Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

Bimabet
TSnya lagi mampir ke trit sebelah.....
 
Pergantian...change :D
masih sama rata ga ada yg begitu dekat buat ss, tapi mungkin bisa 3some :pandaketawa:
 
harus brapa lama aku menunggumu?di tunggu suhu DH apdetnya
 
suhu dh dah turun gunung nih .... siap mantau nih ......
...
... cendol di kirim suhu
 
Suhu DH salam dari GARFIT hahahaha lanjooot critanya asik bang ntahlah gegara fotum Cerubung gw jadi maniak Hp gabisa lepas hp tiap waktu luang pasti cek bulak balik cerubung
 

Dina Primrose Amarantha


Dini Amarantha Mikaghaliya


Iliana Desy Prameswari



Winda shirina ardeliana



Kuliahku menjadi lebih normal ketimbang hari-hari sebelumnya. Frans dan Bernard yang notabene dendam denganku lebih terlihat hanya mengancam saja sekarang, mungkin mereka tahu aku bukan siapa-siapanya. Beberapa temanku sudah mulai akrab dengan keculunanku, entah sampai kapan aku bisa bertahan dalam tubuh palsuku ini. Selepas kuliah jam pertama di hari ini...

“Ar, lu tenang saja ya, bernard dan frans sudah gak bakal ganggu lu lagi, jadi slow ya” ucap Dina, mendekatiku dan duduk disampingku

“I.. iya na’...” ucapku, aku tertunduk

“Idiiih manisnya kalau lagi nunduk” ucap Dina

“Dinaaa... sudah deh kasihan Arta kamu gombalin terus...”

“Ar, hati-hati itu gombal sudah 1 abad ndak di cuci” ucap Dini, yang datang mendekati kami berdua

“Wah gila lu na’, masa gak pernah lu cuci, bisa pingsan ntar yang lu godain hi hi hi” ucap seorang temanku bernama Helena, duduk didepan, membalikan tubuhnya kebelakang

“Sudah... sudah kasihan itu si Arta, ajak makan saja tuh Arta...” ucap Desy, berdiri, memeluk buku

“he’em, suruh ikut saja” ucap Winda

Bret... bret... bret...

“Ayo makan bareng!” ucap andrew, dari mana datangnya, langsung saja menarikku dan memitingku

“Auch... i.. iya...” ucapku

Andrew, memiting serta menyeretku agar ikut mereka ke kantin. Helena, Desy, Dinda, Winda dan Dini, mereka berjalan didepanku dengan kepalaku masih berada di ketiak Andrew. Ah, memang dandanan perempuan kota-kota berbeda dengan yang di desa. Itu kenapa bisa mbulet banget ya, pantat mereka berempat. Ini juga, Andrew, apa maksudnya coba leherku dipiting terus?

Dengan posisi tersiksa, akhirnya sampailah pada tempat dimana makanan dan minuman, dijual. Kantin kampus, kantin yang sesak dengan mahasiswa yang mungkin lupa akan pentingnya sarapan dipagi hari. Di meja panjang dengan delapan kursi, aku duduk sedangkan Andrew masih berdiri.

“Ndrew pesenin jus alpukat yaw sama nasi goreng aja dah” ucap helena, yang duduk disamping kiriku berjarak satu kursi, sedangkan Dini, Dina, dan Desy berada di depanku

“Gue juga, Ndrew” ucap Dini, sembari mengangkat tangan kanannya

“Gue air putih biar sehat, sama nasi ayam goreng Ndrew” ucap Desy, yang sibuk memasukan sematponnya ke dalam tasnya

“Gue sama ma Desy” ucap Winda, yang bersandar pada tubuh Desy

“Buset, kaya pelayan aja gue?” protes Andrew

“Emang kan Ndrew? Kamu kan pelayan hatiku sayang hi hi”

“Oia, kalau akyu terserah andrew ganteng, kan dibayarin gitcuh...” ucap Dina, dengan gaya sok cute-nya

“Buset ni anak, Enak saja, emang sini bokap lu apa?” balas Andrew ke Dina

“Hiks hiks hiks andrew jahaaat...” ucap Dina, dengan gaya nangisnya

“Yaelah pake nangis segala, kalau mau nangis diselokan aja!” ucap andrew sengit

“Kalau gue dibayari ndak ndrew?” ucap helena, dengan wajah sok manisnya

“Eh, iya len...” ucap andrew, terkena rayuan Helena

“Dasar cowok kalau lagi pedekate aja huuuu... gue pesesn sama kayak Dini”

“Huh... mulai hari ini, gue putusin lu ndrew” ucap Dina, membuang muka dari Andrew

“Woi! kapan jadiannya?” bela andrew dengan gaya sok tegasnya

“Iiih lupa deh...” ucap Dina tampak bercanda

“Heh! Kalian itu, kasihan tuh Arta...” ucap Desy membuat semua pandangan tertuju ke arahku

“Eh iya Artaaa sayang... maem apa?” ucap Dina, dengan wajah sok manisnya. membuatku tertunduk

“Eh anu itu anu air putih saja...” ucapku

Semua memandangku, aku mengangkat wajahku memandang mereka semua...

“Puasa?” ucap Desy, dengan pandangan herannya, aku menggeleng

“Lu lagi ngirit ya ar?” ucap Dini, aku mengangguk

“Arta kenapa? cerita dong sayaaang...” ucap Dina, dengan dagu yang dipangku kedua punggung tangannya

“he’em tuh kasihan Arta” sela Winda

“He’em... ndak papa, kita keluarga kok disini bahkan satu kelas adalah keluarga kamu so buat santai aja deh...” ucap helena,

Keluarga? apakah benar mereka menganggapku sebagai keluarga?

“Ya memang gak satu kelas bareng terus, but we are family, itu yang diajarkan kakak tingkat kita waktu ospek. Kalau ada kesusahan bilang aja, gak usah malu lu ar” ucap Dini

“Anu itu.. ngirit, makan dikos..” ucapku

“Owah ya sudah, pesan saja ntar aku bayarin” ucap Desy

“Eh... ndak usah...” ucapku dengan isyarat kedua tanganku

“Dah ndrew pesenin saja, ntar Arta aku yang bayar” ucap Desy

“Makasih...” ucapku menunduk

“Okay sista...” ucap andrew

Sembari menunggu makanan datang, aku hanya diam dan mendengarkan obrolan mereka, Andrew berada diantara aku dan Helena. Selang beberapa saat, maknan datang, sambil mengobrol mereka makan. Tetap diam dan memakan makananku, sesekali aku melihat mereka semua. Terlihat jelas jika andrew menyukai helena, karena setiap kali mengobrol pandangannya ke arah Helena.

Dina selalu saja sok manis tapi mang manis sih, dan suka mengumbar kata “Sayang”. Dini lebih kalem daripada Dina, tapi tetep saja kelihatan galaknya, sedangkan Desy juga sama tambah kalem lagi dengan sedikit kedewasaan dari setiap kata-kata yang keluar. Kalau Helena, periang juga seperti Dina. Andrew, dia ramai dan bisa mengubah suasana, tapi karena sekarang dia fokus sama helena jadi dia tampak lebih pendiam.

Selang beberapa saat, burhan datang dari belakangku dan duduk disampingku. Burhan sebenarnya pendiam dan juga pintar, tapi mungkin lebih bisa ikut dalam suasana dibandingkan dengan aku.

“Eh burhan ganteng” sapa Dina, kedua tangannya menggenggam didepan dadanya, wajahnya pun dibuat manis

“Yang lagi pedekate sama si Salma ciyeee....” ucap Helena, dengan lirikan mata menggoda

“Sama gue aja han, gue akan membahagiakanmu han pasti han... sama gue ya han...” ucap Dina dengan wajah sok manisnya

“Lu apaan sih, semua cowok lu rayu” ucap Dini, yang menyenggol bahu Dina dengan sikunya

“Hi hi lagi jones, biasalah” ucap Desy dengan santai makan

“Yeee jojoba ya, enak saja jones” ucap Dina

“Ada dua tuuuuuh...” ucap Winda

“Halah... daripada punya pacar tapi hambar weeek” ledek Dini yang tidak terima karena ejekan Winda dan Desy

“Ih, Dini buka kartu deh...” ucap Winda

“Sudah-sudah” ucap burhan

“Yeeee... kaya wasit aja lu!” ucap mereka berempat serempak, tawa kami semua terdengar keras

“Dah hampir jam 11 nih, cepetan ke lab” ucap Irfan tiba-tiba datang, dari belakang kami

“Kurang seperempat jam lagi, ayo cepeeet... disembur sama simulut naga ntar” ucap Dina,

Mulut naga? Pasti semua orang mengalamainya, namanya juga mahasiswa dapat dosen atau laboran yang killer dikit saja pasti dikasih julukan. Alhasil, karena sekarang laborannya si mulut naga, kayaknya memang kita harus lekas dan secepatnya bergerak menuju ke laboratorium. Semester I, praktikum yang berkaitan dengan kimia adalah Praktikum Kimia dasar. Aku satu kelompok dengan Dini, Dina dan Desy. Dari 21 siswa dibagi menjadi 5 kelompok, ada satu kelompok yang berjumlah 5 orang. Setelah mendapatkan pengarahan mengenai praktikum, selanjutnya kami melakukan sesuai dengan diktat praktikum.

Pyarrr...

“Aduh...” ucap Desy

“Apa yang pecah? Siapa?” ucap si mulut naga

“Saya bu, Desy, gelas kimia” ucap Desy yang langsung menarik Dina untuk menemani menuju ke ruang instrukutur

“Untung gelas kimia, mereknya juga gak mahal-mahal banget itu” ucap Dini

“Me.. memang mahal ya harganya?” ucapku

“Kalau merk Py dan Du itu pasti mahal, untung itu mereknya buatan negara tirai bambu hufth...” ucap Dini

“Ooo...” ucapku

“Dah ar, cepet kita selesaikan biar lekas pulang... capek baget aku” ucap Dini

“I.. iya...” ucapnya

Selang beberapa saat Desy dan Dina kembali lagi. Desy tampak sedikit shock, dan Dina mencoba menenangkan.

“Sudalah, emang itu mulut gak bisa dikontrol” ucap Dina

“Iya sih aku tahu, tapi sakiiitnya, huh! Kalau saja dia satu angkatan sama aku udah aku egh egh egh” ucapnya dengan kedua tangannya bergaya memukul

“Itu mulut kalau pun harus di reparasi, hasilnya juga tetep kaya gitu. Belum injeksi pastinya” ucap Irfan yang meja labnya didepan kelompok

“Emang lu diomongin apa des?” ucap Dini

“Ya ini lah itulah hati-hatilah, suruh ginilah gitulah... salto kaleee...” ucap Desy

Aku masih saja sibuk dengan praktikum dan coba aku selesaikan secepat mungkin. Tampak sekali mereka bertiga malah ngobrol, mungkin memang kebiasaan cewek kalau sudah kumpul ngobrolnya panjang kali lebar kali tinggi. Semua sudah aku selesaikan dan langsung aku buat jurnal praktikum

“Iiih Arta sayang, baik banget sih ngerjain praktikumnya” ucap Dina

“Eh eh anu... daripada nanti selesainya telat” ucapku

“Makasih ya ar...” ucap Desy, sambil duduk disampingku mengamati jurnal praktikum yang aku buat

“Makasih Arta sayang... ntar sekalian buat laporannya jadi gue tinggal nyontek aja, lagi males mikir” ucap Dina

“Dari dulu emang lu males mikir kaleee...” ucap Dini

“Kan sama ama lu, Dini sayaaaang..” ucap Dina, Dini hanya membalas dengan lidah meletnya

“Ar, ntar aku pinjami laporannya ya kalau lu dah selese ngejainnya” ucap Dini yang duduk disebelah Desy, aku mengangguk mengiyakan.

Kuliah pulang lebih cepat karena bukan hari pertama dan kedua dalam satu minggu, hanya pada hari itu pulang jam 3 sore bahkan sering molor jam 4 sore kalau dosen terlambat datang. Aku pulang dengan rasa malas-malasan, capek sekali. Sesampainya di kontrakan, baru saja duduk, aku merogoh tasku. Sial, rokok habis! Dengan dandanan masih sama aku keluar dari kontrakan menuju sebuah warung rokok di gang kecil diluar komplek RT dimana aku tinggal.

“Woi... culun” ucap seorang lelaki dan menendangku tepat ketika rokok itu berada ditanganku. Tak tahu darimana mereka datang, dan tak tahu siapa mereka

“Aduh...” jatuh diaspal, mengaduh, benar-benar sakit siku kananku

“Mana rokok lu” ucapnya, seorang lelaki yang kelihatannya seumuran denganku. Wajahnya garang, penuh dengan lagak sombongnya.

“Jangan bang...” ucapku, memeluk rokokkku

“Alah, dasar culun! Gak pantes lu ngrokok njing!” ucapa lelaki satunya, menendang bokongku

“Jon, jono ambil ja gak usah banyak cingcong” ucap lelaki lain, mereka berjumlah tiga orang

“Benar juga kata lu pan... tumben topan pintar” ucap lelaki yang dipanggil jono

“Lu-nya aja kale yang ******” ucap seorang lagi

“Alah diem lu peng! Dasar pepeng!” ucap jono

Bugh.. bugh... bugh.. tendangan mendarat di tubuhuku yang masih terbaring di atas tanah. Tapi tanganku masih mendekap, dan meringkuk. Bertubi-tubi pukulan yang aku dapatkan, semakin cepat semakin sering. Tiga orang menginjak-injakku, dalam ringkukku..

Deg...

Deg...

Deg...

“Sialan! Lepasin kaki gue lun!” teriak jono

“Sialan!” ucap topan

Sret... bugh... kakiku langusng menjegal kaki pepeng, kedua tanganku menggenggam kuat kaki jono dan topan. Pandanganku menajdi suram, aku harus menghabisi mereka hanya itu dalam pikiranku saat ini. Pukulan aku dapatkan di kepalaku dari jono dan topan ketika aku berdiri dan memegang kaki mereka. aku tarik kaki mereka, dan langsung aku hantamkan sebuah pukulan telak ke wajah mereka. aku melihat pepeng dan langsung bergerak cepat menghajarnya. Pukulan dari pepeng aku hindari, dan kupegang tangannya langsung aku banting. Tanpa berlama-lama aku langsung berlari ke arah jono dan topan...

Brughh...

Brughh...

Brughh...

“Ampun bang ampuuun...” ucap jono

“Ampuun bang gak lagi gangguin abang...” ucap pepeng

“Suer bang ugh ugh...” ucap topan

“Maaf bang aku cuma mau beli rokok, aku pulang dulu... terima kasih” ucapku melangkah pergi

“Woi..” aku menoleh kebelakang

“Ni koreknya..” ucap penjual rokok, melempar korek api kayu

“Makasih pak” ucapku sembari menangkap dan membungkukan tubuhku

Untung saja ndak ada yang memar di wajahku, pukulan mereka hanya mengenai bagian samping kepalaku. Huft... untung-untung, aku melangkah pulang ku dengar lari dari ketiga lelaki itu. aku sedikit menoleh kebelakang melihat ke arah mereka pergi. sial, kenapa aku kumat, padahal harusnya aku tidak kumat seperti ini tapi dunhill ini tak akan kubiarkan menjadi milik mereka. uang saja pas-pasan masak mau kasih ke orang lain. Aku melangkah pulang...

“Habis berantem kamu ar?” ucap Samo didepan pintu sedang melepas sepatu

“He??? Kok tahu?” ucapku yang datang dan membuka pintu kecil pagar rumah, pura-pura bodoh saja aku

“Baju kamu, robek... sadar ar, sadar kita kuliah disini bukan cari masalah!” ucap Samo, matanya tajam mengarah ke kedua mataku

“Iya maaf tadi itu beli rokok terus ada preman yang maksa minta rokok dan itu, anu...” ucapku merasa bersalah, wajahku menunduk

“Woooo... kalau itu hajar saja! enak saja main ambil rokok!” ucap Samo, aku kembali mengangkat wajahku dan mentap samo

“Benar, sebenarnya kita sudah mulai duluan ketimbang kamu ar. Waktu beli rokok diluar kampus” ucap Samo

“Eh...” ucapku

“He he he... sudah ndak usah kaget gitu to... santai saja” ucap Samo, aku hanya tersenyum saja

“Oia aku dapat roti dari kakak tingkatku, kalau kalian mau” ucap Justi

“Gila lu just, wajah culun saja masih bisa dapet cewek” ucap Samo

“Lho emang kalau culun ndak boleh dapat roti ya?” ucap Justi dengan mulut terbuka sedikit

“Ndak boleh jus, apa lagi penjahat tempik kaya kamu” ucap Samo sambil mengambil roti

“Lho sam, kan mereka ndak tahu kalau aku penjahat tempik” ucap Justi, yang tidak mengerti

“Jus, pasar rame jus, mau kesana?” ucapku sambil memakan roti

“Kok ke pasar? Kalau sudah sore begini kan berarti dah mau tutup” ucap Justi

“Besok kalau punya otak jangan di taruh di tempik jus, ditaruh kepala..” ucap Samo

“Maksudnya?” ucap Justi

“MBUUUUUH!” teriak kami berdua (mboh, masa bodoh)

Kami semua masuk, tapi aku masih tetap merasa tidak enak dengan mereka atas tingkah lakuku. Entah benar atau tidak, jika mereka sudah berkelahi duluan tapi yang aku rasakan mereka berdua hanya mencoba untuk menenangkan aku.

“Ya sudah aku tak mandi dulu yo” ucap Justi berdiri melangkah menuju kamar hendak mengambil perlengkapan mandi

“Habis itu aku” ucap Samo

“Aku tak tiduran sik (dulu), ntar kalau kamu sudah aku dibangunkan ya sam... kalau mbablas tidur takutnya” ucapku sembari berdiri

“Ar...” ucap Samo membuatku terhenti dilangkah keduaku

“Ar, jika nanti ada masalah yang sama. aku mohon, kamu bisa lebih bersabar. Aku dan Justi mengalami hal yang sama, tapi kami memilih untuk tidak memperpanjang. Jadi, aku harap kamu lebih bersabar Ar...” ucap Samo yang masih duduk di lantai

“Eh... iya maaf...” ucapku,

“Bukannya apa-apa ar, aku tidak ingin...” ucap Samo menghentikan ucapannya, aku semakin tertunduk

“Maaf...” ucapku

“Wes su! Ojo mbrambang ngunu iku, ngko nangis aku malah bingung ha ha ha (sudah njing!Jangan sedih seperti itu, nanti nangis aku malah bingung)” ucap Samo

“Ha ha ha... iya iya santai saja bro...” ucapku

Tawa kami meledak, sesaat, setelahnya aku masuk ke dalam kamar, kurebahkan tubuhku di atas kasur kapuk. Hening dalam kamarku, pintu tertutup jendela terbuka sedikit. Kunyalakan dunhill putih ini, dengan nafas penuh dengan asap hingga abu memakan batang dunhill. Lelah, itu yang aku rasakan. Ku buang sebatang rokok yang menjadi puntung, melihat ke atap rumah tanpa ternit ini. Lambat, mataku tertutup, merapat...

.

.

.

(Suara seorang wanita)

aaaaaaa“Kenapa kamu itu???! selalu saja mudah emosi! Memalukan!”

“Eh, ta tapi tadi Arta dikeroyok!”

aaaaaaa“Kalau seperti itu terus lebih baik kamu pergi saja, jangan suka berkelahi!”

“Maaf... Arta tidak akan mengulanginya lagi”

aaaaaaa“Sudah masuk kamar dan tidur sana! Kamu seharusnya bisa lebih tahu, kondisi kita itu
aaaaaaakurang dalam segala hal, bukan berarti kamu harus menjadi liar seperti ini!”


“Hiks hiks hiks hiks Arta minta maaf hiks hiks hiks...”

aaaaaaa“Masuk kamar!”

.

.

.

“Hah!” aku terbangun, nafasku tersengal

“Mimpi...”

“Maafkan Arta... hiks...”

Aku menangis, karena mimpiku, sejenak aku berdiam diri menenangkan pikiranku. Hah, mungkin memang seharusnya aku tidak berada dikota kalau hanya untuk mencari masalah. Ku usap air mataku, bergegas untuk mandi. Belum sempart aku keluar, kudengar teriakan Samo yang memanggilku, tepat sekali, untung aku sudah bangun.

Malam datang...

“Besok libur ndes... kita begadang saja diluar, cari angin” ucap Samo

“Eh apa kita bakar-bakar singkong dari pak RT saja” ucap Justi

“Wah setuju bro...” ucapku

Didepan rumah, dengan sisa tanah yang sangat minim aku dan kedua sahabatku menikmati malam. Malam semakin larut, semakin membuat kami menggosip kesana kemari. Gosip murahan yang seharusnya diabaikan, gosip yang seharusnya sudah aku tinggalkan. Ah, mungkin memang tidak bisa aku tinggalkan, tak ada yang aku tahu tentang ibu kota. Kulihat jam di hape jadulku menunjukan pukul 1 malam. Lampu depan kontrakan juga sudah dimatikan. Tenang, dengan alunan udara dingin di sekelilingku, memandang pintu pagar kecil didepan kontrakan.

“MALIIIING!” teriak seorang warga secara tiba-tiba, langsung kami bertiga terperanjat dan berlari keluar

Aku berlari ke arah suara...

“Mas itu malingnya” ucap seorang warga yang mengejar 3 orang yang berlari ke arah kami

Seorang dari maling mengeluarkan golok dan melakukan gerakan menebas. Aku menghindarinya dan langsung aku daratkan sebuah pukulan telak ke wajahnya. Seorang lagi mendapatkan tendangan dari Justi. Warga berdatangan dan langsung meringkus dua orang lumpuh. Tanpa banyak bicara aku dan Justi berlari mengejar satu orang lagi yang sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Hingga di sebuah gang keluar dari RT kami, kulihat Samo sedang berhadapan dengan tiga orang dengan satu orang sudah pingsan ketika dibanting terbalik oleh Samo. Kami berteriak dan Dua orang yang mengetahui kehadiran kami hendak berlari dengan motornya. Begel belakang motor, ditarik kuat oleh samo, motor tak bisa melaju.

Motor RY-Kong tampak ngeden sekali dan hanya suaranya keras tapi tak bergerak. Tanpa berlama-lama karena tahu Samo tak mungkin menahan mereka dalam waktu lama, aku langsung melompat dari belakang Samo dan memberikan sebuah tendangan pada punggaung lelaki yang membonceng. Motor ambruk, beserta dua orang yang mengendarai. Tanpa ampun kami hajar mereka habis-habisan.

“Sudah... sudah...” ucap pak RT

Pak RT merelai, dua orang masih sadar di bawa ke rumah pak RT. Kami mengikuti pak RT bersama warga menuju ke rumahnya. 4 orang sadar, satu orang pingsan.

“Wah kalau begini kita aman, ada mas-masnya yang jago ternyata” ucap seorang warga

“Diikutkan ronda saja pak RT kalau begini ini” ucap warga lainnya

“Waduh jago dari mana pak?” ucapku

“Dandanannya saja culun tapi ternyata ha ha ha” ucap seorang warga lainnya

Kami celingukan, dan tak bisa berkata-kata. Sesaat kemudian polisi datang dan membawa mereka ke dalam pick-up tahanan dengan tangan terborgol dan wajah babak belur. Sesaat kemudian warga mulai bubar dan kembali ke rumah masing-masing, beberapa ada yang kembali ke pos jaga untuk berjaga-jaga kembali. Kami bertiga ditahan pak RT di rumahnya.

“Kalian besok ikut ronda ya” ucap pak RT

“I.. iya pak...” ucap Samo

“Kalian besok libur kan?” ucap pa RT, kami semua mengangguk

“Oia... saya itu heran dengan kalian, kenapa kalian berlagak culun setiap kali kalian mau ke kampus?” ucap pak RT dan kami hanya terdiam saja tak ada yang menjawab

“Ya sudah kalau semisal tidak mau menjawab, tapi bapak cuma bisa menyarankan...”

“Jadi diri kalian sendiri ya” ucap pak RT dan kami mengangguk

Suasana menjadi sangat hening...

“Minum tehnya, ini rokok dulu...” ucap pak RT

“I.. iya pak...” ucapku

“Dari KK kalian, dan KTP kalian dari desa Bajak Tani... dimana itu?” ucap pak RT

“Dari daerah tengah mepet timur pak” ucap Samo

“Adoh yo? (jauh ya)” ucap pak RT

“Lho pak RT saged ngaggem boso daerah mriko to? (lho pak RT bisa menggunakan bahasa daerah sana to?)” ucap Justi heran

“Lha saya ini dari daerah tengah, pindah sini karena pekerjaan. Dapet istri juga orang sini, tapi sudah lama saya itu tidak balik kampung. Sudah ndak ada yang bisa dijenguk disana” ucap pak RT

“Ooooooohh....” ucap kami bersama

Kami kemudian bercakap-cakap dengan pak RT hingga puklu 3 pagi. Pak RT orangnya ramah, sama seperti ketika kami berkunjung dan melaporkan kehadiran kami sembari memberikan KK dan KTP kami. Pak RT memiliki sebuah keluarga kecil namun yang aku dengar setelah beberapa tahun menikah belum dikaruniai anak sama sekali. Kalau dilihat dari umurnya pak RT, kira-kira 35-an. Setelah obrolan ringan bersama pak RT kami pulang dan begadang sebentar menunggu subuh, baru kami tidur lagi.

Setelah kejadian penangkapan maling, warga kemudian lebih mengenal kami sebagai seorang biasa bukan culun. Padahal bukan itu yang kami inginkan, warga disini juga ramah-ramah khas negara ini. Terkadang kami mendapatkan kiriman makanan dari warga, lumayanlah makanan gratisan.

.

.

“Baik, jam kuliah sudah selesai. Ini tugas untuk kalian, dan kerjakan secara kelompok” ucap bu anglin ketika selesai memberikan kuliah

“Kelompok hanya boleh terdiri dari 2-3 orang. untuk yang 3 orang hanya satu kelompok saja, yang lain 2 orang. Jelas ya? Ini tugasnya dan silahkan kerjakan, kumpulkan minggu depan” ucap bu anglin yang kemudian meninggalkan ruangan

“Gue sama Arta!” teriak Winda keras, aku terkejut

“Yaelah segitunya sama Arta ciyeee ciyeee...” ucap Johan

“Arta kan pinter, sama gue ya ar...” ucap Winda menengok kebelakang dan men-dadahi-ku

“I.. iya..” ucapku, mengangguk

“Yaaah... padahal aku mau sama Arta, kan bisa belajar banyak ma Arta” ucap Desy

“Ndak papa kan kita bisa tig...” ucap Winda terhenti

“Kelompokku yang tiga orang pokoknya, Desy kelompokku” ucap Dina

“Ih Dina gitu deh...” ucap Winda

“Helen ma gue ya?” ucap andrew mendekati helena

“Ciyeeee... mau belajar kimia dasar apa belajar cinta dasar tuh” canda Irfan

“Yang penting jangan belajar bagaimana reaksi kimia terjadi ha ha ha” ucap Irfan

Semua riuh bercanda memperebutkan kelompok, huft untung saja sudah ada yang mau menjadi kelompokku. Setelah kuliah selesai, aku diajak Winda dengan mobilnya ke kosnya. Aroma dalam mobilnya sama dengan aroma wangi tubuhnya. Dengan culunku aku duduk dan diam didalam mobil.

“Ar... lu kok diem saja sih... ngomong dong ngomong...”

“Eh, ntar lu yang kerjain ya, gue mau pacaran bentar aja hi hi hi” ucap Winda

“I i iya... win, tapi nanti kalau kamu ndak bisa bagaimana?” ucapku

“Ya diajarin ma lu dong ya... Arta ganteng deh...” ucap Winda

Setelah di sebuah bangunan megah dan mewah, aku diajak Winda masuk ke dalam kamar kosnya. Aku melihat sekeliling dan benar-benar terpana dengan apa yang aku lihat. Kamarnya full service, ada kamar mandi, dapur kecil, benar-benar luas.

“Nih ar, pake aja...” ucapnya memberikan sebuah kotak besar seukuran televisi, dibukannya dan dinyalakan

Aku terdiam didepan kotak ini yang ternyata adalah sebuah komputer seperti yang dipunyai guruku. Tapi aku tidak pernah memakainya sama sekali, hanya komputer yang di meja pembelajaran yang sering aku pakai. Setelah muncul gambar “Jendela” terlihat foto mesra Winda dengan seorang lelaki, mungkin pacarnya.

“Hei... ni minum” ucap Winda, aku terpana melihat Winda tanpa kerudung. Ramburnya sebahu, setelah memberikan minuman Winda mengucirnya. Winda masih menggunakan kaos serta celana waktu kuliah tadi.

“I iya...” ucapku

“Dah konek ma internet, jadi browsing aja...” ucap Winda, aku mengangguk. Kulihat Winda tidur tengkurap dan melihat kearahku.

Sialan, ini mana mousenya, gimana cara menggerakan kursor pada layar. Masa harus pakai jalan pintas terus. Aku menengok kesamping komputer yang belum aku tahu namanya sejak SMA, karena selama ini pembelajaranku selalu dengan menggunakan komputer meja. Pernah disebutkan tapi itu hanya sekilas dan hanya sekali terus tidak pernah dibahas lagi.

“Ar... kok malah lihat-lihat laptop? Gak ngerjain?” ucap Winda heran. Ya laptop namanya, bener itu.

“Eh... win, ini mousenya mana?” ucapku

“Gak pakai mouse lah, males...” ucapnya

“Eh anu win itu... e... aku ndak pernah pakai laktop pakainya komputer yang ada monitornya sama kotak yang ada tombol ON OFF-nya” ucapku

“Hah?! Beneran kamu gak pernah?” ucapnya, aku menggeleng

“Hadeeeeh... itu ada tach-pad-nya, kamu sentuh dan gerakin jari kamu sebagai ganti mouse. Terus namanya bukan laktop... tapi LAP-TOP Arta....” ucap Winda

“I.. iya maaf wind” ucapku

“Ih lu tuh formal banget, pake minta maaf segala, sante aja kale...” ucap Winda, aku hanya tersenyum

“Bisa browsing..” ucapnya

“Bisa..” ucapku sambil kemudan belajar menggunakan laptop

“Jagan pakai browser bawaannya dong, gak enak itu... pakai musang api saja” ucap Winda yang kemudian duduk disamping ku dan membukakan browser

“Nah ini... hoaaaam...”

“Ar, Winda bobo dulu ya, ntar pacar Winda mau dateng masalahnya ya?” ucap Winda

“I.. iya wind...” ucapku, seketika itu Winda langsung bangkit dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang bisa mantul-mantul itu

Akhirnya tanpa ditemani gadis cantik itu aku membuat tugas yang dibeeikan oleh bu anglin. Browsing, copas, edit save... hampir dua jam aku berhadapan dengan laptop Winda. Kadang dikala suntuk aku bermain solitaire sejenak seperti ketika di SMA dulu. Disela-sela mengerjakan kulihat Winda tertidur, aku bangkit dan ku ambil selimut kututupkan pada tubuhnya. Aku kembali duduk di depan laptop, ku peluk kakiku dan kubenamkan wajahku. Aku sudah terlalu lelah, mataku pedih. Mungkin akan aku lanjutkan besok saja, aku tertidur dalam posisi duduk.

Bugh...

Sebuah pukulan ringan di punggungku,

“Ah... apa... siapa?” aku terkejut ketika ada pukulan ringan di punggungku

“Siapa kamu?” ucap seorang lelaki

“Eh... saya... mas siapa?” aku malah bergantian bertanya

“Iya kamu!” bentaknya

“Egh... mas... sudah datang? Ugh hoaaam...” ucap Winda terbangun

“Ini siapa sayang?” ucap laki-laki itu

“Hoaaam... itu temenku, satu kelompok untuk tugas kuliah” ucap Winda

“Iih mas cemburu ya hi hi hi...” ucapnya langsung melompat dan memeluk lelaki tersebut

Aku diam, kemudian Winda mengenalkan pacarnya yang bernama Ronal. Ronal merupakan kakak kelasnya ketika SMA dan menjadi pacarnya sudah hampir tiga tahun ini. Winda menjelaskan tentang siapa aku, tapi penjelasannya sangat merendahkan. Culunlah, ndak mungkin sukalah, he he he tapi itu yang aku harapkan.

“Ouwh... ya sudah sayang, ini mas bawakan coklat kesukaan kamu” ucap ronald

“Makasih sayang muach...” ucap Winda tanpa malu mengecup bibir ronald, tapi ronald kelihatan biasa saja. tiba-tiba perasaan kasihan terhadap Winda muncul tapi aku pendam.

“Eh... ar, sudah selesai tugasnya?” ucap Winda

“Be.. belum, kalau semisal dilanjutkan besok saja wind, mataku sudah pedih” ucapku

“Okay? Gue antar pulang sekarang ya?” ucap Winda

“Ke halte bis terdekat saja” ucapku

“Iih baik banget deh, ya sudah ayo...” ucap Winda

Tanpa berlama-lama, kulihat juga Winda sepertinya bahagia sekali dengan kehadiran pacarnya. Aku kemudian langsung diantar Winda ke halte bis terdekat, untuk pulang ke kontrkanku. Keluar dari kos Winda langit sudah gelap gulita.

“Win Winda... terima kasih, jaga diri ya wind” ucapku diluar mobil yang kacanya terbuka

“Iiih mas Arta perhatian deh... ya Arta pinter hi hi hi daaaaah...” ucap Winda, mobil pun menghilang dan aku menaiki sebuah bis malam menuju kontrakan.



-----

“Yang, pengen nih...” ucap ronal sayangku kekasihku ini

“Iya sayang iya... mana ade mainin” ucapku, sembari berlutut dan ronal beridiri dengan penisnya dihadapanku

Kupegang dan kuremas perlahan penisnya. Bibirku mulai menciumi ujung penisnya sembari tanganku meongocok batang penisnya. Mulutku terbuka dan langsung aku masukan batang penisnya, cukup untuk mulutku memasukan semua penisnya kedalam mulutku. Kepalaku kemudian maju mundur memberikan sensasi nikmat baginya. Tanganku meremas pelan buah zakarnya.

“Arghh... enak banget adeee... ugh... yah terus kulum terus sayang...” bola mataku bergerak ke atas melihatnya menikmati kulumanku

Aku menyedotnya dengan kuat setiap kali kepalaku mundur. Ku kulum bagian kepala penisnya, tanganku mengocok semakin cepat pada batangnya hingga pangkal penisnya.

“Arghh yang keluar... aku mau keluarr.... yang lebih kuat nyedotnya yang... arghh... mas keluarrrrghhhh...” pekik kecilnya

Kedua tangannya menahan kepalaku, membuat hidungku meyentuh bulu hitam penisnya. Selang beberapa saat setelah tubuhnya mengejang, aku tarik pelan mulutku dari penisnya agar tak ada sperma yag tercecer. Dan glek glek...

“Senang kan sayangku?” ucapku, dia mengangguk. Tubuhnya beringsut turun, dipeluknya aku, ku mencoba menciumnya ternyata menghindari bibirku. Tangannya kemudian meraba dadaku, aku merasakan kenikmatan. Remasan-remasan lembut pada payudaraku yang masih terbungkus kaos ketat. Lama dia menikmati dadaku tangannya turun hingga selangkanganku

“Mas jangaaan....” ucapku sembari menggenggam erat pergelangan tangannya

“Ayolah yang... kapan aku bisa merasakannya? Kamu selalu seperti itu, sebenarnya kamu sayang sama aku atau tidak sih?” ucapnya

“Aku sayang, cinta sama mas tapi ini buat nanti kalau kita sudah menikah... kurang dua tahun lagi mas lulus dan ade siap kalau mas langsung nikahi ade” ucapku

“Tapi aku pinginya sekarang” ucapnya memaksa

“Maaaaaaaaaas... ade mohon, sabar yah... biarkan yang itu jadi hal terindah buat mas” ucapku menenangkan

“Argh... mas mau tidur” ucapnya, bangkit dan tidur di tempat tidur, memunggungiku

Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa menyerahkannya sekarang. Aku tidak ingin menjadi sebuah barang, kalau dia memang sayang kepadaku pasti dia akan menikahiku dan sabar menanti hari itu.

“Aku tahu kamu ingin mas, aku juga sama. Kalau sekarang apa mas masih mau menikahiku kelak? Kalau seandainya mas tidak menikahiku, apa akan ada orang yang mau menerimaku setelah hilangnya mahkotaku? Maaf mas, ade tidak bisa sekarang” bathinku, aku memandangnya

Aku tahu dia ngambek, maka dari itu aku tidak berani mengganggunya karena dia mudah sekali marah. Takut-takut kalau aku dipaksanya, atau dengan kata lain memperkosaku. Aku tidak mau karena satu alasan, karena kamu masih belum jujur akan dirimu seutuhnya kepadaku. Aku butuh kejujuranmu, seandainya kamu tahu aku sudah tahu beberapa kebohonganmu mas. Tapi aku tetap mencintaimu, entah kenapa aku masih mencintaimu.

Aku berani menelan juga keinginanmu, mengulumnya walau aku jijik. Tapi kenapa setelah aku mengulum mas selalu saja tidak mau menciumku, gak enak ya bau penis mas sendiri? Tapi nyatanya aku mau menahan bau dari penis kamu, mas. Aku melangkah kedapur kecilku dan membuat teh hangat. Selalu seperti ini ketika dia main kekos, dan selalu ngambek setelah aku menolaknya.

Mas kemudian bangun dan aku bawakan teh hangat untuknya. Dia tersenyum kecut, tak ada perbincangan dan dia langsung pulang kekosnya tepat pukuk 21.30. Aku antarkan kepergiaannya hingga mobilnya menghilang dari hadapanku. Lelah rasanya jika aku punya kekasih yang selalu seperti itu, tapi hati ini terus menantinya. Aku harap dia akan berubah ketika menikahiku kelak.

Kulihat laptop, teringat si culun yang tampak kebingungan tadi, geli sendiri kalau lihat betapa bodohnya dia. Kunyalakan laptop, hibernasi, masih ada sebuah broser terbuka. Oh, aneh sekali ketika aku melihat browser internet yang lupa ditutup. Ternyata dibalik keculunannya dia pecinta musik rock, aku ketik nama band dan judul lagu. Download musik, segera aku pindahkan ke sematpon. Kupasang earphone, dan merebahkan diriku di tempat tidur. Sebuah lagu mulai mengaluuuun...

Time goes wherever you are, time is your guiding star
That shines all through your life, makes you feel and move

My dreams are out in the far, so are your's apart
Of secret Fairy Tales, dripped on the wings of a mystery mill

Windmill, windmill, keep on turning
Show me the way, take me today
Windmill, windmill, hearts are yearning
Longing for love and a chance to be free

Dont feel alone and depressed, someone will come at last
To soothe your stumbling mind, to keep it away from the evil storm

Windmill, windmill, keep on turning
Show me the way, take me today
Windmill, windmill, hearts are yearning
Longing for love and a chance to be free
Windmill, windmill, keep on turning
Show me the way, take me today
Windmill, windmill, hearts are yearning
Longing for love and a chance to be free

Time goes wherever you are
“Time goes wherever you are...”

“Enak juga lagunya, Windmill” aku tersenyum, membatin dengan mata terpejam,

“Arta... hmmm... dasar culun... pinter juga milih lagu” bathinku
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Buat om troy :
Sudah ane buat indexnya di post pertama

SS?
he he he...
mohon maaf, ini tidak seperti WL???? yang ada SS didepan,

to all :
maaf ndak bisa bales komen satu-satu,
maaf banget,

mohon saran dan kritiknya.
terima kasih.


yang penting enak jalan critanya
ngresep di hati :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd