saat Berta sudah selesai menelepon

“kenapa pula?” ngegas sang inang

“ih… nanti disangkanya….”

“ngga apa juga….”

Iva masih sedikit merenggut

“kakakmu itu memang direktur, kenapa mamakmu ngga boleh bilang?”

“bukan Ma… nanti disangka sombong….”

“ah, kalo dia bawahan lalu mamak bilang direktur itu bohong…..”

Diam Iva jadinya

“kenyataan abangmu direktur…..”

Iva sudah tidak ingin mendebat ibunya

“ dulu mereka banyak kali ngomongin kita…..” agak panas Berta

“sekarang aku pamer anakku yang berhasil…. apa yang salah??”

Iva hanya menunduk.

“sekian tahun mereka hina-hina kita…. sekarang kamu berhasil, abangmu berhasil…. masa ngga boleh mamakmu pamer?”

“orangtua lain anaknya gagal saja mereka masih bangga… mamak bangga anak-anak mamak berhasil wajar lah….”

Kebanggaan seorang ibu yang merasakan titik terendah dalam hidupnya, memang sering membuat banyak orang jadi seperti punya dendam dengan masa lalu yang perih.

“biarin mereka kasih tahu ke bapakmu……” agak geram suara Berta

“biar dia tahu…. anak-anak yang dia telantarkan dulu kita jadi orang semua…..” kilatan di mata sang ibu sulit untuk disembunyikan masih ada dendam terhadap suaminya yang dulu meninggalkannya tanpa berita sama sekali.

“udah ah Ma…..” tutup Iva akhirnya

Berta kali ini yang terdiam.

“itu baju mamak udah dicobain?”

“udah….” jawab ibunya pendek

“sandal?”

“sudah… pas kok….”

Iva terdiam kini.

Hari sabtu minggu depan adalah acara pisah sambut direktur yang lama dengan direktur yang baru di sebuah restoran di Jakarta, yang akan dihadiri oleh management Hikaru Indonesia dan para rekan bisnis partner Hikaru untuk menyambut direksi baru.

Acara internal sebetulnya, namun Dave membawa ibunya dan adiknya untuk hadir di acara tersebut. Bahkan untuk mempersiapkan itu pun Berta sampai harus meminta dijahitkan baju kebaya baru. Binar bahagia di mata sang ibunda menunggu hari kedatangan anaknya, sulit untuk dia sembunyikan.

Kebanggaan seorang ibu, akan keberhasilan sang anak. Meski kadang agak jengah karena ibunya sangat bangga sekali dengan abangnya, namun Iva mencoba untuk mengerti. Penderitaan ibunya terlalu lama dan panjang selama ini, sehingga pelipur lara dengan berhasilnya Dave dan Iva, membuatnya menjadi seorang ibu yang seperti punya rasa bahagia yang berbeda dengan keberhasilan anak-anaknya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd