Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Breaking The Princess

Saya yang duluan, saya yang ketinggalan. Terima kasih atas ceritanya suhu @walpurgisnacht ... Pantas tulisannya langsung rapi, ceritanya langsung ngecun, ternyata yang nulis senior ... Terima kasih atas ceritanya.
:beer: KITA NGOPI BARENG HU ...​

Sama-sama brad, ntar ngopi malem-malem :ngeteh:
 
waduh kulkas baru nih keliatannya :pandaketawa: :pandaketawa: :pandaketawa:
ane nitip botol fanta oren sama anggur putih ya disini, entar ane pungut lg klo udah dingin :ampun:

Silakan, brad :beer: wah, boleh dong nih diicip-icip dikit anggurnya hehehe :pandajahat:
 
.


Bab 3 : Konservatif II





Aku masih ingat momen-momen saat terakhir kalinya aku pulang ke Indonesia. Kala itu, aku tengah merayakan pesta ulang tahunku yang ke 21 secara cukup sederhana namun meriah di rumahku di Conigli City. Yang datang, sebagian besar memang hanyalah keluarga atau teman-teman dekatku. Namun, aku sangat bahagia. Mereka semua datang secara tulus dan ikhlas, mendoakan serta bersalut padaku layaknya aku tuan Putri sungguhan. Salah satu momen terindah dalam hidupku. Aku bahkan sempat terisak dalam pelukan Sherry dan Giztha, dua sahabat sehidup-sematiku. Mereka
 benar-benar sahabat sejati yang aku sayang. Jujur, aku banyak melalui masa-masa sulit dalam kehidupan sekolah serta remajaku. Kalau saja bukan karena dua orang bodoh itu, mungkin aku sudah menembak kepalaku sendiri dengan pistol di sudut kamar secara tragis.

“Wah, gak kerasa Cheska udah dewasa ya sekarang, Kin. Udah tumbuh jadi wanita yang begitu cantik.”

“Iya. Time moving faster, Des. Baru kemaren rasanya aku jerit-jerit panik di rumah sakit di Praha ngelahirin dia, hihihi. Sekarang
 udah, ahhh
,”

“Panik? Cheska kan anak ketigamu, Kin. Kok bisa panik, sih, hihihi?”

“Ya gimana gak panik, dokter ama susternya semua ngomong bahasa Czech! Mereka nenangin aku pun aku serasa dibacain mantra sihir, hahahaha.”

“Ya ampun, hihihi.”

“Padahal rencananya mau lahiran di Milan, lho, Des. Tapi si Cheska ini malah keburu brojol di sana! Ahahaha!”

Aku hanya mesem-mesem saja mendengarnya. Saat itu, aku tengah duduk di dekat mamaku—Kinanti—yang sedang bernostalgia ria dengan tante Dessy, sahabatnya yang lama tak bertemu karena sibuk jadi diplomat di luar negeri di New York. Keluarga kami memang sangat dekat. Bahkan secara politik pun, kami satu circle. Papa sudah berkali-kali meminta tante Dessy untuk pulang jika calon presidennya dari Partai Garda Nasional yang berspektrum nasionalis-konservatif kanan memenangkan pemilu. Yeah, sudah jelas Papa telah mendapuk si Tante Polyglot ini sebagai calon menteri luar negeri, hehe.

Well, agak-agak eeew sih kalau bicara politik, tapi ya apa boleh buat, memang kenyataannya begitu. Sudah dari dulu keluarga kami memang menjadi oligarki penyokong PGN. Tapi udalah, secara pribadi aku sendiri orangnya bebas and gak pedulian kok. Sama Sherry yang apolitis dan Giztha yang leftist weirdo pun aku bersahabat, plus Mama dan Papa pun menyukai mereka.

Anyway, back to reality, cukup seru sih menguping Mama dan Tante Dessy mengobrol. Berhubung ini ulang tahunku, hanya pujian dan hal-hal baik saja yang Mama katakan, hahahaha!

“Cheska makin lama jadi makin keliatan, ya, aura
 ehmm, aura itunya.”

“Hmm, itunya? Hihihi, aura apa maksudmu, Des?”

“Entahlah, aku ngerasa
 ada aura Baskara suamimu itu, lho, di Cheska. Aura penuh kewibawaan?”

Mama sontak tertawa lepas mendengarnya, di sebelah diriku yang masih cuek menyantap potongan kue ulang tahun.

“Mmmh
 eh
 denger-denger, Cheska ya, yang nanti bakal dipercaya pegang “takhta” keluarga ini, Kin? Benarkah? Baskara pernah bercerita sedikit padaku tentang itu. B-Bagaimana nanti pendapat Rashid, anak lelaki pertamamu, Kin? Aku kok gak mengerti rasanya
,”

Mama menghela nafas. “Entahlah, Des, kami juga pusing. Kamu tahu sendiri kan hubungan Baskara dengan Rashid? Semenjak Rashid berontak dan masuk Angkatan Udara menentang Papanya
 yah
 semua jadi dingin. Bagaimana mungkin dia bisa pegang bisnis keluarga sementara dia sudah kontrak darah dengan negara, hidupnya diambang batas hidup dan mati sebagai pilot fighter jet? Apalagi
 situasi di laut utara makin memanas.”

“Pray for the best, Kin.”

“Lagipula, justru Rashid sepertinya senang dia tak diberi tanggung jawab itu. Kan, itu yang dia mau dari awal sampai ribut dengan Baskara segala demi lari mengejar cita-citanya jadi pilot? Hhhh, dasar emang anak laki-laki, kalau udah punya tekad
,”

“
.”

“Lalu putri keduamu, Gheanina? Kakaknya Cheska?”

“Sssshuh~”

Aku menyunggingkan senyum geli ketika Mama mengibaskan tangan lalu memicing sebal. Kalau kak Rashid sering ribut ama Papa, Kak Ghea lah yang menjadi nemesis Mama di keluarga ini.

“Aku udah hilang harapan ama si Bandel itu! Sedetik setelah kutahu Ghea kabur dan menikah muda dengan Travis si Musisi asal Amerika itu, ingin rasanya aku coret dia dari daftar ahli waris! Huh, seharusnya tak kuijinkan dia kuliah di US!”

Loh, Mah? Kok bagian hamil diluar nikahnya di skip? Hihihihi!

“Ya ampun, Kinanti. Jangan begitu, gimana pun dia juga kan anak kamu. Apalagi kudengar karir Travis bagus di sana. Sebagai musisi, dia cukup melejit.”

Mama kian cemberut mendengarnya, sedangkan aku? Eh— birthday cake ini enak banget deh whip cream-nya! Serius! Beli di mana sih Mama?

“Hmmm, aku bener-bener gak kepikiran, lho, kalau keluarga Irzandi akhirnya jadi matriarki. Tapi
 kupikir Cheska nanti bakal menjadi “ratu” yang anggun, berwibawa dan disegani, hihi, mirip Papanya
,”

“Hihihi, gak seperti itu juga kali, Des. Kasian Cheska kalau diberi beban terlalu berat. Mungkin Rashid bakal tetap jadi head of the family
 selama dia masih hidup. Ibaratnya, seperti raja tanpa pemerintahan, lah. Dan dalam menjalankan perannya, saya rasa Cheska pun bakal disokong keluarga lain serta orang-orang kepercayaan, tergantung keinginan serta kebutuhan dia. Toh suamiku pun sekarang begitu, gak semua dia urus.”

Seraya melahap potongan terakir kueku secara anggun ke dalam mulut, aku pun tersenyum lebar. Yeah, rasanya tak perlu kujelaskan lagi. Persis seperti apa yang diceritakan Mama, begitulah gambaran masa depan yang ada di kepalaku kini mengenai jalan hidupku. Aku sudah bisa merasakan empuknya “singgasana” kursi kerja nan nyaman yang kini Papa tempati. Secara akademik, mungkin aku bakal cuma menjadi lulusan Fashion Marketing and Distribution Departement di Bunka Fashon College. Namun, modal untuk menjadi pebisnis tangguh serta “godmother” mafia handal, bisa aku pelajari secara otodidak, fufu~. Tugasku kini hanya menunggu dan mempersiapkan diri, demi melangkah secara pasti mewarisi takhta kerajaan konglomerasi Irzandi! Hahaha!

“
.”

Dan, itu aku beberapa bulan yang lalu.

Aku yang berbahagia di hari ulang tahunku.

Cheska yang begitu cantik, elegan dan bicara penuh percaya diri.

Tak percaya rasanya jka kini melihat apa yang terjadi padaku, pada raga serta harkat martabatku
.




Malam itu, aku digiring masuk ke lobi love motel oleh dua orang pria tua jelek yang terkekeh-kekeh penuh kegirangan. Dari seronok pakaian serta kusut rambutku saja aku sudah bisa menduga semua orang yang melihatku di sana bakal men-judge aku ini perempuan seperti apa. Aku tertunduk silangkan lengan, berusaha hilangkan wajah. Takut ada teman atau kenalan yang memergokiku.

“Ayo, Sayang, ikut saya ke front office. Jangan muna-muna kayak lonte baru debut.”

“Hehehe, gimana rasanya keluar gak pake celana dalam, Chesuko san? kedinginankah tempikmu?”

“
.”

Shit! Rasa tegang ini
 rasa malu terhinakan ini
 kenapa malah menjadi begitu menggairahkan? Apa aku sudah ‘sakit’? Apa kelamaan hidup dalam pemujaan serta gemerlap dunia atas, tanpa kusadari telah membuatku sedikit jenuh hingga dapat pelampiasan dalam kontrasnya?

Aku dibawa menuju resepsionis menemani Detektif Tanaka dan Officer Nobita. Di sana, mereka langsung berbicara akrab penuh canda tawa. Sialan! Bisa kutebak ketiga orang ini sudah saling mengenal, saling “memahami”, layaknya pelanggan dan pemilik usaha.

“Sugooi ne~ mantap kali hasil tangkapanmu malam ini, Detektif. Pelacur dari mana ini?”

“Hei, sembarangan saja kamu, Heizou! Bukan pelacur, dia, tapi mahasiswi!”

Resepsons bernama Heizou itu lalu menatapku dari atas ke bawah. Yeah, atasan kemeja ketatku memang sudah dikancingkan kembali, namun masih tampak carut berantakan kentara habis digerayangi. Muka? Jangan tanya. Kalau Sherry melihatku dalam keadaan begini, pasti kalimat pertama yang bakal dia ucap, “Lo abis ngewe di mana, Ches?”. Dan yang paling fatal, tentu saja di selangkanganku. Sudah rok-ku mini, pendek dan bermodel pleated (gampang kesingkap dan “terbang” ketup angin), aku pun kini tak memakai celana dalam. Hancur lebur dirusak pakai cutter oleh si Detektif Cabul itu tadi, grrrrh!

“Ahahaha, Pak Detektif bisa saja. Masak mahasiswi potongannya binal kayak gini? Ini cewek habis Bapak entot, kan, di dalem mobil?”

“Bah! Sok tahu kamu, Heizou. Orang baru dikobel-kobel doang kok anunya. Eh, benar begitu kan, Chesuko san?”

“Hahahahaha!”

Bola mata ber-contact lens biruku memutar kesal ketika si Detektif melongok ke arahku. Perlu ya aku jawab pertanyaan kurang ajar semacam tadi? Melihatku hanya diam dan membuang muka, ketiga lelaki yang mengerumuniku ini pun lantas tertawa melecehkan.

“Chesuko san ini mahasiswi asing. Dari Indonesia, dia. Sudah cantik, imut, bahasa Jepangnya pun pinter, pula. Sugoiii, lancarrr!”

Aku menghela nafas. Bukan hanya nama diri dan keluargaku saja yang kini terancam rusak. Bahkan kebangsaan dan negaraku.

‘Dari Indo
 nesa? Lancar bahasa Jepang? Benarkah?”

“Benar. Tak percaya?”

Detektif Tanaka lalu mengetikan sesuatu di layar ponselnya—deretan kalimat dalam huruf Jepang—kemudian menyodorkan padaku. Seketika saja aku sontak membeliak kaget.

“Coba baca dan katakan ini pada Heizou, Chesuko san. Anggap saja sedang praktek percakapan resmi dalam hotel. Saya yakin kamu bisa membacanya, hihihihi.”

“Pak, a-aku gak mau! Malu, Pak. A-Apa-apaan ini?”

“Heh! Cepat lakukan Chesuko san! Kalau tidak, Officer Nobita akan saya suruh angkat rok-mu, hahahaha!”

Terpejam, aku sejenak mengambil nafas. Hatiku mengamuk namun anehnya syaraf-syaraf seksualku malah melecut hangat! Aku benar-benar terlihat seperti perek culun di saat itu. Aku pun lalu membaca tulisan tersebut tanpa berani menatap langsung wajah si Resepsionis.

“S-Selamat malam Pak Resepsionis. P-Permisi, s-saya horny dan kebelet pengen k-kontol. B-Boleh saya pesen kamarnya satu, P-Pak?”

“Huahahahaha!”

Kembali, pria-pria tua bajingan itu mentertawaiku. Tawa yang sungguh merendahkan dan mengganggapku yang bergender perempuan ini sebagai objek hiburan seks semata. Seketika, aku merapatkan paha. Aku lagi-lagi mendadak diterpa gelisah. Muncul gelitikan halus di dalam perut serta relung dadaku yang begitu liar dan menjalar cepat. Aku ingin
 pipis. Ya, ada desakan di sekitar kemaluanku yang sepertinya perlu “diibuyarkan” segera. Aku tak paham apa ini. Apakah gara-gara terangsang tanpa kendali? Gara-gara kedinginan gak pakai cel-dam? Atau, karena memang kebanyakan minum jus kalengan yang dibelikan Detektif Tanaka yang memang kupesan tadi? Atau, kombinasi ketiganya? Yang jelas
 aku butuh ke kamar mandi! Aku tak ingin kencing di sini dan memberikan tontonan fetish memalukan pada orang-orang di sekitarku!

“P-Pak Detektif
 bisakah kita cepat-cepat ke kamar sekarang? Aku
 aku pengen—”

“HUAHAHAHA! Kau dengar, Heizo? Ayo berikan kuncinya—kamar seperti biasa. Chesuko san ini memang maniak seks plus gak sabaran! Hahahaha!”

Grrrrh! Aku tuh belum selesai ngomong, Bangsaaaat!

Dengan perasaan dongkol, aku pun lantas membuntuti Detektif Tanaka yang sigap meraih kunci kemudian menuntunku naik ke lantai atas. Aku tak peduli dengan komentar si Resepsionis yang masih tertawa dan mengomentari cara jalanku yang aneh. Bahkan, acuh kubiarkan bulatan belah pantat telanjangku nampak terintip cabul kala aku berlangkah cepat menaiki tangga. It’s like
 I don’t fuckin care anymore, OKAY! Aku pengen kencing secara nyaman dan damai! Aku butuh toilet!

“Hahaha, ada-ada aja! Masak mahasiswi gak pakai cangcut? Ck ck ck~”

Samar, kudengar resepsionis tadi berceletuk nakal. Otot-otot kemaluanku semakin terkejan keras menahan semburan air. Sepertinya, ini bukan pipis biasa.

Dan sialnya, peranku sebagai objek mainan seks belum berakhir.

Tak lama berselang, di lantai atas tepat di depan kamarku, aku mulai tak kuat sampai-sampai sendi lututku gemetar hingga terjatuh jongkok. Sambil tertawa-tawa, Detektif Tanaka dan Officer Nobita tak hentinya terus mempermainkanku dengan cara pura-pura kesulitan membuka liang kunci. Aku menutup wajah dengan kedua tangan, menggigit bibir, menahan tangis, seakan-akan inilah akhir duniaku. Aku tahu disana ada orang! Aku tahu di sana ada CCTV! Namun, apa dayaku? Mau berlari pun justru terlihat seperti orang tolol, bisa jadi malah “berceceran” kotori paha. Yang aku bisa, hanyalah sembunyikan muka.

Bodoooh! Bodoooh kalian beduaaa, hiks! What have I done to deserve this?

Tanpa bisa kutahan, akhirnya lubang mungil pipisku pun menyemburkan air. Hiks, percayakah kalian? Aku kencing sembarangan
 secara begitu lacur
. layaknya anjing jalanan di lorong hotel. Lumayan deras timbulkan genangan becek di atas karpet tipisnya di sana.

“Eh? EEEH? Anoo~ maafkan saya, Chesuko san! Kunci hotel ini susah sekali dibuka! Dasar hotel murahan, hahahaha!”

Dan, kalian tahu apa hal apa yang paling kubenci di kala itu? Timbul kejangan-kejangan kecil yang begitu lezat di sekujur badanku. Ini aku hanya jujur pada kalian, ya, karena aku lebih baik mati daripada mengakui jika aku berahi diperlakukan secara demikian. Aku pun tak mengerti, kenapa aku bisa begini?






------------------------------​
 
update dulu aja deh meski baru jadi setengah juga, :ngeteh:

btw, enakan post dikit2 tapi agak cepet ato sekaligus banyak tapi lama ya? :huh:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd