Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cinta Pertama

BAB XXVIII



Bolehkah aku memutar waktu



Tari kelabakan saat dari pagi hingga sore ini Dave tidak bisa dihubungi. Ini sungguh diluar kebiasaan Dave yang belakangan ini seperti kembali menjadi Dave yang dulu, Dave yang selalu ada untuknya dan selalu memberitahu apa rencananya ke dirinya.

Dari pagi terakhir Dave memberitahu kalau dia akan ada meeting di Cengkareng di Hilton Hill. Sampai saat ini bahkan belum ada berita sama sekali, padahal sudah maghrib, namun wa nya belum juga dibaca, handphone nya juga mati saat Tari mencoba menelpon seluler line nya.

Dia sempat meminta staffnya Ria, untuk cek apakah meeting di Hilton Cengkareng masih berlangsung atau tidak. Dan saat menerima informasi bahwa meeting sudah selesai semenjak jam makan siang, Tari jadi bertanya tanya kemana Dave, karena tidak biasanya Dave menghilang seperti ini.

Scrolling layar handphone pun tidak membantu

Dia mencoba mengalihkan dengan bekerja kembali, namun tetap saja dia masih kepikiran.

Tari seperti tidak bisa mengerti dengan apa yang ada di kepalanya. Sesuatu yang selama ini dia tidak pernah alami sebelumnya. Dulu dia selalu menomorsatukan Yudi suaminya. Semenjak prahara rumah tangga mereka, dan dia kemudian memutuskan keluar dari rumahnya, dan ditambah dengan hadirnya kembali Dave, dia seperti punya semangat baru yang membuat dia seperti mendapatkan booster untuk dirinya sendiri lewat hadirnya Dave.

Dan pria ini lah yang belakangan ini semakin menyita perhatiannya.

Sosok yang tenang, pendiam dan tidak banyak berbicara, selalu mendengar apa yang jadi keluhannya. Otak cemerlangnya yang selalu jadi solusi jika bertanya atau jika dia buntu dengan kerjaan dan rutinitasnya, membuat Tari seperti merasa sangat menyesal sudah melewatkan pria sebaik ini.

Kembali dia mengecek handphonenya, dan Dave masih belum menjawab.

Hingga jam 6 lewat, masih juga belum ada jawaban.

Semua staff kantornya sudah mulai pulang, tersisa office boy yang memang dia kost di dekat kantor, sehingga selalu paling malam pulang, apalagi jika Tari belum pulang, bahkan staff atau sekretarisnya Tari pun sudah pulang, tersisa Tari di kantormya

Bunyi telpon di ruangannya terdengar

“ya Yono….” dia tahu pasti Yono yang jaga dibawah yang menelponnya. Ruangan Tari sendiri ada di lantai 3 dari dua ruko gandeng yang dibuat jadi satu

“ada tamu Bu..”

“tamu? Siapa?”

“pak Dave….”

Kaget setengah mati

“oh oke… suruh naik…..”

Tari kaget mendengar dave datang ke kantornya setelah seharian dia mencari anak ini. Dia langsung sibuk dengan merapikan dandanannya, lalu bergegas ke arah tangga.

Melihat tampang Dave yang lusuh, rasa cemas Tari dan kesalnya karena Dave tidak mengangkat telepon dan membalas wa nya, langsung luruh

“dave……”

Tatapan lusuh dan kosong dibalik senyuman nya yang seperti dipaksakan

“darimana?”

Diam saja

Tari tidak bisa menahan dirinya, dia langsung memeluk Dave dengan eratnya, yang dibalas dengan pelukan erat dari Dave

“dari mana sih?” bisiknya saat rebah di bahu Dave

Masih diam

“kamu baik-baik aja kan?”

Masih diam dan hanya mengangguk

“yuk….” ajak Tari agar Dave masuk ke ruangan kantornya

“duduk…..”

Duduk dia di sofa kecil di ruangan kerja Tari

Tari lalu mengambil minuman air putih dari dalam freezer kecil di samping ruangannya, membuka segel plastiknya lalu menyodorkan Dave untuk diminum

“minum dulu….”

Dave menengguk sedikit minumannya dan mencoba menenangkan dirinya



********************

“kesana?”

Dave mengangguk

“sendiri?”

Kembali mengangguk

“trus?”

Diam

“ketemu?”

Dia mengangguk

“astaga Dave…… kenapa harus kesana sih?”

Dia tidak habis pikir Dave nekad menemui ayahnya sendirian, tanpa diskusi dengan ibunya dan adiknya.

Namun melihat Dave yang banyak diam dan hanya menunduk lesu, dia bisa memahami kalau ada pukulan keras yang dia terima saat bertemu dengan ayahnya setelah sekian tahun mereka tidak bersama.

“dave….”

Dia mengangkat wajahnya

Tari lalu memeluk pria yang kini bagaikan sudah menyita seluruh hatinya itu

Dia seperti ingin mengatakan bahwa ada dirinya untuk Dave selalu, kapan-pun Dave perlu.

Pelan tapi pasti, akhirnya Dave membalas pelukan Tari

“sabar yah……”

“iya….”

“Tuhan selalu kuatkan hati kamu Dave….”

“makasih Ri….”

“kamu udah makan?” tanya Tari saat pelukan mereka mengendur

“aku pesan makan?”

Dave menggeleng

“nanti aja….”

“kamu kesini nyetir sendiri?”

Dia menggeleng

“tadi diantar Pak Sadiman….”

Tari tersenyum

“nanti aku antar pulang?”

Dave tersenyum

“ngga apa-apa, aku naik grab aja…..”

“ih, suka gitu…..”

Dave tersenyum

“maaf udah merepotkan dirimu…”

“apaan sih….” agak manyun bibir Tari

Dave terdiam sesaat

“aku justru senang kamu kesini…..”

Mata indah itu menatap wajah Dave

“it’s mean kamu nganggap aku itu ada……”

Senyumannya kini timbul bersamaan dengan binar matanya

“dan it’s mean a lot to me…..”

Tangannya Tari menggenggam tangan Dave.

Suasana yang sepi seperti ini memang sedikit berbahaya bagi mereka berdua. Dan itu disadari oleh Dave, sehingga dia lalu dengan cepat berpikir

“mau makan?”

“terserah….” senyum Tari merekah

“lapar yah?”

Dave tersenyum

“yuk…. ada gado-gado enak dekat sini….”

“ayo….”

Tari lalu memerintahkan anak buahnya untuk segera menutup kantor, dia lalu bergegas bersama Dave

“aku yang nyetir…”

“ngga apa-apa, biar aku yang nyetir…”

Dave tersenyum

“kayak baru kali ini disetirin ama aku….”

Dave tertawa, teringat masa lalu mereka dimana Tari yang selalu menyetir kemana mereka pergi jika naik mobil Tari

Jaraknya dekat dari kantor Tari

“ enak?” tanya Tari saat mereka mulai makan

“oke…”

“kebiasaan….”

“apa?”

“datar melulu….”

Dave tersenyum

Sambil makan, mereka sesekali tertawa kecil, dan bagi Tari ini cukup melegakan karena wajah kusut Dave kini sudah agak berubah dan tidak setegang dan galau seperti tadi

“ yah sudah… yang penting sudah ketemu dan lihat khan….”

“iya….”

Tari bisa memahami apa yang dirasakan oleh Dave, bertemu dengan orang yang harusnya selalu ada bersama dia dan adiknya, dan setelah sekian tahun terpisah baru bertemu lagi, pasti gejolak di hatinya bercampur aduk

“masih benci sekarang?”

Dave terdiam

“Dave….”

Dia mengangkat wajahnya, sambil menatap wajah cantik di depannya

“ satu hal yang selalu buat aku kagum dan suka akan dirimu ialah ketulusanmu, Dave……” ujarnya dengan mimik wajah yang serius

“ aku banyak belajar dari dirimu untuk bisa tulus……”

Tangannya menggenggam tangan Dave yang diatas meja

“ bahkan kita bisa duduk berdua disini pun, semua karena ketulusan kamu…….”

Dave masih terdiam

“apapun yang dilakukan oleh bapak dimasa yang lalu…… kamu harus bisa memaafkannya…..”

Dave kini menundukkan kepalanya

“berat untuk dilupakan…. tapi harusnya bisa kamu maafkan…..”

Diam

“kan melupakan dan memaafkan itu dua hal yang berbeda….”

Dave menarik nafas

Dia masih diam dan mematung agak lama. Lalu….

“saat melihatnya tadi…..” terhenti sejenak kata-katanya

“jujur aku benci dan sangat marah dengan dirinya……”

Diam sesaat

“tapi setelah melihat kondisinya yang seperti itu……”

Agak terdiam lagi

“aku kasihan melihatnya…….”

telaga di mata Dave kini muncul

“bagaimanapun….. dia adalah ayah ku…….”

Tari ikutan terharu. Dia bisa merasakan apa yang Dave rasakan

“ tapi untuk melupakan luka yang dia gores bagi inang, Iva dan aku……”

Dave menjentikkan jarinya diatas meja makan itu

“mungkin perlu waktu yang lama…..” bisik Tari

“hanya perlu waktu……”

Tari sadar dan mengerti bahwa Dave bukanlah sosok yang pendendam dan pemarah. Dia sosok yang lembut hatinya, sayang dan perduli dengan orang-orang di sekelilingnya, dan dia tahu bagaimana pun ikatan darah diantara mereka bukanlah sesuatu hal yang bisa diputuskan begitu saja.

“sudah?” Tari melihat makanan Dave tidak habis

Dave mengangguk

Tari tahu betapa isi kepala Dave tidak sinkron dengan lidahnya

“yah sudah….”

“it’s OK…. biar aku yang traktir….” ujar Tari saat melihat Dave akan mencabut dompetnya

“nanti di resto yang besar baru kamu….” ledeknya lagi

Dave terdiam

Lalu

“aku antarin…..”

“ngga usah…”

“lho?”

“pak Sadiman udah otw kesini…..”

Tari hanya menggelengkan kepalanya melihat Dave

“kirain mau aku antarin…”

“no… kamu harus istirahat….”

“ih, bilang aja ngga mau aku anterin…

“masa mau anterin ke Bogor?”

Tari mendelik

“lupa dulu pernah aku antar ke Bogor??”

Dave tertawa, dia ingat dulu waktu dia sempat demam, Tari yang mengantarnya ke Bogor.

Seketika dia diingatkan kembali dengan masa -masa itu

“next time yah…..”

Masih manyun Tari, meski dia sadar bahwa Dave dalam kondisi yang sedang tidak baik saat ini. Bagaimana pun dengan bertemu ayahnya, dia pasti terpukul dan perlu waktu untuk bouce back mentalnya, karena dia mungkin tidak menyangka apa yang akan dia rasakan setelah pertemuan mereka.

“ya sudah….. hati-hati….”

“iya….”

Mereka berjalan menuju parkiran

“kamu juga….”

“iya….”

Tari lalu memeluk Dave dengan eratnya

“telpon aku kalo udah nyampe rumah….”

“oke….”

Harum tubuh Tari, kibasan rambutnya, wajah cantik dan indahnya lekuk tubuh yang menempel di Dave, setidaknya sedikit membuat Dave agak lupa dnegan gundah hatinya. Wanita cantik yang dulu memenuhi kepala dan hati Dave, seperti membuat kenangan lamanya selalu bangkit dan berkobar, dan situasi yang kini Tari terlihat lebih membuka diri dan berani dalam mengambil sikap, justru membuat Dave jadi dilematis.



*********************


Beberapa hari kemudian….

Sepulang dari gereja, Tantenya Dave atau adik bontot dari Mangara, yaitu Uly, datang ke rumah bersama Opungnya Dave, dan cerita tentang Dave yang menemui bapaknya diam-diam pun sampai ke telinga Berta.

Wanita itu meradang dibuatnya

“ apa maksud kau, eda?”

“ngga ada maksud apa-apa, cuma mau bilang ke Dave kalau Mangara itu ayahnya…..”

Berta benar-benar emosi kali ini

“enak kali yah, giliran anak sudah berhasil baru mau ngaku dia bapaknya…..”

“ngga kepikir dulu gimana susahnya kita saat dia pergi….”

“ngga kepikir di otaknya dia dulu kondisi kami…..”

“giliran sekarang sudah seperti ini baru dia mau menegak…..”

Emosi wanita ini memang suka tinggi jika sudah bahas suaminya di depan keluarga Hutasoit terutama.

Dia merasakan bagaimana susahnya dulu dia harus berjuang sendirian, disaat suaminya malah memilih jalan yang lain.

“sudah tidak menafkahi, main judi bisanya, main perempuan… pergi pula….”

“dimana nuraninya….”

Semua yang hadir termasuk Opung Dave, Hendrik Hutasoit yang datang juga ke Bogor hari ini, hanya bisa terdiam

“tanya sama Dave… masih ingat dia itu, Amang…. dia sakit kena tipus, tengah malam… aku ini harus antar dia… motor mogok…. untung ada Mang Asep yang mau antarin, ngga punya uang buat bayar rumah sakit…. adiknya yang demam sampai harus aku tinggal dirumah sementara sendirian……”

Dave ingat waktu dia berusia 11 tahun ketika itu, menjelang dia mau ujian semester di kelas 6 SD kejadian itu. Ibunya kalang kabut karena kedua anaknya sakit. Iva demam, Dave juga kena tipus, sedangkan dia dalam kondisi yang sebetulnya kurang sehat juga

“dimana ayah mereka?” menggelegar suara Berta

“lalu sekarang baru mau mengaku sebagai ayahnya…..”

Mereka diam, karena tahu apa yang Berta rasakan

“abang juga kenapa mau kesana?” matanya kini menyorot ke anaknya

Dave hanya terdiam

“ lain kali aku tidak akan ijinkan anakku kesana……” tegasnya lagi

“parumaen…. dengar lah dulu….” Hendrik berusaha menengahi

“kami tidak ada niatan seperti itu…”

Berta terdiam sesaat

“ masalah parumaen masih marah dan tidak mau anak-anak bertemu ayahnya, itu hak kamu……”

“tapi ingat, bagaimana pun Mangara adalah ayah dari David dan Iva….. sampai kapan pun itu tidak bisa kita hindari faktanya…..”

Pria tua itu mengangkat wajahnya

“ rusaknya hubungan kalian, hendaknya jangan sampai memutuskan tali antara ayah dan anak…..”

“kali dia tau itu anaknya, lalu kemana dia selama ini….” potong Berta

“ Eda… Mangara tidak berusaha cari atau mau bertemu dengan Dave dan Iva, dia tahu diri….” potong Uly

“kami juga tidak bela tindakan dia….. Eda David adalah ipar kami ini… itu yang kami tahu….”

Berta terdiam kembali

“tapi Dave kalau mau cari ayahnya, ingin tahu kondisi ayahnya kan ngga apa-apa….. karena Bang Mangara itu ayahnya dia….”

“Dave dan Iva tidak perlu ayahnya lagi sekarang…..” dingin ekspresi Berta

Keluarga yang hadir tahu, jika sudah demikian maka Berta akan terus bersikeras dan akan sulit ada titik temunya. Sakit hati Berta yang kini terlihat sangat menikmati buah perjuangannya itu, sulit untuk disembuhkan begitu saja.

Tidakan Mangara meninggalkan mereka bahkan dianggap luka sepanjang waktu yang tidak akan bisa dia sembuhkan, karena dia harus melalui proses panjang yang menyakitkan untuk bisa tiba disaat dan momen bahagia seperti ini. Meski dia mungkin tidak mengungkit lagi hal tersebut, namun jika diusik dan ditanya, maka akan meledaklah kembali luka lama

“shallom…..” suara wanita dari pintu depan

“shallom….” Iva bergegas membuka pintu, karena memang ruang mereka duduk di ruangan keluarga yang jadi satu dengan ruangan makan

“halo…..”

“eh… apa kabar bu dokter?”

Ternyata Elizabeth yang datang

“kabar baik…..”

Dia lalu menyalami satu persatu yang ada di ruangan ini

“aduh…. cantik kali bu dokter ini…”

“ah, mother ini bisa aja….” dia memang memanggil Berta dengan sebutan mother

“keringat kita….” ujar Berta saat Eliz mencium pipinya kiri dan kanan

“kenapa emang?” protesnya dengan mimik yang lucu

“sendiri?”

“tadi diantar abang……”

“oh….”

Dia lalu duduk di kursi disamping Dave

“tadi wa Dave…. katanya masuk jam 8 ibadah…. saya jam 10…. makanya pas balik nanya….”

“iya…. ada Opungnya datang, jadi kita masuk jam 8….”

Elizabeth tersenyum. Dia memang tadi wa an dengan Dave, dan karena hari minggu dan mereka sempat janjian mau makan bareng, dan baru hari ini ini bisanya.

“ada acara ini? Saya ganggu?”

“ngga…” suara mereka bersamaan

“oh…. kirain…”

Dia lalu melirik ke arah Dave

“ini Dave, Opung….. janji ke saya dari beberapa bulan lalu…. “ ujarnya ke arah Opung tapi sambil melirik ke Dave yang tersenyum

“makanya saya datang samperin aja…..”

Semua tertawa mendengarnya

“abang ini yah…. suka janji ke orang….”

“kan sibuk dua-duanya, Mak….” agak pelan suara Dave

Gaya Elizabeth yang ceplas ceplos dan mudah akrab setidaknya membuat suasana tegang jadi mencair.

“makan Nak……”

“mau makan diluar, Tante….” ujarnya ke Uly

“ini mau nodong Dave dulu…..” ledeknya sambil melirik lagi ke Dave yang hanya tertunduk malu

“ya sudah…. sanalah Bang kalo mo jalan….” Ujar Berta ke Dave

“iya Mak….”

Lalu

“mo kemana?” tanya Dave

“ih, kok nanya ke aku…. kemarin-kemarin mau traktir kemana emang?” balas Elizabeth

Dave tertawa

“yah sudah yuk….. sambil jalan aja…”

“nah gitu dong….”

Mereka lalu pamitan untuk jalan berdua

“hati-hati yah Nak…..”

“iya Mak…..”

Kemudian

“udah cantik, dokter…. ramah….. “ ujar Berta saat Dave dan Eliz berlalu

Iva mendehem

“apa sih kau ini?” tegur Berta

“iya Mak……”

Semua mereka tertawa

“ emang itu pacarnya, Dave?” tanya Opungnya

“ngga tau lah Mang…. terserah Dave lah… tapi kalo ini kan sudah kita tahu semua keluarganya, karir dia, dekat juga dengan kita…..”

“boru apa dia?”

“Gultom….”

“oh…. yah sudahlah…..”

Iva memotong

“biar jadi urusannya abanglah Mak……”

“emang betul, tapi kan dia harus cari yang tepat……seiman, bisa topang karir dia…”

Iva hanya bisa berguman dalam hati. Dia tahu jika sudah bicara tentang abangnya, pasti ibunya akan sangat berbeda. Ini lain hal jika bahas masalah Iva dengan cowok yang mendekatinya. Berta terkesan biasa saja, meski sering mewanti wantinya. Namun jika sudah bicara tentang abangnya, maka ibunya selalu punya gaya dan preferensi yang berbeda.



************************

“gimana kantor?” tanya Eliz ke Dave

“puji Tuhan, lancar….” ujarnya sambil mengaduk jus alpokatnya

“bagus untuk tekanan darah, gula darah, mata……”

“ini?” tanya Dave sambil melirik ke isi gelasnya

“yup….”

“i see….”

Eliz tersenyum

“lengkap kalau sama dokter yah…..”

Wanita itu tertawa

“ngga juga… kebetulan aku suka merhatiin kandungan gizi setiap buah yang aku konsumsi….”

“kalau itu?”

“jeruk?” tanya dia sambil melirik ke gelasnya

Dave mengangguk

“imun tubuh, jantung, anemia, dan kesehatan kulit…..”

Dave tertawa

“kalau dokter yang bicara, aku harus percaya….”

“beneran, googling aja…..”

Berbicara dengan teman seperti Eliz memang sedikit membuat Dave agak lega. Eliz wanita yang terbuka dan fun atau easy to go along with. Dia dengan mudah bisa mencairkan suasana dan termasuk punya isi kepala yang bagus untuk diskusi

“bisnis gimana?”

“klinik berjalan dengan baik…. sakit buat orang rejeki buat kita….” ujarya sambil tertawa

Dave membenarkan dalam hatinya

“kontradisksi yang lucu, tapi benar adanya…”

Eliz tersenyum

“ kami berusaha untuk makes money, tapi tanah yang kita pijak kita harus ingat dimana….”

“artinya?”

“ yah, klinik harus untung…. tapi untuk downgrade obat-obatan dan layanan kita tidak sepakat… dan menaikkan harga gila-gilaan karena banyak pasien, kita juga tidak setuju….”

Dave tersenyum

“keren…..”

Makanan datang, dan pembicaraan mereka pun mengalir dengan sendirinya. Mulai bahas bisnis masing-masing, hingga potensi pasar ke depan, sampai peran orang Batak dalam berbagai hal, pilihan siapa presiden nanti, sampai ke hal-hal kecil. Bahkan tidak terasa sampai makanan mereka habis.

“abis ini mau kemana?”

“ngga ada…. bebas aja….”

“ pacar ngga nyariin?”

Eliz tersenyum

“apa terlihat aku sedang balas wa seseorang? Atau ditelpon seseorang?”

Dave menggelengkan kepalanya

“so?”

Dia tertawa

“ini menanyakan atau memastikan?”

Dave gelagapan

“nanya aja…..”

Eliz tertawa

“let me get straight……” ujarnya agak serius “ yang datang dan mencoba itu ada saja, lumayan lah…. it’s good means aku masih lakulah…..”

“tapi untuk mulai yang baru memang masih banyak pertimbangan…..”

Dave menganggukkan kepalanya

“ get old bukan berarti aku kemudian takut dengan masa depan percintaan aku kan…” ujarnya lagi

“iya dong….” sambung Dave

Lalu

“kita cari tempat ngopi?” usul Dave

“ayo…..” ujarnya menyambut ajakan berlanjut dari Dave

“ bebas aja….’

“jangan bilang bebas dong….” seloroh Dave

“emang bebas…. dengan orang yang tepat, harusnya diajak kemana aja kita siap….” gurau Eliz membuat Dave agak tersedak mendengarnya

“kaget?”

“ngga…”

Eliz tertawa ngakak

“ bagaimana rasanya jadi pimpinan, di perusahaan asing, dan di usia yang semuda ini?” tanya Eliz

“abang kan bisa dibilang masih sangat muda, untuk jabatan ini….”

Dave menghela nafasnya

“yah, bangga pastinya…..”

Lalu

“tapi challenging banget sih…..”

Eliz tersenyum

“di klinik aja yang bisa dibilang aku yang punya otoritas sendiri, masih kuat kadang pertentangan dengan rekan sejawat, atau dengan dokter lain yang kerjasama dengan kita… apalagi disana yah…..”

“betul…. beban dan tanggungjawab memang seiring sih….”

“itu aku sepakat….”

“apalagi argometernya yah….” lanjutnya lagi

Dave tertawa

“relatif lah kalo itu……”

Mereka lalu berjalan menuju mobil untuk pindah ke coffee shop dekat daerah sini

“aku jujur bangga dan happy dengan apa yang abang capai sekarang……”

“really” tanya Dave

“yup…. abang bisa hadir dan emerging dari bawah hingga on top seperti sekarang…. cuma sedikit anak muda yang mampu seperti itu….”

Dave tersenyum simpul

“God’s plan….”

“sepakat, tapi tanpa kerja keras dan kemampuan, rasanya tidak bisa juga kan….”

Lalu

“bagi aku hidup aku saat ini sih rasanya sebuah berkat yang luarbiasa…..” ucap Dave saat mereka mulai jalan keluar dari parkiran

“ hanya saja, aku ngga mau berkat ini kemudian jadi sebuah kecemasan berlebihan di diri sendiri, karena takut berkat jadi hilang…….”

Eliz termenung mendengarnya, dia tersenyum sendiri

“ aku selalu berusaha agar berkat ini jadi manfaat yang luar biasa bagi perusahaan, dan banyak orang……”

“kerja adalah ibadah…. aku menikmatinya dan berusaha membawa integritas, kerja keras, dan sebuah kejujuran dalam bekerja…. itu aku mengartikan kerja adalah ibadah….”

Eliz terpukau mendengar paparan sederhana itu

“thanks Bang…..”

“untuk?”

“kata-kata abang sudah buat sedikit kekuatiran aku hilang…..”

Dave tersenyum

“kadang kita suka kuatir dengan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan… padahal semua langkah awal sudah kita kerjakan…..”

“tapi benar yang abang bilang….. once kita menikmati sebuah kerja dan memaknai itu sebagai ibadah… kita jadinya hanya fokus bekerja saja…. hasilnya biar Tuhan yang atur…..”

Dave tertawa

“sederhana, tapi bener….” ujar Eliz lagi

“aduh, jadi berat diskusi kita…..”

Eliz tertawa

“thanks yah, udah ngajak jalan….”

“aku yang makasih….” balas Dave

“makasih untuk apa?” tanya Eliz balik

“karena sudah menyelamatkan abang dari diskusi keluarga yang kadang membosankan?” sambungnya lagi

Dave tertawa kali ini

Sejenak dia bisa melupakan semua beban kerja. Dia sedikit mengenyahkan pikirannya dari konflik tentang ayahnya. Pikirannya untuk pekerjaannya juga dia sempat pinggirkan sejenak, dan termasuk memikirkan dua wanita lain dalam hidupnya, meski dia merasa Eliz adalah teman diskusi yang baik, yang sebetulnya dalam banyak hal mereka sangat linier sekali, karena satu suku, satu keyakinan, usia yang tidak terpaut jauh. Dan dalam hal fisik, dokter satu ini langganan gym terus, jadi bodynya indah dan wajahnya pun tidak kalah cantiknya dengan Tari atau Keiko.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd