Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cinta Pertama

Izin memberi support suhu. Sepertinya hal hal yg bersifat pepesan kosong, jgn ditanggapin hu. Akan membuat suhu tdk betah diforum, belum lg kesibukan suhu di real lyfe. Suhu tdk memiliki kewajiban untuk update atau apapun. Walaupun kami kesal si.. Tp saya sudah membaca dan tau karakter suhu. Makin dipaksa malah makin males update dan kalau pun update ada rasa yg antiklimaks sepertinya. Enjoy aja ya hu, nikmatin menulis karyanya, karena kita butuh kopi yg nikmat dibuatnya, bukan cepat di buatnya.

Semangat hu, semoga jaya di darat laut dan udara...
 
BAB XXVII



Amarah dan rindu



Kantor dengan tema olahraga dan dihiasi beberapa poster produk terbarunya, membuat kantor apparel Sparta ini dengan mudah dikenali dari tampilannya bahwa kantor ini adalah perusahaan penyedia kaos atau busana untuk olahraga atau apparel.

Pagi jam 10.30

“ Eta, ada tamu gue?” tanya sang pimpinan ke resepsionis di depan lewat telepon

“ada nih Pak, Pak Lamson mau bertemu Bapak…”

“oke, suruh masuk lah…”

“oke Pak…”

Lalu wanita itu berdiri

“pak Lamson, silahkan ditunggu di ruangannya Pak Yudi…”

“makasih Mbak…”

Lamson pria perlente dengan jas dan jam tangan mewahnya serta sepatu dandy lalu bangkit dari duduknya dan bersama seorang rekannya lalu masuk menuju ruangan CEO, yang dia tahu persis dimana, karena ini bukan kedatangannya yang pertama, tapi sudah yang kesekian kalinya.

Lamson adalah pengacara dari Siagian Tomo & Partner Law Firm. Dia adalah pendiri law firm ini dengan sahabatnya Aditomo Saputra, dan Sparta ini merupakan klien mereka dalam hal konsultasi hukum dan juga perlindungan untuk permasalahan sengketa hukum, hingga urusan pribadinya Yudi, selaku pemilik Sparta

“pagi Boss….” sapanya saat masuk dan melihat Yudi sedang duduk di kursinya

“pagi Bang….” sambut Yudi sambil berdiri

“sehat Boss?”

“sehat dong….”

Lalu

“duduk-duduk…..” ujar Yudi

Lamson tersenyum melihat Yudi

“makin muda dan kelimis aja nih Boss….”

“Halah, bisa aja Bang Lamson…..”

Yudi membalas whatsapp sejenak

“ sibuk sekali Boss?”

“yah gini aja…..”

Lamson tertawa

“ sampe minta waktu pun susah….”

“ngga lah…..”

“iya, buka cabang terus dimana mana….”

“ngga Bang, itu kita hidupin lagi store-store kita yang lama….”

“oh…..”

Lalu setelah berbasa basi sekian lama

“apa berita Bang….” tanya Yudi.

Dia yakin pasti ada yang penting yang akan disampaikan oleh Lamson sampai dia harus datang kesini.

“oh iya Boss….”

Lamson membuka tasnya, lalu mengeluarkan secarik kertas dan diserahkan ke Yudi.

Yudi lalu membacanya sejenak, terdiam sesaat

“ Gimana Boss? Sudah aman kan?” tanya Lamson

Yudi agak gelagapan

“aman gimana?”

“ya, aman lah… artinya Boss ngga perlu capek-capek, tapi malah ini langsung disetujui….”

Menarik nafas sedikit panjang Yudi

“ini siapa?” tanyanya sambil emnunjuk kop surat

“Bernard Tobing… pengacaranya….”

Yudi masih agak kaget

“bagus dong Boss, kita tidak perlu capek-capek menghadapi banyak gugatan nantinya, tinggal Boss sign, kita lapor ke pengadilan untuk minta waktu sidang…..”

Dia tidak menyangka jika Tari akhirnya menyetujui untuk bercerai dengannya.

Yudi merasa aneh sebetulnya, karena selama ini Tari selalu marah dan emosi dengan dirinya, namum menolak setiap dia meminta untuk bercerai, dan ditantang bahkan sudah ditalak pun secara lisan, Tari tidak bergeming, dan keukeuh untuk mempertahankan hubungan pernikahannya dengan Yudi.

Namun kali ini dia kaget, karena akhirnya Tari yang sudah beberapa bulan terakhir tidak bertemu dengannya dan sudah pindah ke rumah orangtuanya, malah dia menunjuk pengacara untuk mempercepat gugatan perceraian mereka.

Dia bahkan sudah mengembalikan semua fasilitas yang selama ini dia terima dari Yudi. Buku tabungan, atm, kartu kredit, bahkan mobil ditinggal di rumah mereka di sektor 7.

Kedekatannya dengan Rika Amalia yang berawal dari kerjasama untuk menjadi brand ambassador produknya, ternyata berlanjut hingga sekarang. Acara pemotretan di GOR Ctra Arena Bandung, malamnya berujung ke acara yang lebih lanjut ke sebuah klab malam, dan ujungnya bisa ditebak berakhir di tempat tidur.

Dan semenjak itulah dia mulai menjalin hubungan dengan Rika, bahkan sudah mulai tinggal seatap dengan Rika di apartemen yang dia sediakan untuk Rika, dan melupakan istrinya Tari, yang baginya dia anggap mulai membosankan.

Meski Tari juga tidak kalah cantiknya dengan Rika, namun di ranjang jelas Rika jauh lebih ganas dibandingkan Tari yang masih old fashion. Ditambah dengan belum dikaruniai momongan, membuat hubungan dia dan Tari pun kini semakin jauh arahnya, dan mendekati titik nadir untuk segera berpisah, apalagi Tari kini sudah sepakat dan menunjuk pengacaranya untuk memuluskan rencana Yudi untuk bercerai.



******************

Tangan Dave gemetar saat handphonenya menerima pesan dari tante Uly, adik bapaknya Mangara. Sebuah foto pria tua yang sedang duduk, wajah yang terlihat lebih tua dari usianya dia yang sebenarnya, yang kalau diingat Dave, kini sudah menginjak 63 tahun.

“bapak……” bisiknya dengan mata yang agak geram

Pria yang hanya bersamanya selama 10 tahun saja, kemudian meningalkannya hingga saat ini sudah mendekati 20 tahun lamanya mereka tidak berjumpa. Kemeja lush seragam sebuah koperasi angkutan kota menjadi seragam hariannya, termasuk di foto yang dia terima ini.

“ dia tinggal di Cengkareg….” imbuh Tante Uly

“masih tiap hari narik….”

Lalu

“bagaimana pun, dia adalah ayah kamu…. orangtua kamu sendiri…. “

Dave ingat omongan opungnya

“tidak ada bekas ayah dan bekas anak… dia tetap ayah kamu, sejahat apapun dia….”

Wajahnya memang masih dikenali Dave, meski terlihat lebih tua dari usianya saat ini. Tekanan kehidupan, pola hidup yang tidak berubah, memang membuat Mangara seperti sosok yang sama dengan sewaktu dia meninggalkan istri dan anaknya dulu.

Dia dibuat galau jadinya

Ada rasa penasaran, rasa ingin tahu, dan rasa ingin bertanya

Namun ada rasa benci dan sakit hati di sisi yang lain, mengingat penderitaan dia dan ibunya serta Iva semenjak ditinggalkan oleh sang ayah.

Semua ungkapan agar dia mengampuni

Ucapan bahkan dari pendeta untuk melupakan akar kepahitan

Ungkapan dari Opung yang mengatakan bahwa jika tidak ada kejadian itu, mungkin apa yang Dave capai sekarang tidak akan seperti ini. Meski Dave membantah ungkapan tersebut. Dia tidak ingin apa yang dia dan keluarganya capai sekarang lalu dijadikan pembenaran bagi ayahnya untuk meninggalkan mereka, dan jadi dasar untuk mereka bisa dengan gampangnya memaafkan ayahnya.

Ada hal yang ingin sebetulnya Dave tanyakan ke Mangara

Apa yang membuat dia sampai meninggalkan keluarganya?

Apa dia tidak terpikir untuk melihat anaknya? Istrinya?

Apa memang mereka sudah dia hapus dari isi hati dan kepalanya sebagai seorang ayah?

Matanya tajam sambil melihat ke seberang dari jendelanya, kondisi perkantoran Jakarta dan langitnya yang buram dengan polusi, seakan ikut mengaburkan isi hati Dave, isi hati seorang anak yang terluka akibat merasa diperlakukan dengan tidak adil oleh sang ayah, yang pergi meninggalkan mereka seolah tanpa merasa bersalah, dan malah kemudian menikah dengan wanita lain.



******************************

Kumandang adzan sholat ashar terdengar di sebuah perkampungan padat penduduk di kawasan Cengkareng.

Mobil fortuner yang dikemudikan Sadiman berjalan agak melambat, karena situasi jalan ramai dengan motor dan lalu lalang para penduduk setempat. Belum lagi bajaj dan sepeda motor, membuat jalannya harus lebih hati-hati.

Dave pernah dua kali ke daerah ini, meski dia bingung apa yang dia cari sebetulnya. Sebelumnya dia hanya lewat, berdua dengan Sadiman, dan pernah juga dia hanya sekali lewat sendirian.

Nanti lewatin perempatan yang kedua, belok kanan, 100 meter dari situ ada lapangan yang suka angkot-angkot ngetem, ada Lapo Tuak Sagalas namanya, rumah dia ngga jauh dari situ. Tapi dia suka nongkrong disitu.

Petunjuk dari sebuah Whatsapp untuk dirinya.

“ini perempatan yang kedua yah?”

“betul Pak…”

“belok kanan, Pak…”

Mobil bebrbelak ke arah kanan

Beberapa angkot berwarna merah dengan logo B 02, ditambah dengan angkot warna hijau jurusan Cikokol, terlihat terparkir di lapangan yang disebut dalam whatsapp itu.

“parkir sini aja Pak….” perintah Dave

Sadiman lalu berhenti di dekat parkiran angkot. Mereka sudah lebih dari 30 menit berputar putar entah apa yang dicari boss nya ini.

“bapak tunggu disini….” ujar Dave lagi

“siap Pak…”

Dave menengok ke kanan dan ke kiri

Matanya terpaku saat melihat ada tulisan Sagalas di sebuah warung makan. Ini sepertinya lapo tuak yang diceritakan di whatsapp tersebut.

Langkah Dave agak galau, namun akhirnya dipaksakan juga untuk berjalan kesana. Dia sengaja datang sendiri dan tidak memberitahukan ini ke ibunya dan adiknya Iva. Selesai meeting di Hilton Hill Cengkareng, akhirnya dia memutuskan datang ke tempat ini.

Suara orang tertawa sambil menikmati makanan dan minuman dalam dialek dan logat yang Dave hafal betul, membuatnya dengan hati-hati melangkah masuk.

3 orang sedang duduk di satu meja, dengan seragam yang khas, membuat Dave dengan mudah mengenali bahwa mereka ini adalah penarik angkot yang kebetulan sedang makan dan minum tuak di warung ini

“mau makan Bang….” tegur seorang ibu, sepertinya dia adalah pemilik warung ini.

“bo boleh Bu…”

“makan apa?”

“apa yang ada….”

“ada rica, panggang…..saksang…”

“Panggang aja….”

“nasi?”

“nasi satu… eh setengah deh…”

“oke….”

Lalu minumnya

“ada apa?”

“ada semua….” ujar ibu itu sambul tersenyum

“bir, tuak, badak, aqua…”

“aqua aja…”

“oke… duduk Bang…”

Dave sambil memandang sekeliling, dia berusaha bersikap biasa saja, meski tatapan dari mereka yang hadir di warung ini seperti agak bingung melihat Dave yang rapi dan dari penampilannya sangat berbeda dengan kebanyakan orang yang datang ke lapo seperti tuak ini.

Makanan Dave pun tiba.

Tiba-tiba seorang bapak yang sedang duduk berteriak dalam bahasa daerah, tepatnya bahasa batak, yang Dave mengerti sekali artinya, yang mengatakan bahwa pria rapi seperti dirinya mana mau minum tuak atau alkohol.

Dave tersenyum dalam hatinya

Tidak lama satu orang pergi dari mejanya, meninggalkan dua orang lain yang masih asyik bicara dengan intonasi khas anak Medan.

Dave sendiri sebetulnya tidak niat untuk makan, karena ada hal lain yang dia kejar dan dia tuju. Namun agar tidak menimbulkan pertanyaan, dia pesan nasi dan panggang, sambil matanya menjelajah sekeliling warung dan juga keluar.

Saat Dave ingin bertanya, dia dikagetkan dengan masuknya satu sosok dengan rambut ubanan, badannya agak gemuk, namun jalan agak sedikit tertatih.

Dan sewaktu dia mengangkat wajahnya, Dave terkesiap melihat wajah tua itu.

Wajah tua yang masih dikenalnya dengan baik……

“ nasi campur satu porsi….” teriaknya ke arah ibu pemilik warung

“ngga ada. Bayar dulu hutang kau, Hutasoit…..”

“nanti gampanglah…”

“ngga ada gampang-gampang…. “

Pria itu tertawa dan kawannya disamping juga ikut meledeknya

“inang Chelsi, gampang itu….”

“ngga ada….”

Dave yang sejak tadi terpana melihat orangtua itu, bingung harus berbuat apa.

“kasih aja Bu…..” ujar Dave tiba-tiba

Semua kaget mendnegar kata-kata Dave

“kasih saja…. saya traktir….”

Bapak tua itu kaget dan hanya menatap Dave sambil tersenyum bingung

“makasih amang…..”

Langsung disambar oleh pemilik warung

“beruntung kali nasib kau, Hutasoit…..”

“orang baik selalu ada yang tolong…..” cengengesan wajah bapak itu

“apanya kau yang baik……”

“ah sudahlah.. udah lapar aku ini….. kau masih saja merepek…”

“makasih kau sama abang ini…..”

“iya, sudah kubilang makasih tadi….”

Makanan pun dihidangkan

“segelas dulu lah….”

“apa pula kau ini… sudah beruntung dikasih makan masih minta segelas pula….” meradang ibu pemilik warung mendengar permintaan bapak ini.

“iya kau ini…. dikasih hati minta jantung…..” ujar kawannya disampingnya dalam bahasa batak namun dimengerti dengan baik oleh Dave

“kasih aja Bu….” ujar Dave lagi

“ah itu….”

Wanita itu kesal bukan main

“jangan semua diikutin, Bang….” ujarnya ke Dave “banyak hutangnya di warung ini….”

“ngga apa-apa Bu…..”

“itu kan.. mantap kali amang ini….. sukses selalu kau amang, karena baik sama orang….” ujar bapak itu lagi

“kau ada maunya aja bicara begitu….” ujar pemilik warung sambil

Mata Dave nanar melihat wajah bapak di depannya ini.

Wajah yang sekian tahun pergi meninggalkannya dan ibunya.

Wajah yang kini semakin menua dan terlihat kurang sehat akibat dimakan usia dan alkohol

Wajah yang….

“nih, ngga usah banyak-banyak, nanti dicakar kau sama inang Ica…..” wanita itu meletakan segelas tuak di mejanya. Ucapannya disambut tawa oleh teman-temannya.

Ica? Nama anaknya Ica?

“untung Marlon masih kecil, kalau sudah gede bisa ribut dia sama bapaknya….” ujar kawannya disampingnya yang disambut tawa lagi oleh mereka

“Ndalah, anak-anakku itu baik hati semua…” ujarnya sambil melahap makan

Anaknya dua berarti, Ica dan Marlon, sama seperti yang selama ini dia dengar dari tante dan omnya dia. Mereka bicara dengan bahasa Batak, namun Dave meski besar di Bogor, dia tahu dan mengerti bahasa ibunya itu

“dari mana kau amang?” tanya pria itu

“eh….”

“sinilah duduk sama kami….” ujarnya mengajak Dave untuk duduk semeja dengan mereka

Dave lalu berpindah, kini dia duduk berhadapan dengan pria yang sekian tahun menghilang itu, tanpa tahu siapa pria muda dihadapnnya ini.

“saya dari Pancoran Pak….”

“pancoran? Pasar minggu?”

Dave mengangguk

“oh… lagi ada urusan atau kerjaan?”

“ngga…. kebetulan lewat saja….”

Mereka tertawa pelan dan sambil menyelingi pembicaraan mereka dengan bahasa mereka sendiri

“marga apa kau?”

Dave tertawa dan memilih tidak menjawab

“bukan Halak hita dia…”

“tidak lah…. kalau sudah kesini biasanya…..”

Berdebat diantara mereka

“mau tau aja urusan orang….” ujar pemilik warung menghampiri mereka

“ngga usah didengar omongan mereka Bang….”

“ah, pasti dia ini halak hita……”

Masih saja berdebat mereka

Dave terdiam, dengan seksama dia melihat wajah tua itu. Dia tidak menyangka akan sedekat ini bisa melihat wajah pria yang sudah membuat dia hadir ke muka bumi ini. Meski pun sudah bertahun tahun tidak bertemu, namun Dave masih mengingat dengan jelas wajah yang di depannya ini.

Ada rasa marah

Rasa geram

Rasa benci

Dan juga rasa ingin tahu sebetulnya dalam hati Dave

Dulu rasanya benci sekali dengan pria ini, namun melihat wajah tua ini didepannya, Dave bagaikan jatuh kasihan, dengan usia yang setua ini, anak yang masih kecil, beban hidup yang berat yang dia pikul, memang wajar tubuhnya terlihat sakit-sakitan

“Bapak sendiri….. marga apa….” Tanya Dave lembut

“saya?” tanya dia

Dave mengangguk

“saya Hutasoit…..”

Meski sudah menduga, namun tetap saja Dave bagaikan dihantam godam dadanya

Dia masih melihat pria itu yang makan dengan lahapnya hingga selesai. Bibirnya masih menyisakan butir nasi yang kemudian disapu dengan tisu, lalu kembali dia menenggak sedikit tuak dari atas mejanya

“ anak bapak ada berapa?”

“saya?”

Dave tersenyum mengangguk

“saya ada dua….. “

Kaget Dave mendengarnya

“ yang besar kelas 2 SMA…. yang kecil SD kelas 6….”

Hati Dave bagaikan nelangsa mendengarnya. Dia dan adiknya pun seperti tidak pernah dianggap oleh ayahnya sendiri

“ halah, ngaku-ngaku dua…. yang di bogor tidak kau hitung…..” sergah sang wanita pemilik warung, yang sepertinya tahu sejarah hidup bapak ini.

Kawan-kawannya tertawa mendengarnya

Pria itu pun bingung sambil tertawa malu

“dia takut kalau inang Ica dengar…..”

Mereka tertawa meledek pria itu, sementara Dave berasa sangat sakit mendengar ucapan pria itu. Meski dia tahu bahwa inilah resiko yang dia harus terima saat datang kesini, namun tak pelak apa yang disampaikan oleh pria ini, sangat menyakiti hatinya

Dave berusaha tenang

“oh, ada anak bapak di Bogor?” tanyanya dia menahan emosi, meski bibirnya bergetar

Pria itu terdiam sesaat, sambil menundukkan wajahnya dia menjawab

“iya……”

Lalu

“pernah jumpa mereka, Pak?” ada getaran di bibir Dave saat menanyakan itu.

Hati Dave bagaikan berkecamuk, dia tahu itu pertanyaan bodoh yang harusnya dia tidak perlu tanya. Entah kenapa dia seperti dibuta ingin tahu apa yang ada di kepala bapak itu.

“eh…. kami sudah punya hidup masing-masing Mang…. mereka pun sudah punya hidup sendiri….”

Kedua temannya itu hanya diam mendengar kata-kata pria itu

“oh gitu…..”

Dia mengangguk pelan

“ngga rindu Bapak….??”

Diam

“ke anak-anak bapak?”

Masih diam

“minumlah Pak…. kalau kurang saya pesan lagi untuk bapak….” suara Dave kini agak sedikit bisa dia kuasai

“ yah, mau bagaimana…. kita sudah punya hidup masing-masing…. nanti juga kalau mereka sudah besar dan kalau mereka ingat… pastilah mereka akan datang…..”

Dave bingung melihat pria ini

“bapak ninggalin mereka dulu usia berapa….?”

“berapa yah…..” pria itu berusaha mengingat “ masih kecil lah…..”

Dave terdiam sesaat

“kasian yah…..”

“yah… begitulah, tapi sudah jalan hidup…… lagi pula mereka sekarang sudah berhasil semua”

Geram hati Dave mendengarnya. Berhasil dengan usaha mereka sendiri tanpa kehadiran sosok yang bernama ayah.

“hebat mereka berhasil tanpa ada kau…..” celetuk sang pemilik warung lagi.

“bapak ngga berusaha mencari anak-anak bapak?” kejar Dave lagi yang masih penasaran dengan apa yang jadi isi hati bapak itu.

“ Yah, mau sih… tapi apa nanti mereka mau terima saya…..”

Jawaban enteng seorang yang mulai mabuk

Dave menggelengkan kepalanya melihat kondisi pria ini

“begitu yah ternyata……” guman Dave namun terdengar di telinga pria itu

“ kita juga tidak mau meninggalkan mereka….. tapi sudahlah… mungkin jodoh saya dengan mamak mereka memang….”

“jodoh….??” tanya Dave dengan wajah serius

Hati Dave seketika menjadi gusar dan panas. Amarahnya bagaikan mendidih mendengar jawaban dan ucapan pria ini, yang masih tetap seperti tidak pernah ada tanggungjawab dan perhatian, bahkan mengingat pun tidak.

“bapak bilang jodoh hanya sampai disitu…..” suaranya yang berubah membuat semua yang disitu agak terkesima, meski mereka belum mengerti namun mereka terdiam semua

“enteng kali bapak bicara yah…..” suara Dave kini mulai bergelombang karena adanya emosi yang terlibat di dalamnya. Dia semakin sulit menahan dirinya melihat orang yang sekian lama dia benci, kini ada di depannya.

“ lalu bapak pernah berpikir tentang perasaan anak-anak yang bapak tinggalkan??”

Wajah pria itu kaget dan bibirnya komat kamit seketika saat Dave berkata seperti itu.

“apa bapak tahu bagaimana anak-anak bapak merindukan bapak pulang?? meski uang bapak hanya habis di meja judi dan dengan perempuan??”

Dada Mangara bagaikan dipukul seketika. Mabuknya yang mulai muncul bagaikan hilang mendengar ucapan anak muda ini. Kawannya yang duduk di sampingnya dan di samping Dave pun kaget mendengar ucapan Dave.

Matanya dengan membelalak saat melihat wajah di depannya yang menatapnya dengan tajam

“ sekian tahu tidak ada tanggung jawabnya sama sekali…..”

“ sekian tahun tidak perduli dengan anak dan istrinya, yang diingat hanya perempuan lain dan meja judi……”

Suara tinggi Dave seketika menyadarkan semua yang ada disitu, siapa anak muda ini.

“bapak bahkan tidak ingat nama dan wajah anak sendiri…….” raut wajah yang marah itu memerah dan matanya mulai bertelaga, karena ada emosi, amarah, sakit hati disana.

“harusnya aku ngga pernah kesini lagi…..”

Mangara ternganga dan terpaku

“ hanya untuk melihat sosok yang tidak ada berubahnya sama sekali…..”

“setidaknya saya bisa lihat bapak lagi setelah sekian tahun menghilang tanpa ada berita sama sekali…..”

Dave berdiri dengan dinginnya.

Dia membuka dompetnya, mengeluarkan uang 300 ribuan dan meletakkan di meja untuk membayar makan mereka semua

“buat yang saya makan dan bapak-bapak ini, Bu…” ujar Dave ke ibu pemilik warung yang hanya terpana dan bengong melihat Dave.

Lalu dia kembali menatap Mangara yang masih tidak mampu berbicara apa-apa.

“aku setidak bisa senang melihat bapak hari ini……. “

Lalu dengan dingin dia berucap

“ terima kasih sudah membawa saya dan Iva ke dunia……”

Dia mengeluarkan amplop dari dalam kantongnya, lalu meletakkan di depan Mangara

“ setelah ini, aku tidak akan pernah menemui bapak lagi…….”

Mangara kaget bukan kepalang shocknya. Dia tidak menyangka jika yang ada di depannya ini adalah sosok yang dulu suka digendongnya, dia ajaknya main ke pangkalan angkot saat dia masih kecil.

“David…….” tangannya berusaha menggapai tangan Dave, namun ditepis oleh Dave

“anggap aja ini bayaran saya sebagai jasa bapak sudah membuat saya lahir dimuka bumi ini….” suaranya dingin dan langsung berlalu

“david…..” teriak Mangara

Semua kaget mendengar dan melihat adegan itu. Mereka seketika tahu siapa pria ganteng dan rapi itu, yang tiba-tiba datang di warung ini.

Dave segera berlalu keluar dari warung, dan saat dia keluar dia sempat melihat ayahnya berusaha mengejarnya.

“ayah…..” terdengar teriakan anak kecil yang digandeng ibunya yang muncul berlawanan arah dengan arah Dave keluar, namun Mangara bagaikan tidak perduli dengan teriakan anaknya Marlon, dia malah mengejar Dave dengan langkah tertatih.

Mangara lupa dengan sakit lutut akibat asam uratnya

Dia juga sudah hilang mabuknya

Dia kaget dengan perjumpaannnya dengan anaknya David, yang sudah 20 tahun lebih tidak dia temui.

Mangara berusaha mengejar Dave yang sudah membuka pintu mobilnya yang terparkir tidak jauh dari warung lapo tuak tadi.

“jalan Pak…..” ujarnya ke Sadiman saat dia masuk dan duduk di kursi belakang

Mangara nampak mengetok pintu mobilnya Dave, berusaha untuk menahan langkah anaknya.

“david…. anakkku…..”

Namun Dave tetap dingin

“jalan Pak… “suaranya agak kencang kini

“siap Pak….”

Dengan cepat Sadiman kemudian memacu mobilnya meninggalkan tempat itu dan masih dia lihat bapak yang tadi berusaha mengejar dari belakang, sambil berteriak memanggil nama bossnya, dan tetap mengejar mobil mereka yang berlalu dari kawasan pemukiman itu.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd