Keesokan pagi, Arfan dan emaknya sibuk memasak apa yang mereka punya untuk disajikan kepada ibu itu. Budhe Warsihnya membawakan sebakul kecil nasi dan daging rebus bumbu rendang, maklum Warsih lebih berkecukupan dari Leha yang cuma bisa memasakkan sayur yang ditanam di halaman gubuk kecil mereka.
Ibu itu bangun dengan wajah cukup cerah meskipun badannya masih tampak lemah, berbeda dengan semalam yang pucat pasi. Ia memperkenalkan diri dengan nama Rini. Seperti yang diduga Leha dan Warsih, mungkin sudah dua hari ia tak makan, tangannya tampak bergetar saat baru bangun.
“Panggil aku Rini saja ya kak...,” katanya sopan pada Warsih.
Sambil makan dengan lahap, ia lalu dengan singkat menceritakan awal peristiwa semalam, pria yang sebenarnya adalah orang suruhan mantan suaminya bermaksud membunuh untuk mendapatkan harta perempuan itu. Ternyata Bu Rini adalah seorang pengusaha sukses yang tinggal di Jakarta, dua malam yang lalu ia dibius dan dibawa sejauh 500 km lebih ke pelosok desa ini untuk diperkosa dan dibunuh. Untunglah Arfan memergoki aksi pria itu dan kemudian menolong, kalau tidak pastilah kini ia sudah teronggok jadi mayat. Karena pertolongan Arfan, pembunuh bayaran itu tidak berhasil menjalankan aksinya.
Beberapa saat kemudian Arfan, Leha dan Warsih sudah terlihat akrab dengan Bu Rini. Mereka bertukar cerita tentang latar belakang keluarga masing-masing. Arfan sibuk menyiapkan air hangat dan handuk bersih untuk membasuh lengan dan kaki Bu Rini yang menampakkan bercak-bercak goresan bercampur tanah kering. Dituturkannya bahwa dua malam sebelumnya ia diculik oleh mantan suami dan orang suruhannya, awalnya Bu Rini tak curiga karena sang mantan datang baik-baik ke rumah bersama istrinya. Bu Rini samasekali tak tahu kalau seseorang memasukkan obat bius kedalam minumannya ketika waktu itu seingatnya ia permisi sebentar ke kamar mandi. Baru setelah 10 menit meminum juice kesukaannya itu ia seperti merasa lemas, ngantuk lalu ambruk di sofa kamar tamu rumahnya tempat ia duduk. Darisana Bu Rini benar-benar tak sadarkan diri. Ia siuman saat merasakan seseorang sedang menggerayangi tubuhnya, dan itu kira-kira sepuluh jam semenjak ia tak sadarkan diri. Bu Rini awalnya berhasil melepaskan diri dan berlari sejauh kira-kira dua kilometer mengikuti jalan yang tidak ia kenal dimana. Tapi tiga jam saja setelahnya, lelaki berkumis yang berupaya memperkosa dan membunuhnya itu kembali menangkap Bu Rini di sebuah kebun karet. Ia lalu diseret dan dibawa ke tempat dimana semalam Arfan menemukannya sedang berusaha diperkosa. Syukurlah, anak Leha itu muncul dan menyelamatkannya dari kejadian mengerikan tadi malam. Arfan, Leha dan Warsih mendengarkan dengan seksama penuturan Bu Rini. Ketiga orang anak beranak itu berusaha memberi pertolongan sederhana yang mereka bisa sambil terus mendengar penuturan Bu Rini. Arfan membersihkan luka-luka, Leha memberi pijatan di kaki, dan Warsih memijat bagian atas tubuh Bu Rini yang nampaknya sudah bisa tersenyum dengan nafas yang lega. Sesekali bahkan ia membelai rambut Arfan dan terus menyatakan rasa sukurnya atas pertolongan anak itu.
“Umurku 48 tahun dik Leha, Kak Warsih... anakku 1 orang, perempuan, sudah berkeluarga dan tinggal dengan suaminya di kota Balikpapan. Aku tinggal sendiri di Jakarta, 3 orang pembantu dan sopirku mengundurkan diri minggu lalu gara2 tak tahan diteror terus oleh mantan suamiku. Aku bercerai sudah 14 tahun... tapi mantan suamiku selalu ingin menguasai harta yang aku punya sejak sebelum kami belum menikah...,” tutur Bu Rini panjang.
Leha, Warsih dan Arfan cuma mendengarkan penuturan wanita setengahbaya itu. Bu Rini juga menceritakan semua kisah hidupnya dari sejak menikah dan bercerai.
“Aku tak tahu harus gimana membalas kebaikan kalian terutama nak Arfan. Ibu tak tega melihat kalian hidup seperti ini, gimana kalau kalian ikut ibu ke jakarta saja dan kita tinggal bersama di rumahku, masih ada banyak kamar disana, kalian boleh tinggal sampai kapanpun, anggap ini adalah balas budi dari ibu. Dik Leha dan Kak Warsih boleh bekerja apa saja, dan Arfan boleh melanjutkan sekolahmu sampai setinggi-tingginya nak...” itulah penuturan Bu Rini yang kemudian menjadi titik balik nasib Leha, budhe Warsih dan Arfan.