[SIZE=+2]Chapter 15 - ke Bimbangan Dan Ke Sukaran[/SIZE]
POV#Author
Suasana pagi yang berbahagia dan sangat ditunggu-tunggu kini luntur sudah setelah Rian mengucapkan bahwa pendakian batal.
Dinar dan Ratna kini berjalan bersama, dengan begitu lesunya mereka berjalan kembali untuk pulang.
"Kenapa sih, Rian tega bener.. Hufh..." ucap lesu Dinar sebari berjalan.
"Ya kan belain sahabatnya, Dinar." ujar Ratna membela Rian, ya Ratna tau bahwa Rian sangat menjunjung solidaritas dan Ratna mengerti itu.
"Ya aku kan mau nya ada Rian, asal ada Rian aku tak mengapa harus mendaki sampai kaki ini tak mampu dijalankan lagi juga." ujar Dinar tiba-tiba.
Ratna hanya tersenyum ceria mendengarnya. Dijalanan yang sudah mulai banyak kendaraan melintas, Ratna dengan santainya menepuk pundak Dinar dan menunjuk suatu pedagang air penyegar tubuh.
Mereka pun singgah di pedagang itu. Dengan duduk manis, Dinar dan Ratna meminum air penyegar tubuh itu.
"Aku tau Dinar, kamu sayang dan menyukai Rian bukan? Sampai tadi kamu bilang begitu." ujar Ratna tiba-tiba, membuat Dinar menatap tajam Ratna tak percaya.
"Ah tidak-tidak.." ucap Dinar serentak mencoba mengelak.
"Sudah lah jangan kamu tutupi perasaan mu itu, sama sahabat juga pelit, ingat no secret... Tak ada rahasia!" ujar Ratna mengingatkan suatu perjanjian.
"Iya aku ingat, hufh.. Sebenarnya memang aku mulai menyukai Rian saat dia menolongku waktu itu, ya aku sih ngarep banget Ratna, nanti saat kita mendaki aku bisa sangat dekat dengan Rian."
Dinar merenung, menatap jalanan yang selalu dilewati berbagai kendaraan. Dinar mencoba mengingat kembali masa dimana pertolongan Rian waktu itu.
"Sudah.. Jangan dipikirkan, lebih baik kita bawa asik saja Dinar!" ucap Ratna menepuk pundak Dinar.
"Ya tapi kan.." balas dinar terpotong.
"Sudah.. Kita pulang saja!"
Dengan kesal, Dinar berdiri dan melangkah pulang bersama Ratna.
[SIZE=+2]~~~~^X^~~~~[/SIZE]
Rumah yang cukup besar namun sayang hanya ditempati seorang saja, mungkin akan berbeda kalau ibunya ada, namun sekarang tak ada dan Dinar merajuk sedih akan hal yang dia dapatkan hari ini.
"Ya sudah aku duluan." ujar lesu Dinar setelah sampai rumahnya.
"Hei jangan lesu gitu! Apa harus aku temani?" ucap Ratna sebari tersenyum menatap penuh kegelisaan Dinar.
Senyum Ratna tak terelakan membuat Dinar sedikit memaksa untuk ikut tersenyum.
"Ga papa... Aku ingin sendiri." ucap Dinar tersenyum palsu, meski tak mampu sebenarnya untuk merenung sendiri dan sangat butuh teman untuk mengobrolkan keluh kesahnya hari ini.
"Ya sudah aku pulang.. Butuh temen dirumah? Telepon aku oke!" ucap Ratna seraya melanjutkan perjalanannya pulang.
Dinar tak menanggapi Ratna dan memilih untuk kedalam rumah.
Suasana sepi kini mulai menghantui Dinar.
"Apa aku terlalu bodoh, atau Rian yang ga semestinya aku dekati?"
Dinar pun duduk merilekskan badannya, perlahan dia tertidur. Hamparan padang persawahan luas didepan matanya, dengan takjud dinar meratapi mimpinya itu. Telapak tangan lembut mengusap pundak dinar.
Dinar berbalik melihat orang yang mengusap lembut pundaknya itu. Didepannya berdiri seorang nenek yang tersenyum manis membalas tatapan dinar.
"Jangan bersedih! Nenek menyayangi mu cucu ku, dan Nenek ada untuk menemani mu dikala apapun, sekarang bangun lah! Kejar cinta mu! jangan terus bersedih!" ujar nenek dengan penuh rasa kesedihan hati melihat sang cucu bergelisah hati.
Dinar hanya terbengong tak percaya mendengar omongan nenek itu. Nenek itu pun berbalik dan mulai berjalan menjauh, setiap langkah sang nenek membuat penglihatan Dinar mulai menggelap dan menggelap. Kemudian mata yang terpejam lelap mulai kembali terjaga.
"Astaga, tadi mimpi, kenapa seperti nyata, dan kenapa nenek itu seperti aku sangat mengenalnya?"
Perasaan Dinar kini mulai dipenuhi banyak tanda tanya.
[SIZE=+2]~~~~^X^~~~~[/SIZE]
Dengan berjalan santai Ratna menuju rumahnya, terbesit dipikirannya untuk kembali menuju rumah Dinar, teman sekelas dan juga sahabatnya, namun dirinya mengurungkan niatnya setelah mengingat bahwa Dinar tadi menolak untuk di temani.
Seseorang yang sedang mengendarai motor berhenti tiba-tiba di depan Ratna, mengejutkannya yang sedang memikirkan sahabatnya.
"Hey, Ratna." ujar lelaki yang berhenti didepannya.
"Oh, hey juga, siapa ya?" balas Ratna sopan.
"Ini aku loh, masa tidak mengenali." balas lelaki itu dengan kecewa.
"Kamu, kira siapa." ucap Ratna mengacuhkan lelaki itu setelah lelaki itu membuka Helmnya.
"Ada yang salah ya?" tanya lelaki itu dengan heran.
"Kagak!... Udah sana pergi! Aku mau jalan lagi !"
Dengan kesal Ratna meninggalkannya, dengan gusar lelaki itu mengejar Ratna.
"Hey tunggu dulu! Aku anter pulang ya!?" ucapnya setelah menahan Ratna dengan menggemgam tangan Ratna.
"Lepasin! Aku ga mau!" ujar Ratna sebari mencoba melepaskan tangan lelaki itu dari tangannya.
"Oh jadi kamu ga mau, apa bedanya aku sama siapa itu, ah tak tau lah, yang penting sekarang kamu ikut aku!"
Sementara dari kejauhan ada yang sedang melihat mereka, mimik mukanya tampak begitu kecewa, dan selanjutnya melangkah menjauh tak mau melihat apa yang sangat ingin dia liat namun berujung dengan kekecewaan.
"Mungkin aku harus.. Hemm.. Ah sudahlah dia mungkin bukan untuk ku."
[size=+2]Bersambung[/size]