Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Berakhir Indah, apa Tidak? By CrazySka

Bimabet
[size=+2]Chapter 17 - Sang Pengganggu[/size]
POV#Ratna

Setelah kemarin acara mendaki gagal mungkin diundur tepatnya karna Fajal tidak hadir. Dengan teliti aku mengecek barang bawaan ku untuk ke sebuah kafe dekat sekolah, untuk memenuhi panggilan Dinar melalui peran singkatnya tadi pagi.

"sudah semua...oke tinggal berangkat." ucap ku dengan segera melangkah keluar dari kamar, namun sebelum membuka pintu aku teringat akan sesuatu.

"buku." pikirku, aku pun segera berbalik dan mengambil buku ber-cover aurora itu, yang selalu menemaniku, namun kadang aku lupa membawanya hihihi.

Dengan mengemudikan motor matic punya mamah, aku pun cerat sampai di kafe itu.

Di kafe yang cukup ramai namun tetap terasa damai dan sangat tenang suasananya. Pandangan ku pun memandang para pengunjung kafe itu, mencari sang sahabat hingga sebuah tangan melambai kepada ku dari meja paling ujung, dan itu Dinar bersama Caezar.

"Ezar kenapa menatap ku begitu ya?, tidak seperti biasanya, tapi mukanya kaliatan banget tidak kuper lagi hihihi." pikir ku menerima tatapan mata tajam Ezar yang membuat hati ini kaget menerimanya.

"hei Dinar..!" ucapku, seraya duduk tanpa permisi di meja Dinar dan Ezar.

"hey Ratna kenapa lama?" tanya Dinar gusar menunggu ku mungkin.

Sebelum aku menjawab pertanyaan Dinar, ku pandang sang lelaki yang telah merenggut hati ini.

"hey dah lama nunggu ya?" tanya ku sebari memandang wajah yang sedang terlihat semangat itu.

"lumayan." jawabnya disertai senyuman kearah ku, dengan kedua tangan memegang 1 gelap jus jeruk, seraya meminumnya akan tetapi Dinar yang merasa diacuhkan kami, menahan dagu nya dengan kedua tangan sebari cemberut kearah ku. Sedangkan Ezar hanya menahan tawa melihat tingkah sepupu nya itu, namun aku hanya tersenyum saja melihatnya.

"kenapa si kalian? aku ini mau membahas masalah bukannya mau melihat kalian pacaran.HUH." ucap Dinar kepada aku dan Ezar. Aku pun meredakan kekesalannya.

"ya masalah apa memangnya Dinar?" tanyaku penasaran.

Kami pun serius membahas masalah yang menimpa Fajal dengan perkataan yang pelan, karna kami takut mengganggu para pengunjung kafe itu.

2 jam aku mendengar dan dengan disertai tawa melihat Dinar dan sepupunya itu, berebutan menjelaskan kepadaku. Sungguh lucu sekali apalagi Dinar yang so-so-an serba tau tapi jelas tak tau apa-apa.

dan sekarang Ku ketahui Fajal sekarang mendekam dipenjara dengan kurun waktu satu bulan.

Akhirnya kami pun bergegas pulang. Dinar yang akan masuk ke angkot mengacungkan jempol kearah ku, dan langsung memasuki angkot dengan rute melewati rumahnya. Sedangkan aku hanya tersenyum melihat kelicikan nya itu, ya dia memaksa sepupunya untuk mengantar ku, padahal aku bisa sendiri tanpa harus merepotkan Ezar dan aku pun tersenyum malu mendengar bisikan Dinar sebelum kami berpisah.

"biar mesra." bisik Dinar tadi membuat pipi ku merona merah sebari menatap Ezar yang hanya menaikan bahu.

"ayo Ezar kita pulang! Dan ini kunci motornya." ucap ku seraya menyerahkan kunci motor matic mamah ku.

"tapi aku kan belum lancar Ratna, gimana kalau jatuh nanti?"

"udah ah ayo aku sudah panas ni diparkiran gini!"

Aku pun segera menggandeng tangannya menuju motor ku.

Dengan ragu Ezar pun menurut saja dan kemudian motor pun berjalan dengan pelan menelusuri tiap rumah dipinggir jalan dan area persawahan, karna pelan aku pun memandang para petani yang sedang berkutat membersihkan rumput liar, sebari memeluk sang pengemudi.

Sungguh nyaman hingga pandangan ku melihat seorang lelaki dan itu Rian bersama Amel teman sekelas ku, mereka sedang asik meminum cendol dipinggir jalan sebari duduk berteduh dari panasnya mentari.

"untung saja Dinar tak disini, meskipun dia pasti melewati mereka tapi semoga dia tak melihat Rian, ya semoga saja." pikirku. Mungkin aku tak begitu menghiraukan mereka jika tidak ingat tentang perasaan Dinar.

"hey ko diem aja sayang?" ucapku usil, tapi nyatanya memang aku menyayanginya.

Motor pun sempat oleng tapi tak lama setelah Ezar sadar.

"ngagetin aja kamu Ratna, untung ga jatuh tadi."

"ih kan kamunya diem ya aku tanya malah kaget, kenapa memangnya sayang?" sekali lagi aku usil dengan mengatakan sayang, namun tak sekaget tadi.

"udah ah, jangan bilang sayang! aku itu belum pantas dapet kata-kata sayang dari kamu."

"kenapa memangnya? Salah ya jika aku sayang sama kamu?"

"ga papa, dan ga salah juga, itu kan bebas tidak ada toleransi untuk sayang kepada siapa pun."

"lah terus? Kapan kamu pantas untuk aku? sedangkan diluar sana banyak lelaki yang sangat mengharapkan cinta dan sayang dari aku."

Dengan cepat Caezar menepi dibawah pohon setelah mendengar perkataan ku.

Dia pun turun dan mengajak ku berdiri dihadapannya dengan tetap tak melepaskan kedua tangan ku.

"Uh ada adegan romantis nih meskipun dipinggir jalan hihihi." pikirku senang.

"jujur aku memang menyukai mu dan aku pun juga tau banyak lelaki diluar sana yang menginginkan mu, tapi belum saatnya kita bersama karna aku belum merasa pantas untuk menjalin hubungan dengan mu Ratna." ucapannya itu seakan membuat dirinya sangatlah lesu.

"huss...kamu kan sudah jujur mencintaiku! jadi mulai sekarang kita pacaran saja, ga ada kata-kata pesimis lagi! cukup! kita pacaran itu bukan mencari kesempurnaan tapi menerima segala kekurangan masing-masing."

"tapi.."

"sudah ayo kita langsung pulang! Malu tau dipinggir jalan begini kaya ga ada tempat romantis buat pacaran saja." ucap ku memotong perkataanya.

"baiklah, tapi aku minta jangan dulu beritau teman-teman ya! Aku belum punya uang banyak soalnya."

"ah gapapa, lagian kan kita sedang libur sayang palingan juga yang nagih jatah traktiran ga banyak."

"ia juga ya, ko aku tambah bego." ucap Ezar seraya kembali menjalankan motor matic mamah ku.

"ah ga mungkin, masa tambah bego harusnya pinter! Kan kamu tadinya kuper."

"ngeledek nih."

"udah, jangan dibahas aku cuma becanda."

Akhirnya sepanjang perjalanan kami pun mengobrol terus menerus membahas ini itu, hingga setelah sampai dirumahku, akan tetapi tiba-tiba seorang pengendara motor berhenti dihadapan kami dan segera turun, dan sedikit berlari.

Hingga kemudian menarik kerah baju Ezar.

[size=+2]___Bersambung___[/size]​
#tadinya ane mau tambahin biar aga panjangan gitu.. tapi ane masih jauh konflik buat Ratna.. well, maaf maaf saja ya cuma segini :hammer:
kan yang penting update dan ga PHP hehehe :Peace:
 
Terakhir diubah:
njierr..kuper, bokek, pesimis...

meni jlebbbbb...jlebbb.***nSka..
:galau:

#lumayan rapih euy, walau ada typo + ada yg kalimat yg kpnjangan tnpa tanda baca...:p

##yess berasa jadi tukang kripik euy...
:haha:
 
Terlalu tega ya lurr ane :(
#tar ane perbaiki, mentok ma biling jadi ga dikoreksi tapi ga papalah jadi ada kripik kan :hammer:
:aduh:
typonya banyak hufh.. Ceroboh
 
Terakhir diubah:
klo masuk cerpan baru boleh dibilang tega, tapi low dimari mah asyik aja gan...:p

#ngeunah teu kripik ma icih na gan???

:pandaketawa:
 
klo masuk cerpan baru boleh dibilang tega, tapi low dimari mah asyik aja gan...:p
#ngeunah teu kripik ma icih na gan???
:pandaketawa:
ia dong ;)
cukup diimajinasi aje brad.
#wuh.. Ngenah pisan, katagihan dei, bolehlah sering2,
misal, kata2 yg kurang pas dibaca :pandaketawa:
 
[size=+2]Chapter 18 - Pendekatan[/size]
POV#Author

Di jalanan, seorang lelaki dengan motor gagah nya, melaju melewati para motor dan mobil didepannya, dan tak lupa membunyikan klakson motornya bila berpapasan dengan gadis-gadis dipinggir jalan.

Dia memamerkan ketampanan dan tunggangannya, akan tetapi ada saja para gadis itu hanya menatap sinis dan juga senang sambil melambaikan tangan kepadanya, namun dia hanya tersenyum sambil terus melaju dengan segala kesombongan nya
.
Lelaki itu adalah Rahman Rasmawi, salah satu perintis adanya perkumpulan bernama racing city club, yang diketuai oleh sahabatnya sendiri.

Dulu Rahman sangatlah aktif digeng motornya itu, dari mulai mencari anggota baru disekitar desanya dan dengan membuat sebuah peraturan geng mereka. Namun sekarang Rahman mulai tak ada waktu untuk geng nya itu, terlalu sibuk dengan usahanya yang sangatlah susah untuk dia tinggalkan.

Back to the story!

Rahman yang bergegas pulang ingin mengambil resep makanan yang semalaman dia buat dan mempraktekannya, segera mempercepat laju motornya
.
Setelah jarak rumahnya sudah lumayan dekat, perlahan laju motornya menurun. Dengan tiba-tiba pandangannya terbelalak kaget melihat seorang gadis cantik yang sangat mesra memeluk seorang lelaki yang tidaklah dikenalnya itu, seiring rasa kagetnya perlahan amarah dalam dirinya meluap, api yang semula padam setelah unjuk gigi apa yang dia punya di jalanan, kembali berkobar.

Motor gagah nya dia belokan cepat, hingga menghadang laju motor Ezar dan Ratna tunggangi yang akan berbelok menuju per-karangan rumah Ratna.

Ezar yang kaget melihat Rahman yang tiba-tiba saja berbelok dari jalur disebelahnya, kemudian berhenti tepat didepannya segera mengerem. Membuat Ratna terperangah melihat kenapa sang pacar mengerem secara dadakan itu.

Sementara Rahman yang sedang meluap-luap emosinya, segera turun menghampiri Ezar dan Ratna, dengan sebelumnya melepas helm terlebih dahulu. Ezar yang saat itu sedang menurunkan kembali pernapasannya, hanya menurut tanpa ada perlawanan kepada Rahman yang menarik kerah bajunya oleh tangan kanan Rahman.

"kau siapa? Berani-beraninya berpelukan seperti itu." tanya Rahman kesal namun Ezar hanya diam dan tak berani menatap Rahman, dengan geram Rahman kemudian menatap Ratna yang sudah turun dari motor matic nya.

"coba kau jelaskan semua ini Ratna dan siapa lelaki ini!?" ucap Rahman lagi seraya melepaskan Ezar yang seperti seorang pengecut dihadapannya.

"dia itu pacarku dan aku tak mau ada lagi yang mencampuri urusanku apalagi masalah percintaan, sudah cukup! mulai saat ini aku tak mau ada campur tangan lagi!" jawab Ratna dengan tegas, sedangkan Ezar hanya bengong saja mendengar perkataan Ratna kepada Rahman.

"tapi kan aku harus..." belum sempat selesai Rahman bicara, Ratna mulai bicara lagi.

"udah ah cukup, lagian tadi penjelasan ku sudah jelas bukan?" Kemudian Ratna melirik Ezar dan menarik tangan kanannya.

"ayo kita masuk dulu sayang!" ujar Ratna mengajak Ezar untuk mampir terlebih dahulu sebelum dia pulang.

Sedangkan Rahman hanya bengong memikirkan segala sesuatunya hingga melihat Ratna sudah akan memasuki rumahnya.

"hey, pacar mu itu belum aku tanyai!" Ratna pun memandang Rahman.

"ah sudahlah kak, nanti didalam saja kita bicarakan! Aku cape tau kak." Rahman yang mendengarnya pun hanya menggeleng menyerah dan dia pun menyadari akan hal itu. Kemudian dia melirik motor yang masih terparkir di pinggir jalan, dengan tanpa menengok kearah Ratna, Rahman memanggil Ezar.

"pacar mu suruh kesini! Bawa masuk ini motor mamah." Teriak Rahman itu pun membuat Ezar segera melepaskan genggaman tangan Ratna.

"aku bantu kakak mu dulu ya sayang." ucap Ezar pelan membuat Ratna tersenyum riang.

Ezar kemudian mendorong motor matic itu, berbarengan dengan Rahman. Di sela-sela mereka mendorong masuk ke perkarangan Rumah, Rahman melirik Ezar kemudian bicara.

"kau sungguh hebat bisa mendapatkan hati adik ku itu." Ezar hanya tersenyum bangga mendengar pujian Rahman itu.

Sedangkan seseorang di balik sebuah pohon di sebrang jalan yang melihat kejadian tadi itu terus berpikir setelah harapan akan hati dan rencana buruknya telah hancur.

"aku harus mencari jalan lain, aku tak akan bisa hanya mengandalkan jal Rahma saja untuk memiliki adiknya, dan aku harus berat mendapatkannya sebelum aku lulus nanti." kemudian dia pun pergi meninggalkan tempat dia tadi mengintai dengan sejuta kemungkinan dia untuk merencanakannya secara matang.

[size=+2]~~~^X^~~~[/size]​

Panasnya siang itu, membuat Dinar yang saat itu sedang berjalan mulai lelah, keringatnya bermunculan, membuat tubuh Dinar terasa sejuk bila ada angin yang menerpanya. Dengan terus bersemangat, Dinar pun sampai di sebuah rumah yang cukup kecil namun indah dipandang itu.

Berdiri menunggu pintu terbuka setelah tadi dia memencet bel rumah itu, dan perlahan pintu itu pun terbuka.

"siapa ya?.... Eh kamu Dinar, ayo masuk!" ucap ibu-ibu itu yang membukakan pintu.

"iya tante."

Di dalam rumah, Dinar yang bertujuan ingin bertemu Rian hanya termenung sendiri karna Rian tak ada, sementara ibu Rian sedang berkutat di dapur.

Kini Dinar mulai bosan duduk menunggu, pandangannya mulai mengelilingi apa yang bisa dia lihat di ruang tamu itu, dan senyum usil nya pun mengembang melihat foto-foto di belakangnya. Cukup berdiri dan berbalik, Dinar sudah bisa melihat-lihat satu persatu Foto-foto kenangan seputar keluarga Rian.

"aduh Rian lucu banget, eh ini Fajal kali ya." ujar Dinar melihat foto-foto kebersamaan Rian dan sahabatnya.

Perlahan foto itu Dinar kembalikan ketempat semula, dan melihat-lihat lagi foto lainnya. Hingga ada salah satu foto yang membuatnya seakan terkejut dan terbelalak tak percaya.

"ini kan!?" keterkejutan Dinar itu membuat Ibu Rian menghampirinya.

"ada apa Dinar?"

Ibu rian pun mengajak Dinar duduk terlebih dahulu.

"ah nggak tante, cuma liat-liat foto saja." ujar Dinar biasa saja, padahal pikirannya sedang berpikir kesana kemari mengait-ngaitkan segala kemungkinan.

"ya udah, mending kamu bantu tante masak aja yuk! Sambil nunggu Rian pulang, gimana?"

Dinar aga ragu mendengarnya, secara dia tak begitu suka memasak, tapi susah untuk menolak karna tidak enak hati akhirinya dinar pun mau.

"baiklah tante, tapi jangan di suruh masukin bumbu ya tante!" ucap Dinar memelas dengan senyum cengengesan sementara ibu Rian hanya menggeleng heran dengan gadis-gadis jangan sekarang.

"ia tenang, ga bakal tante suruh gitu."

Dimulai lah seorang ibu yang mengharapkan seorang anak wanita di keluarga kecilnya dan Dinar yang sudah jarang mendapatkan rasa nyaman selayaknya ibunya sendiri, mereka mulai berbagi tugas, Dinar yang masih terbilang baru mulai menyukai kegiatan memasak itu. Disatu sisi Rian yang kini telah sampai di depan rumahnya mulai heran mendengar suara-suara dari rumahnya.

"mah! Ada apa? Rame amat." ucap Rian setelah memasuki Rumah.

"eh Rian sini ada temen mu ini!"

Rian yang penasaran mulai menuju dapur, sedangkan Dinar mulai aga terasa aneh akan perasaannya.

"eh kamu Din, kira siapa yang bikin mamah ku seneng begitu." ucap Rian melihat Dinar yang cukup kotor terkena tepung.

"kalian ngobrol saja di depan ya, entar mamah bilang kalau sudah selesai masakan dan penutup nya."

Dinar dan Rian pun tanpa basa basi lagi menuju ruang tamu dan mulai duduk berhadapan, Rian layaknya orang yang tak canggung berhadapan seperti itu tapi berbeda dengan Dinar yang nampak canggung dan tak tau mau berkata apa.

"jadi sebenarnya ada apa Dinar? tumben sekali kamu datang kesini." Rian mulai membuka obrolan.

"hemm... ga ada apa-apa sebenarnya cuma mampir saja."

Rian mulai menyelidik melihat raut wajah Dinar yang kikuk sekali dihadapan nya.

"ah aku tau, jujur saja kamu datang kesini mau ngajak kencan bukan? hehehe." ucap Rian bergurau sebari cengengesan didepan Dinar yang terkejut mendengar omongannya.

"gila, pede amat kamu Rian huh! ga lagi aku cuma mampir beneran." ujar Dinar kesal berbarengan rasa malu yang dia sembunyi kan.

"alah ngaku saja toh sama orang yang kamu suka ini, ya ga?" Rian mulai usil sebari menaikan kedua alisnya.

Dinar mulai bangun dengan kepalan tangan dia menghampiri Rian, mencoba melayangkan sebuah pukulan pembalasan rasa malunya itu.

"eit.. ga kena" ujar Rian menghidar tanpa ada serangan balasan, sedangkan Dinar terus mencoba memukulnya meskipun tangan Rian selalu bisa menahan pukulannya.

Hingga beberapa saat pergulatan itu terus berjalan, Dinar yang terlalu gigih akhirnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh di pelukan Rian. Sungguh kejadian yang membuat malu sekali khusus bagi Dinar, mereka saling bertatapan, Rian mulai merasa keanehan dalam hatinya, merasa bahwa hal ini memang membuatnya sangatlah nyaman terutama bila berdekatan dengan Dinar.

"apakah memang dia mencintaiku?" pikir Rian waktu itu.

Lamunan Rian pun terhenti dengan sebuah telapak tangan menghantam pipinya. Dinar bangkit dan duduk disebelah kursi yang Rian duduki dengan raut wajah pipi mengembung.

"enak sekali kamu Rian sempat sempatnya bisa memeluk ku huh." ujar Dinar seraya memalikan wajah kearah lain.

"maaf ya atas kejadian tadi, ga sengaja! lagian kamu juga kali yang jatuh nya malah dihadapan aku, jadi bukan salah ku kan?"

Dinar pun menatap Rian dengan wajar cemberutnya itu.

"ngalah napa! malu tau."

Belum sempat Rian bicara mamah nya sudah muncul menyuruh mereka makan dahulu.

Setelah acara makan itu, mamah nya Rian pun menyuruh nya untuk mengantarkan Dinar pulang, dengan tak enak hati karna belum termaafkan Rian mulai mengajak Dinar mengobrol di perjalanan.

"ayolah Din bicara." ucap Rian kala itu.

"ia ni aku bicara, tapi kita cari minum dulu ya! sebelum ke rumah ku, haus ni."

"kenapa ga tadi Dirumah ku saja Dinar!"

"ga deh, lagi pengen air kelapa."

"gaya mu Din, hadeh, dimana ini warung nya?"

Dengan intruksi Dinar, Rian pun sampai. Dinar turun terlebih dahulu dari Mobil hitam itu, disusul Rian yang tiba-tiba terkejut

"Rizal!?"

[size=+2]____Bersambung____[/size]​
 
Terakhir diubah:
Rahman yang bergegas pulang ingin mengambil resep makanan yang pemakaman dia buat dan mempraktekannya, segera mempercepat laju motornya

ini maksudnya apa suhu??

dari resep makanan koq jadi k pemakaman....

:D
 
Rahman yang bergegas pulang ingin mengambil resep makanan yang pemakaman dia buat dan mempraktekannya, segera mempercepat laju motornya
ini maksudnya apa suhu??
dari resep makanan koq jadi k pemakaman....
:D
semalaman maksudnya.. :D
mungkin aneh tiap typo yg ada, soalnya ane pake kamus indonesia di hp jadul biar cepet ngetiknya.. Jadi tinggal klik doang, misal kata cepat, tinggal klik 2,3,7,2,8 dngn tanpa double klik, gitu brad..
udeh ane benerin, thank info typo nya :beer:
 
Wanjriit.... ujung nya ke potong ga ke kopas.. baru ngeh sekarang dan sial nya ga ada yang ngomen tentang itu :kaget:
Mohon Maaf kepada para pembaca :ampun: segera ane tambahin dan ane lagi ngetik lanjutan Chapter 19 mohon mf bila blum bisa apdate.. ane kena penyakit para penulis :tabok:
 
[size=+2]Chapter 19 - Awal Pertempur[/size]
POV#Author

Dinar yang tak tau menau akan apa yang dirasakan oleh Rian hanya melenggok biasa saja mencari tempat duduk yang masih kosong. Rian dengan pikiran kalut mencari cari kesempatan agar tak di ketahui keberadaan nya oleh Rizal mencoba menatap kelain arah lain yang tak bertatapan dengan Rizal. Bagaimana pun Rian tak mau ada keributan lagi, apalagi tentang masalah yang tak ada sangkut pautnya dengan dirinya itu.

Dengan duduk membelakangi Rizal, adalah cara jitu yang sempat terpikir oleh nya.

"Rian, kamu mau minum juga bukan?" tanya Dinar padanya dengan segera bangkit ingin memesan 2 buah kelapa segar.

"tentu Dinar." ucap Rian cepat.

Rian pun menikmati air kelapa itu dengan disertai berbagai bahan pembicaraan yang menurutnya sangat lah nyaman untuk dibicarakan dan dia pun dengan yakin bahwa Rizal tak mengetahui dirinya ada.

Setelah sang mentari menyingsing menuju barat dan langit kekuning-kuningan mereka pun mulai beranjak meninggal kan warung itu, akan tetapi sebelum Rian hendak memasuki mobilnya, seseorang menghampiri sekaligus menarik tangannya dan Dinar yang sudah duduk tenang didalam mobil pun keluar kembali melihat apa yang terjadi dengan Rian.

"hey jangan seenak nya kau mau lari.!" ucap Rizal dihadapan Rian.

"ada perlu apa lagi?" jawab Rian dengan menyingkirkan tangan Rizal.

"kau masih punya urusan dengan ku, jadi kita harus menyelesaikan pertempuran kemarin itu yang terhalang gadis penyelamat mu!' ujar Rizal lagi.

Dinar yang sudah disamping Rian dan bersamanya menatap Rizal gusar pun angkat bicara.

"kau ada urusan apa? bukankah kau itu yang ngotot mengejar cintanya sahabat ku."

Rizal pun menatap Dinar tak kalah sinis setelah mendengar kata ejekan yang menjatuhkan harga dirinya.

"diam kau perempuan, ini bukan urusan mu dan juga tak ada sangkut pautnya dengan Ratna, jadi kau jangan ikut campur! ini urusan lelaki kau tau." bentak Rizal.

Rian menahan dan menyuruh Dinar mundur di belakangnya setelah gerak geriknya mulai emosi.

"baiklah Rizal, jadi kau ingin kita bertarung lagi? apakah kau inginkan hanya untuk menyombongkan diri setelah mengalahkan aku atau mencari malu karna dikalah kan oleh ku? sebenarnya alangkah baiknya jika berdamai saja! tentu kau tau semuanya adalah salah mu sendiri bersama teman-teman mu yang tiba-tiba menghadang laju motor ku pada saat itu."

Rizal pun memandang Rian tajam penuh emosi mendengar perkataan Rian itu, dan dia perlahan mengurungkan niatnya untuk mehendaki nafsu ingin bertarung dengan Rian.

"memang aku menginginkan bertarung lagi dengan mu tapi setelah ku pikir-pikir ada benar nya juga omongan mu itu, jadi aku hendak berdamai saja karna firasat ku kau itu bukan lah anggota geng." ujar Rizal seraya mengajak Rian bersalaman tanda mereka berdamai.

"tentu saja aku senang mendengarnya bila kau ingin berdamai." ucap Rian setelah dia menjabat tangan Rizal.

Rizal pun pergi mendatangi motor dan sekaligus meninggalkan warung itu, sedangkan Rian mulai menatap Dinar sebari tersenyum puas.

"sudah cuma begitu saja Rian, ku kira kau ingin beradu jadi aku tadi memesan air kelapa lagi tanpa sepengetahuan mu."

"buat apa coba?" tanya Rian heran padanya.

"hey, masa aku harus berdiri terbengong-bengong seperti patung melihat kalian bertarung ya lebih baik sambil minum lah biar enak."

"ya sudah bawa saja untuk dirumah mu, karna ga ada pertarungan."

Dengan tanpa ada lagi halangan yang datang, Rian pun pergi mengantarkan Dinar pulang.

Mereka pun sampai dan tak lupa Dinar menawarkan Rian mampir sejenak menemani nya di Rumah yang sedang kosong karna tak ada ibunya itu.

Rian pun mengiyakan untuk mampir sejenak dan kemudian dia pun duduk santai di ruang tamu rumah Dinar, menunggu sang pemilik datang sebari membawa beberapa makanan ringan dan minumnya.

Pandangan nya menelusuri pernak pernik di ruang tamu itu, hingga pandangan nya berhenti dan pikirannya penasaran melihat sebuah foto yang pernah dilihatnya.

"sepertinya aku pernah melihat ibu itu tapi dimana ya?" ujarnya dalam hati dan berpikir keras mengingat, hingga dia pun ingat dan itu adalah sesosok ibu ibu yang pernah dilihatnya di sebuah kampung dekat dengan rumah bibinya dan mengingatkan dia dengan seorang nenek.

"hey Rian ini jamuannya." ujar Dinar menghampirinya.

"banyak sekali Din, aku cuma sebentar disini."

"tidak lah mengapa, toh nanti gampang aku kembalikan ke dapur." ucap Dinar seraya duduk dan mempersilahkan Rian menyantap ala kadar makanan yang ada dirumah nya itu.

"jadi gimana kah kabarnya hubungan mu dengan Rika?" tanya Dinar mulai membuka obrolan.

"ya begitulah tak begitu istimewa hanya sekedar kenal dan akrab saja din, lebih baik menyebutnya amel saja oke." jawab Rian bingung menjelaskannya.

Dengan hati sumringah Dinar mendengar ucapan Rian itu, mungkin jalan untuk menyenangkan hatinya bisa lebih mudah dan tak begitu sakit jika hubungan Rian tak begitu jelas.

"baiklah amel ya, jadi amel yang kamu suka itu tak menunjukan rasa ketertarikan kepadamu begitu." tanya Dinar dengan dijawab anggukan Rian."sedangkan kalian sering bertemu dan akrab sekali." dibalas dengan anggukan lagi oleh Rian."menurut ku amel hanya menganggap mu sebagai seorang sahabat Rian."

"ya memang aku sependapat dengan mu Dinar, akan tetapi aku tetaplah masih bingung menentukan hati dan pikiran ku padanya." ucap Rian menjelaskan.

"kenapa bingung coba?" tanya Dinar.

"ya begitulah sangat lah sukar untuk dikatakan." ujar Rian lesu.

Dinar pun berpikir kesana kemari memikirkan apa yang terjadi bila lelaki bisa seperti itu, tapi dia tak begitu mengerti hingga hanya sia-sia belaka memikirkan nya. Rian pun berdiri hendak pamit setelah mengingat sudah malam.

"aku pamit pulang Dinar."

"eh ia, baiklah" ucap Dinar kaget.

[size=+2]~~~^X^~~~[/size]​

Dengan gerak lambat Rian menjalankan mobil hitam nya itu, mencoba santai sebari melihat keramaian dimalam hari. Sempat terlintas dipikirannya mengingat akan sahabat-sahabat nya yang tak tau kemana, hanya Fajal yang bisa dia temukan namun gerangan masalah datang hingga dia masuk penjara, masih untung hanya satu bulan karna dirinya adalah seorang pelajar.

"malang sekali nasib mu kawan." ucap pelan Rian

Sesaat Rian mencoba fokus kejalanan, mengingat dirinya sedang menyetir dan tak bisa dirinya terus melamun dalam bahaya yang sekali-kali bisa menimpanya. Mengingat sahabat, Rian pun menghentikan laju mobilnya setelah matanya terbelalak kaget melihat Ezar sang teman sebangku sekaligus sahabat barunya sedang dikeroyok banyak pemuda yang tak dikenal nya.

"hey hentikan!" seru Rian.

[size=+2]~~~^X^~~~[/size]​

Didepan rumah, dua orang remaja sedang asik berjalan hingga mereka sampai di ujung gerbang rumah. Mereka ialah Caezar dan Ratna yang akan berpisah dan melanjutkan lagi pertemuan mereka nanti. Dengan amat sedih karna sang kekasih ingin pulang karna sudah terlarut malam Ratna mengantarkan Ezar sampai digerbang rumah nya.

"hati-hati ya, awas jangan larak lirik wanita lain!" ucap Ratna menegaskan.

Dengan senyum gembira Ezar pun menimpali kekawatiran pacar nya itu.

"kamu tenang lah Ratna, sebalik nya aku tak akan mungkin melirik wanita lain, mendapatkan mu saja aku susah apalagi mendapatkan yang lain."

"hehehe ia yah." ucap Ratna geli mengingat kelakuan Ezar dulu.

"ya sudah aku pulang ya!" ujar Ezar dibalas anggukan saja oleh Ratna, kemudian Ezar pun mulai berjalan pulang, sedangkan Ratna kembali memasuki Rumah.

Dengan amat gembira Ratna mulai berbaring dan menatap langit-langit kamarnya, mengingat-ngingat dambaan hatinya. Perlahan dering handphonenya berbunyi, dengan sigap Ratna membuka sebuah pesan yang masuk pada hp nya itu.

"sungguh lancang kamu Ratna, memilih lelaki lain, dan mungkin kamu harus bersedih hati setelah apa yang kamu lakukan kepadaku, lihat lah nanti lelaki mu itu akan dapat balasan rasa sakit dari ku, dan mungkin akan segera meninggalkan mu hahahaha."

isi pesan itu mengagetkan nya dan hatinya mulai dilanda kekuatiran.

"Ezar." ujar pelan Ratna.

Dengan langkah terburu-buru Ratna segera menyusul Ezar, dengan menggunakan motor matic nya dia melaju cepat kearah rumah sang pacar dengan hati yang tak tentu.

"aku harus cepat, dia ingin mencelakai nya, oh tidak kenapa macet segala lagi."

dengan gusar Ratna mencari-cari jalur yang bisa ia lalui untuk melewati kemacetan itu.

"ah ada tabrakan, gimana ini..pasti lama sekali aku sampai, oh Ezar semoga kamu tak apa-apa."

Berat hati Ratna menunggu dan menunggu, akan tetapi dilain pihak Ezar yang tak jauh Dari tempat tabrakan itu, sedang santai nya berjalan hingga beberapa motor tiba-tiba berhenti disamping trotoar yang sedang dia injak. Dengan cepat mereka menyergap Ezar dan tau tau sudah mengelilingi nya.

Ezar yang kalut dan takut mencoba berlari menubruk salah satu diantara mereka, hingga dia pun menyerah setelah kedua tangannya dipegang erat oleh orang orang itu.

"lepaskan." teriak Ezar.

tak ada yang menanggapi nya, hingga seseorang maju dan berhadapan dengannya yang tak lain adalah Rizal. Dengan tangan kanan mengepal Rizal ingin menyerang pipi kiri nya namun terhenti setelah sebuah mobil berhenti dan menyinari kearah tempat Rizal dan kawan-kawannya.

Rizal pun menengok kearah mobil itu, sedangkan Ezar sudah merasa lega ada yang menolongnya.

[size=+2]______Bersambung______[/size]​
 
Terakhir diubah:
[SIZE=+2]Chapter 20 - Kemalangan Nasib[/SIZE]
POV#Author

Para warga yang melintas hanya diam dan melanjutkan perjalanan mereka melihat kerumunan orang ditepi jalan itu. Mereka lebih memilih tak mencampuri urusan anak muda meskipun bocah yang dikerumuni itu butuh pertolongan.

Kembali ke pengeroyokan Ezar.

Rizal mengarahkan kawan-kawan nya menghadapi Rian sedangkan dirinya berhadapan dengan Ezar.

"kau tau apa kesalahan mu bocah?" bentak Rizal sebari tangan mengepal dihadapan muka Ezar dengan tangan kiri menggenggam kerah bajunya.

"aku tak tau." ucap Ezar dengan raut sedikit takut menatap kepalan tangan dihadapannya.

Rizal pun tertawa dengan muka memerah menahan amarah.
"seharusnya kau menjauhi gadis itu.!"

Hanya diam dan diam tanpa membalas omongan Rizal, sementara tubuh nya tetap tak bisa diam mencoba melepaskan diri. Sedangkan Rian melawan ke sana sini dengan menendang maupun memukul dengan tanpa diam terus membalikan tubuh karna dirinya di kepung.

Kemarahan Rian meluap tanpa ampun dia memukul lawan yang mendekat karna dia mulai terdesak setelah mendapat pukulan-pukulan dari arah tak terduga.

"Bug...Bug...brek." pukulan Rizal tanpa henti memukuli muka Ezar yang sudah mulai lebam sambil memegang erat kerah baju, hingga robek.

Di satu sisi Rian yang mulai kewalahan akhirnya memukul semampunya karna sangat sukar baginya untuk menang setelah dikelilingi dan terkena berbagai pukulan di tubuh dan wajahnya, hingga tubuhnya pun roboh dan mendapat tendangan tendangan keras dari segala arah, dengan kepala tertunduk dilindungi kedua tangan dan kedua kaki ditekuk melindungi badannya Rian pun pasrah menerima segala rasa sakit akibat tendangan yang terus menerus menghantam tanpa kenal lelah padanya.

Kejadian yang menimpa Rian pun dirasakan oleh Ezar yang sudah meringkuk lemas tak berdaya dengan kepala pening.

Kini Rizal dan kawan-kawannya mulai lelah dan hanya berdiri menatap kedua orang yang terkulai lemas itu dengan gelak tawa puas.

"brum....brum..." sebuah motor berhenti dan tahu tahu melotot dengan muka memerah.

"anjing anjing laknat, kalian membuat onar sembarangan, cepat pergi dari sini.!" ujar Herman yang melihat para anggotanya itu berbuat semua nya lagi.

Tanpa ada jawaban Rizal dan kawan-kawannya itu secepatnya pergi kocar kacir melihat tangan kanan ketua mereka itu. Melihat mereka sudah melarikan diri, Herman mendatangi Rian dan Ezar.

"kalian bisa bangun?" namun tak ada jawaban dari kedua orang itu, karna mengingat dia harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anggotanya itu, Herman pun duduk dekat kedua orang yang kini telah tergolek pingsan, menunggu mereka sadar.

"tak tau malu mereka itu, menindas orang yang bukan musuh, padahal yang ku inginkan sebaiknya bubarkan saja grup ini." pikirnya.
"ya lebih baik bubar dari pada kebanyakan begini hingga peraturan pun dilanggar." pikirnya lagi.

Lamunannya pun berakhir setelah ada mobil berhenti didepannya. Sesosok perempuan dengan penuh kecemasan turun terburu-buru dari mobil itu hingga tak menyapa sama sekali pada Herman malah langsung menghampiri kedua remaja yang masih pingsan itu.

"Oh Ezar, bangun lah.! bangun.!" ucap Ratna dengan sedih hingga dua tetes air membasahi kedua pipinya.

"Ah Rian, kau juga." ucapnya lagi. " aduh gimana ini..hii..hii..hi." Ratna mulai bingung dan tanpa sadar menatap Herman.

"siapa kau?" ucap Ratna heran. Kemudian Herman pun berdiri mendekat.

"Eh..kau kan Ratna bukan?"

"oh.inikan kak Herman..tolonglah kak pacar dan teman ku ini.!"

"kalau aku gak bawa motor tentunya akan gampang dan dari tadi aku tolong."

"yasudah lekas kita bawa mereka kak.!" Ratna pun menarik tangan Herman.

"hey tunggu dulu, pake apaan kita bawa mereka." Ratna pun menunjuk mobil Rian.

"baiklah, lekas kau buka pintunya nanti biar aku bawa mereka Ratna!"

Rian dan Ezar pun dibawa ke rumah Ratna oleh Herman dan Ratna telah terlebih dahulu pulang untuk membawa kakaknya membantu membawakan motor Herman.

Dengan dibantu ibunya, Ratna dengan telaten membasuh lebam yang mulai membiru di wajah Rian dan Ezar. Setelah beberapa jam, perlahan mata mereka mulai terbuka hingga kesedihan Ratna pun berganti dengan senyuman. Dengan tanpa malu-malu lagi Ratna menghampiri lebih dekat, hingga Ratna dan Ezar saling bertatap-tatapan.

Sontak saja Ezar yang baru siuman dari pingsannya terbelalak kaget melihat wajah gadis yang menjadi pujaan hatinya itu dihadapan matanya. Karna malu ezar pun memalingkan wajahnya, namun alangkah kagetnya dia setelah melihat Rahman dan Herman kini memandangnya dari kursi yang bersebelahan dengan kursi tempat dia berbaring. Kemudian Ezar pun bangun.

"Aduh" pekik Ezar merasa punggungnya sangatlah sakit.

Rahman dan Herman pun tak kuasa menahan tawanya.
"hehehe...Ratna urus tuh pacar mu baik-baik." kekeh Rahman pada Adiknya.

"tentulah kak...Ezar! baring saja!" ucap Ratna kemudian mendorong dada Ezar untuk berbaring.

Sedangkan Rian masih kabur matanya hingga dia pun bisa melihat jelas. "dimana aku?" tanya nya setelah melihat sekeliling ruangan tamu itu.

"Eh...Rian kau dirumah ku tau." ucap Ratna sebari menghampirinya.

Herman yang sudah hendak pulang itu pun mengajak sahabatnya Rahman untuk mengobrol diluar, sedangkan Ezar,Rian dan Ratna mulai berbincang-bincang sebari Ratna membasuh luka-luka pada wajah Rian dan Ezar. Rian yang merasa sungkan dibasuh oleh Ratna hendak membasuh olehnya sendiri akan tetapi ditolak keras oleh Ratna.

Dering handphone Rian pun berbunyi keras diatas meja, kemudian Ratna mengambilnya.

"Dinar." ucap Ratna kaget.

[size=+2]~~~^X^~~~[/size]​

Didepan Rumah Ratna, Rahman dan Herman duduk di tangga sebari keduanya menikmati sebatang rokok.

"kita sudah tua kawan." ucap herman membuka obrolan. Sejenak Rahman menatap kawan seperjuangannya itu.

"yaelah, tua dari mana bro, kawin aje belom." kekeh Rahman.

"ye..maaf-maaf saja kawan, sobat mu ini sebentar lagi kawin." mereka pun tertawa bersama.

"oke-oke, jadi..masalah apa yang tadi kau mau bahas?" Herman pun menatap sahabatnya.

"kita sebaiknya bubarkan saja grup yang kita buat itu." heran lah Rahman mendengar penuturan yang tak disangkanya, baru kali ini sobatnya itu membahas lagi tentang kehendaknya yang dahulu sudah didengarnya itu.

"ada apa lagi memangnya kawan? terakhir kali aku mendengar keinginan mu itu saat kita hendak terjun bekerja."

"aku sudah muak atas kelakuan Rizal yang semena-menah"

"hahahaha..sepak terjangnya sama hal nya dengan ku dulu bukan?" tanya Rahman mengingat-ngingat lagi kenangan dari mulai masa putih abu-abu.

"ya begitulah kawan, jadi apakah kau juga berminat untuk membantuku?" tanya Herman berharap dapat terwujud keinginannya itu.

"baiklah, jadi apa rencana yang hendak kau gunakan kawan?" Rahman bertanya karna dia hanya membantu saja.

"nanti saja kita bahas, sudah terlalu malam, nona manis ku nanti melapor hehehe." dibalas senyum saja oleh Rahman yang belum kenal betul dengan gadis yang memikat hati sahabatnya itu.

Herman pun beranjak menghampiri motornya sejenak dia menatap sobatnya yang masih saja menikmati rokoknya itu.

"kali ini aku akan membuat onar dan memalukan grup kita kawan, tunggu saja itu terjadi." setelah mengucapkan nya Herman pun pergi.

Rahman sejenak melamun, memikirkan apa yang direncanakan sobat nya itu.

"Restoran harus tutup ni berapa pekan mungkin untuk membantu si Herman, Ah lambat lah aku pedekate pelanggan baru, yaelah kenapa lagi musti memikirkan wanita itu." pikir Rahman beranjak masuk.

[size=+2]____Bersambung____[/size]​
 
Buat yg menanti updatetan..akan ada besok or lusa. :ampun:
yg baru mengikuti cerbung ini, silahkan kritik bila ada chapter yg bermasalah.
Mari :ngacir:
 
Bimabet
Makasih suhu CrazySka udah kirim :cendol: seger banget :asyik:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd