Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

ARFAN, SI PEJANTAN TANGGUH DARI DESA(Remake)

Keesokan pagi, Arfan dan emaknya sibuk memasak apa yang mereka punya untuk disajikan kepada ibu itu. Budhe Warsihnya membawakan sebakul kecil nasi dan daging rebus bumbu rendang, maklum Warsih lebih berkecukupan dari Leha yang cuma bisa memasakkan sayur yang ditanam di halaman gubuk kecil mereka.

Ibu itu bangun dengan wajah cukup cerah meskipun badannya masih tampak lemah, berbeda dengan semalam yang pucat pasi. Ia memperkenalkan diri dengan nama Rini. Seperti yang diduga Leha dan Warsih, mungkin sudah dua hari ia tak makan, tangannya tampak bergetar saat baru bangun.



“Panggil aku Rini saja ya kak...,” katanya sopan pada Warsih.

Sambil makan dengan lahap, ia lalu dengan singkat menceritakan awal peristiwa semalam, pria yang sebenarnya adalah orang suruhan mantan suaminya bermaksud membunuh untuk mendapatkan harta perempuan itu. Ternyata Bu Rini adalah seorang pengusaha sukses yang tinggal di Jakarta, dua malam yang lalu ia dibius dan dibawa sejauh 500 km lebih ke pelosok desa ini untuk diperkosa dan dibunuh. Untunglah Arfan memergoki aksi pria itu dan kemudian menolong, kalau tidak pastilah kini ia sudah teronggok jadi mayat. Karena pertolongan Arfan, pembunuh bayaran itu tidak berhasil menjalankan aksinya.

Beberapa saat kemudian Arfan, Leha dan Warsih sudah terlihat akrab dengan Bu Rini. Mereka bertukar cerita tentang latar belakang keluarga masing-masing. Arfan sibuk menyiapkan air hangat dan handuk bersih untuk membasuh lengan dan kaki Bu Rini yang menampakkan bercak-bercak goresan bercampur tanah kering. Dituturkannya bahwa dua malam sebelumnya ia diculik oleh mantan suami dan orang suruhannya, awalnya Bu Rini tak curiga karena sang mantan datang baik-baik ke rumah bersama istrinya. Bu Rini samasekali tak tahu kalau seseorang memasukkan obat bius kedalam minumannya ketika waktu itu seingatnya ia permisi sebentar ke kamar mandi. Baru setelah 10 menit meminum juice kesukaannya itu ia seperti merasa lemas, ngantuk lalu ambruk di sofa kamar tamu rumahnya tempat ia duduk. Darisana Bu Rini benar-benar tak sadarkan diri. Ia siuman saat merasakan seseorang sedang menggerayangi tubuhnya, dan itu kira-kira sepuluh jam semenjak ia tak sadarkan diri. Bu Rini awalnya berhasil melepaskan diri dan berlari sejauh kira-kira dua kilometer mengikuti jalan yang tidak ia kenal dimana. Tapi tiga jam saja setelahnya, lelaki berkumis yang berupaya memperkosa dan membunuhnya itu kembali menangkap Bu Rini di sebuah kebun karet. Ia lalu diseret dan dibawa ke tempat dimana semalam Arfan menemukannya sedang berusaha diperkosa. Syukurlah, anak Leha itu muncul dan menyelamatkannya dari kejadian mengerikan tadi malam. Arfan, Leha dan Warsih mendengarkan dengan seksama penuturan Bu Rini. Ketiga orang anak beranak itu berusaha memberi pertolongan sederhana yang mereka bisa sambil terus mendengar penuturan Bu Rini. Arfan membersihkan luka-luka, Leha memberi pijatan di kaki, dan Warsih memijat bagian atas tubuh Bu Rini yang nampaknya sudah bisa tersenyum dengan nafas yang lega. Sesekali bahkan ia membelai rambut Arfan dan terus menyatakan rasa sukurnya atas pertolongan anak itu.

“Umurku 48 tahun dik Leha, Kak Warsih... anakku 1 orang, perempuan, sudah berkeluarga dan tinggal dengan suaminya di kota Balikpapan. Aku tinggal sendiri di Jakarta, 3 orang pembantu dan sopirku mengundurkan diri minggu lalu gara2 tak tahan diteror terus oleh mantan suamiku. Aku bercerai sudah 14 tahun... tapi mantan suamiku selalu ingin menguasai harta yang aku punya sejak sebelum kami belum menikah...,” tutur Bu Rini panjang.

Leha, Warsih dan Arfan cuma mendengarkan penuturan wanita setengahbaya itu. Bu Rini juga menceritakan semua kisah hidupnya dari sejak menikah dan bercerai.

“Aku tak tahu harus gimana membalas kebaikan kalian terutama nak Arfan. Ibu tak tega melihat kalian hidup seperti ini, gimana kalau kalian ikut ibu ke jakarta saja dan kita tinggal bersama di rumahku, masih ada banyak kamar disana, kalian boleh tinggal sampai kapanpun, anggap ini adalah balas budi dari ibu. Dik Leha dan Kak Warsih boleh bekerja apa saja, dan Arfan boleh melanjutkan sekolahmu sampai setinggi-tingginya nak...” itulah penuturan Bu Rini yang kemudian menjadi titik balik nasib Leha, budhe Warsih dan Arfan.
 
Sore harinya, setelah melaporkan kejadian semalam pada polisi, empat kendaraan mewah berisi rombongan 5 orang perempuan dan dua pria, datang menjemput Bu Rini. Mereka sekaligus juga memboyong Arfan, Leha dan Warsih ke Jakarta. Meski merasa senang dengan kebaikan Bu Rini, ketiga orang kampung pelosok itu terlihat cukup sedih menatapi gubuk yang mereka tinggalkan. Bagimana tidak, di gubuk itulah untuk pertama kali Leha dan Warsih menikmati keperkasaan Arfan anak kandung Leha atas tubuh mereka. Meski cuma berupa bangunan reot beratap daun ilalang dan berdinding kayu hutan, gubuk itu menyimpan terlalu banyak kenangan, baik pahit ataupun manis.

Masih dengan perasaan tak menentu seolah tak percaya pada rejeki nomplok yang menimpa mereka, di tengah jalan sebelum masuk kota Jakarta, ketiga orang kampung miskin itu diajak ke sebuah butik mewah oleh Bu Rini. Perempuan itu memerintahkan 2 asistennya memilihkan pakaian2 mahal dan bagus untuk mereka.

Tiba di rumah besar milik pengusaha perempuan yang ternyata benar-benar kaya itu, mereka bertiga masing2 diberi satu kamar. Sungguh rumah yang sangat besar dan megah dengan halaman sangat luas. Kamar mereka terletak di lantai 3, berdampingan dengan kamar tidur Bu Rini.

Kamar Arfan di sisi kiri kamar Bu Rini, sementara kamar emaknya ada di sisi kanan dan kamar Warsih terletak paling ujung. Lucunya, karena sama sekali tak pernah bermimpi jadi orang kaya, Arfan, emak Leha dan budhe Warsih sampai-sampai 3 malam tak bisa tidur! Dari biasanya tidur di kasur lapuk yang keras sekarang di springbed mewah yang empuk. Dari kamar gubuk reot yang pengap dan sangat sumpek jadi kamar mewah berAC yang sejuk dan dingin.

 
Seminggu awal ketiga orang kampung yang miskin itu tinggal di rumah megah milik pengusaha terkenal bernama Rini Listyowati, adalah hari-hari yang cukup melelahkan bagi mereka. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya menyesuaikan pola hidup dari keluarga miskin yang tinggal di gubuk menjadi bagian dari keluarga kaya raya di rumah megah. Namun demikian Bu Rini sudah bertekad akan membayar hutang nyawa pada anak remaja bernama Arfan dan keluarganya itu, sehingga dengan penuh kesabaran ia pelan-pelan mengajarkan kebiasaan dan pekerjaan baru untuk mereka lakukan. Bu Rini meminta Leha dan Budhe Warsih bekerja di rumah besar ini, tugas mereka mulai dari memasak, mencuci, hingga bersih-bersih rumah beserta halaman luasnya.

Tak susah bagi ketiga orang kampung itu untuk bekerja sesuai yang diinginkan oleh sang nyonya, karena pekerjaan itu pastilah jauh lebih ringan daripada aktivitas mereka di kampung. Kalau di desa mereka mencuci pakaian di sungai, disini mereka memakai mesin cuci. Membersihkan rumah juga dilakukan dengan alat-alat canggih yang mereka pelajari dalam waktu cukup singkat. Hanya perlu waktu seminggu saja bagi ketiganya untuk terbiasa menggunakan alat-alat rumah tangga modern disana.

Untuk urusan makan, Bu Rini sangat suka dengan masakan Warsih dan Leha, ia selalu teringat betapa lahap dirinya menyantap apa yang disajikan Arfan dan keluarganya saat itu, meski biasa mengkonsumsi masakan mewah, Bu Rini tetap menikmati masakan Warsih dan Leha yang ia bilang sangat terasa ‘Jawa’-nya. Bu Rini memang berasal dari keluarga kaya sejak kecil, namun pembantu-pembantunya dulu juga dari Jawa Tengah, jadi ia sangat terbiasa dengan masakan tradisional. Hal itu membuat Arfan, Leha emaknya dan Warsih budhenya jadi kerasan tinggal disana. Bu Rini juga sangat menghormati mereka bertiga sampai-sampai ia katakan pada setiap relasi yang datang berkunjung bahwa mereka bertiga adalah keluarganya yang baru datang dari kampung. Bu Rini bahkan tidak samasekali menganggap mereka pembantu rumah tangga.



“Arfan, ibu berencana melanjutkan sekolahmu yang terputus... kamu harus sekolah nak, biar pintar dan jadi orang sukses kalau sudah dewasa nanti,” ungkap Bu Rini pada suatu kesempatan mereka berkumpul untuk membicarakan hidup baru di Jakarta.

Arfan tak tahu harus mengucap apa, ia yang baru berumur 18 tahun memang sudah sejak tamat SMP 2 tahun yang lalu tak lagi melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi yang sangat miskin. Begitu pula dengan emaknya Leha dan Budhe Warsih, kedua perempuan paruhbaya itu pun terus mengucapkan terimakasih atas kebaikan Bu Rini. Sebaliknya Bu Rini juga tak pernah bosan mengatakan pada mereka kalau hal itu tak seberapa dibanding nyawanya yang telah diselamatkan oleh mereka bertiga, tak henti-henti juga Bu Rini mengucap syukur dan terimakasih.

Mulustrasi Bu Rini
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Seminggu awal ketiga orang kampung yang miskin itu tinggal di rumah megah milik pengusaha terkenal bernama Rini Listyowati, adalah hari-hari yang cukup melelahkan bagi mereka. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya menyesuaikan pola hidup dari keluarga miskin yang tinggal di gubuk menjadi bagian dari keluarga kaya raya di rumah megah. Namun demikian Bu Rini sudah bertekad akan membayar hutang nyawa pada anak remaja bernama Arfan dan keluarganya itu, sehingga dengan penuh kesabaran ia pelan-pelan mengajarkan kebiasaan dan pekerjaan baru untuk mereka lakukan. Bu Rini meminta Leha dan Budhe Warsih bekerja di rumah besar ini, tugas mereka mulai dari memasak, mencuci, hingga bersih-bersih rumah beserta halaman luasnya.

Tak susah bagi ketiga orang kampung itu untuk bekerja sesuai yang diinginkan oleh sang nyonya, karena pekerjaan itu pastilah jauh lebih ringan daripada aktivitas mereka di kampung. Kalau di desa mereka mencuci pakaian di sungai, disini mereka memakai mesin cuci. Membersihkan rumah juga dilakukan dengan alat-alat canggih yang mereka pelajari dalam waktu cukup singkat. Hanya perlu waktu seminggu saja bagi ketiganya untuk terbiasa menggunakan alat-alat rumah tangga modern disana.

Untuk urusan makan, Bu Rini sangat suka dengan masakan Warsih dan Leha, ia selalu teringat betapa lahap dirinya menyantap apa yang disajikan Arfan dan keluarganya saat itu, meski biasa mengkonsumsi masakan mewah, Bu Rini tetap menikmati masakan Warsih dan Leha yang ia bilang sangat terasa ‘Jawa’-nya. Bu Rini memang berasal dari keluarga kaya sejak kecil, namun pembantu-pembantunya dulu juga dari Jawa Tengah, jadi ia sangat terbiasa dengan masakan tradisional. Hal itu membuat Arfan, Leha emaknya dan Warsih budhenya jadi kerasan tinggal disana. Bu Rini juga sangat menghormati mereka bertiga sampai-sampai ia katakan pada setiap relasi yang datang berkunjung bahwa mereka bertiga adalah keluarganya yang baru datang dari kampung. Bu Rini bahkan tidak samasekali menganggap mereka pembantu rumah tangga.



“Arfan, ibu berencana melanjutkan sekolahmu yang terputus... kamu harus sekolah nak, biar pintar dan jadi orang sukses kalau sudah dewasa nanti,” ungkap Bu Rini pada suatu kesempatan mereka berkumpul untuk membicarakan hidup baru di Jakarta.

Arfan tak tahu harus mengucap apa, ia yang baru berumur 18 tahun memang sudah sejak tamat SMP 2 tahun yang lalu tak lagi melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi yang sangat miskin. Begitu pula dengan emaknya Leha dan Budhe Warsih, kedua perempuan paruhbaya itu pun terus mengucapkan terimakasih atas kebaikan Bu Rini. Sebaliknya Bu Rini juga tak pernah bosan mengatakan pada mereka kalau hal itu tak seberapa dibanding nyawanya yang telah diselamatkan oleh mereka bertiga, tak henti-henti juga Bu Rini mengucap syukur dan terimakasih.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd