Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

Bimabet
Gek ndang update suhu, kesuen tak bom iki :bata:

Wkwkwkw guyon guyon :p :D
 
Kapan update lagi suhu. Slalu di hati ku tunggu ceritamu suhu
 
:ngupil: itu napa pada nyamperin kesini sih...
Lg nyari bahan inspirasi soalnya...

*mode ngeles ON
 
:ngupil: itu napa pada nyamperin kesini sih...
Lg nyari bahan inspirasi soalnya...

*mode ngeles ON

dah balik ngetik lagi, di sini juga pada nunggu yg punya lapak........
 
Waishhhh...mantap suhu DH..super boobs smua ini pemain cewe'nya.
Aku suka..aku suka.
Bakat kita emang beda...tapi..selera kita sama suhu.
Hidup Super Boobs...
 
Lanjut donk suhu...
cerita zero to hero memang asyik tuk d nikmati..
jgn lama2 apdetnya suhu
 
“Besok minggu lanjutin buat tugasnya ya ar...” ucap Winda selepas kuliah selesai, temanku yang lainnya ke kantin untuk makan sedangkan aku duduk dikelas dan Winda menghampiriku

“I.. iya wind...” ucapku

“Bagaimana kalau gue ke kosmu saja? oia, gue belum punya kontak kamu. Pin kamu berapa?” ucap Winda

“Nd.. ndak usah, aku kekos kamu saja wind...”

“A.. aku ndak punya PIN wind, adanya nomor hape” ucapku, sambil merogoh saku dan memperlihatkan hapeku

“Yaelah jadul banget, kamu mau gak pakai sematpon lamaku? Ada tuh di kos” ucapnya,

“Ka.. Katanya harus konek internet sematponnya” balasku

“Ya iyalah, beli paket data dong” ucap Winda

“Nd.. Ndak win makasih, makan saja masih susah kok wind” ucapku

“Hi hi hi... lu itu lucu ya, oia lu suka dengerin musik ya? musik barat? Genre rock dan metal ya? klasik kan?” ucap Winda membuatku terkejut bagaimana bisa dia tahu semuanya

“I.. iya, kok tahu...” ucapku

“Kemarin lu browsing lirik sama kort lagu, gak lu tutup jadi pas gue buka laptop jadi tahu deh... lu aneh ya, culun tapi suka lagu keras...” ucapnya, mati aku...

“Cu.. Cuma pegen tahu saja wind...” jawabku sekenanya

“Ya udah mana nomor kamu, aku catat...” ucap Winda

Setelahnya aku memberikan nomor hape ke Winda dan kemudian Winda mengirimkan pesan.

“Itu di save ya, aku mau kekantin dulu. Ikut ndak?” ucap Winda, aku menggeleng

“Okay...” ucap Winda lalu pergi

Setelah percakapan sesaat dengan Winda, dia kemudian pergi. Aku sendiri di dalam uang kelas kuliahku. Hawa terlalu dingin, membuatku, argh.. kebelet pipis!. Sebenarnya ini kelas apa kulkas, Cuma itu yang ada dipikiranku. Aku segera lari ke kamar kecil, dan sial ketika aku masuk ke kamar mandi lelaki. Ruangannya luas, ada putih-putih menggantung dan berbentuk seperti mangkok tapi panjang dari atas ke bawah. Tidak ada bak mandi, tidak ada gayung. Aku celingukan ke kanan dan kekiri, ada tiga buah pintu dan coba aku buka. Aku tambah bingung lagi, sebuah kotak putih terus didepannya ada tempat duduknya tapi ada ember berisi air dan gayung.

“Haduh gimana ini? kencing dimana?” bathinku

Kleeek...

Suara pintu terbuka, masuk seorang bapak-bapak, dan tampak heran melihatku.

“Ada apa mas? Kok kaya orang bingung?” ucap seorang bapak-bapak membawa lap pel

“Eh ini pak anu, saya kan orang desa. Ini mau buang air kecil, dimana pak?” ucapku polos

“Lha disitu kan bisa mas?” ucap bapak itu sembari menunjuk benda panjang putih yang menggantung

“He?? gimana caranya pak?” ucapku

“Walah benar-benar ndeso kamu mas, ini gini...” ucapnya sembari memperagakan cara buang air kecil

“Nah ceboknya seperti ini...” ucapnya

“Owh... ya pak” ucapku, langsung kupraktekan, ilmu itu sekali didapat langsung dipraktekan pertanda kita akan menjadi anak yang pintar. Pintar semprul, Cuma buang air kecil dibilang ilmu. Setelah selesai...

“Pak, lha itu yang didalam kamar mandi, apa itu namanya?” ucapku

“Walah mas... mas... ini gini” ucapnya mempraktekan buang air besar

“Ceboknya pakai air di ember ini saja mas...” ucap bapaknya

“Mau praktek ndak?” ucap bapaknya

“Ndak pak, Cuma pengen tahu... makasih ya pak” ucapku. Edan apa mau praktek buang air besar sambil dilihat bapaknya, hiii.

“Iya sama-sama... masnya itu aneh plus lucu, emang didesa gak ada ya mas?” ucap bapaknya

“Ndak ada pak, jongkok pak lebih enak, lebih sehat katanya pak” ucapku

“Iya bener, sambil jongkok lebih sehat. Rumah bapak ada kaya gini saja, bapak lebih milih nangkring di atasnya” ucap bapaknya

“Lho bisa pak? Kuat dudukannya?” ucapku

“Kuat mas, tapi hati-hati” ucap bapaknya

“Iya pak...saya tak kembali ke kelas dulu” ucapku, berjalan keluar kamar mandi

Sambi berjalan membungkuk aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Banyak yang tertawa geli melihat tingkahku. Kadang pula mereka malah menertawakanku, tapi aku tidak memperdulikannya dan tetap berjalan sampai ke kelas. Tiba-tiba saja aku teringat, kenapa tadi pas sama bapaknya yang ada didalam kamar mandi, aku malah tidak akting culun. Aduh!

“Arta! Dicariin kemana saja sih?” ucap Desy, tepat ketika melihatku masuk kedalam kelas. Dia duduk di bangku disebelah bangku yang aku tempati.

“Ha.. habis dari kamar mandi” ucapku, menunduk, berjalan menuju ke arahnya

“Cepetan sini ajari aku ini nih, masih bingung” ucapnya

“I.. iya...” ucapku, aku duduk sembari memandang ke meja yang menyatu dengan bangku

“Ini faktor-faktor yang memperngaruhi kesetimbangan sama ini nih, materi mata kuliah yang satunya. Reaksi penggaraman... dulu SMA aku tidak pernah dikasih” ucap Desy, untung saja dulu guruku memberiku catatan kecil mengenai reaksi penggaraman

“I.. iya... ini begini...” aku kemudian menjelaskan satu persatu faktor-faktornya, di meja Desy yang disebelahku.

“ba.. bagaimana Des? Paham?” ucapku

“Iya paham, reaksi penggaramannya?” ucap Desy

Aku kembali menjelaskannya lagi, kadang aku merasa aneh karena Desy terkadang melihatku bukan melihat tulisanku. Kadang aku merasa salah tingkah sendiri dengan caranya menatapku. Setelah selesai menjelaskan kepadanya.

“Hmmm... ar...” ucap Desy, dengan satu tangannya menyangga dagunya. Dia memandangku dengan mata indah bulatnya itu.

“I.. iya...” balasku, masih menunduk tak berani aku memandangnya terlalu lama

“Kamu bener Arta? Kok kaya orang lain ya? hi hi” aku menjadi sangat kebingungan ketika Desy mengatakan hal itu

“Kamu ngrokok?” ucap Desy, pertanyaannya mengejar

“Endak kok endak...” ucapku, sembari menggelengkan kepala, memberi penegasan atas jawabanku

“Jangan bohong, tadi waktu kamu gak ada disini aku iseng buka tas kamu. tuh ada kotak gambar tengkorak, sama kaya punya ayahku” ucap Desy. Aku tidak berkutik dan hanya diam.

“Kamu tahu gak? aneh melihat seorang lelaki seperti kamu merokok” ucap Desy

“I.. itu rokok temanku...” ucapku

“Beneran? Tapi gak papa kok, temanku juga ada yang seperti kamu, merokok juga” ucapnya

“Aku ndak merokok des” ucapku, mengelak

“Hi hi... iya deh... rokok teman kamu hi hi hi” ucap Desy

“Makasih ya, oia nomor kamu berapa? katanya kamu gak ada pin ya? ntar kalau aku mau tanya sms kamu, gak papa kan?” ucapnya

“i.. iya...” ucapku smebari memberinya nomor hapeku

Beberapa saat kemudian, kelas dipenuhi keluargaku lagi. Keluarga baru ya mungkin itu nama yang pantas untuk sahabat-sahabatku. Kuliah telah selesai dan aku kembali ke habitatku. Hari-hari aku lalui dengan biasa, dan santai saja. Dan lebih sering aku belajar di dalam kamar, begitu pula dengan Samo dan Justi mereka lebih sering belajar. Maklumlah baru masuk kuliah untuk pertama kali, giat-giatnya belajar.

Pada hari kelima setelah pulang kuliah, aku langsung ambruk di kasur karena kelelahan. Hari kelima dipenuhi dengan praktikum di laboratorium. Lelah sekali, dan tertidur hingga menjelang maghrib.

Tit tit tu tu ti tut. Bayangkan itu suara jam power ranger yang dipanggil alpha 5. Sms.

From : Winda
Ar, minggu jangan lupa ya?

(yaelah baru saja jumat, sudah mengingatkan)

To : Winda
Iya wind

From : Winda
Oia, kata Dini kamu bisa mengartikan nama ya?
Artiin namaku dong, dari dulu aku ndak ngerti namaku,
Winda shirina ardeliana

Kriiing kriiing kriiing bunyi telepon... belum sempat aku membalas smsnya

“Apa artinya ar?”

“Eh anu sebentar...”

“Cepetaaaaan...”

“I i iya... Winda dalam bahasa luar ada yang mengatakan artinya adalah pemburu tapi kalau dlihat dari arti kata setelahnya, Winda memeliki arti kata cantik, tapi yang lebih pas itu adalah Winda adalah angin kalau dari nama setelahnya. Terus kalau Shirina berasal dari bahasa sansekerta, adalah hangat dan ardeliana diambil dari kata ardelia dalam bahasa arab adalah hangat. Jadi nama kamu artinya angin malam yang menghangatkan” ucapku

“Uuuh so sweeeet... pinter banget kamu arya, makasih ya... lagi apa?” (kenapa malah diajak ngobrol)

“La lagi tiduran, mau mandi...” ucapku

“Ya udah Arta pinter mandi dulu ya, biar tambah ganteng hi hi hi”

“Egh, makasih...”

“Daaaaaaaaah....” tuuut

Hufth untung saja dia tidak ada di kontrakanku. Bisa jadi bubar semuanya. Ditambah lagi, dandananku belum kelihatan seperti aku di kampus. Segera aku mandi dan berkumpul dengan Samo dan juga Justi.

“Besok sabtu aku sama Justi ada acara dikampus, nginep bro... suruh jadi perlengkapan, gotong-gotong apalah, biasalah acara jurusan” ucap Samo, yang duduk dengan rokok di tangan kanannya

“Nginep? Wah bahaya kalian mau kikuk-kikuk bareng apa?” ucapku, sembari duduk dan meraih bungkusan rokok samo

“Kaya tahu aja kamu kikuk-kikuk? Makanya tuh burung jangan dikurung terus masukin kesangkar yang sebenarnya” ucap Samo, mendorong bahuku, aku hanya tersenyum sembari menyulut rokok

“Ah, matamu su!” ucapku, dari ketiga orang ini aku masih perjaka sendiri

“Ha ha... makanya ha ha ha....” ucap Samo tertawa

“Lho emang Arta punya burung? Dia kan ndak pelihara sam? Terus sangkar gimana sam?” ucap Justi, kepalanya maju, melongok ke arah kami. Benar-benar, guoblok ini orang, tapi dia sahabatku

“Mending kamu ndak usah ngomong jus, marahi budrek! (bikin pusing!)” ucap Samo

“Ha ha ha... woi jus, burung kakak tua hinggap di jendela nenek sudah tua ha ha ha” candaku

“Asu... aku orang mudeng tenan ndes (anjing aku ndak mudeng beneran ndes)” ucap Justi, kami makin tertawa terbahak-bahak

Sabtu pagi aku sudah sendirian didalam kontrakan, tak keluar kontrakan tapi ternyata rokok habis. Mau menghubungi juga menghubungi siapa? Ndak ada teman buat cerita-cerita, Dini, Dina ah males... Winda, digampar sama pacarnya... Desy? Ancur dah, malah bukan cerita, adanya cuma tanya masalah kuliah.

Aku keluar menuju warung yang biasanya aku datangi dengan dandanan culunku. Berbincang sedikit dengan penjaga warung, lepas beberapa menit aku mengakhiri obrolanku. Beberapa langkah aku dari warung, suara teriakan dari belakangku.

“WOI CULUN!” teriak seorang lelaki, aku menengok kebelakang. Mati aku...

“A.. ada apa bang?” ucapku, melihat tiga orang yang kemarin aku hajar juga bersama lelaki itu. Jumlah mereka lebih dari 30 orang dan tak mungkin aku melawan mereka.

“Elu ya yang hajar, teman-temanku” aku terperanjat

“Kenalin gue Jali, biasa dipanggil bang jali. Elu berani sama anak buah gue berarti lu cari mati! Dan sekarang bakal gue jadiin elu daging cincang...” ucap bang jali

“Maaf bang kemarin itu anu bang...” ucapku, walau terpojok bukan berarti aku harus takut tapi ya tetap takut

“Bro... hajar dia!” ucap bang jali dan segerombolan orang berjalan ke arahku

“STOP!” dengan sedikit ketakutan aku menghentikan mereka

“Kalau kamu memang laki-laki, hadapi aku satu lawan satu bukan keroyokan seperti ini!” ucapku dengan nada sedikit keras, posisi seperti ini aku pasti akan mati kalau mereka main keroyok

“Ada nyali juga lu” ucap bang jali

“Hajar rame-rame saja bang!” ucap pepeng

“Diem lu, kalau lu berani maju dulu sana!” ucap bang jali ke pepeng tapi pepeng langsung mengkerut

“Okay, one by one... lu menang, lu boleh pergi... lu kalah, lu harus jadi anjing peliaraan gue!” teriak bang jali

Mau tidak mau aku melepas kacamata culunku, maju dan berhadapan dengan bang jali. Kuda-kuda dan... sebuah pukulan melayang ke arahku dan dapat aku hindari. Ku balas dengan pukulan megarah ke perutnya tapi dia dapar menangkisnya. Dilihat ari kuda-kudanya dia memang benar-benar ahli bela diri. Setiap puukulanku dan pukulannya bisa saling kami tangkis. Hingga sebuah tendangan dan tendangannya mendarat diperut kami masing-masing. Bang jali terjungkal kebelakang, sedangakan aku masih bisa menahan tubuhku untuk tetap berdiri.

Bang jali kemudian berdiri, dan langsung aku memberikannya serangan. Perut yang sakit, membuat dia sedikit memegang perutnya. Pertahanananya menjadi sangat lemah, dan sangat bisa aku lumpuhkan. Pukulanku pada wajahnya mengenai telak, ketika kedua tangannya secara tak sadar memegang wajahnya yang baru saja ku pukul. Perutnya langsung aku serang dengan tendangan. Pertarungan berlangsung lama, apalagi sebelum bang jali terjatuh. Kini aku dapat melancarkan tendangan dan pukulan secara bertubi-tubi, membuat bang jali lemas. Hingga sebuah tendangan mengarah pada perutnya dan dia terjungkal kebelakang.

“Argh....! sialan” rintih bang jali yang sebelumnya menerima banyak pukulan dan tendanganku. Tubuhnya layu dan hanya bisa merintih sakit.

“Bang jali... sialan lu berani sekali lu!” ucap seorang dari mereka, tapi kulihat kaki mereka gemetar

“Serang saja bareng-bareng!” teriak topan

“BERHENTI!” teriak seseorang dari belakang mereka

Aku terkejut, seketika semua orang berada disana diam dan melihat kearah belakang. Sebuah mobil hitam panjang, aku pernah melihatnya di sebuah permainan game tapi aku lupa namanya. Laki-laki berkaca mata hitam dan tegap, telah berdiri disamping pintu mobil yang terbuka.

Laki-laki yang benar-benar formal, pakainnya sangat elegan. Ketika dia melangkah, kerumunan orang mulai terpcah, bak laut yang terbelah. Dia melangkah dan mendekati bang jali. Berbicara sebentar dan kemudian melepas jasnya, tubuhnya kekar dengan tinggi hampir sama denganku. Bajunya dilepas dan berjalan ke arahku.

“Aku lawanmu...” ucapnya, bahasanya datar dan formal... aku terkejut seketika itu

“Jika kamu menang, kamu mendapatkan segalanya...” ucapnya

Baru saja aku mendengar ucapanya, dia sudah melompat kearahku. Sebuah tendangan mendat di dadaku. Aku langsung jatuh kebelakang, dan terjungkal. Langsung aku berdiri tapi sebuah tendangan dari samping kepalaku membuatku terdorong kesamping dan kembali terjatuh. Aku bangkit, sebuah tendangan kembali mengarah ke arahku dan kutahan dengan kedua tanganku menyilang didada. Mataku... fokus.... melihat semua gerakan cepatnya... dia bergerak ala bruce lee... kadang seorang taekwondo seperti hwoarang... kadang pula diamnya seperti jet lee...

Aku berdiri dengan mata tetap fokus, kembali sebuah serangan datang. Hanya bisa menahan serangan-serangannya. Tubuhku semakin mundur dan mundur, membuatku dapat mencari celah gerakannya. Menghafalkan setiap gerakan mautnya, dan seketika aku mulai menyerang. Pukulan demi pukulan aku layangkan, kadang aku merunduk dan memberikan tendangan menyapu untuk menjatuhkannya. Tapi dia benar-benar sangat hebat, hingga...

Dia berlari dan melompat kearahku, sebuah celah... aku merunduk... menggeser kaki kananku ke depan... aku tepat berada dibawahnya. Ketika tubuhnya sudah berada di tanah aku memeluk perutnya dari belakang, langsung aku ayunkan dengan gaya kayang. Kubanting tubuhnya... aku bergerak mundur setelah serangan itu, begitu dia berdiri aku melancarkan seranganku, sebuah pukulan telak pada wajahnya dan dia memberikan counter attack pada wajahku. Kini setiap serangan tak ada lagi pertahanan, yang ada hanya siapa yang dapat bertahan.

Hingga kami sama-sama terjungkal ke belakang bersama-sama. Masing-masing dari kami... bangkit... berlari... melompat... menendang.... tendangannya tepat di perutku, tendanganku pula tepat di perutnya. Sama-sama terjatuh...

Deg...

Deg...

Deg...

Amarahku memabakar, bunuh... bunuh.... aku melihatnya duduk dan memandangku dengan senyuman, aku merunduk dengan kaki tertekuk. Melihatnya serti melihat seekor mangsa...

“Sudah cukup!” ucapnya keras, sesaat itu hilang amarahku. Dia menghampiriku dan mengulurkan tangan

“Jadilah saudara kami” ucapnya, wajahnya tersenyum kepadaku

“Eh...” aku bingung dengan ucapannya

“Hei jali... dia sekarang partner kamu...” teriaknya ke arah bang jali

“Jangan seenaknya memasukan aku dalam kelompok kalian! Aku disini hanya ingin kuliah!” teriakku, orang yang baru saja berkelahi denganku menatapku datar dan kemudian tersenyum kembali. Bang jali bangkit dan berdiri di dekat orang itu

“Namaku Raga...” ucapnya pelan dan datar

“Kelompok? Kami bukan kelompok, kami semua kelarga disini. Partner adalah saudara, saudara adalah keluarga, bukan begitu?” ucapnya, melangkah dan mengulurkan tangan ke arahku

“Ta.. tapi...” ucapku, diam sejenak tangan itu masih didepanku

“Tenang... kita bukan sebuah kelompok yang kamu pikirkan, kita adalah keluarga, saling membantu dan saling menolong. Bukan pula kumpulan orang-orang yang suka memeras, mengintimidasi. Kalau kemarin ada beberap dari kami melakukan kesalahan, maafkan”

“Tujuan kami satu, membentuk sebuah keluarga yang utuh, dan saling menopang satu sama lain. Adanya kamu disini bukan sebagai pentolan atau apalah, disini kamu adalah partner Jali, yang akan memantau keluarga yang lainnya. Agar tidak ribut-ribut tentunya” senyumnya menenangkan, kalem, itulah Raga. Penuh dengan wibawanya. Raga kemudian berjongkok dan tetap mengulurkan tangan

“Mereka semua bekerja agar mereka sadar kebutuhan mereka, dan kami mengoordinasi mereka. Tenang saja, dan maaf jika kemarin ada yang semena-mena... mungkin karena mereka sedang dalam masalah... bergabunglah... di keluarga kami” ucapnya

Aku meraih tangannya...

“Aku Arta, maaf jika kemarin aku.. tentang teman-temanmu. Karena memang aku disini untuk kuliah bukan untuk mencari masalah, aku terbawa suasana karena... aku berusaha untuk hemat...” ucapku polos, sambil berdiri

“Hmm... Arta...kelihatannya aku pernah mendengar nama itu tapi dimana. Maaf jika kemarin ada yang kasar denganmu, mungkin mereka sedang ada masalah dan aku harap kamu bisa membantu jali menyelesaikan masalah mereka”

“Kamu sekarang menjadi keluarga kami” lanjutnya, aku berdiri dengan tangan berjabat dengannya.

“Hei kalian semua sudah melihat bukan, ini saudara kita, saudara harus dilindungi dan harus saling menghormati...” semua orang semula tegang menjadi tersenyum, aku menjadi sedikit kebingungan.

“Pepeng! Topan! Jono! Lebih bersabar dan jangan buat ribut lagi” ucap mas Raga

“I... iya kak, maaf” ucap mereka tersenyum secara bersama-sama

“Mas aku malah menjadi bingung dengan ucapanmu” ucapku

“Sudaaah, tenang saja... okay, you are my family” ucap mas Raga

Sebuah keluarga yang baru lagi bagiku, hanya ada satu keluarga di kota ini, mungkin. Dari cerita bang jali dulu banyak sekali kelompok preman disini tapi dengan datangnya seseorang 40 tahun yang lalu. Semua melebur menjadi satu, keluarga ini kemudian menjadikan para preman-preman bekerja agar mengerti bahwa hidup bukan untuk berfoya-foya. Tapi kalau satu orang memiliki masalah bisa saja satu kota datang, bangunan bisa menjadi tanah.

“Oia nama lengkap kamu?” ucap raga

“Arrta, Arta Byantara Agasthya” ucapku

“Baiklah, sekarang kamu menjadi keluarga kami. jika ada apa-apa datang saja ketempatku, kami juga memiliki perusahaan, ada beberapa menguliahkan mereka agar bisa bekerja di perusahaan. Kami juga membuka lapangan kerja buat mereka semua, tapi ingat sekalipun kami sudah membuat mereka bekerja tetap saja mereka liar... jadi sekali lagi kami membutuhkanmu sebagai orang yang bersabar” ucap raga

Sabar? Aku menunduk...

“Cobalah...” ucapnya

Tempat yang semula penuh dengan kerumunan menjadi sepi, semua orang bubar dan satu persatu memanggil namaku. Kini aku ditemani bang jali, merokok berdua dan duduk di bangku dekat dengan pedagang rokok.

“Kamu hebat ternyata... jujur saja gue kalah” ucapnya

“Ja.. jangan begitu bang... maaf...” ucapku

“Ha ha... woi ngapain lu minta maaf segala ha ha ha... baru kali ini gue lihat ada orang jago kelahi minta maaf ha ha ha ha... sudah bro... semua sudah hilang, lu orang kedua yang meminta maaf kepadaku setelah Raga ha ha ha ha...” ucapnya tertawa

“Haaaah... sebenarnya gue juga gak ingin kelahi lagi, sudah capek, cuma gara-gara mereka bertiga, gue kumpulin semua. Mereka bertiga sering buat masalah, jadi lu harus nasehati mereka ya bro” ucapnya sambil memukul bahuku

“Aduh bang...” ucapku

“Sudah, namanya juga keluarga bro...” balasnya, sembari merangkul pundakku

“Aku bukan orang yang sabar...” ucapku, aku menunduk

“Sama... tapi semenjak aku bertemu raga... semuanya berubah” ucap bang jali

“Dia menawariku sebuah keluarga, yang selama ini hilang dariku... lu tahu ar... gue seneng banget bisa ketemu lu... gue harap lu bisa jadi diri lu sendiri, jangan dandan culun kaya orang bloon kaya gini” ucap bang jali

“Gue tahu maksud lu pakai pakaian culun kaya gini, karena dulu ada seorang laki-laki yang berdandan kaya orang gila, semua orang meremehkannya tapi ya itu tu... kaya lu, sekali berantem hancur semuanya... jadi selain lu jadi diri sendiri lu harus sabar!” ucapnya tegas, tangan yang merangkulku dengan kuat menarik tubuhku merapat ke tubuhnya

“Eh... i.. iya bang” balasku menuduk, sebuah rangkulan dari bang jali dan tawa kerasnya seakan ingin memecahkan gendang telingaku.




-----​

“Sudah dibilangin gak usah kelahi lagi, mas raga itu, huh!” ucap istri manisku yang berkerudung ini. mobil limosin bergerak melaju dengan tenang.

“Jangan marah sayang...” ucapku, mencoba merayu istriku tercinta

“Bos, kenapa tidak bos hancurkan saja tadi anak itu” ucap asisten I-ku

“Hm hm...” tawa gumamku

“Kamu tidak lihat tadi?” lanjutku, menanyakan kondisi perkelahian tadi kepada dua asistenku

“Lihat bos, dan kelihatannya bos senang tadi setelah lama tidak berkelahi karena hanya latihan saja. Dan kemampuan bos sangat diatas rata-rata” ucap asisten II-ku

“Sebenarnya bukan kesenangan, walau aku merasa senang bisa melakukannya lagi” Aku memandang mereka dengan wajah tersenyumku

“Kamu tidak lihat jali habis di tangan Arta?” ucapku, dan mereka semua terkejut begitu pula istriku

“Jali...”

“Petarung paling hebat dikota ini yang bisa menandingiku. Bahkan guru beladiri sekota mengakui jali” ucapku, tiga orang disana menjadi diam termasuk istriku

“Maksud mas?” ucap istriku

“Jika tadi dilanjutkan...”

“Aku yang mati...” ucapku, dan semua terkejut

“Mas! Ngomong jangan sembarangan mas! Huh!” bentak istriku, aku hanya memandangnya dengan senyum di bibirku. Aku cubit pipinya, dan dia membuang muka.

“Ti.. tidak mungkin bos” ucap asisten I-ku, sedikit tercengang, aku menoleh ke arah mereka

“Lihat mata bocah itu... mata itu seperti matanya...”

“Aku sadar ketika melihat mata itu, mata seorang yang tidak ingin kalah, mata seorang pelindung... tadi jali cerita saat aku mendatanginya, kalau dia itu anak culun... sama kan?” ucapku dan mereka bertiga tercengang

“Sama kan dengannya? Selalu memakai dandanan yang membuat semua orang meremehkannya tapi lihat, karenanya juga terbentuk keluarga ini” ucapku

“Mata itu... Mata seekor elang yang berhadapan dengan ribuan ular... mata itu mata yang penuh amarah ketika ada yang disayanginya dalam bahaya... mata itu sama persis dengan... matanya...” ucapku, semua terdiam

Aku rebahkan kepalaku di paha istriku, langsung tangannya mengelus kepalaku. Kami berpandangan, mesra, matanya tampak khawatir, menatapku. Aku colek hidungnya dengan jari telunjuk kananku. Setelah senyum itu terlukis di bibirnya, aku memejamkan mataku.

Kakek, kini aku bisa melihat matamu kembali setelah 5 tahun meninggalkan keluarga besar ini. Arta, Arta Byantara Agasthya... aku pernah mendengar namamu. Tidak salah lagi, nama yang pernah aku dengar, nama yang pernah disebutkan oleh seseorang kepadaku, itu adalah kamu. Tidak salah lagi, Arta.

oOo​

Tuuut tuuut tuuuut...

“Halo disni kempo”

“Halo kempo?”

“Ini siapa?”

“Masa kamu lupa dengan suaraku”

“Ah, Raga! Apa kabar?”

“Ha ha ha ingat juga kamu! Dasar kunyuk sialan! Aku baik, gimana denganmu?”

“Baik juga, ada apa ini tumben hubungi aku?”

“Kangen kamu bro... “

“Ndak mungkinlah Cuma kangen ha ha ha”

“Ha ha ha kamu tahu saja... hei, mpo”

“Hmmm ada apa?”

“Datanglah ke kota, kami butuh kamu?”

“Kamu ini masih saja membujukku untuk datang ke kotamu”

“Ayolah... kami butuh orang yang bisa menstabilkan keadaan”

“Tidak..”

“Ayolah, hanya kamu yang kuat dan kamu lebih kuat dariku”

“Ha ha ha ha...”

“Malah ketawa...”

“Ha, raga... aku bukan terkuat aku sudah pernah kalah dan hampir mati”

“Ha ha ha dasar! kalau bohong jangan kelewatan kamu!”

“Potong tanganku jika aku berbohong”

(sejenak aku terhenyak mendengar kata-kata kempo yang datar)

“Aku tidak percaya” suaraku mulai menjadi datar, karena dari suaranya tampak dia sangat serius

“Silahkan tapi aku mengatakan sebenarnya, kamu masih ingat kakekmu?”

“Jelas aku selalu ingat”

“Kakek dan kamu pernah ke kotaku. Dan dia pernah membabat habis semua preman disini. Dia juga yang mengajariku beladiri bersamamu. Aku disini selalu mencoba seperti beliau, ternyata aku masih sering terbawa emosi dan malah menjadi seorang preman, tidak seperti mu. Hingga akhirnya aku disadarkan oleh seorang bocah, tatapan matanya... ketika dia berteriak... ketika dia marah... sama dengan kakek bahkan lebih. Jika saja waktu itu tidak ada nenek yang meneriakkinya, mungkin kamu sudah tidak akan mendengar suaraku lagi”

“Eh... apa benar yang kamu katakan?”

“Namanya Arta, hanya itu yang aku tahu. Aku pernah mendatanginya dan mencoba bersahabat dengannya, dan tidak pernah tahu nama lengkapnya. Tapi yang jelas, dia seperti kakek...”

“Jangan bercanda...”

“Mungkin mulai sekarang kamu harus sering berputar-putar mencarinya”

“Kamu bohong”

“Ingat saja namanya, Arta...”

“Haaaash... baiklah, aku akan mencarinya dan mencobanya”

“Jangan, kamu bisa mati”

“Tak ada yang tahu api itu panas jika kita tidak menyentuhnya”

“Terserah, aku tidak menyarankan”

“Aku pasti menang”

“Kabari aku kalau kamu menang”

“Kamu ragu denganku”

“Aku yakin kemampuanmu sudah berada diatasku karena jujur aku sudah tidak pernah berlatih. Tapi untuk anak itu, aku tidak menjamin keselamatanmu”

“Akan aku kabari nanti”

“Ya...”

oOo

Ingatanku kembali ke percakapan dengan kempo. Nama yang sama dengan diucapkan oleh kempo. Seorang sahabat dan juga murid kakek, dia selalu berada diatasku tapi dia bak seorang kakak bagiku. Kempo, benar apa katamu... aku kalah. Aku membuka mataku, ku ambil sematpon dan ku kirim sms ke padanya, kempo.

To : Kempo
Aku kalah

From : Kempo
Kamu menemukannya?
Jaga dia...

To : Kempo
Pasti, datanglah ke kota kapan-kapan

From : Kempo
Aku usahakan

To : Kempo
Terima kasih kakak

From : Kempo
Ha ha ha ha..
jangan cengeng ya ha ha ha

Aku tersenyum mlihat pesan terakhirnya. Kamu yang selalu melindungiku kempo, bahkan kau perlakukan aku seperti adik kecilmu, kamu memang benar-benar seperti kakak lelakiku. Seakan-akan dalam hidupku aku memiliki dua orang kakak.
 
ijin buka lapak :ngeteh:
monggo suhu

yang penting enak jalan critanya
ngresep di hati :D

terima kasih suhu

aseek...
nih cerita kayaknya bakal imbang nih sama wild love.


ganbatte suhu DH

Belum tahu suhu, pantau saja terus,
semoga tidak bosan suhu :)

masih banyak tanda tanya...
tp itu yang bikin gereget n gak sabar nugu next chapter

hi hi hi...
pantau terus ya hu :D

Masih penasaran sama "diri sendiri" mereka bertiga..
Lanjutkan suhu :jempol:

kok bertiga suhu, satu sajalah :D
 
ah mengalir bak air hu mntap

tnks updte y h

terima kasih suhu

makasih suhu update nye,
klo kripik mah bagian suhu" yg master dah,
disini ga bisa apa" soalnya SR yg no skill yg bisa nya cuma baca n angkat jempol buat suhu . :D :D , jangan di :bata: ye suhu.. :beer: biar ga slek

sama-sama suhu :D

gimana ini ya,,:) tokoh pelaku utama anteng-anteng saja seperti kamera CCTV..
:D
begitu banyak pemandangan menawan hanya dibiarkan wkkk..:lol:
ane jadi gemezz sendiri dibuatnya...
koq betah hanya berdiam saja tanpa berulah...
...
Lanjut:baca:.....dechhhh

wuihhh:hore: terimakasih.. ente sungguh mengerti tlah sudi ngemanjain jempol:thumbup ini

Om, he he he...
semoga jempolnya tidak sakit om :D

Gw banget tuh :jempol:

hah! siapa om :D

thanks suhu

sama-sama :D
 
Karya master emang keren...

Kutunggu jandamu masta...

Eh salah...

Maksudnya kutunggu updatemu...

Sekedar saran.
Penjiwaan keculunan Arta masih kurang...suhu bisa lebih di explore lagi...

eh, fauzi ya? apa ijah?
manggilnya apa nih? sist apa bro?
iya hu, coba ane telusuri lagi :D

:mantap: suhu

Ampun dah si justi, dongonya kelewatan, kayak kompi pentium 3 :ngupil:
Tapi bener loh, kadang yang culun itu berbakat PK :p

---- ada sih temen yang kaya gitu, bloon tapi dapat terus ----

itu lagunya helloween yang paling d benci ama fansnya hahahaha padahal lagunya lumayan, btw mantaf nie cerita mengalir dengan lembut, tapi kayaknya pas ada konflik bakal ampe baper tapi

aku fans helloween hu, yang classic-lah,
semua suka, ini lagu pengantar tidur, dan kalau lagi santai (VIVA METAL)

:jempol: buat suhu DH

smoga sperti cerita2 sebelumnya yang dapt label tamat

:cendol: melayang

bentar lagi update hu :D

Wah..seruuu...bingiit nih crita nya suhu,.biar ss nya blm kliatan tpi gk ap2 lah..hii.
Di tunggu apdet slanjut nya suhu DH.:semangat:

SS-nya, hi hi hi lama hu...
 
Widih... Jangan2 "kakek" itu sang ayah yang menghilang?
 

Iliana Desy Prameswari

“Ah mas... shhhh.... aduh... mas jangan keras-keras nyedotnya ugh...” desahku

“Habis gemesin deh tetek ade ini” ucap kekasihku, Rian

“Slurp slurp mmm... nyammm... ahhhh...” dia mengenyot terus susu ku, tanganku mengocok batang penisnya yang baru saja mengeluarkan laharnya didalam mulutku

Tangannya lalu turun dan turun kebawah, mengelus selangkanganku. Terasa aneh tapi aku menikmatinya. Tiba-tiba aku tersadar ketika pahaku dibuka, dan mas rian mencoba mencopot celana dalamku.

“Mas ade mohooon...” ucapku sambil menggeleng kepala

“Ta.. tapi yang sudah kepalang tanggung yang, mas pengen banget...” ucapnya

“Tapi mas sudah janji kalau akan mengambilnya setelah menikah, plis mas tepati janji mas...” ucapku

Kulihat kekecewaan di wajahnya, aku memang sudah di ubun-ubun tapi aku masih mampu menahan gejolak dalam dadaku. Dia kembali menyusu sebentar dan baru kemudia dia ke kamar mandi. Aku rapikan pakaianku dan bangkit dari tempat tidur.

“Ade buatkan teh hangat ya sayang?” ucapku

“Iya, jangan manis-manis” ucap mas rian, sedikit ketus, kurasakan kekecewaanya

“Iya...” aku keluar menuju dapur

“Hei kak Desy... iiih wajahnya seneng banget deh, habis dapat jatah nih ya...”Ucap adik kosku, dia masih SMA

“Yeee... sok tahu kamu, sudah sana masuk ke kamar ditungguin tuh dari tadi pagi sama yayang” ucapku

“Yaaaah kalau itu mah gak nungguin kak, tapi istirahat habis 3 ronde semalam kak” ucapnya

“Kamu itu masih kecil udah doyan banget” ucapku

“Yeee... bukan doyan kak, kebutuhan hi hi hi”Ucap adik kosk yang langsung pergi ke kamarnya

Aku kembali melangkah dan ku dapati mas rian keluar dari kamar. kulihat dia tampak buru-buru. Langsung diminum teh hangatku sambi berdiri.

“Mas keluar dulu sudah ditunggu” ucapnya

“Gak makan dulu mas?” ucapku

“Gak... dah sayang cup..” ucapnya sembari mengecup keningku

Kulihat langkah cepatnya dan menghilang dengan motor sportnya. Aku kembali ke kamar dan termenung melihat isi kamarku. Mengingat apa yang baru saja aku lakukan, aku merasa bersalah pada diriku sendiri. Bagaimana tidak pacarku selalu meminta dan memintanya, tapi untuk yang satu ini maaf aku tidak bisa memberikannya sekarang. Dalam hening aku memilih untuk belajar kembali, apa lagi kemarin Arta sudah mengajariku banyak hal.

“eh, Arta...” bathinku

Entah kenapa aku tiba-tiba teringat akan lelaki culun itu, dia sedikit menyita perhatianku. Cara dia berbicara memang terlihat asli tapi kadang juga terlihat dibuat-buat. Terkadang pula dia lupa akan siapa dirinya. Hmmm, pertama kali dia menjawab pertanyaan bu anglin, culun sih tapi cara dia menjawab. Ah, tak tahulah, kenapa aku malah memikirkan lelaki yang seharusnya tidak aku pikirkan.

Sebuah buku aku keluarkan, secarik kertas kecil ikut terjatuh. Aku rebahkan punggungku di atas bantal, duduk melihat secarik kertas, yang aku mencoba mengingatnya. Ah, ini punya Arta...

Setiap saat, entah kenapa, kenangan itu selalu hadir
Tangis sedih, tangis bahagia
Tawa sedih, tawa bahagia
Selamat tinggal,
Goodbye to all those rainy nights
Goodbye, so long, I'm moving on

Dua kalimat terakhir seperti kutipan sebuah lagu, tapi lagu apa ya? Kalau dilihat lagi tampaknya arta memang anak yang pandai dalam bahasa juga. Buktinya dia bisa mengartikan nama Dini, Dina dan aku. Dua kalimat terakhir yang membuatku penasaran, ku ketik semua tulisan itu di gugle, dan enter.

“Suka musik rock ternyata dia? Hahaha baru kali ini lihat culun tapi suka rock!...”

“Goodbye? Did you have something that you hide Ar?” bathinku dan aku tersenyum

-----




Aku pulang ke kontrakan dan berisitirahat karena luka-luka yang aku dapatkan. Kubasuh dengan air dan ku obati, pasti besok mereka berdua marah-marah. Ah, terserah lah karena memang aku tidak bisa menghindari semua yang terjadi. Lelah aku tertidur, hingga aku sadari aku terbangun pukul 9 malam. Enak juga ternyata tidur habis maghrib tapi sialnya perut terasa sangat lapar. Aku segera bergegas mencari angkringan diluar komplek RT-ku tanpa berdandan culun.

Di pinggir jalan, di sebuah warung angkringan. Ada beberapa yang mengenalku karena kejadian tadi ketika aku berkelahi dengan bang jali dan Mas Reman. Dengan dua bungkus nasi teri dan segelas wait cofee aku mencari tkar yang masih kosong. Kulahap dengan mantap dan duduk bersandar pada sebuah bangku tembok, namanya juga pinggir jalan.

Ssssshhh... aaaaah.... asap dunhill menari di atas kepalaku. Menikmati malam hari, kuraih hape jadulku dan kulihat sudah menunjukan jam 11 malam.

Brakk... seseorang melemparkan sebuah wadah yang berisi dokumen di sampingku dan kemudian berjalan ke angkringan untuk memesan sesuatu. Sebuah foto terlihat jelas olehku, karena ada dua foto yang keluar dari tanpa aku menariknya keluar. Kulihat sebuah foto jejak sepatu yang aneh di foto itu . sebuah jejak kaki yang berada di sebuah tanah kering. dan satunya lagi sebuah foto kaki yang terikat. Aneh karena memang aku tidak tahu maksudnya itu apa. He he he...

“Kamu yang mengeluarkan fotonya?” ucap lelaki tadi, yang membawa segelas minuman hangat

“Eh, maaf mas, tidak kok, tadi fotonya keluar sendiri sewaktu mas melemparkannya” ucapku

“Owh... kenapa memandangnya seperti itu?” ucapnya duduk disebelahku

“Masnya fotografer?” ucapku polos

“Bukan, itu foto bukti pembunuhan tadi” ucapnya, aku sedikit terkejut ketika mendengar kata pembunuhan

“Owh... berarti mas polisi” ucapku, sambil melihat foto itu kembali

“Ya, ...” ucapnya, singkat

“Kenapa dipandang terus ada yang aneh?” ucapnya, memandangku dengan tatapan tajamnya

“Eh... i.. iya... merasa aneh saja” ucapku

“Yang jejak kaki itu, jejak korban sebelum bunuh diri dan yang satunya kaki korban yang mengikat kakinya sendiri kemudian terjun dari tebing dan jatuh ke laut” ucapnya

“Owh ya mas... kok diceritain ke saya?” ucapku melihat lagi

“Paling kamu juga gak mudeng, dan kamu juga gak bakalan tahu. Beritanya belum ada di media, sekalipun tahu ya gak masalah kan?” ucapnya aku masih melihat dua foto itu, tiba-tiba tanganku menarik foto kedua yang tertumpuk sedikit oleh foto pertama

“Ada yang aneh?” ucap lelaki tersebut

“Iya mas...” balasku spontan

“Apa?” ucapnya

“Foto jejak sepatu, aneh saja mas” ucapku

“Ha ha sok tahu banget kamu, itu orangnya memang berencana bunuh diri. Dia ikat kakinya, dan kemudian memutarkan lakban di kedua tangan yang disatukan. Jadi tangannya satunya di lakban dulu baru satu tangannya di satuakan kemudian lakbannya di ayun berputar melalui dua tangannya. Baru kemudian dia melompat-lompat hingga dia jatuh ke tebing” ucapnya

“Mas...” ucapku

“Ya” ucapnya menyeruput minuman hangat

Sruuupttt... mas-nya menyeruput minuman hangatnya.

“Berarti dia mengikat dan melakban tangannya di pinggir tebing kan? Dan kemudian melompat-lompat menuju pinggir tebing setelahnya dia melompat dari tebing begitu?” ucapku

“Iya... seperti foto jejak sepatu yang kamu lihat, itu bekas jejak sepatu dia melompat” ucap masnya. Foto

“Kalau misal melompat dan berniat bunuh diri, tak mungkin ada jejak kaki miring mas” ucapku

“Bisa saja kan, mungkin dia hampir terpeleset” ucapnya

“Mungkin juga ada orang yang mengancamnya di belakang agar korban tetap melompat ke depan terus” ucapku

“Ha ha ha ha... kamu itu bisa saja, semua orang mengira dia dibunuh tapi kenyataanya tak ada orang disana. Penjual warung berkata, dia melihat perempuan itu bersama temannya datang lalu temannya ke warung, dan perempuan tersebut kemudian masuk kedalam tempat wisata sendirian. Temannya menunggu di warung dan hanya diam tanpa berbicara sedikitpun, hingga kurang lebih jam 8 temannya mengajak penjual warung mencari perempuan tersebut karena curiga temannya tidak kunjung kembali” ucapnya

“Kenapa mas bisa yakin kalau orang itu bunuh diri” ucapku

“Karena penjual itu bilang tidak ada orang lain masuk, kecuali perempuan tersebut dan temannya yang datang. Perempuan tersebut keluar dari mobil bersama temannya, perempuan itu yang mengemudi karena keluar dari pintu kanan mobil”

“Penjual juga bilang kalau pada malam ini, sepi pengunjung ya seperti biasa tempat itu terkenal angker kalau malam minggu. Biasa mitos, ya akhirnya tidak ada yang datang kalau pas malam minggu” ucap masnya

“Kalau bunuh diri, berarti dia mengikatkan tali yang ada di kakinya sendiri terebih dahulu kan?” ucapku menunjuk ke tali yang diikat mengelilingi keseluruh betis korban sehingga kakinya rapat.

“Iya...” ucapnya, dengan asap keluar dari mulutnya

“Bentuk ikatannya itu adalah ikatan mati dan itu sulit dibuka. Diikat sekali kemudian diikat lagi seperti ketika kita mengikat sesuatu agar permanen. Sisa talinya sedikit, kalau memang korban sendiri mengikat kakinya terlebih dahulu seharusnya bentuk ikatannya adalah huruf V jika dilihat dari arah kita atau dengan kata lain dari depan ikatan (korban), tapi pada foto itu bentuk ikatannya adalah huruf V terbalik...” ucapku, dan seketika itu masnya melihat foto itu kembali

“Begini mas maksudku” ucapku, sembari mengambil seutas dari anyaman tikar yang sudah rusak. Aku mengikatkan tali pendek itu di jempol kakiku, ikatan permanen.

“lihat mas, kalau mas melihat ikatan tali ini, mas pasti akan melihat huruf V bukan. Itu jika aku yang mengikat sendiri, tapi maaf mas, coba mas mengikat tali ini di jari saya” ucapku, karena tak enak jika aku menyuruhnya mengikat di jempol kakiku. Lelaki ini kemudian mengiyakannya.

“sekarang mas lihat, jika mas yang mengikatkan pada benda atau bagian tubuh orang, pasti bentuk ikatannya berbentuk huruf V terbalik, ketika mas melihatnya” jelasku kepada mas-nya.

Dia menatapku tajam, dan kulihat wajahnya seperti melihat sebuah jawaban.

“Cepat tanya lagi... ayo cepat! pasti ada yang aneh lagi kan? Ayo cepat tanya! aku akan menjawabnya!” ucapnya keras dan tampak bersemangat

“Eh... mas itu kan cuma anu mas...” ucapku

“Cepat!” bentaknya sembari memegang bahuku

“I.. iyaa mas... lepasin dulu tangan mas” ucapku

“Oh maaf... cepat ada yang mau kamu tanyakan lagi?” ucapnya sembari memperlihatkan foto

Huft... aku kembali melihat foto-foto itu...

“Mas...” ucapku

“Ya bagaimana?” ucapnya

“Apa tidak ada jejak lain selain jejak sepatu korban?” ucapku

“Tidak ada, semua jejak sepatu disitu menunjukan jejak sepatu korban. Awalnya jejak sepatu itu seperti jejak kaki melangkah kemudian, ada bekas orang duduk dan jejaknya kemudian berubah menjadi jejak sepatu yang berjajar dengan jarak tertentu, atau lebih tepatnya jejak sepatu korban yang melompat. Jika dilihat ya memang setelah kaki terikat dia kemudian melompat-lompat ke arah tebing” jelasnya kepadaku dengan sangat antusias

“Berarti mereka tidak mencari bukan?” ucapku

“Eh... benar apa katamu.... hmmm.... tapi kalaupun tidak mencari berarti itu tetap dianggap bunuh diri karena tidak ada orang yang ada disitu ” ucapnya

“Foto ini, ini sepatu siapa?” ucapku

“Ah, itu tadi teman korban berada dekat dengan mayat korban jadi ikut kefoto” ucapnya

‘sepatunya sama” ucapku, dia mendelik kearahku dan otakku semakin berputar

“Sebentar mas, ada dua kemungkinan karena ini sepatunya sama dan kelihatannya ukurannya sama. Yang pertama seperti yang aku bilang tadi mas, ada kemungkinan diancam disuruh melompat kemudian dia mencoba memohon ampun kepada orang yang dibelakangnya yang membawa senjata. Dan...” ucapku terhenti dahiku mengrenyit

“Apa ayo katakan?” ucap masnya

“Yang kedua adalah, korban dipingsankan terlebih dahulu dan diikat oleh pelaku. Jejak sepatu didepan bekas dimana ada orang duduk seperti jejak sepatu terbalik mas. Seperti ini, korban dipingsankan dari belakang, kemudian korban didudukan dengan posisi kaki tertekuk. Pelaku kemudian bergerak didepannya, sehingga terdapat jejak kaki berjajar mengahadap ke korban. Pelaku yang didepannya kemudian mengikat tangan korban dan juga mengikat kaki korban dengan tali. Setelahnya korban diangkat oleh pelaku dengan membuat jejak sepatu dengan jarak tertentu seperti melompat-lompat. Ada bekas jejak kaki bergeser, mungkin pelaku mengalami ketidak seimbangan ketika mengakat korban. Coba mas lihat... pada jejak sepatu yang didepan bekas tempat korban duduk, seperti ganda, ada yang mengarah ke korban ada yang mengarah ke tebing” jelasku

“Dan ada lagi mas, mengenai jejak sepatu juga kenapa tidak ada jejak sepatu yang lain disana. Bisa juga orang yang berada dibelakangnya menginjakan kakinya pada bekas injakan kaki korban sehingga bisa dikatakan kalau tak ada jejak lain selain korban. Karena bisa saja dari awal pelaku mengikuti gerakan langkah kaki korban. Bukan begitu kan? Karena sepatu mereka sama, dan kelihatannya ukurannya pun sama”

“Berarti, tentang mereka mencari korban adalah bohong, jika mereka mencari seharusnya ada jejak kaki disana. Entah itu jejak sepatu teman korban atau jejak (sepatu/sandal) penjual warung. Dilihat dari foto, tebing itu tidak ada pembatasnya dan daerah tebing berupa tanah kering dan sedikit lunak bisa mencetak sebuah jejak sepatu. Jika dilihat dari foto tersebut, mereka bohong...” ucapku

“Benar, memang dari tanah lunak bisa dibilang bukan tanah keras dan kemungkinan satu, dua itu bisa masuk” ucap masnya

“Tinggi tebing berapa mas?” ucapku berlanjut tanpa memberinya waktu berpikir

“Hampir 30 meter lebih dan korban ditemukan berada di bawah tebing tersangkut karang” ucapnya

“Berapa yang turun kesana? Ada berapa banyak orang yang berada diatas?” ucapku

“2 orang, diatas hanya aku dan teman korban serta 3 orang dari rumah sakit” ucapnya

“Apa benar penjual warung itu berkata perempuan itu datang bersama si teman?” ucapku

“Hmm... begini dia bilang ketika aku mengintrogasinya tadi...

oOo​

“Tadi perempuan itu datang bersama temannya, perempuan itu mengemudi karena dia keluar dari pintu kanan mobil. Kemudian temannya langsung ke warung dan duduk sambil memainkan sematponnya. Perempuan tersebut langsung masuk saja tanpa menemani temannya. Temannya memesan kopi hitam. Perempuan itu aneh, memakai jaket berkerudung sejak keluar mobil, tangannya juga pakai sarung tangan”

“Jam berapa itu?”

“Sekitar jam 7 malam tadi, temannya langsung menuju warung saya”

“Apa benar tidak ada orang yang datang ke tempat ini?”

“Kalau malam minggu pasti tidak ada, sedari siang memang tidak ada orang. saya jualan dari siang mas sampe malam jam 3 malam. Kalau sabtu begini ya dagangan ndak bakal ada yang beli”

“Apa benar tidak ada orang yang datang?”

“Ya jelas mas, yang buka gerbang saja tadi datangnya bareng saya. Dan saya itu selalu di warung mas”

oOo

“Mas... apa yang mas pikirkan ketika melihat korban?” ucapku

“Maksud kamu?” ucapnya

“Lihat mas...” ucapku sembari memperlihatkan foto korban yang menggunakan jaket sport yang kebesaran dengan penutup kepala, tangannya mengenakan sarung tangan dan juga kakinya mengenakan sepatu cat warna hitam biru.

“Aku tidak mengerti, jelas itu adalah korban dan korban adalah seorang perempuan” ucapnya

“Kalau aku pertama kali melihat korban pasti aku akan mengira dia adalah laki-laki. Dilihat dari tinggi badan sesuai dengan data pada berkas mas, tingginya adalah 160 cm. Itu cukup untuk seorang lelaki mas”

“Jika memang perempuan tersebut menyapa penjual warung, baru aku percaya penjual warung itu tahu bahwa dia perempuan. penjual warung bilang, kalau korban langsung masuk ke tempat wisata bukan. Ingat mas, penjual warung mengatakan perempuan tersebut keluar dari mobil bersama temannya. Berarti dia tahu kalau itu perempuan, dan anehnya kenapa dia bisa tahu kalau sejak keluar dari mobil... orang yang keluar dari pintu kemudi adalah perempuan, padahal semua tubuhnya tertutup, dan pasti yang pertama kali melihatnya, akan mengira itu lelaki, jika dilihat dari apa yang dia pakai” ucapku. Masnya langsung saja duduk dan memandangku kosong.

“Benar apa katamu... pertama kali mayat korban diangkat ke atas, aku mengira itu adalah laki-laki bahkan 3 orang dari rumah sakit mengira itu juga lelaki. Tapi setelah dibuka kerudung jaketnya baru aku tahu itu adalah perempuan. Setelahnya karena tidak ada orang disana selain korban aku menyimpukan bahwa itu bunuh diri dan mayat dibawa ke RS. Aku langsung kemari karena sudah ada wakil di RS” ucapnya

“Mungkin penjual warung tersebut menyembunyikan sesuatu dari mas, bisa juga setelah kejadian temannya yang mengatur alibi. Setelah dia masuk, membunuh, dia melakukan deal dengan penjual warung” ucapku

“Ikut aku...” ucapnya, membereskan berkas

“Woi... bang dul, kopinya aku bayar besok sekalian punyanya masnya” ucap masnya

“Iya bang” ucap penjual warung

“Eh mas mau kemana?” ucapku ketika tanganku ditarik

“Sudah ayo ikut!” Bentaknya

Masuk kedalam sebuah mobil sedan hitam, aku duduk disamping pak kusir yang sedang bekerja. Eh salah, duduk disamping masnya yang tampak serius. Mobil melaju dengan kencang.

“Kita masih punya waktu, aku harap penjual warung itu belum pulang” ucap masnya

“Lha TKP-nya mas?” ucapku

“Sudah aku beri garis polisi” ucapnya

“Lha mas mau ngapain?”Ucapku

“Ya mengintrogasi!” ucapnya

“Ndak bakalan ngaku dia, sekalipun analisa tadi benar. Kan itu hanya analisa, bisa saja dia mengelak kalau teman korban yang memberi tahu” ucapku

Ciiiiiiiiiiiiiiit...

“Terus bagaimana?!” teriaknya ke arahku

“Ya... nan nanti aku yang ngorbol mas... benar tidak kalau si temannya datang langsung ke ke warung” ucapku

“Bagus you emang smart!” ucapnya, kembali menjalankan mobilnya

Lampu merah, masih saja ada yang bergerak di kota besar ini, mobil tampak masih lalu lalang. Kulihat jam digital di mobil masnya menunujukan pukul 00.30. kulihat ke kiriku, membuang pandangan melihat pemandangan. Mataku terbelalak... ketika melihat sebuah mobil sedan putih, kaca sopir terbuka. Tampak seorang wanita...

“Mirip sekali...” bathinku

Mobil berjalan...

“Mas sebentar.... itu itu...” ucapku

“Kamu itu.... kita sedang dalam tugas! Masalah cewek nanti saja!” ucapnya, aku kembali bersandar dan mengelus kepalaku. Dengan kecepatan seperti michael schumacher, ndak juga sih, mobil melaju dengan kencang.

“Siapa namamu?” ucap masnya

“Arta” ucapku

“Oke Arta, namaku Jiwa...” ucapnya, kembali mengemudi brutal!

Mobil berhenti kejauhan...

“Pakai ini, kamu dari sini jalan kaki menuju warung itu” ucapnya, memberi sebuah mikropon kecil kepadaku

“Dan lakukan tugasmu, aku akan mengawasimu” ucapnya kembali

“Iya... iya... tapi aku dianter pulang lho mas...” ucapku sedikit takut, dia mengangguk

Aku melangkahkan kaki santai, sambil bersiul-siul menuju warung. Terlihat dari kejauhan penjual warung itu santai tetap di warung angkringannya. Sambil bernyanyi-nyanyi aku melangkah dan melompat seperti Ababil. Dan kuhampiri warung tersebut...

“Pak, masih buka?” ucapku

“Masih mas?” ucapnya

“Wait kofi pak” ucapku, sembari duduk dan melihat beberapa makanan ringan

“Oke, anget pa panas?” ucapnya

“Panas pak...” ucapku kemudian melihat ke gerbang yang ada di dekat warung, memang jika dilihat dengan jelas bapak penjual warung ini bisa melihat ke arah pintu dengan jelas.

“Waduh jam berapa ini yah?” ucapku

“Jam 1 malam mas kurang 10 mennit” ucapnya

“Wah, bapaknya update sekali” ucapku

“Ya jelas, ini ada jam digital beli Cuma 30rb mas” ucapnya

“Mas bukan orang sini?” lanjut bapaknya

“Iya pak, saya orang tengah agak ketimur pak, kuliah pak. Lha ndak ada kerjaan ya saya jalan-jalan pak. lha bapaknya?” ucapku

“Asli sini mas, pantes logatnya kok bukan logat orang sini?” balasanya

“Sepi ya pak? Itu kenapa ada garis kuning pak?” ucapku

“Sepi mas, itu tadi ada pembunuhan mas” ucapnya

“Pembunuhan? Kenapa bisa tahu pembunuhan, dari keterangan mas jiwa itu adalah bunuh diri” bathinku

“Pembunuhan pak? Lha siapa pak yang dibunuh?”Ucapku

“Wah gak tahu mas” ucapnya

“Dagangannya masih banyak ya pak?” ucapku

“Iya mas... saya buka dari siang mas, baru ada orang mampir ya jam 8 lebih 15 menit mas” ucap

“Wah lha pantes ya pak, dagangannya masih banyak. jam segitu baru ada yang beli” ucapku

“Iya mas, wah memang parah mas kalau malam minggu. Selalu saja seperti itu mas, penghasilan berkurang mas. Ini masih beruntung mas jam 8-an tadi ada pengunjung” ucapnya

Jam 7 menurut penuturannya kepada mas jiwa, dan jam 8 menurut penuturannya padaku. Berarti memang ada yang disembunyikan oleh penjual warung tersebut. Penjual warung ini memiliki akses untuk mengetahui waktu dengan tepat karena ada jam digital di tempat dagangannya yang hanya bisa dilihat olehnya. Jika aku samakan dengan jam pada hapeku ketika dia menyebutkan jam satu malam kurang 10 menit, benar-benar cocok dengan jam di hapeku.

“Ndak ada cewek ya pak?” ucapku, kunaikan kakiku dan kupeluk, tidak sampai mengenai dadaku

“Ya ndak ada mas, tadi ada cuma mati” ucapnya

“Cewek? Yang mati tadi cewek ya pak?” ucapku

“Iya mas, keluar dari mobil itu cewek itu sudah berkerudung, jaketnya kaya jaket pemain basket mas besar terus kerudungnya itu yang digunakan untuk menutupi kepalanya, sayang ndak bisa lihat wajahnya mas, tangannya juga pakai sarung tangan. Dianya langsung masuk ke dalam wisata, eh malah mati terusan. Belum lihat bodinya sudah mati duluan, mungkin dibunuh sama penunggu tebing. Kan kalau malam minggu pas angker-angkernya mas. Keluar saja sudah dibungkus mas” ucapnya

“Kenapa bapak bisa tahu itu cewek? Jaketnya besar, kepala tertutup, menggunakan sarung tangan... orang yang pertama kali melihat pasti mengira itu laki-laki pak. Sedangkan bapak tidak pernah melihatnya sebelumnya, tadi bapak bilang ndak mampir kesini langsung masuk, keluarnya sudah dibungkus. Bapak kelihatannya tahu sesuatu? Karena pembungkus mayat kan tidak tipis pak, tebal sulit bagi orang awam untuk tahu jenis kelamin mayat...” ucapku, matanya mendelik dan mengambil pisau dan menodongkannya ke arahku

“SIAPA KAMU!” teriaknya

“BERHENTI! LETAKAN PISAU ITU ATAU KAMU AKU TEMBAK!” teriak mas jiwa

Setelahnya, penjual warung itu langsung menjatuhkan pisaunya. Wajahnya tampak menangis, dan langsung berlutut dihadapan mas jiwa. Diborgolnya bapak itu, dan kemudian bapak itu diminati keterangan. Pawa awalnya memang bapak penjual warung tahunya itu adalah lelaki ketika datang dan kemudian mereka berdua masuk. Tapi teman korban kelihatannya membawa sesuatu dari dalam tasnya yang seakan menodong si korban. Jam 7 tepat korban beserta temannya masuk ke dalam tempat wisata, dan jam 8 lebih 15 menit teman korban keluar. Teman korban yang kemudian disebut namanya bernama Bunbun, melakukan deal dengan si bapaknya agar bapaknya diam dengan memberi uang sebesar 5 juta.

Bapak penjual warung tidak bisa menolak, karena memang sedang butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya. Dan dari penuturan bapaknya, bunbun adalah pembunuhnya. Selama penuturan bapaknya, mas jiwa menelepon rekannya untuk datang ke TKP.

“Ingat, bapak tidak akan saya jadikan pelaku, tapi bersaksilah...” ucap bapaknya

“Baik mas, tapi tolong jangan tahan saya...” ucap bapaknya

“Oke gak masalah, asalh bapak bersaksi” ucap mas jiwa

“Janji padaku mas, jangan penjarakan dia. Siapa yang akan membayar biaya anaknya dan mendidiknya” ucapku memandang tajam. Mataku dan mata mas jiwa berpandangan, dia kemudian tersenyum.

“Aku janji...” ucapnya

Warung ditutup, bapak tersebut di gelandang ke kantor polisi. Mas jiwa mengantarku ke kontrakan. Selama perjalanan, mas jiwa memberitahukan bahwa pelaku sudah di bawa ke kantor polisi dan di penjara karena mengakui semuanya. Perempuan tersebut hamil oleh pelaku (bunbun), korban meminta pertanggung jawaban namun pelaku sudah memiliki istri. Korban diancam akan dibunuh dengan menggunakan pistol korek api yang korban sendiri tidak tahu tentang pistol itu. korban menurut pada pelaku karena pelaku akan mengacam membunuh semua keluarga korban jika tidak menurut walau sebenarnya korban bisa saja melawan lari. Korban adalah simpanan dari pelaku. Pembunuhan dilakukan dengan sempurna. Korban di todong, memakai pakaian tertutup, kemudian diajak ke tebing oleh pelaku. Langkah kaki korban diikuti oleh pelaku jadi tidak akan meninggalkan jejak lain selain jejak sepatu korban.

Sesuai dengan analisa keduaku. Disana korban dipingsakan terlebih dahulu. Korban sebelumnya memohon tidak akan membocorkan rahasia antara mereka. Namun ancaman korban terhadap pelaku sebelumnya telah membuat pelaku tak mempunyai hati. Korban setelah pingsan, kemudian diikat oleh pelaku dari depan inilah yang membuat bentuk ikatannya V terbalik jika dilihat dari korban. Pelaku di dudukan dengan kaki tertekuk sebagai tempat bersandar tubuh depan korban dan tangannya dibuat seperti orang bersedekap. Baru setelah kaki terikat, tangannya baru dilakban oleh pelaku. Pelaku kemudian memutar tubuhnya terlebih dahulu dan mengalungkannya di lehernya lalu digendong dipunggung pelaku. Pelaku kemudian melompat-lompat, sesuai dengan dugaanku pelaku mengalami ketidak seimbangan hingga membuat sebuah pergeseran pada jejak sepatu. Baru setelahnya pelaku melompat kembali dan melempat korban dari tebing. Pelaku kembali dengan hati-hati mengikuti jejak sepatu yang dia buat, dengan satu kaki terlebih dahulu kebelakang.

Setelahnya pelaku keluar dari tempat wisata, melakukan deal dengan penjual warung agar alibinya tertutupi. Keluarga korban yang sempat dihubungi tidak tahu dengan siapa korban pergi tapi ada penuturan dari teman korban yang menyatakan bahwa korban pergi dengan pelaku, mungkin inilah yang membuat pelaku melakukan deal dengan penjual warung agar polisi tidak curiga jika dia adalah pelaku pembunuhan. Aku hanya mengangguk-angguk ketika mendengar penjelasan dari mas jiwa, mataku terlalu berat untuk terbuka tapi kupaksakan sehingga apa yang mas jiwa katakan hanya berlalu saja.

Setelah sampai di halte tempat aku biasa memberhentikan bis, aku turun.

“Arta...” ucap mas jiwa

“Ya mas...” ucapku

“Ini nomorku, jangan lupa hubungi aku kalau kamu ada masalah” ucapnya

“Ya mas...” uapku

“Ya sudah, kapan-kapan aku traktir kamu ngopi lagi ya” ucapnya

“Okay mas” ucapku

Ku berjalan pulang kekontrkan dengan kantuk yang berat. kulihat jam di hapeku menunjukan pukul setengah empat pagi. Sesampainya di kontrakan aku menunggu subuh, duduk dengan kopi hitam yang masih tersisa aku mencoba bertahan hingga subuh.




-----​

“Hm... kamu anak yang aneh ar...”

“Cerdas dan smart, aku suka itu” ucapku dalam hati

“Selamat pagi pak! Lapor pelaku sudah kami tahan dan sudah kami masukan dalam penjara” ucap bawahanku

“Laporan diterima, buat penjagaan dan besok jika ada wArtawan suruh menemui saya agar saya yang menjelaskan” ucapku

“Siap pak! Laksanakan!” ucap anak buahku

Aku masuk ke dalam ruanganku, rasa kantuk menyengat mataku. Kulihat jam di dinding mengajakku untuk tertidur. jam 4.15, capek sekali rasanya.

“Mau aku pijitin mas?” ucap seorang wanita

“Egh... sayang? Kok ada disini?” ucapku

“Secara aku kan istri yang selalu kangen sama mas, gak bisa jauh” ucapnya mendekatiku entah dari mana dia datang

“Sayang baik sekali...” ucapku

“Auw....” cubitan di lenganku

“Kalau ada kasus atau apa itu bilang, kabari, mau lembur! Jadi gak mubadzir istrimu itu dandan dirumah hegh!” ucapnya dengan nada gemasnya. Memang aku lihat istriku terlihat sangat cantik malam ini

“Maaf tadi mendadak sayang... ugh...” ucapku

“Puasi aku sekarang atau 1 minggu main sama guling sayang... pilih mana sayang?” ucap istriku ini

“Ta tapi sayang ini dikantor...” ucapku, istriku berjalan ke belakangku memeluk leherku

“Guling itu tak ada lubang, tak ada puting, tak bisa ngulum... hmmm jadi kamu pilih guling ya Jiwa suamiku terganteng dan termuah dihati?” ucapnya berbisik tepat di telingaku

“Sayaaaang ini kantor sayang... mas mohon...”Ucapku

“Hiks hiks hiks aku sudah gak cantik lagi, dah gak nafsuin ya mas hiks hiks” ucapnya yang tiba-tiba berjongkok di belakangku

“Sayang....” ucapku berdiri dan ikut berjongkok di belakang kursi

“Sial! Kalau ini harus diselesaikan” bathinku

Aku berdiri, kutarik korden berlapis ini. langsung ku kunci pintu kantorku, kumatikan lampu kantorku dan kunyalakan lampu remangnya. Ku dekati istriku yang tiba-tiba bingug dengan sikapku. Kupeluk dan kudaratkan ciuman di bibirnya masih di belakang kursiku.

“Masss.... mmmpppph... sabar mas sabar... mas kok tiba-tiba...” ucapnya

“Ini, pakaianmu longgar sayang... kelihatan lipatan susu kamu mmmppphhhh...” ucapku itulah yang membuatku tidak tahan

Kutarik rok selututnya ke atas, ciumanku turun ke lehernya. lidahku menyapu leher jenjangnya, gelap tak menghentikan aksiku. Semakin turun dan kutarik kaos longgarnya itu ke atas.

“Ahhh... susu...” ucapku pelan memandang susu yang masih terbungkus BH tanpa renda itu

“Aghh mas... remashhhnya pelanhhhh...” desahnya pelan, segera kuraba bagian selangkangan istriku, udah basah.

“Gak pakai celana dalam sayang? Sudah basah?” ucapku

“Egh... mas jahat, tadi ade sudah dandan cantik buat weekend dirumah, pakai lingere seksi gak pakai daleman, mas malah gak pulang-pulang. Ade tadi jengkel, jadi nyusul mas, cuma pakai BH doang! Padahal kan buah hati kita sudah ade titipkan ke rumah ortu ade, jahaaaaat!” ucap istriku, nita

“Aw... mas pelan... masukin saja mas cepeetan ade sudah ndak tahan, dari berangkat didalam mobil ade nyiumi celana dalam kotor mas, jadi basah” ucapnya

“Wow...” aku tersenyum bengis

Ku rebahkan tubuh istriku di lantai dan langsung kangkangi. Waktu mepet sebentar lagi pagi, segera aku keluarkan rudal kesayangannya. Ku tekan pelan di vagina yang kuperawani dulu sewaktu dia masih kuliah ini.

“Arghh pelan.... besar mashh...” desahnya

Kuremas susunya, dan kulumat. Pinggulku bergoyang memompa tubuhnya, pertama aku masukan sedikit kemudian kukeluarkan, lebih dalam keluarkan lagi, lebih dalam lagi keluarkan lagi hingga sebatang daging milikku ini masuk kesesluruhan. Kepalanya mendonga, bibir bawahnya digigit.

“Mmmppph.... terus mas lebih keras lagi... lebih dalam ade suka kontol mas... ugh... I Love your dick honey, fuck me harder! Entot!” ucapnya sedikit keras

“Ssssttt jangan keras keras agh agh agh agh” ucapku pelang sembari menggoyang

“Ssssttt mmmphh... enak banget... terus mas kerasa banget mas... kontolnya jadi tambah besar didalam arghh... terus... lebih keras mas...” ucapnya

Aku terus menggoyang tubuhnya keras, lebih keras dari sebelumnya. Suara persatuan kontol dan memek terdengar keras. Ku cium bibirnya...

“Mmmppphh... ade keluar.... hampir keluarrhhh....”

“Massshhh... masshhhh... ade... ade... arghhh....” desahnya

seketika tubuhnya melengking dan ku hujamkan penisku sedalam mungkin. Tubuhnhya mengejang beberapa kali, kupeluk erat tubuhnya. Kutunggu hingga nafasnya kembali normal, ku kecup keningnya dan kuelus kepalanya. Kusentuhkan hidungku dengan hidungnya.

“Sudah yuk pulang...” ucapku

“Mashhh ash ash belum keluar, keluarkan dulu” ucapnya

“Nanti di rumah saja, hampir pagi gak enak sama bawahan” ucapku

“Beneran, mas gak nanggung?” ucapnya, aku mengangguk

Segera kami merapikan pakaian, ketika hendak memasukan penisku kedalam celana dalam. Sebuah kecupan manis di helm penisku, aku tersenyum. Ku semprot kantor dengan wewangian dan kemudian ku kembalikan seperti semula. Ku gandeng istriku ke luar kantor dan masuk ke dalam mobil istriku menuju pulang sedang mobilku aku tinggal di kantor.

“Ade keluarkan mas?” ucapnya ketika perjalanan pulang

“Gak usah...” ucapku

“Iiih tumben bisa tahan... hi hi hi” godanya

“Awas nanti dirumah ya...” ucapku

“Awas apa? Hi hi hi” ucapnya tapi pandanganku menjadi kosong melihat jalan

“Ada yang mas pikirkan?”Ucap istriku, ingatanku sedikit kembali ke masa lalu

“Masih ingat, ketika mas bilang ‘itu adalah mata jenius’...” ucapku, dengan pandangan mata tetap ke jalan

“Mmm... owh ya masih ingat...” ucapnya

“Mas bertemu lagi, dengan seorang pemuda mungkin umurnya kurang dari 20 tahun. Tapi kejenniusannya sama” ucapku

“Sama dengan...” ucap istriku, memandangku dengan tatapan akan sebuah jawaban. Aku tersenyum

“Ya, sama persis atau mungkin lebih... bahkan cara dia menganalisa sesuatu” ucapku sembari membelokan mobil

“Jadi kangen candaaanya...” ucap istriku

“Sama... melihat pemuda itu sama seperti aku melihatnya, cerdas...” ucapku

“Apa mungkin dia sama seperti pemuda itu waktu muda ya?” tanya istriku

“Kalau dari ratu-ratu hatinya, dia pandai dan cerdas...” ucapku, mataku sedikit berkaca

“Mas kangen...” ucap istriku, aku mengangguk

“Cup...” sebuah kecupan di pipiku

“Hari itu pasti berlalu, waktu pasti berganti, semua akan terlihat sama hanya nama yang akan berubah, kebersamaan pun akan berakhir... tetaplah bersama sampai waktu akhir itu, dan peluklah yang kamu cintai” ucap istriku, langsung aku mengerem mobil. Dan kupeluk istriku, kata-kata itu adalah kata-katanya.

“Sudah yuk pulang...” ucap istriku, setelah beberapa menit aku menangis dengan kepalaku di elusnya

“Ade sih...” ucapku

“Iya ini ade, ade yang akan selalu sama mas” ucapnya tersenyum

Kulanjutkan perjalanan pulangku...

-----

Setelah subuh, aku masih saja bertahan dengan dunhill putihku, bingung rasanya dan penuh dengan penasaran.

“Siapa dia? Mirip sekali...” bathinku, mengingat wanita yang berada di mobil sewaktu lampu merah

Setelah subuh aku lewati, aku rebahkan tubuhku untuk tidur.

“Siapa kamu? mirip... sangat mirip tak ada bedanya” ucap hatiku ketika tubuh mulai tak sadarkan diri

“Ayo Arta kamu harus mencari tahu siapa dia” bathinku....

(Kasus diatas hanya sebuah pengembangan dari manga yang nubie baca, terima kasih)
 
Terakhir diubah:
Soyo apik ceritane :hore:
Apdete sing dowo suhu DH,, nek iso sampek butuh 3jam kanggo moco tok :D
Apdet maneh hu :semangat: :D
 
Bimabet
Apik tenan kang, dowo koyo ulo apdetane..akusuka2..ijin moco dhisik kangmas...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd